Anda di halaman 1dari 8

h dengan jaringan

parut, mengakibatkan
terjadinya
kekeruhan kornea dan
penurunan ketajam
h dengan jaringan
parut, mengakibatkan
terjadinya
kekeruhan kornea dan
penurunan ketajam
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang berfungsi sebagai membran pelindung
dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju dan membentuk bayangan di retina, kornea
yaitu selaput bening di bagian mata yang tembus oleh cahaya yang akan diteruskan di retina.
Menurut perhimpunan Mata Indonesia, perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karena itu, kelainan sekecil
apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan. Ulkus kornea adalah salah satu
kelainan pada mata yang dapat mengganggu fungsi penglihatan.
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Penanganan yang tepat dan cepat diperlukan untuk mencegah perluasan
ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmis, bahkan
kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan pada kornea dan
merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia

Kekeruhan kornea merupakan masalah kesehatan mata di Indonesia dikarenakan


penyakit ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea
terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti baktri, jamur, dan virus. Apabila
terlambat diagnosis atau terapi secara tidak tepat dapat mengakibatkan kerusakan stroma dan
meninggalkan jaringan parut yang luas. Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per
100.000 penduduk Indonesia, sedangkan faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus kornea
antara lain karena trauma, pemakaian kontak lensa, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.

Ulkus kornea dapat juga terjadi akibat adanya trauma oleh benda asing yang
menimbulkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan nfeksi
atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka tebuka pada kornea. Keadaan ini
menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.
Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri dan 40,65% disebabkan oleh
jamur. Berdasarkan survei 10 besar penyakit di Rumah Sakit Mata Solo pada bulan
September, Cataract Unspecified diurutan ke 1, sedangkan ulkus kornea menempati urutan ke
10 setelah Pterigium dengan jumlah kasus 136, sebanyak 98 kasus pada bulan Oktober dan
79 kasus di bulan November.
BAB II

DASAR TEORI

1. Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah defek epitel kornea dengan adanya proses inflamasi yang
mendasari, di mana proses tersebut dapat menyebabkan nekrosis jaringan kornea (Roat et al,
2018). Pada ulkus kornea terjadi proses infiltrasi yang disertai hilangnya sebagian jaringan
kornea (Budiono, 2013). Hal ini merupakan akibat dari invasi oleh bakteri, jamur, virus, atau
acanthamoeba. Proses ini dapat diinisiasi oleh berbagai hal seperti trauma mekanis atau
defisiensi nutrisi (Roat et al, 2018).

2. Faktor Resiko

Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya
sistem barrier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti:

 Faktor eksternal yaitu luka pada kornea (erosion kornea) karena trauma, penggunaan
lensa kontak, luka bakar pada area wajah (Budiono, 2013). Penyebab ulkus kornea
traumatik meliputi ablasi kornea, trauma tembus kornea, dan benda asing kornea (Roat et
al, 2018).

 Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan
saluran lakrimal, dll) (Budiono, 2013).

 Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh: edema kornea kronik; exposure-keratitis


(pada lagoftalmos, bius umum, koma); keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis
neuroparaitik, keratitis superfisialis virus (Budiono, 2013).

 Kelainan-kelainan sistemik: malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Johnson, sindrom


defisiensi imun (Budiono, 2013).

 Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun misalnya: kortikostiroid, IDU


(Idoxyuridine), anestesi lokal, dan obat-obatan golongan imunosupresif (Budiono, 2013)
3. Etiologi
Secara etiologis, ulkus kornea dapat disebabkan oleh:
 Bakteri: kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah Streptokokus
pneumoniae. Sedangkan bakteri yang lain menimbulkan ulkus kornea melalui faktor-
faktor predisposisi.
 Virus: Herpes simpleks, Zooster, Vaksinia, Variola
 Jamur: golongan Candida, Fulsarium, Aspergillus, Sefalosporium
 Reaksi hipersensitifitas: terhadap stafilokokus (ulkus marginal), TBC
(keratokunjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin).

(Budiono, 2013)

4. Patofisiologi

Ulkus kornea ditandai oleh adanya defek epitel kornea dengan proses inflamasi yang
mendasari, yang diikuti dengan nekrosis stroma kornea. Ulkus kornea cenderung sembuh
dengan jaringan parut, mengakibatkan terjadinya kekeruhan kornea dan penurunan ketajaman
visual. Uveitis, perforasi kornea dengan prolaps iris, nanah di camera oculi anterior
(hipopion), dan panophthalmitis dapat terjadi jika pengobatan yang diberikan tidak adekuat
(Roat et al, 2018).

Ulkus kornea dapat meluas ke dua arah yaitu melebar dan mendalam. Ulkus yang
bersifat superfisial dan kecil akan lebih cepat sembuh dan kornea dapat jernih kembali. Jika
ulkus menghancurkan membran Bowman dan stroma, maka selanjutnya hal ini akan
menimbulkan sikatriks kornea (Budiono, 2013). Gejala dan komplikasi yang lebih berat
cenderung terjadi pada ulkus yang berkembang ke arah dalam (Roat et al, 2018).

Pada ablasi kornea terjadi defek epitel kornea yang disebabkan oleh trauma mekanis
pada permukaan mata. Penyebabnya secara umum meliputi tusukan jari kuku, cakar binatang,
kertas, dahan dan daun-daunan. Pasien juga dapat mengeluhkan adanya benda asing lainnya.
Karena kornea merupakan bagian mata yang mendapatkan persyarafan, maka abrasi dapat
menyebabkan nyeri yang signifikan, fotofobia dan produksi air mata yang berlebihan
(Pidduck, 2014).
5. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan gejala berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai adanya jaringan nekrotik. Pada
kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti ketajaman
penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil, pewarnaan kornea dengan zat
fluoresensi, dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH).
Karena gambaran klinis tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis etiologik secara
spesifik, diperlukan pemeriksaan mikrobiologik, sebelum diberikan pengobatan empirik
dengan antibiotika. Pengambilan spesimen harus dari tempat ulkusnya, dengan
membersihkan jaringan nekrotik terlebih dahulu; dilakukan secara aseptik menggunakan
spatula Kimura, lidi kapas steril, kertas saring atau Kalsium alginate swab. Pemakaian media
penyubur BHI (Brain Heart Infusion Broth) akan memberikan hasil positif yang lebih baik
daripada penanaman langsung pada medium isolasi. Medium yang digunakan adalah medium
pelat agar darah, media coklat, medium Sabaraud untuk jamur dan Thioglycolat. Selain itu
dibuat preparat untuk pengecatan gram. Hasil pewarnaan gram dapat memberikan informasi
morfologik tentang kuman penyebab yaitu termasuk kuman gram (+) atau Gram (-) dan dapat
digunakan sebagai dasar pemilihan antibiotika awal sebagai pengobatan empirik.

(Bagian Kornea Mata)

1. Uji Fluoresin

Kertas fluoresin yang dibasahi garam fisiologik diletakkan pada sakus


konjungtiva inferior. Penderita diminta untuk menutup matanya selama 20 detik
beberapa saat kemudian kertas diangkat. Dilihat permukaan kornea bila terlihat warna
hijau dengan sinar biru berarti ada kerusakan epitel kornea misalnya terdapat keratitis
superfisial epitelial, tukak kornea dan erosi kornea. Defek kornea akan terlihat
berwarna hijau dan bagian tersebut bersifat basa. Pada keadaan ini disebut uji
fluoresein positif.

2. Uji Fistel

Uji Fistel dilakukan untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea.
Pada konjungtiva inferior ditaruh kertas fluresein atau diteteskan fluoresein. Bila
terdapat kebocoran kornea adanya fistel kornea akan terlihat pengaliran cairan mata
yang berwarna hijau mulai dari lubang fistel

3. Uji sensibilitas Kornea

Serabut sensibel kornea melalui saraf trigeminus jika dirangsang akan terdapat
refleks aferen pada saraf fasial dan mata akan berkedip. Penderita diminta melihat
jauh kedepan dirangsang dengan kapas kering dari bagian lateral kornea. Dilihat
terjadinya refleks mengedip rasa sakit dan mata berair bila ada refleks berarti fungsi
trigeminus dan fasial baik.

4. Papan Placido

Papan plasido merupakan papan yang mempunyai gambaran klinis melingkar


konsentris dengan lubang kecil pada bagian sentralnya. Melalui lubang di tengah
plasidoskop dilihat gambaran bayangan plasido pada kornea. Nilai normal bayangan
plasido pada kornea berupa lingkaran konsentris dan bila

 Lingkaran konsentris berarti permukaan kornea licin dan regular

 Lingkaran lonjong berarti adanya astigmatisme kornea

 Garis lingkaran tidak beraturan berarti astigmatisme iregular akibat adanya


infiltrat ataupun parut kornea

 Kurang tegas mungkin akibat edema kornea keruh

6. Manifestasi Klinik Ulkus Kornea

Gejala Subjektif

1. Eritema kelopak mata dan konjungtiva

2. Sekret mukopurulen

3. Merasa ada benda asing di mata


4. Pandangan kabur

5. Bintik putih pd kornea pd lokasi ulkus

6. Mata berair

7. Silau

8. Nyeri

Gejala Objektif

 Injeksi siliar

 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

 Hipopion

7. Penatalaksanaan

Medikamentosa

a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya


b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat memperpanjang
proses penyembuhan luka.

Non-Medikamentosa
Obat-obatan yang dapat diberikan :
a. Sulfas atropin sebagai salep atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas atropin
karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropin:
 Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
 Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
 Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris, mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata
dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis
sehingga sinekia posterior yang ada dapat terlepas dan dapat mencegah pembentukan
sinekia posterior yang baru.

Penatalaksanaan bedah

a. Flap Konjungtiva21

Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan sejak tahun 1800-
an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah mungkin gagal, kerusakan
epitel berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi tertentu, flap konjungtiva adalah
pengobatan yang efektif dan definitif untuk penyakit permukaan mata persisten. Tujuan
dari flap konjungtiva adalah mengembalikan integritas permukaan kornea yang
terganggu dan memberikan metabolisme serta dukungan mekanik untuk penyembuhan
kornea. Flap konjungtiva bertindak sebagai patch biologis, memberikan pasokan nutrisi
dan imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya. Indikasi yang paling umum penggunaan
flap konjungtiva adalah dalam pengelolaan ulkus kornea persisten steril. Hal ini mungkin
akibat dari denervasi sensorik kornea (keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf
kranial 7 mengarah ke keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes zoster oftalmikus,
atau ulserasi metaherpetik berikut HSK kronis) atau kekurangan sel induk limbal.
Penipisan kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap konjungtiva selama kornea
tidak terlalu menipis.

b. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Beberapa indikasi
keratoplasti :
 Dengan pengobatan tidak sembuh
 Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan
 Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.

Anda mungkin juga menyukai