Anda di halaman 1dari 18

BAB I

DEFINISI

Di negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian penyakit menular cukup tinggi dan
prevalensinya meningkat karena banyak dipengaruhi faktor lingkungan dan perilaku hidup
masyarakat. Terlebih lagi dalam kondisi sosial ekonomi yang memburuk, tentunya kejadian kasus
penyakit menular memerlukan penanganan yang lebih serius, profesional, dan bermutu. Indonesia
juga menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan atau yang dikenal dengan double
burden. Dewasa ini masih dihadapkan dengan meningkatnya beberapa penyakit menular (re-
emerging diseases), sementara penyakit tidak menular atau degeneratif mulai meningkat. Di
samping itu telah timbul pula berbagai penyakit baru (new-emerging diseases). Salah satu masalah
yang menjadi perhatian dan tercantum dalam PERPRES No. 5 tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 - 2014 adalah pengendalian penyakit
menular serta penyakit tidak menular, diikuti upaya penyehatan lingkungan. Salah satu penyakit
menular yang masih menjadi perhatian dan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dewasa ini
yaitu Demam Chikungunya yang penyebarannya semakin luas.

Di Indonesia, infeksi virus Chikungunya telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David
Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus ini menimbulkan penyakit yang
dikenal sebagai penyakit demam 5 hari (vijfdaagse koorts) yang kadangkala disebut juga sebagai
demam sendi (knokkel koorts). Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit Chikungunya pertama kali
dilaporkan pada tahun 1973 di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta. Tahun 1982 di
Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Yogyakarta. Sejak tahun 1985 seluruh provinsi di
Indonesia pernah melaporkan adanya KLB Chikungunya. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan
sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim, tahun 2000 di Aceh, tahun 2001 di Jawa Barat ( Bogor, Bekasi,
Depok ), tahun 2002 di Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI, Banten, tahun 2003 terjadi
di beberapa wilayah pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Secara epidemiologis, saat ini hampir
seluruh wilayah di Indonesia berpotensial untuk timbulnya KLB Chikungunya.

Penyakit Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus seperti halnya
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara penanggulangannya telah dikenal oleh
masyarakat secara luas. Penanggulangan secara lintas program dan lintas sektor telah dilaksanakan
secara rutin dan berkesinambungan, sehingga cara penanggulangan penyakit Chikungunya bukan
merupakan sesuatu hal yang sangat khusus, namun dapat dilakukan secara bersamaan dengan upaya
pengendalian penyakit DBD. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah dalam hal ini Kementerian
Kesehatan menyusun suatu kebijakan yaitu Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya sebagai
landasan dan acuan bagi seluruh masyarakat dan SDM Kesehatan pada khususnya.
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Konsep Dasar
a. Vektor penular chikungunya
b. Faktor resiko
c. Mekanisme penularan
d. Gejala
e. Diagnosis dan Diagnosis banding
f. Pemeriksaan Laboratorium

2. Manajemen Tata Laksana


a. Terapi
b. Prognosis
c. Komplikasi
d. Pencatatan dan pelaporan
BAB III
TATA LAKSANA

1. Konsep Dasar
A. Vektor Penular Chikungunya
Etiologi Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa
spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk
genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD
disebabkan oleh “Group B” arthrophodborne viruses (flavivirus).

Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk
Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur -
jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya
telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air.
Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari.
Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

a. Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di
dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum
burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat
pembuangan air kulkas/dispenser, barangbarang bekas (contoh : ban, kaleng, botol,
plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet,
dll.

b. Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu.
Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu
terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari
bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah.

Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik).
Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur
dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan
siklus gonotropik. Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang
hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00.

Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus
gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini
sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat
pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan
habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk
betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan
melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya.

Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali
bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat
yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.

c. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp
tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di
rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak
sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara
terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.

d. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telurtelur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan
sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi
nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam
Chikungunya.

B. Faktor Resiko

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya, yaitu:
manusia, virus dan vektor perantara. Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam
Chikungunya adalah:

a. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi


b. Sanitasi lingkungan yang buruk.
c. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk)
Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Anti bodi yang
timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh
karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.

C. Mekanisme Penularan

Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes SPP Nyamuk lain
mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes
tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation
period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di
tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik.

a. Masa inkubasi intrinsik adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik sampai timbulnya
gejala klinis, masa inkubasi intrinsik Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12 hari).
b. Masa inkubasi ekstrinsik adalah periode sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus
tersebut dapat menginfeksi orang lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut, masa inkubasi
ekstrinsik berkisar 10 hari.

Kepekaan dan Kekebalan


Sekali seseorang terinfeksi virus Chik maka akan diikuti dengan terbentuknya imunitas jangka
panjang (long-lasting imunity) di dalam tubuh penderita (WHO PAHO, 2011). Sampai saat ini
hanya diketahui satu serotipe Chikungunya. Terjadinya serangan kedua belum diketahui dengan
pasti.

D. Gejala
a. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan penurunan suhu tubuh
selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk kurva “Sadle back fever” (Bifasik). Bisa
disertai menggigil dan muka kemerahan (flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh
nyeri di belakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival injection).
b. Sakit persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul sebelum timbul
demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia) sampai berat menyerupai artritis
rheumathoid, terutama di sendi – sendi pergelangan kaki (dapat juga nyeri sendi tangan)
sering dikeluhkan penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada kasus
berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan, kaku, dan bengkak. Sendi yang
sering dikeluhkan adalah pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku, jari, lutut, dan
pinggul.Artritis ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada yang sampai
bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid Arthritis.
c. Nyeri otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot penyangga berat badan
seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan anggota gerak. Kadang - kadang terjadi
pembengkakan pada otot sekitar sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.
d. Bercak kemerahan (rash) pada kulit
Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulopapular (viral rash),
sentrifugal (mengarah ke bagian anggota gerak, telapak tangan dan telapak kaki). Bercak
kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada hari ke 4
- 5 demam. Lokasi kemerahan di daerah muka, badan, tangan, dan kaki.
e. Kejang dan penurunan
kesadaran Kejang biasanya pada anak karena demam yang terlalu tinggi, jadi kemungkinan
bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang kejang disertai penurunan
kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia
atau jumlah sel.
f. Manifestasi perdarahan
Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan penyakit walaupun pernah
dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada 5 anak dari 70 anak yang diobservasi.
g. Gejala lain
Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps pembuluh darah kapiler dan
pembesaran kelenjar getah bening.

E. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:


(Modifikasi Klasifikasi WHO SEARO,2009)

 Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5ºC dan nyeri persendian hebat (severe athralgia)
dan atau dapat disertai ruam (rash).
 Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke wilayah yang
sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-kurangnya 1 kasus positif RDT/
pemeriksaan serologi lainnya, dalam kurun waktu 15 hari sebelum timbulnya gejala
(onset of symptoms)
 Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan berikut:
a. Isolasi virus
b. Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
c. Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
d. Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel yang diambil
pada fase akut dan fase konvalesen (interval sekurang-kurangnya 2-3 minggu)
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan dalam 3 kategori
yaitu:
1. KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case) Penderita dengan kriteria klinis.
2. KASUS PROBABEL (Probable case) Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
3. KASUS KONFIRM (Confirmed case) Penderita dengan kriteria laboratoris.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah Demam Dengue atau
Demam Berdarah Dengue

Tabel 4. 1. Manifestasi Utama yang membedakan Chikungunya dengan Dengue (WHO SEARO,
2009)

Karakteristik yang Demam Chikungunya Demam Dengue


membedakan
Tanda dan Gejala klinis
1. Onset demam Akut Gradual
2. Lama demam 1 - 2 hari 5 - 7 hari
3. Ruam makulopapular Sering Jarang
4. Timbul syok dan Tidak lazim Lazim
perdarahan masif
5. Nyeri sendi Sering dan bisa lebih dari Jarang dan berlangsung
1 bulan singkat

Parameter Laboratorium
1. Leukopenia Sering Jarang
2. Trombositopenia Jarang Sering

F. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan dengan
beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi serum fase akut, pemeriksaan serologis
dengan cara ELISA, pemeriksaan IgG dan IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA),
pemeriksaan materi genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pemeriksaan antibodi
dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test) menggunakan serum diambil pada masa akut ( hari
ke 5 mulai demam ) dan serum konvalesen pada minggu ke 2 sesudah demam serta sequencing.
Karakteristik yang membedakan Tanda dan Gejala klinis Parameter Laboratorium 1. Onset
demam Akut Gradual 1. Leukopenia Sering Jarang 2. Lama demam 1 - 2 hari 5 - 7 hari 2.
Trombositopenia Jarang Sering 3. Ruam makulopapular Sering Jarang 4. Timbul syok dan
perdarahan masif Tidak lazim Lazim 5. Nyeri sendi Sering dan bisa lebih dari 1 bulan Jarang dan
berlangsung singkat
Isolasi Virus Isolasi virus chikungunya didasarkan pada inokulasi spesimen biologis dari nyamuk
atau dari manusia (serum) secara invitro dengan menggunakan kultur jaringan sel vero, BHK-21,
HeLa sel dan sel C6/36. Isolasi virus juga dapat dilakukan secara in vivo dengan menggunakan
anak mencit yang masih menyusui (suckling mice). Jenis untuk isolasi virus chikungunya adalah
serum pada masa akut 0-6 hari, tetapi ada beberapa literatur menyebutkan bisa sampai 8 hari.
Spesimen yang berasal dari nyamuk juga dapat digunakan untuk bahan isolasi virus. Semua
spesimen biologis untuk isolasi virus harus diproses secepatnya, bila memang perlu ditunda
maksimal penundaan adalah 48 jam dengan disimpan pada suhu 2-8oC 2.

Deteksi Viral RNA Deteksi viral RNA virus chikungunya dapat dilakukan pada saat akut penderita
(

(<8 hari). Deteksi viral RNA juga dapat menggunakan spesimen biologis dari nyamuk (vektor).
Deteksi viral RNA didasarkan pada gen NSP1 atau E16 saat ini telah dikembangkan berbagai
macam teknik deteksi viral RNA virus chikungunya yaitu secara RT-PCR (Reverse Transcriptase-
Polymerase Chain Reaction) dan Real Time PCR.

Serologi (Deteksi IgM dan atau IgG) Infeksi Chikungunya juga dapat dideteksi secara serologi
dengan mendeteksi anti-chik berupa IgM atau IgG. Sampai saat ini telah banyak dikembangkan
teknik diagnostik untuk mendeteksi chikungunya secara serologi diantaranya Haemaglutination,
Complement Fixation Test (CFT), Immuno flourescent assay (IFA), dan Plaque Reduction
Neutralization Testing (PRNT). Antibodi IgM dapat dideteksi dari hari ke-4 infeksi sampai
beberapa minggu waktu lamanya. Antibodi IgG dapat dideteksi hari ke- 15 sampai beberapa
tahun lamanya.

Interpretasi: 1. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan diulang 10-14 hari
kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut primer 2. Bila IgM (-
)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+)
dengan kenaikan titer >4X berarti infeksi sekunder. 3. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi
infeksi sekunder Untuk saat ini untuk pemeriksaan konfirmasi diagnosis chikungunya dapat
dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (BALIT BANGKES), B/BTKL PP, RSPI
Soelianti Saroso, Labkesda. Metode yang digunakan adalah secara deteksi Antibodi (IgM dan
atau IgG), deteksi molekuler (RT-PCR) dan Isolasi virus jika diperlukan. Spesimen yang digunakan
adalah Serum atau Plasma penderita pada masa akut. Jumlah spesimen yang dibutuhkan untuk
konfirmasi KLB chikungunya adalah 5-10 spesimen dari setiap satuan KLB (per kecamatan/ per
puskesmas). jika jumlah penderita > 10, namun jika jumlah penderita < 10 maka untuk
konfirmasi jumlah spesimen yang diperiksa jumlah penderita.

Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan : 1. Hematologi rutin a.


Pemeriksaan Kadar Hemoglobin. Biasanya dijumpai Hb normal atau anemia bila ada perdarahan
. b. Pemeriksaan Trombosit Dapat ditemukan Trombositopenia c. Pemeriksaan Hematokrit Ht
normal atau meningkat bila dengan dehidrasi d. Pemeriksaan Leukosit Leukopenia atau juga
leukositosis e. Hitung Jenis Leukosit Pada hitung jenis bisa dijumpai relatif limfositosis. f.
Pemeriksaan Laju Endap Darah LED meningkat karena adanya infeksi 2. Kimia Klinik Fungsi hati
: SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa meningkat bila dijumpai hepatomegali. CK
(Creatinin Kinase) yang meningkat karena adanya nyeri otot. 3. Serologis Chik: Rapid Diagnostic
Test (RDT) terhadap anti-IgM Chikungunya dapat dilakukan sebagai penapisan (screening) untuk
diagnosis chikungunya. Pemilihan Rapid Diagnostik Test (RDT) juga harus memenuhi persyaratan
sensitifitas dan spesifisitas diatas 85% dengan uji lokal. 4. Serologis Dengue : Anti Dengue IgM-
IgG untuk menyingkirkan DBD G. CARA PENGAMBILAN SPESIMEN Waktu pengambilan spesimen
adalah pada periode : Akut : 0-8 hari setelah timbul gejala/onset of symptom Konvalesent : 14
hari setelah gejala/symptom

Adapun cara pengambilan adalah sebagai berikut: 1. Lakukan vena punksi untuk mengambil
darah vena sebanyak 3–5 ml lalu dimasukkan dalam tabung kaca yang pakai penutup.
Pengambilan darah dilakukan secara aseptik dapat menggunakan spuit atau venoject. 2.
Diamkan pada suhu kamar selama 10 - 15 menit sampai darah membeku. 3. Kemudian lakukan
sentrifugasi 1500-2000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan serumnya. 4. Pisahkan serum
dengan menggunakan pipet dan masukkan ke dalam tabung sampel dengan tutup ulir yang
sudah diberi identitas pasien. Hindari menggunakan tabung kaca untuk mengirim spesimen
serum.

Sebelum dikirim ke laboratorium yang mampu memeriksa misalnya: Litbangkes, B/BTKL PP, BLK
atau LABKESDA, spesimen serum disimpan di lemari pendingin dengan suhu 4-8oC (BUKAN DI
DALAM FREEZER). 6. Pengiriman spesimen serum harus sesuai prosedur, didalam cool box
dengan dilapisi dry ice/ cool pack supaya suhu pengiriman tetap antara 4-8oC. JANGAN
mengirimkan spesimen dalam bentuk Whole Blood (darah lengkap), karena dapat menjadi lisis
dan mempengaruhi hasil pemeriksaan lab. 7. Di dalam wadah tempat pengiriman harus
disertakan data-data identitas penderita, juga meliputi tanggal mulai sakit, gejala-gejala yang
timbul, tanggal pengambilan sampel.

Pada bagian luar wadah pengiriman harus dituliskan alamat pengirim dan penerima dengan
jelas. 9. Sebelum mengirim sampel pasien, pengirim sebaiknya memberitahukan kepada
penerima sampel, dalam hal ini Bagian Virologi Litbangkes, BLK, LABKESDA dan BTKL. 10.Jika
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut (sequensing) maka spesimen dikirim ke Balitbangkes

2. MANAJEMEN TATA LAKSANA


Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini belum ada obat
ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis dan suportif.
e. Simtomatis Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan demam)
Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid (AINS) lainnya
(untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis) Catatan: Aspirin (Asam
Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena adanya resiko perdarahan pada sejumlah
penderita dan resiko timbulnya Reye’s syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.
2. Suportif
• Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
• Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat muntah, keringat dan
lain-lain.
• Fisioterapi
3. Pencegahan penularan
• Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala (onset of illness) sampai
7 hari

PROGNOSIS
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan adanya kematian. Keluhan
sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi Chikungunya, 87,9%
sembuh sempurna, 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai
persistent residual joint stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang
persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi.

KOMPLIKASI
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif, atau kasus
perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya.
Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh darah, renjatan,
Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan.

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Kegiatan di Dalam Gedung :


Setelah selesai pelayanan, data – data pasien :
- ditulis dalam Buku Register
- di-input dalam SIMPUS, SIKDA dan p-carePuskesmas melalui
komputer
2. Kegiatan di Luar Gedung :
a. Buku Tugas Luar

LAMPIRAN

1. Laporan Wabah (W1)


2. Laporan wabah mingguan (W2)
3. Formulir Pengajuan Bantuan Penanggulangan KLB atau Wabah
Formulir Laporan KLB (W1) :
W1 – Puskesmas
LAPORAN KEJADIAN LUAR BIASA / WABAH
(dilaporkan dalam 24 jam)

No. : …………………………………….................
Kepada Yth. : ………………………………………………….
Pada tanggal/bulan/tahun : ………..…./…………….……./……….…….
Desa/Kelurahan : …………………………………………...…….
Di Kecamatan : …………………………………………...........
Telah terjadi sejumlah : ……………………………………….. penderita
Dan sejumlah : ……………………………………….. kematian
Tersangka penyakit (beri tanda ceklist (√) :
Kolera Polio Malaria Hepatitis Chikungunya
Pes Difteri AvianInfluenza Influenza A ……………..
(H5N1) baru
(H1N1)Pandemi
2009
DBD Pertusis Antraks Meningitis ……………..
Campak Rabies Leptospirosis Yellow Fever ……………..

Dengan gejala-gejala sebagai berikut (beri tanda ceklist (√):


Muntah Panas/demam Bercak putih pada
faring
Berak-berak Batuk Meringkil pada lipatan
paha/ketiak
Menggigil Pilek Perdarahan
Turgor jelek Pusing Gatal-gatal
Kaku kuduk Kesadaran menurun …………………………
Sakit perut Pingsan …………………………
Hidrofobi Bercak merah di kulit …………………………
Kejang-kejang Lumpuh …………………………
Syok Ikterus …………………………
Batuk beruntun Mulut sukar dibuka

Tindakan yang telah diambil :


…………………………………………………………………............................
…………………………………………………………………............................
…………………………………………………………………............................
…………………………………………………………………....................
Nomor Urut Format :…………………
FORMAT LAPORAN MINGGUAN (W2)
Puskesmas/Pustu/Bidan* :
Kecamatan : MAGERSARI
Kabupaten/Kota : MOJOKERTO
Periode pelaporan dari Minggu tanggal ……………………………………..sampai Sabtu tanggal ……………………………………..
Minggu Epidemiologi ke :……………………………………………….
UMUR ( TH)
KODE PENYAKIT KEDUNDUNG MERI GN GEDANGAN LUAR WILAYAH LUAR KOTA
< 5 TH > 5 TH ∑ < 5 TH > 5 TH ∑ < 5 TH > 5 TH ∑ < 5 TH > 5 TH ∑ < 5 TH > 5 TH ∑
A Diare Akut

B Malaria Konfirmasi

C Tersangka Demam Dengue

D Pneumonia

E Diare Berdarah ATAu Disentri

F Tersangka Demam Tifoid

G Sindrom Jaundis Akut

H Tersangka Chikungunya

J Tersangka Flu Burung pada Manusia

K Tersangka Campak

L Tersangka Difteri

M Tersangka Pertussis

N AFP (Lumpuh Layu Mendadak)

P Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies

Q Tersangka Antraks

R Tersangka Leptospirosis

S Tersangka Kolera

T Klaster Penyakit yang tidak lazim

U Tersangka Meningitis/Ensefalitis

V Tersangka Tetanus Neonatorum

W Tersangka Tetanus

Y ILI ( Influenza Like Illines)

Z Tersangka HFMD

X TOTAL (JUMLAH KUNJUNGAN)**

* Pilih salah satu (Puskesmas atau Pustu atau Bidan)


** adalah jumlah seluruh kunjungan pada minggu ini di unit pelayanan kesehatan

Contoh penulisan SMS : 2,pustu sukoharjo, A10,B15,H3,T4,X110, artinya :


Minggu epidemiologi ke 2, nama unit pelapor adalah pustu Sukoharjo, jumlah kasus diare=10, jumlah kasus
malaria = 15, jumlah kasus tersangka Chikungunya=3, jumlah kasus klaster penyakit yang tidak lazim = 4,
Jumlah kunjungan = 110
Formulir Pengajuan Permintaan Bantuan Penanggulangan KLB atau
Wabah

Kepada : …………
Hal : Penangulangan KLB Penyakit/ Keracunan
Sifat : Segera

Dengan ini kami sampaikan :

Rencana penanggulangan KLB penyakit/ keracunan………….............


di ………………..

1. Daerah yang akan ditanggulangi:


a. Provinsi:………………………………………………………
b. Kabupaten/ Kota:…………………………………………
c. Jumlah penduduk di wilayah penanggulangan: …………orang
d. Periode penanggulangan ……… sampai dengan ……………
2. Gambaran Epidemiologis
a. Waktu Kejadian (onset) :………………………………………..
b. Jumlah penderita/Meninggal :………………………………..
c. Lokasi KLB:………………………………………………………..
3. Kegiatan penanggulangan dan target kegiatan yang direncanakan :
a. Populasi at risk (penduduk terancam) : .……………………….
b. Perkiraan yang sakit dan perlu pertolongan: ………………....
c. Perkiraan jumlah komplikasi yang perlu pengobatan
khusus:….............................
d. Perkiraan lamanya pengobatan/ 1 penderita: …………………
e. Perkiraan yang akan dievakuasi: …………………………….....
f. Perkiran jenis dan jumlah obat/ vaksin per 1 penderita: ………
g. ……………………………………………………………………
h. ……………………………………………………………………
4. Dampak epidemiologi yang diharapkan setelah penanggulangan
(dinyatakan dengan angka).
5. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan (uraikan)
6. Biaya yang telah dikeluarkan untuk penanggulangan KLB
berjumlah: Rp……………………… (sumber biaya:……………),
dengan perincian sebagai berikut:
…………………………………………………………
………………………………………………………………dst.
7. Perkiraan kekurangan biaya yang dibutuhkan sebesar
Rp………………………………, dengan perincian sebagai berikut:
a. Penyelidikan Epidemiologi, Rp. ....................................
b. Penanggulangan/vaksinasi, Rp. .................................
c. Pengobatan penderita, Rp. ...........................................
d. Lain-lain, sebutkan.
8. Laporan pelaksanaan dan hasil pelaksanaan penanggulangan KLB/
wabah tersebut akan kami sampaikan secara bertahap sampai
dengan selesainya penanggulangan tersebut.
…………….., ……………………………20….
…………………………………………………
…………………………………………………..
NIP.

Tembusan:
1.
2
REFERENSI

1. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai