Anda di halaman 1dari 29

REFLEKSI KASUS

CEPHALGIA

Disusun Oleh:
Sella Lukitasari (42170113)
Agustinus Pandu F (42170109)
Andreas Naibaho (42170108)

Dosen Pembimbing:
dr. Sugianto, Sp. S, M.Kes, Ph.D

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA – RS BETHESDA
YOGYAKARTA
2018
PEMAPARAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
No RM : 01-00-95-xx
Usia : 66 Th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Ngentak, Sumberagung, Sleman
Tanggalmasuk RS : 10 September 2018

2. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Nyeri Kepala

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Syaraf Bethesda pada tanggal 10 September 2018
dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala sudah dirasakan 5 hari sebelum pasien
berobat ke poli syaraf. Nyeri kepala terasa dibagian sisi kepala kanan dan kiri
pasien. Pasien mengatakan nyeri terasa seperti cekot-cekot di bagian kepala dan
tidak menyebar kebagian tubuh lain. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak
membaik dengan istirahat. Sebelumnya pasien sudah berobat ke dokter umum dan
diberi obat, namun tidak membaik juga. Ketika diberikan skala nyeri, pasien
mengatakan skala berada pada angka 4. Selain nyeri kepala, pasien tidak
mengeluhkan keluhan lain, pusing berputar (-), mual (-), muntah (-). Pasien tidak
memiliki penyakit penyerta lain dan juga tidak rutin mengonsumsi obat
tertentu/sedang dalam pengobatan rutin.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Hipertensi (+)
 Diabetes Mellitus (-)
 Malignansi (-)

1
D. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat serupa (-)
 Hipertensi (-)
 DM (-)
 Malignansi (-)

E. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak sedang dalam pengobatan penyakit lain.

F. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan, obat-obatan, atau lain-lain (-).

G. Riwayat Gaya Hidup


 Merokok (-), Alkohol (-)
 Olahraga : tidak pernah
 Pola tidur : teratur, rata-rata 7 jam sehari, tidak ada gangguan tidur
 Pola makan: 1-2x per hari dengan makanan yang seimbang cukup buah dan
sayur

3. PEMERIKSAAN FISIK
1. Deskripsi Umum (hasil pemeriksaan pada tanggal 26 Mei 2018)
Keadaan umum : Sedang
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 90 x/ menit, reguler
Suhu : 36 0C
Napas : 20x/menit
2. Kepala
Normocephali, konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), bibir kering (-), lidah
kotor (-), otorrhea (-), rhinorhea (-)

2
3. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-), Peningkatan
jugular venous pressure (-)
4. Thorax
a. Paru
 Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak napas (-), massa (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (N), kembang dada (N)
 Perkusi : sonor (+/+)
 Auskultasi : ronki basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis teraba di linea mid clavikularis sinistra SIC V
 Perkusi : batas jantung kiri pada SIC V linea midaxilaris sinistra, batas
kanan jantung pada SIC IV linea parasternalis dextra.
 Auskultasi : suara S1 S2 normal, regular,bising (-)
5. Abdomen
 Inspeksi : supel, distensi (-), massa (-)
 Auskultasi : peristaltik usus (+) dalam batas normal.
 Palpasi : nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani, Hepato/spleno-megali (-).
6. Ekstremitas
Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat

4. STATUS NEUROLOGIS
 Kepala
o Bentuk : normocephali
o Nyeri tekan : nyeri tekan (-)
 Leher
o Pergerakan : normal
o Nyeri :-
 Rangsang meninges:
o Kaku kuduk :-

3
o Brudzinski I :-
o Brudzinski II : -
o Brudzinski III : -
o Brudzinski IV : -
o Kernig sign :-

A. PemeriksaanNervusKranialis
1. N. Olfaktorius
Kanan Kiri
Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan

2. N. Opticus
Kanan Kiri
Lapangan pandang Normal Normal
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Oculi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3. N. Oculomotorius
Kanan Kiri
Ptosis - -
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Bentuk pupil isokor isokor
Ukuran pupil 3mm 3mm
Refleks cahaya + +
Diplopia - -

4. N. Throclearis
Kanan Kiri
Pergerakan mata ke bawah Normal Normal
Diplopia - -

5. N. Trigeminus
Kanan Kiri
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas muka Normal Normal

4
6. N. Abduscent
Kanan Kiri
Pergerakan mata ke lateral Normal Normal
Diplopia - -

7. N. Fascialis
Kanan Kiri
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan Normal
gigi/tersenyum
Bersiul Normal
Meniup Normal

8. N. Vestibulokoklearis
Kanan Kiri
Detik arloji Terdengar Terdengar
Suara berbisik Terdengar Terdengar
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. N. Glossofaringeus
Kanan Kiri
Perasaan lidah depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Faring Normal Normal

10. N. Vagus

Arcus faring Normal


Bicara Normal
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan

11. N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memalingkan wajah Normal Normal

12. N. Hypoglosus
Pergerakan lidah Normal
Tremor lidah -
Artikulasi Jelas

5
B. Badan dan Anggota Gerak

Sensibilitas Kanan Kiri


Sensibilitas taktil Normal Normal
Perasaan nyeri Normal Normal
Perasaan thermos Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan discrim 2 titik Normal Normal
Perasaan lokalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C. Anggota Gerak Atas


Motorik Kanan Kiri
Pergerakkan Kuat, gerakan bebas Kuat, gerakan bebas
Kekuatan 5 5

ReflekFisiologis dan Patologis


Refleks Kanan Kiri
Bisep + +
Trisep + +
Hofman - tromner - -

D. Anggota Gerak Bawah (tungkai)


Motorik Kanan Kiri
Pergerakkan Kuat, gerakan bebas Kuat, gerakan bebas
Kekuatan 5 5

Reflek Fisiologis Patologis dan Klonus


Refleks Kanan Kiri
Patella + +
Achiles + +
Babinski - -
Chaddok - -
Rossolimo - -
Mendel backthrew - -
Schaefer - -
Oppenheim - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -

E. Pemeriksaan Vertebrae

6
Pemeriksaan Kanan Kiri
Laseque Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Patrick Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kontra patrick Tidak dilakukan Tidak dilakukan

F. Tes Koordinasi
 Romberg test : Normal
 Disdiadokokinesis : Normal
 Tandem gait : Normal

G. Gerakan abnormal
 Tremor : Tidak ada
 Athetose : Tidak ada
 Myoclonik : Tidak ada
 Gerakan chorea : Tidak ada

H. Alat Vegetatif
 Miksi : Dalam batas normal
 Defekasi : Dalam batas normal

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG RADIOLOGI

7
Hasil Pemeriksaan:
Soft tissue extra cranial dalam batas normal
Tabula dan petrosum kontinyu

Deferensiasi parenkimal cukup tegas


Sulci corticalis: dalam batas normal
Gyri corticalis: dalam batas normal
Fissura sylvii: dalam batas normal
Sistema ventrikel menyempit ringan
Mid line struktur tampak ditengah
Tampak fokal hipodens nuc caudatus kiri, s.12
Cistema dalam batas normal
Kalsifikasi pineal

Kesan : susp edema cerebri ringan dengan inflamasi parenkimal, dan fokal hipodensn
favunar infark nuc caudatus kiri ?

6. DIAGNOSIS
Diagnosa Klinik : Cephalgia
Diagnosa Topik : Migrain, TTH
Diagnosa Etiologi :-

7. TERAPI
Farmakologi :
 PO, Analsik (500 mg + 2 mg) 3x1
 PO, Candesartan 8 mg 1x1
 PO, Ibuprofen 400 mg 2x1

Saran
1. Hindari faktor pencetus
2. Rujuk ke Spesialis Saraf apabila keluhan tidak membaik untuk terapi lebih
lanjut

8
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Nyeri kepala (Cephalgia) adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakan pada seluruh
daerah kepala dengan batas dibawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala (area
oksipital dan sebagian daerah tengkuk). Berdasarkan kausanya digolongkan nyeri kepala
primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer tidak terdapat kelainan anatomi atau
kelainan struktur atau sejenisnya yang jelas sedangkan nyeri kepala sekunder terdapat
kelainan anatomi atau struktur atau sejenisnya dan bersifat kronis progresif.

B. FAKTOR PEMICU
 Faktor psikologis : stress, depresi
 Faktor lingkungan : rokok,bau menyengat, perubahan cuaca, cahaya atau suara.
 Faktor makanan : yang mengandung tiramin, food additive (MSG, aspartame),
coklat, kopi, jeruk
 Obat-obatan : simetidin, kokain, fluoksetin, indometasin, nikotin, nifedipin, dll.
 Faktor hormonal : mens, hamil, menopause
 Gaya hidup : kurang atau kebanyakan tidur, terlambat makan, dll.

C. FAKTOR RESIKO DAN EPIDEMIOLOGI

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidu, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamine atau nitrogliserinn sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menununjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang
menderita sakit kepala kronis dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75% dari
jumlah diatas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi
belajar dan bekerja sebanyak 62,7%.

Menurut International Headache Society (HIS), migren sering terjadi pada pria
dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia diatas 12 tahun.
HIS juga mengemukakan cluster headache 80-90% terjadi pada pria dan prevalensi sakit
kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

D. ETIOLOGI
1. Inflamasi pada struktur bangunan peka nyeri intracranial maupun ekstrakranial

9
2. Inflamasi neurogenik selanjutnya akan mengakibatkan proses vasodilatasi dan
ekstravasasi plasma protein yang mengikuti pelepasan peptide vasoaktif CGRP,
substansia P, neurokinin/NKA dari nerve ending.
3. Aktivasi mekanoreseptor pada ujung terminal saraf sensoris vaskuler untuk
melepaskan L-glutamat dan aktivasi termoreseptor.
4. Distensi atau dilatasi pembuluh darah intracranial dan ekstrakranial
5. Traksi pada arteri sirkulus wilisi, sinus venosus, dan vena-vena yang mensupply
sinus tersebut, dan arteri meningea media
6. Pergeseran bangunan peka nyeri karena suatu desakkan (massa, kista, oedem
perifokal, dll.)
7. Peningkatan TIK yang terjadi melalui dua mekanisme dasar, yaitu bertambahnya
volume otak dan adanya obstruksi CSS dan sistem vena.
8. Kontraksi kronik otot-otot kepala dan leher
9. Tekanan langsung pada saraf-saraf yang mengandung serabut-serabut untuk rasa
nyeri di daerah kepala.

E. KLASIFIKASI NYERI KEPALA

Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders edisi 2 tahun


2004 (ICHD-2), klasifikasi nyeri kepala adalah sebagai berikut :

a) Nyeri Kepala Primer


1. Migrain
2. Nyeri kepala tipe tegang
3. Nyeri kepala kluster dan sefalgia trigeminal otonomik yang lain
4. Nyeri kepala primer lainnya
b) Nyeri Kepala Sekunder
1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala/leher
2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau servikal
3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler intracranial
4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansia atau withdrawalnya
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan homeostasis

10
7. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan cranium,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau
cranial lainnya.
8. Nyeir kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri
9. Neuralgia cranial dans entral yang menyebabkan nyeri wajah
10. Nyeri kepala lainnya, neuralgia cranial, nyeir wajah primer atau sentral

Struktur bangunan peka nyeri di kepala :

a) Struktur intracranial meliputi:


 Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus dan vena-vena yang
mensupplu sinus-sinus tersebut)
 Arteri di duramataer (arteri meningea media)
 Arteri basis kranii yang membentuk sirkulus willisi dan cabang-cabang
besarnya
 Sebagian duramater yang berdekatan dengan pembuluh darah terutama
yang terletak di basis fossa kranii anterior dan posterior serta meningen
b) Struktur ekstrakranial meliputi:
 Kulit, scalp, otot, tendon dan fascia daerah kepala dan leher
 Mukosa sinus paranasalis dan cavum nasi
 Gigi geligi
 Telinga luar fan tengah
 Arteri ekstrakranial
c) Saraf:
 N. Trigeminus, N. Facialis, N. Glossofaringeus, N. Vagus
 Saraf spinal cervical 1,2,3

F. PATOFISIOLOGI
i. Rangsangan yang mengganggu diterima oleh nociceptor polimodal dan
mekanoreseptor di meninges dan neuron ganglion trigeminal.
ii. Pada inervasi sensoris pembuluh darah intracranial (sebagian besar berasal dari
ganglia trigeminal) di dalamnya terkandung neuropeptide seperti CGRP, bradykinin,
serotonin yang semakin mengaktivasi nosiseptor.
iii. Rangsangan dibawa menuju kornu dorsalis cervical atas

11
iv. Transmisi dan modulasi nyeri terletak pada batang otak (periaqueductal grey matter,
nucleus raphe magnus, formasio retikularis)
v. Hypothalamus dan system limbik memberikan respons perilaku dan enosional
terhadap nyeri.
vi. Pada thalamus hanya terdapat persepsi nyeri
vii. Pada korteks somatorik dapat mengetahui lokasi dan derajat intensitas nyeri

a) Patofisiologi Nyeri Kepala Primer


1. Migren
 Teori vaskuler, aadanya gangguan vasospasme menyebabkan
pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak
yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran
frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai.
 Teori kotikal spread depression, dimana pada orang migraine nilai
ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu
berlaku short-lasting wave depolarization oleh potassium-liberating
depression ( penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan
terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan
terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika
melewati korteks serebri.
 Teori neurovascular (trigemino vascular), adanya vasodilatasi akibat
aktivitas Nitrit oksida sintase (NOS) dan produksi Nitrit Oksiida (NO)
akan meragsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah
sehingga melepaskan CGRO (Calcitonin Gene Related Peptide).
CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan
akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga
menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri
cerebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran
darah. Selain itu CGRP akan bekerja pada post functional site second
order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.
2. Tension Type Headache (TTH)
Terdapat adanya keterlibatan otot yang melekat pada tulang tengkorak,
patofisiologinya sebagia besar tidak diketahui. Asal nyeri pada TTH
dikaitkan dengan meningkatnya kontraksi dan iskemia otot kepala dan

12
leher. Penelitian berbasis elektromiografi (EMG), telah melaporkan
normal atau hanya sedikit meningkatnya aktivitas otot pada THH dan
telah menunjukkan bahwa level laktat otot normal selama latihan otot
statis pada pasien denan Chronic TTH.
3. Cluster Headache
Cluster Headache masih belum diketahui dengan jelas, akan tetapi teori
yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain:
 Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang
arteri karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic
(Teori Horton).
 Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi
fisiologis otak dan truktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai
oleh disfungsi hipotalamus yang menyebabkan kelainan
kronobiologis dan fungsi ototnom. Hal ini menimbulkan defisensi
autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada
corpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini,
serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang
otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta
nervus V, VII, IX, dan X. perubahann pembuluh darah diperantarai
oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll.) terutama pada
sinus kavernosus (teori LLee Kudrow).
b) Patofisiologi Nyeri Kepala Sekunder
 Traksi atau pergeseran struktur bangunan peka nyeri karena suatu desakan
misalnya massa atau oedem perifokal.
 Inflamasi pada daerah sekitar bangunan peka nyeri. Terjadi pelepasan
substansia dari neuron disekitar daerah injury. Makrofag melepas sitokin
(interleukin-1, IL-6, TNF α, NGF). Neuron yang rusak melepaskan ATP
dan proton. Sel mast melepaskan histamine, prostaglandin, serotonin,
ekspresi enzyme cyclooxigenase yang merangsang prostaglandin. Terjadi
pelepasan reseptor vanilloid-1, neurokinin A, substansia P, calcitonin gene
related peptide (CGRP). Semua substansi ini akan merangsang nosiseptor
sehingga terjadi proses sensitisasi sentral, lalu timbullah persepsi nyeri
kepala.

13
 Oedem serebri dan obstruksi aliran cairan cerebrospinal (CSS) yang
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK)
 Pergeseran garis tengah serebral.
G. DIAGNOSIS NYERI KEPALA
a. MIGREN
Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri kepala primer. Nyeri
kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karakteristik
nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah
berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan atau
fotofobia dan fonofobia. Migren bila tidak diterapi akan berlangsung antara 4-
72 jam dan yang klasik terdiri atas 4 fase yaitu fase prodromal (kurang lebih
25 % kasus), fase aura (kurang lebih 15% kasus), fase nyeri kepala dan fase
postdromal.
Anamnesis
Suatu serangan migren dapat menyebabkan sebagian atau seluruh tanda dan
gejala, sebagai berikut:
a) Nyeri sedang sampai berat, kebanyakan penderita migren merasakan
nyeri hanya pada satu sisi kepala, hanya sedikit yang merasakan nyeri
pada kedua sisi kepala.
b) Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk.
c) Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
d) Saat serangan nyeri kepala penderita tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari.
e) Disertai mual dengan atau tanpa muntah.
f) Fotofobia dan atau fonofobia.
g) Apabila terdapat aura, paling sedikit terdapat dua dari karakteristik di
bawah ini:
 Sekurangnya satu gejala aura menyebar secara bertahap ≥5
menit, dan/atau dua atau lebih gejala terjadi secara berurutan.
 Masing-masing gejala aura berlangsung antara 5-60 menit
 Setidaknya satu gejala aura unilateral
 Aura disertai dengan, atau diikuti oleh gejala nyeri kepala
dalam waktu 60 menit.

14
Faktor Pencetus
a) Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
b) Puasa dan terlambat makan
c) Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan,
mengandung MSG
d) Cahaya kilat atau berkelip.
e) Banyak tidur atau kurang tidur
f) Faktor herediter
g) Faktor psikologis: cemas, marah, sedih

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas normal,
pemeriksaan neurologis normal. Temuan-temuan yang abnormal menunjukkan
sebab-sebab sekunder, yang memerlukan pendekatan diagnostik dan terapi
yang berbeda.
Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan
fisik umum dan neurologis.
Kriteria diagnosis Migren tanpa Aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4 – 72 jam (tidak diobati
atau tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktivitas fisik atau penderita
menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik
tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia

15
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3 dan
transient ischemic attack harus dieksklusi
Diagnosis Banding
 Tension Type Headache
 Nyeri kepala klaster
 Nyeri kepala servikogenik
Pemeriksaan Penunjang
a) Darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas indikasi, untuk
menyingkirkan penyebab sekunder)
b) CT scan kepala / MRI kepala (untuk menyingkirkan penyebab
sekunder)
Neuroimaging diindikasikan pada :
 Sakit kepala yang pertama atau yang terparah seumur hidup
penderita.
 Perubahan pada frekuensi keparahan atau gambaran klinis pada
migren.
 Pemeriksaan neurologis yang abnormal.
 Sakit kepala yang progresif atau persisten.
 Gejala-gejala neurologis yang tidak memenuhi kriteria migren
tanpa aura atau hal-hal lain yang memerlukan pemeriksaan
lebih lanjut.
 Defisit neurologis yang persisten.
 Hemikrania yang selalu pada sisi yang sama dan berkaitan
dengan gejala-gejala neurologis yang kontralateral.
 Respon yang tidak adekuat terhadap terapi rutin.
 Gejala klinis yang tidak biasa.
Tatalaksana
A. Terapi abortif migrain:
 Abortif non spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non steroid
(OAINS)
 Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin,
diberikan jika analgetik atau OAINS tidak ada respon.

16
Risiko medication overuse headache (MOH) harus dijelaskan ke
pasien, ketika memulai terapi migrain akut
 Analgetik dan OAINS
o Aspirin 500 - 1000 mg per 4-6 jam (Level of
evidence : A).
o Ibuprofen 400 – 800 mg per 6 jam (A).
o Parasetamol 500 -1000 mg per 6-8 jam untuk terapi
migrain akut ringan sampai sedang (B).
o Kalium diklofenak (powder) 50 -100 mg per hari
dosis tunggal.
 Antimuntah
o Antimuntah oral atau per rektal dapat digunakan
untuk mengurangi gejala mual dan muntah dan
meningkatkan pengosongan lambung (B)
o Metokloperamid 10mg atau donperidone 10mg oral
dan 30mg rektal.
 Triptan
o Triptan oral dapat digunakan pada semua migran
berat jika serangan sebelumnya belum dapat
dikendalikan dengan analgesik sederhana (A).
o Sumatriptan 30mg, Eletriptan 40-80 mg atau
Rizatriptan 10 mg (A).
 Ergotamin
o Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migrain
akut (A).
B. Terapi profilaksi migrain:
 Prinsip umum :
 Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif
atau maksimum untuk meminimalkan efek samping.
 Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti
dosis titrasi.
 Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan
kondisi komorbid pasien.

17
 Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat
dihentikan secara bertahap.
 Beta bloker
 Propanolol 80-240 mg per hari sebagai terapi
profilaksi lini pertama (A).
 Timolol 10-15 mg dua kali/hari, dan metropolol 45-
200 mg/hari, dapat sebagai obat profilaksi alternatif
(A)
 Antiepilepsi
 Topiramat 25-200 mg per hari untuk profilaksi
migrain episodik dan kronik (A).
 Asam valproat 400-1000 mg per hari untuk
profilaksi migraine episodik (A).
 Antidepresi
 Amitriptilin 10-75mg, untuk profikasi migrain (B).
Edukasi
1. Terapi komprehensif migrain mencakup terapi akut dan profilaksi,
menejemen faktor pencetus dan gaya hidup melalui strategi
selfmanagement.
2. Self-management, pasien berperan aktif dalam menejemen migrainnya.
a. Self-monitoring untuk mengidentifikasi faktor2 yang
mempengaruhi migrainnya.
b. Mengelola faktor pencetus secara efektif.
c. Pacing activity untuk menghindari pencetus migrain.
d. Menghindari gaya hidup yang memperburuk migrain.
e. Teknik relaksasi.
f. Mempertahankan sleep hygiene yang baik.
g. Mampu mengelola stres.
h. Cognitive restructuring untuk menghindari berfikir negatif.
i. Communication skills untuk berbicara efektif tentang nyeri pada
keluarga.
3. Menggunakan obat akut atau profilaksi secara wajar.

18
b. TENSION TYPE HEADACHE (TTH)
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala tipe
tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai dan sering
dihubungkan dengan jangka waktu dan peningkatan stres. Nyeri kepala
memiliki karakteristik bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas
ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak
didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.
Nyeri kepala ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki
dengan perbandingan 3:1. TTH dapat mengenai semua usia, namun sebagian
besar pasien adalah dewasa muda yang berusia sekitar antara 20-40 tahun.
Anamnesis
 Nyeri tersebar secara difus, intensitas nyerinya mulai dari ringan
sampai sedang.
 Waktu berlangsungnya nyeri kepala selama 30 menit hingga 1 minggu
penuh. Nyeri timbul sesaat atau terus menerus.
 Lokasi nyeri pada awalnya dirasakan pasien pada leher bagian
belakang kemudian menjalar ke kepala bagian belakang selanjutnya
menjalar ke bagian depan. Selain itu, nyeri ini juga dapat menjalar ke
bahu.
 Sifat nyeri kepala dirasakan seperti berat di kepala, pegal, rasa kencang
pada daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling
kepala. Nyeri kepalanya tidak berdenyut.
 Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah.
 Pada TTH yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik
psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:

 Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1hr/bln


(<12hr/thn), dan memenuhi kriteria B-D.
 Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
 Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
o Lokasi bilateral.

19
o Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
o Intensitasnya ringan atau sedang.
o Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
 Tidak didapatkan:
o Mual atau muntah (bisa anoreksia).
o Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia.
 Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.

Disebut sebagai nyeri kepala TTH Episodik frekuen bila terjadi sedikitnya 10
episode yang timbul selama 1–14 hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (12–
180 hari/tahun) atau TTH kronik bila nyeri kepala timbul > 15 hari per bulan,
berlangsung > 3 bulan (≥180 hari/tahun).

Dapat disertai/tidak adanya nyeri tekan perikranial (pericranial tenderness)


yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal, temporal, masseter,
pteryangoid, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius) pada waktu palpasi
manual, yaitu dengan menekan secara keras dengan gerakan kecil memutar
oleh jari-jari tangan kedua dan ketiga pemeriksa. Hal ini merupakan tanda
yang paling signifikan pada TTH.
Diagnosis Banding
1. Migren
2. Nyeri Kepala Klaster
3. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi,
toksik, gangguan metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
4. Nyeri kepala servikogenik
5. Psikosomatis

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah,dll (atas indikasi
untuk menyingkirkan penyebab sekunder)
 Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder).

Tatalaksana

20
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu dengan:
Analgetik:
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam
mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
Sedangkan pada tipe kronis, adalah dengan:
1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai
pencegahan tension-type headache.
2. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan
obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat
memperburuk nyeri kepalanya.
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis pada tension-type headache pilihannya adalah:
1. Kontrol diet
2. Terapi fisik
3. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamine
4. Behaviour treatment
Pengobatan Fisik
1. Latihan postur dan posisi.
2. Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin.
3. Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation).

Edukasi
 Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik
dalam rongga kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut
akan adanya tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya.
 Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi pasien,
serta menilai adanya kecemasan atau depresi pada pasien.

21
c. NYERI KEPALA KLUSTER
 Nyeri kepala klaster merupakan salah satu jenis nyeri kepala yang paling
hebat dan insidensnya jarang, mempunyai gambaran klinis yang khas
yaitu periodesitas serta gejala otonom, yang membedakan dengan bentuk
nyeri kepala yang lain.
 Sakit kepala cluster sering terjadi pada malam hari, membangunkan
pasien dari tidur, dan berulang setiap hari pada waktu tertentu yang sama
untuk jangka waktu mingguan hingga bulanan. Setelah itu akan ada jeda
dimana pasien mungkin bebas dari sakit kepala cluster selama berbulan-
bulan atau bertahun-tahun.
 Predominan pada laki-laki, dengan rasio laki-laki : wanita adalah 9 : 1.
Serangan pertama kali biasanya pada usia 20-40 tahun. Puncak usia onset
awal 20-29 tahun.

Anamnesis

 Nyeri kepala yang hebat, nyeri selalu unilateral di orbita, supraorbita,


temporal atau kombinasi dari tempat-tempat tersebut, berlangsung 15–180
menit dan terjadi dengan frekuensi dari sekali tiap dua hari sampai 8 kali
sehari.
 Serangan-serangannya disertai satu atau lebih sebagai berikut, semuanya
ipsilateral: injeksi konjungtival, lakrimasi, kongesti nasal, rhinorrhoea,
berkeringat di kening dan wajah, miosis, ptosis, edema palpebra. Selama
serangan sebagian besar pasien gelisah atau agitasi.

Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan Fisik Umum dan Tanda Vital


 Penilaian skala nyeri
 Pemeriksaan Neurologi
 Fokus: kesadaran, saraf kranialis, motorik, sensorik, otot-otot perikranial

Kriteria Diagnosis

a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan yang memenuhi kriteria b-d.


b. Nyeri hebat pada daerah orbita, supraorbita dan/atau temporal yang
berlangsung antara 15-180 menit jika tidak ditangani.

22
c. Nyeri kepala disertai setidaknya satu gejala berikut:
 Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi pada mata ipsilateral
 Kongesti nasal dan/atau rhinorrhea ipsilateral
 Edema palpebra ipsilateral
 Berkeringat pada daerah dahi dan wajah ipsilateral
 Miosis dan/atau ptosis ipsilateral
 Gelisah atau agitasi
 Frekuensi serangan 1-8 kali/hari
d. Tidak berhubungan dengan kelainan lain
Catatan :
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Episodik:
1. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala
klaster.
2. Paling sedikit dua periode klaster yang berlangsung 7–365 hari dan
dipisahkan oleh periode remisi bebas nyeri > 1 bulan.

Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Kronis:

a. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala


klaster.
b. Serangan berulang lebih dari 1 tahun tanpa periode remisi atau dengan
periode remisi yang berlangsung kurang dari 1 bulan.

Diagnosis Banding

1. Migren
2. Nyeri kepala klaster simptomatik : meningioma paraseler, adenoma
kelenjar pituitari, aneurisma arteri karotis.
3. Neuralgia trigeminus
4. Temporal arteriti

Pemeriksaan Penunjang

CT Scan atau MRI Kepala + kontras atas indikasi bila didapatkan defisit
neurologi, atau bila diterapi belum membaik selama 3 bulan serta keluhan
makin memberat.

23
Tatalaksana

Terapi Akut :

 Inhalasi oksigen (masker muka): oksigen 100% 7 liter/menit selama 15


menit (level of evidence A)
 Dihidroergotamin (DHE ) 0,5–1,5 mg i.v. akan mengurangi nyeri
dalam 10 menit; pemberian i.m. dan nasal lebih lama.
 Sumatriptan injeksi subkutan 6 mg, akan mengurangi nyeri dalam
waktu 5-15 menit; dapat diulang setelah 24 jam. Kontraindikasi:
penyakit jantung iskemik, hipertensi tidak terkontrol. Sumatriptan
nasal spray 20 mg (kurang efektif dibanding subkutan). Efek samping:
pusing, letih, parestesia, kelemahan di muka. (A)
 Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg per oral. (B)
 Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4%. (B)
 Indometasin (rectal suppositoria).
 Opioids (rektal, Stadol nasal spray) hindari pemakaian jangka lama.
 Ergotamine aerosol 0,36–1,08 mg (1–3 inhalasi) efektif 80%.
 Gabapentin atau Topiramat.

Supresi Periodik Klaster

 Prednison 40–75 mg/hari untuk 3 hari  reduksi dosis dengan interval


tiap 3 hari  tappering off dalam 11 hari  jika nyeri kepala klaster
muncul lagi  stabilisasi dosis.
 Ergotamine tartrate tab 1 mg  dosis: 1–2 tab ½–1 jam sebelum
prediksi serangan (Efektif pada 1–2 periode klaster pertama)
 Dihidroergotamin; Injeksi 1 mg i.m.  2 kali/hari ½–1 jam sebelum
prediksi serangan
 Capsaicin
o Suspensi capsaicin intranasal; 2 tetes di 2 nostril  sensasi
burning & rhinorrhoea  diulang tiap hari untuk 5 hari 
serangan nyeri kepala klaster: reduksi 67%.
o Perlu evaluasi lanjut
 Methysergide

24
o Aman bila durasi periode klaster < 3 bulan
o Efek samping: fibrosis
o Dosis: 1–2 mg, 2–3 kali/ hari
 Chlorpromazine: 75–700 mg/hari

Farmakologi Profilaksis
 Verapamil (pilihan pertama) 120–160 mg t.i.d-q.i.d, selain itu bisa juga
dengan Nimodipin 240 mg/hari atau Nifedipin 40-120 mg/hari (A).
 Steroid (80–90% efektif untuk prevensi serangan), tidak boleh
diberikan dalam waktu lama. 50–75 mg setiap pagi dikurangi 10%
pada hari ketiga (A).
 Lithium 300–1500 mg/hari (rata-rata 600–900 mg). (Level B)
 Methysergide 4–10 mg/hari. ( Level B)
 Divalproat Sodium. (Level B)
 Neuroleptik (Chlorpromazine).
 Clonidin transdermal atau oral.
 Ergotamin tartrat 2 mg 2–3 kali per hari, 2 mg oral atau 1 mg rektal 2
jam sebelum serangan terutama malam hari., dihydroergotamin,
sumatriptan atau triptan lainnya. (Level B)
 Indometasin 150 mg/hari.
Catatan:
 Terapi pilihan pertama: prednison 60–80 mg/hari (selama 7–14 hari)
dan verapamil 240 mg/hari. Jika gagal: Methysergide 2 mg t.i.d (1–2
bulan) jangan diberikan dengan obat lain, kecuali hydrocodon bitartrat
(Vicodin).
 Jika tidak efektif:
 Lithium atau asam valproat atau keduanya dapat dipakai bersama
dengan verapamil.
 Untuk pasien yang dirawat inap karena nyeri kepala klaster
intractable: dihidroergotamin i.v. setiap 8 jam, juga diberikan sedatif.
Pengobatan bedah untuk nyeri kepala klaster kronis
Jika pengobatan konservatif dan preventif gagal, bisa dipertimbangkan untuk
dilakukan “histamine desensitization” atau tindakan operasi.

25
Indikasi operasi:
1. Nyeri kepala tipe kronis tanpa remisi nyeri selama satu tahun.
2. Terbatas nyeri unilateral.
3. Stabil secara fisiologik, sehat secara mental dan medik.
Berbagai tindakan pembedahan:
 Neurektomi oksipital
 Pemotongan/dekompresi n.intermedius
 Pemotongan/dekompresi n. petrosus superfisialis major
 Thermokoagulasi ganglion gasseri (ganglio-rhizolysis)
 Radiofrequency terhadap lesi
 Dekompresi saraf trigeminus
 Injeksi gliserol pada ganglion gasseri
 Sphenopalatine ganglionectomy (conventional surgery)
 Section of the trigeminal nerve (efek samping: anestesi kornea).

Edukasi
o Hidup dan istirahat cukup
o Hindari tidur sore
o Hindari alcohol
o Hindari tembakau
o Hindari ketinggian
o Hindari sinar terang dan suara gaduh

d. NYERI KEPALA JENIS LAINNYA


Diagnosis nyeri kepala ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
neurologis, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
o Lamanya menderita sakit (akut, subakut atau kronik). Nyeri kepala
berat timbul mendadak untuk pertama kalinya, disertai gangguan
kesadaran atau defisit neurologis lainnya maka akan memberikan
kecurigaan adanya perdarahan subarachnoid atau meningitis. Nyeri
kepala sudah berlangsung lama, maka akan memberikan kecurigaan
adanya nyeri vascular, nyeri kepala tipe tegang atau karena tumor otak.

26
o Lamanya serangan nyeri kepala. Beberpa jam sampai beberapa hari,
saat menjadi serangan nyeri kepala.
o Lokasi nyeri kepala bilateral atau unilateral.
o Unilateral : memberikan kecurigaan adanya migren, nyeri
kluster, neuralgia trigeminal, nyeri kepala karena gangguan
local di mata atau sinus paranasal maupun pada neoplasma
intracranial pada salah satu hemisfer serebral.
o Bilateral : kecurigaan adanya migren hidrosefalus karena
neoplasma intracranial nyeri kepala tipe tegang.
o Intensitas nyeri kepala (ringan, sedang, berat)
o Gejala yang menyertai
o Faktro pencetus, faktor yang memperberat, dan faktor yang
memperingan
o Riwayat penyakit terdahulu (riwayat trauma, riwayat muntah, dsb.)
o Riwayat keluarga (tumor, dsb.)
o Latar belakang pasien berupa :
o Pekerjaan yaitu adakah kontak dengan zat-zat kimia toksik
yang dapat menyebabkan nyeri kepala.
o Masalah pribadi atau keluarga yang menjadi stressor bagi
pasien
o Kebiasaan pasien yaitu adakah pasien yang tidak tahan dengan
makanan tertentu yang dapat menyebabkan nyeri kepala
o Emosi

Pemeriksaan Fisik

Dilakukan lengkap : pemeriksaan umum, internus dan neurologic.


Pemeriksaan local kepala, nyeri tekan didaerah kepala, gerakan kepala ke
segala arah, palpasi arteri temporalis, spasme otot pericranial dan tengkuk,
bruit orbital dan temporal.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa


nyari kepala seperti :

1. Foto Rontgen Kepala


27
2. EEG
3. CT-SCAN
4. Arteriografi, Brain Scan Nuklir
5. Pemeriksaan laboratorium (tidak rutin atas indikasi)
6. Pemeriksaan psikologi (jarang dilakukan)

Strategi Penanggulangan Nyeri Pada Umumnya

1. Pengobatan proses dasar atau kelainan fisiologik spesifik (kausa


etiologi, patogenesa), misal antibiotic untuk infeksi, spasmolitik
untuk kolik, ergot untuk migren, dll. Termasuk pembedahan bila
diperlukan.
2. Pengobatan psikologik/psikiatri dan atau psikotropik yang bertujuan
untuk menolong penderita untuk menyesuaikan diri dengan stress
akibat nyeri, dan mengobati faktor-faktor psikologik yang
menyebabkan atau mengkambuhkan nyeri.
3. Terapi medikamentosa berupa analgetik untuk pengobatan
simptomatik nyeri, apabila pengobatan spesifik tidak ada atau kurang
memadai.
4. Terapi-terapi dengan metode fisik yang sifatnya simptomatik apabila
pengobatan 1, 2, dan 3 kurang memadai atau dianggap gagal.
5. Hypnoterapi sebagai salah satu alternative dalam penanganan
migraine yang disebabkan psikosomatik.

28

Anda mungkin juga menyukai