Anda di halaman 1dari 20

PORTOFOLIO

Topik : Asma Eksaserbasi Akut


Tanggal (kasus) : 4 Desember 2018 Presentan : dr. Dhita Dwiyani
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Suciati Lestari

Objekttif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyelenggara  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja √ Dewasa  Lansia
 Deskripsi : perempuan 43 tahun, Asma Eksaserbasi Akut
 Tujuan : Tatalaksana Tension Pneumothorax
Bahan Bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos
Data Pasien Nama : Ny. Y Umur : 43 tahun No. Reg : 05-
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status : Menikah 77-22
Alamat : Sungai Lambai Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
RSUD Muaro Labuah Telp:- Terdaftar : 4 Desember 2018
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosa /Gambaran klinis : Asma Eksaserbasi Akut, keadaan umum tampak sakit
sedang
2. Riwayat Pengobatan : Riwayat kontrol teratur ke poli paru.
3. Riwayat Kesehatan dan Penyakit :
Pasien datang diantar keluarga ke Poli Paru RSUD Solok Selatan dengan keluhan sesak
napas berat± 1 hari SMRS, pasien mengucapkan 1 kalimat terputus-putus dan lebih
memilih posisi duduk daripada berbaring, sebelumnya pasien batuk dengan dahak sulit
keluar selama seminggu dan semakin memberat 3 hari terakhir. Sebelumnya pasien
memakan pulut. Riwayat merokok (-), serangan sesak dirasakan 1-2 kali seminggu dan

1
pada malam hari sesak dirasakan setiap hari. Dalam 1 tahun terakhir pasien mengalami
serangan 3x.
4. Riwayat Keluarga : Bapak pasien mengalami hal yang sama dengan pasien.
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang ibu rumah tangga
DAFTAR PUSTAKA
1. O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al.
(2010), Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Ontario Canada.
2. Bara, A. Ozier, J-M. Tunon de Lara, R. Marthan and P. Berger. Pathophysiology
of bronchial smooth muscle remodelling in asthma. Eur Respir J 2010; 36: 1174– 1184
3. Mangunegoro, H. Widjaja, A. Sutoyo, DK. Yunus, F. Pradjnaparamita. Suryanto,
E. et al. (2004), Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
4. Megan Stapleton, PharmD, Amanda Howard-Thompson. Smoking and Asthma.
JABFM May–June 2011 Vol. 24 No. 3, p.313-322.
Hasil pembelajaran
1. Mendiagnosis Asma Eksaserbasi Akut sesuai kompetensi sebagai dokter umum
2. Mekanisme/patofisiologi Asma
3. Melakukan tindakan pertolongan darurat pada Asma Eksaserbasi Akut
4. Edukasi pada pasien asma.

2
Laporan Kasus

A. Subjectif (Autoanamnesa)
a. Keluhan Utama :
Sesak napas sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar keluarga ke Poli Paru RSUD Solok Selatan


dengan keluhan sesak napas berat± 1 hari SMRS, pasien mengucapkan 1
kalimat terputus-putus dan lebih memilih posisi duduk daripada
berbaring, sebelumnya pasien batuk dengan dahak sulit keluar selama
seminggu dan semakin memberat 3 hari terakhir. Sebelumnya pasien
memakan pulut dan sesak semakin bertambah. Riwayat merokok (-),
serangan sesak dirasakan 1-2 kali seminggu dan pada malam hari sesak
dirasakan setiap hari. Dalam 1 tahun terakhir pasien mengalami serangan
3x.
c. Riwayat pengobatan :
Pasien rutin kontrol ke poli paru sebulan sekali dan mendapat obat
Azitromisin, Tiotropium Bromide inhaler, Aminofilin,
Budesonide/Formoterol turbuhaler dan N-Acetylsistein.
d. Riwayat kesehatan / penyakit:
Asma (+), diabetes (-), Hipertensi (-)
e. Riwayat keluarga:
Bapak pasien mengeluhkan keluhan yang sama.
f. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien tinggal bersama suami dan anak-anaknya.

B. Objective
a. Pemeriksaan Fisik :

3
a) Keadaan umum : Sakit sedang
b) Kesadaran : Compos mentis
c) Tekanan darah : 130/80 mmHg
d) Nadi : 106 kali/menit
e) Respirasi : 38 kali/menit
f) Suhu badan : 36,0 °C
g) Saturasi : 92%

Pada pemeriksaan status generalis ditemukan :


 Kepala : Normoochepal, simetris.
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
 Hidung : Nafascuping hidung(-), darah(-), secret (-)
 Telinga : Darah (-), sekret (-).
 Mulut : lidah kotor(-), sianosis(-), faring tenang
 Leher : Trakea di tengah. Pembesarn KGB (-)
 Thorax : Simetris, jejas(-).
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung kesan dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler,murmur(-), gallop(-).
 Paru
Inspeksi : Pada saat statis maupun dinamis gerakan dada
simetris, retraksi intercostal(-).
Palpasi : SF kiri= kanan, Nyeri(-), tumor(-).
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : bronkovesikuler (+/+), rhonki(-/-), wheezing (+/+), ekspirasi
memanjang (+/+)

4
 Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : BU(+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Lunak, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar/lien tidak teraba
 Ekstremitas
Sianosis : (-/-)
Oedem : (-/-)
Akral : Hangat, CRT <2 detik
b. Laboratorium

a. Leukosit : 5000/mm3 (5000 – 10.000)


b. Hb : 14,6 g/dl (12 – 16)
c. Hematokrit : 42% (37 – 38)
d. Trombosit : 232x103/uL (150.000 – 400.000)
e. GDS : 155 mg/dL (< 200)
f. Ureum : 13 mg/dl (10-50)
g. Kreatinin : 1,1 mg/dl (0,5-1,1)

c. Assesment
Asma Eksaserbasi Akut

d. Plan
 O2 4 liter/menit Nasal Kanul sesuai target saturasi 95%
 Drip Aminofilin 240mg dalam 500 cc D5% / 8 jam
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj. Fluimucyl 300mg/12 jam
 Inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam
 Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
 Nebule Ipatropium Bromide+salbutamol 5 kali/hari
 Nebule Budesonide 1 kali/hari

5
FOLLOW UP
Hari/ Tanggal Catatan Perkembangan Pasien
S: Sesak napas bertambah ketika batuk (++)
Batuk dahak sulit keluar (++)
5 Desember 2018
Hari ke 2

O: TD: 130/80mmHg, N: 110 x/i, RR: 32 x/i, Sp02 94%


Pemeriksaan fisik paru
I: Simetris pada saat statis dan dinamis
P : SF Kanan = SF Kiri
P : Sonor/Sonor
A : bronkovesikuler (+/+), rh(-/+), wh(+/+)

A: Asma Eksaserbasi Akut

P:
- O2 4 liter/menit Nasal Kanul sesuai target saturasi 95%
- Drip Aminofilin 240mg dalam 500 cc D5% / 8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. N-Asetilsistein 300mg/12 jam
- Inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Nebule Ipatropium Bromide+salbutamol 5 kali/hari
- Nebule Budesonide 1 kali/hari

S: Sesak napas bertambah ketika batuk (++)


Batuk dahak sulit keluar (++)
6 Desember 2018
Hari ke 3

O: TD: 130/70mmHg, N: 106 x/i, RR: 29 x/i, Sp02 95%


Pemeriksaan fisik paru
I: Simetris pada saat statis dan dinamis
P : SF Kanan = SF Kiri
P : Sonor/Sonor
A : bronkovesikuler (+/+), rh(-/+), wh(+/+)

6
A: Asma Eksaserbasi Akut

P:
- O2 4 liter/menit Nasal Kanul sesuai target saturasi 95%
- Drip Aminofilin 240mg dalam 500 cc RL / 8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. N-Asetilsistein 300mg/12 jam
- Inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Nebule Ipatropium Bromide+salbutamol 5 kali/hari
- Nebule Budesonide 1 kali/hari

Hari/ Tanggal Catatan Perkembangan Pasien


S: Sesak napas (+)
7 Desember 2018 Batuk dahak sulit keluar (++)
Hari ke 4

O: TD: 120/80mmHg, N: 98 x/i, RR: 26 x/i, Sp02 95%


Pemeriksaan fisik paru
I: Simetris pada saat statis dan dinamis
P : SF Kanan = SF Kiri
P : Sonor/Sonor
A : bronkovesikuler (+/+), rh(-/+), wh(+/+)

A: Asma Eksaserbasi Akut


P:
- O2 4 liter/menit Nasal Kanul sesuai target saturasi
95%
- Drip Aminofilin 240mg dalam 500 cc RL / 8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. N-Asetilsistein 300mg/12 jam
- Inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Nebule Ipatropium Bromide+salbutamol 5 kali/hari

7
- Nebule Budesonide 1 kali/hari

S: Sesak napas berkurang


8 Desember 2018 Batuk dahak +
Hari ke 5

O: TD: 120/70mmHg, N: 92 x/i, RR: 24 x/i, Sp02 94%


Pemeriksaan fisik paru
I: Simetris pada saat statis dan dinamis
P : SF Kanan = SF Kiri
P : Sonor/Sonor
A : bronkovesikuler (+/+), rh(-/+), wh(+/+)

A: Asma Eksaserbasi Akut

P:
- O2 4 liter/menit Nasal Kanul sesuai target saturasi 95%
- Drip Aminofilin 240mg dalam 500 cc RL / 8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. N-Asetilsistein 300mg/12 jam
- Inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Nebule Ipatropium Bromide+salbutamol 5 kali/hari
- Nebule Budesonide 1 kali/hari
- Codein 10mg/ 8 jam

S: Sesak napas berkurang


Batuk dahak +
9 Desember 2018 Sulit tidur
Hari ke 6

O: TD: 150/90mmHg, N: 92 x/i, RR: 24 x/i, Sp02 95%


Pemeriksaan fisik paru
I: Simetris pada saat statis dan dinamis
P : SF Kanan = SF Kiri
P : Sonor/Sonor
A : vesikuler (+/+), rh(-/-), wh(-/-)

8
A: Asma Eksaserbasi Akut (Perbaikan)

P:
- O2 4 liter/menit Nasal Kanul sesuai target saturasi 95%
- Drip Aminofilin 240mg dalam 500 cc RL / 8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. N-Asetilsistein 300mg/12 jam
- Inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
- Nebule Ipatropium Bromide+salbutamol 5 kali/hari
- Nebule Budesonide 1 kali/hari
- Codein 10mg/ 8 jam

Hari/ Tanggal Catatan Perkembangan Pasien


S: Sesak napas (-)
7 Desember 2018 Batuk dahak (+)
Hari ke 4

O: TD: 120/80mmHg, N: 98 x/i, RR: 26 x/i, Sp02 95%


Pemeriksaan fisik paru
I: Simetris pada saat statis dan dinamis
P : SF Kanan = SF Kiri
P : Sonor/Sonor
A : vesikuler (+/+), rh(-/-), wh(-/-)

A: Asma Eksaserbasi Akut (Perbaikan)

P:
- Boleh Pulang
- Aminofilin Caps 2x1
- Cefixim 2x200mg
- N-acetylsistein 2x300mg
- Metilprednisolon 3x4mg
- Lansoprazole 1x30mg
- Lesicol 2x1
- Salbutamol 3x2mg

9
Diskusi

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita asma bronkial.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.(PDPI,
2003)
Asma eksaserbasi adalah episode yang ditandai dengan peningkatan
progresivitas gejala berupa napas pendek, batuk-batuk, wheezing atau dada terasa
sesak dan penurunan progresif fungsi paru yang menandakan bahwa pasien cukup
membutuhkan pengobatan. Eksaserbasi dapat menyerang penderita yang memang
sudah didiagnosis asma atau yang sebelumnya belum mengetahui asma yang
diderita. Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap agen eksternal
(misal: infeksi saluran pernapasan atas, debu atau polusi) dan/atau kurangnya
kepatuhan terhadap penggunaan obat pengontrol asma. Walaupun begitu beberapa
asma eksaserbasi dapat menyerang penderita dengan asma terkontrol (GINA,
2018).
Anamnesis, yang menunjang untuk asma bronkial eksaserbasi adalah
didapatkannya keluhan sesak napas, batuk-batuk dan sesak yang memberat pada
malam hari. Selain itu pasien juga memiliki riwayat asma sejak kecil dan
bapaknya juga memiliki riwayat asma. Keluhan tersebut menunjukkan adanya
hiperesponsif jalan napas akibat inflamasi kronik pada saluran napas.
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host
factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik
yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik
(atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan

10
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan
yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Dari
anamnesis pasien, didapatkan bahwa diagnosa lebih mengarah kepada asma
bronkial eksaserbasi akut yang pada pasien dipicu oleh beberapa hal yaitu alergen
dan paparan infeksi pernapasan.
Pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis asma adalah ditemukannya
suara wheezing pada kedua apeks paru ketika melakukan ekspirasi yang
menunjukkan adanya penyempitan jalan nafas. Pada keadaan eksaserbasi,
kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat
saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru
yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak,
mengi dan hiperinflasi.
Pemeriksaan lain yang dapat membantu penegakkan diagnosis asma adalah
pemeriksaan faal paru. Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan
persepsi mengenai asmanya, dan penlaian dokter mengenai dispnea dan mengi
masih bersifat subjektif sehingga dilakukan pemeriksaan objektif untuk
menyamakan persepsi dokter dan penderita. Pengukuran faal paru digunakan
untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibiliti kelainan faal paru, dan variabiliti
faal paru sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas. Pemeriksaan
standar faal paru yang dilakukan adalah spirometri dan arus puncak ekspirasi. Pada
pasien ini, tidak dilakukan pemeriksaan spirometri.
Diagnosis Asma menurut GINA 2018 tercantum dalam tabel dibawah ini:

11
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting
bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan.

12
Keparahan Asma menurut GINA 2018 berdasarkan kontrol reguler dalam
beberapa bulan yaitu:
 Mild Asthma adalah asma yang terkontrol baik dengan pengobatan step 1 atau
step 2 termasuk ditambah dengan obat pelega tunggal, atau dengan ICS dosis
rendah, leukotriene receptor antagonists atau chromone.
 Moderate Asthma adalah asma yang terkontrol baik dengan pengobatan step 3
contoh: ICS/LABA dosis rendah
 Severe Asthma adalah asma yang membutuhkan pengobatan step 4 atau 5,
contoh: ICS/LABA dosis tinggi, untuk mencegah asma yang tidak terkontrol,
atau asma yang tidak terkontrol dengan step 3 atau 4.

13
Langkah-langkah dalam pengobatan Asma

14
Manajemen Asma Eksaserbasi pada Layanan Primer (GINA, 2018)

15
Bila melihat skema dari GINA, eksaserbasi yang terjadi pada pasien adalah
eksaserbasi berat yaitu pasien masih dapat mengucapkan kalimat terputus, lebih
nyaman dalam posisi duduk daripada berbaring, tidak gelisah, dan saturasi masih
92%.
Pada pasien terapi yang diberikan adalah O2 3ltr/m, Nebulizer combivent 5 kali
sehari, nebule pulmicort 1 kali sehari, Drip Aminofilin 1 amp dlam 500c RL/ 8 jam,
Inj. N-Acetylsistein 300mg/12 jam, Inj Metilprednisolon 2x125mg IV, dan Inj.
Ceftriaxone 1gr/12 jam.
Penatalaksanaan awal terhadap eksaserbasi ringan menurut skema dari GINA
tersebut adalah pemberian SABA, prednisolone dan O2. Dan menurut GINA, bila
penatalaksanaan awal dilakukan di Instalasi Gawat Darurat pertimbangkan pula
pemberian ipratropium bromide.
Pemberian O2 dilakukan untuk mencapai atau mempertahankan saturasi oksigen
93-95%, oksigen dapat diberikan dengan nasal kanul ataupun dalam bentuk masker
kanul. Bila keadaan pasien sudah stabil pertimbangkan untuk menghentikan
pemberian oksigen namun tetap lakukan pemantauan nilai saturasi oksigen.
Pemberian SABA (Short Acting Beta2-Agonist) merupakan bagian dari
penatalaksanaan awal pada asma eksaserbasi akut, termasuk golongan ini adalah
salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol. Pada pasien, sudah diberikan
combivent yang kandungannya terdapat salbutamol. Obat ini mempunyai waktu
mulai kerja (onset) yang cepat. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian
inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/ tidak ada.
Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran
napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh
darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast.
Selain salbutamol, kandungan lain dari combivent adalah ipratropium bromide
yang mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat
pada serangan asma, memperbaiki faal paru dan menurunkan risiko perawatan
rumah sakit secara bermakna. Ipratropium bromide merupakan golongan

16
antikolinergik yang mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan asetilkolin dari
saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan
tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi
yang disebabkan iritan. Efek bronkodilatasi tidak seefektif agonis beta-2 kerja
singkat, onsetnya lama dan dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek
maksimum sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan sendiri.
Pada pasien juga diberi inhalasi Pulmicort yang mengandung Budesonide
sebagai kortikosteroid inhalasi. Kortikosteroid inhalasi bertujuan untuk menekan
proses inflamasi dan komponen yang berperan dalam remodeling pada bronkus
yang menyebabkan asma. Pada tingkat vascular, glukokortikosteroid inhalasi
bertujuan menghambat terjadinya hipoperfusi, mikrovaskular, hiperpermeabilitas,
pembentukan mukasa udem, dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis).
Metilprednisolone yang juga merupakan golongan kortikostreroid juga digunakan
untuk pengontrol asma tambahan.
Untuk menangani batuk dengan dahak yang susah keluar pada pasien , diberikan
N-Acetysistein golongan mukolitik yang berfungsi mengencerkan dahak yang
menghalangi saluran napas.
Terapi lanjutan yang diberikan terhadap pasien ini setelah serangan asmanya
adalah pemberian IVFD KA-EN 3B 15 gtt/menit, Nebulizer combivent : pulmicort
1:1/daily,
Setelah serangan sesak terkendali, skema dari GINA menunjukkan bahwa
pasien masih harus menjalani pengobatan lanjutan yaitu pelega dan pengontrol dan
diobservasi 2-7 hari.
Drip aminofilin yang diberikan kepada pasien memiliki kandungan
bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi.
Efek bronkodilatasi berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase yang dapat
terjadi pada konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan efek antiinflamasi
melalui mekanisme yang belum jelas terjadi pada konsentrasi rendah (5-10
mg/dl). Pada dosis yang sangat rendah efek antiinflamasinya minim pada

17
inflamasi kronik jalan napas dan studi menunjukkan tidak berefek pada
hiperesponsif jalan napas. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan
sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama
efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat
mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol
gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Studi
menunjukkan metilsantin sebagai terapi tambahan glukokortikosteroid inhalasi
dosis rendah atau tinggi efektif mengontrol asma, walau disadari peran sebagai
terapi tambahan tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama inhalasi, tetapi
merupakan suatu pilihan karena harga yang jauh lebih murah. Efek samping
berpotensi terjadi pada dosis tinggi ( >10 mg/kgBB/ hari atau lebih); hal itu
dapat dicegah dengan pemberian dosis yang tepat dengan monitor ketat.
Gejala gastrointestinal nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu
dan sering terjadi sehingga pada pasien juga diberikan omeprazole untuk
mengurangi efek samping tersebut.
Ceftriaxone yang diberikan pada pasien untuk mengatasi penyebab dari
keluhan batuk yang tidak membaik dalam satu minggu, yang dari anamnesis
kemungkinan disebabkan adanya infeksi saluran pernapasan atas sehingga
diberikan antibiotik golongan sepalosporin generasi ketiga ini.
Dari uraian diatas didapatkan bahwa tatalaksana asma eksaserbasi akut pada
pasien ini sudah cukup tepat. Pemberian cairan yang dilakukan untuk menjaga
keseimbangan elektrolit pasien sehingga tidak mengalami perburukan kondisi.
Pada kasus ini, observasi terhadap tanda-tanda vital dan keluhan dilakukan
dan setelah membaik pasien dapat melakukan pengobatan rawat jalan. Penderita
disarankan untuk kontrol ke poliklinik paru 3 hari kemudian untuk mengetahui
perkembangan kondisinya.

18
Edukasi

Asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas
yang menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik.
Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang
dapat dilaksanakan (applicable), mempunyai manfaat, aman dan dari segi harga
terjangkau. Oleh karena itu penderita harus mengetahui bahwa penatalaksanaan
asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Pada
penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh
dokter yaitu :
1. Tindak lanjut (follow-up) teratur
2. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut bila diperlukan.
Dokter sebaiknya menganjurkan penderita untuk kontrol tidak hanya bila
terjadi serangan akut, tetapi kontrol teratur terjadual, interval berkisar 1- 6 bulan
bergantung kepada keadaan asma. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa asma
tetap terkontrol dengan mengupayakan penurunan terapi seminimal mungkin.

19
DAFTAR PUSTAKA

5. O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al.


(2010), Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Ontario Canada.
6. Bara, A. Ozier, J-M. Tunon de Lara, R. Marthan and P. Berger.
Pathophysiology of bronchial smooth muscle remodelling in asthma. Eur Respir J
2010; 36: 1174– 1184
7. Mangunegoro, H. Widjaja, A. Sutoyo, DK. Yunus, F. Pradjnaparamita.
Suryanto, E. et al. (2004), Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
8. Megan Stapleton, PharmD, Amanda Howard-Thompson. Smoking and
Asthma. JABFM May–June 2011 Vol. 24 No. 3, p.313-322.

20

Anda mungkin juga menyukai