Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kehamilan ektopik berasal dari Bahasa Yunani, ektopos, yang berarti
di luar tempatnya. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana
implantasi blastokista tertanam di tempat lain selain di dalam lapisan
endometrium rongga uterus[1]. Kehamilan ektopik dapat terjadi di tuba
fallopi, ovarium, rongga abdomen, atau di serviks. Namun, lebih dari 95%
kehamilan ektopik banyak terjadi di dalam tuba fallopi[2].
Berdasarkan data dari WHO, pada tahun 2003 terdapat 1 dari 250
(0,04%) kelahiran di dunia menderita kehamilan ektopik, dengan jenis
kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba falopii, yang sebagian besar
(80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun ke atas serta dilaporkan
bahwa 60% dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua. Di
Amerika Serikat, berdasarkan data dari American College of Obstetricians
and Gynecologies (ACOG), 2 persen dari seluruh kehamilan adalah
kehamilan ektopik, dan jumlah ini menyebabkan sekitar 6 persen dari
semua kematian akibat kehamilan pada tahun 2008[1]. Di Indonesia,
insiden terjadinya kehamilan ektopik sekitar 5 hingga 6 per 1000
kehamilan[3].
Akibat yang ditimbulkan dari kehamilan ektopik dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang cukup serius. Hal ini disebabkan risiko kematian
lebih besar terjadi. Selain itu, kemungkinan untuk kembali hamil dengan
baik akan berkurang setelah mengalami kehamilan ektopik.

2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk melengkapi syarat dan
memenuhi tugas dalam menempuh Program Studi Pendidikan Dokter
Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Universitas Tarumanagara serta
memberikan informasi dan ilmu pengetahuan baru mengenai kehamilan
ektopik bagi penulis maupun pembaca.

1
Universitas Tarumanagara
3. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca
dalam membantu mendiagnosa kehamilan ektopik serta terapi yang
dapat diberikan bagi pasien dengan kehamilan ektopik.

2
Universitas Tarumanagara
BAB II
KEHAMILAN EKTOPIK

1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan pertumbuhan sel telur
yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum
uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi karena sel telur yang telah dibuahi
dalam perjalanannya menuju endometrium terhambat sehingga embrio
sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan
tumbuh di luar rongga rahim[3].

Gambar 2.1 Tempat Implantasi pada 1800 kehamilan ektopik dari suatu studi
berbasis populasi selama 10 tahun[1]

2. Epidemiologi
Berdasarkan data dari WHO, pada tahun 2003 terdapat 1 dari 250
(0,04%) kelahiran di dunia menderita kehamilan ektopik, dengan jenis
kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba falopii, yang sebagian besar
(80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun ke atas serta dilaporkan

3
Universitas Tarumanagara
bahwa 60% dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua. Di
Amerika Serikat, berdasarkan data dari American College of Obstetricians
and Gynecologies (ACOG), 2 persen dari seluruh kehamilan adalah
kehamilan ektopik, dan jumlah ini menyebabkan sekitar 6 persen dari
semua kematian akibat kehamilan pada tahun 2008[1]. Di Indonesia,
insiden terjadinya kehamilan ektopik sekitar 5 hingga 6 per 1000
kehamilan[3].

3. Etiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik cenderung meningkat dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko antara lain: 1. Meningkatnya
prevalensi penyakit tuba khususnya infeksi menular seksual, terutama
yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis yang dapat mengakibatkan
oklusi parsial tuba. Salpingitis, terutama radang endosalping akan
menyempitkan lumen tuba dan mengurangi silia mukosa tuba akibat
infeksi sehingga memudahkan implantasi zigot didalam tuba; 2. Adhesi
peritubal – pasca infeksi appendicitis atau endometriosis. Dapat terjadi
penekukan tuba atau penyempitan lumen tuba; 3. Riwayat kehamilan
ektopik; 4. Peningkatan penggunaan kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan; 5. Pembedahan – perbaikan patensi tuba dan kegagalan
sterilisasi; 6. Abortus provokatus disertai infeksi; 7. Tumor pengubah
bentuk tuba – mioma uteri dan tumor adneksa[2].

4. Patofisiologi
4.1. Kehamilan Tuba
Berdasarkan tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi
menjadi kehamilan ampula, kehamilan istmus, dan kehamilan
interstisial. Dari tipe-tipe primer ini, kadang terjadi bentuk sekunder
berupa kehamilan tubo-abdomen, tubo-ovarium dan ligamentum
latum. Oleh karena tuba tidak memiliki lapisan submukosa maka
ovum yang telah dibuahi segera menembus epitel dan zigot akhirnya
berada di dekat atau di dalam otot. Perkembangan kehamilan tuba
tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya akan berakhir pada

4
Universitas Tarumanagara
minggu ke 6 hingga minggu ke 12, namun yang paling sering antara
minggu ke 6 hingga minggu ke 8. Kehamilan tuba dapat berakhir
dengan 2 cara yaitu abostus tuba dan rupture tuba.
Abortus tuba sering terjadi pada kehamilan ampula. Keluarnya
abortus dari ujung tuba menimbulkan perdarahan yang mengisi
kavum douglas yang disebut hematokel retrouterine. Apabila ujung
tuba tertutup oleh karena perlekatan sehingga darah terkumpul di
dalam tuba dan menggembungkan tuba sehingga menyebabkan
hematosalping.
Ruptur tuba dapat terjadi apabila produk konsepsi yang
menginvasi membesar. Rupture tuba biasanya terjadi pada kehamilan
ismus dan dapat terjadi spontan atau kadang setelah koitus atau
pemeriksaan bimanual. Gejala yang ditimbulkan apabila terjadi
rupture tuba yaitu hipovolemia[1].
4.2. Kehamilan Abdominal
Kehamilan abdominal jarang terjadi dimana insiden terjadinya
kehamilan abdominal sekitar 1 dari 1.500 kehamilan. Terdapat dua
macam kehamilan abdominal, antara lain[2]:
a. Kehamilan abdominal primer – telur dari awal berimplantasi di
dalam rongga perut.
b. Kehamilan abdominal sekunder – diawali oleh kehamilan tuba dan
setelah rupture tuba kemudian menjadi kehamilan abdominal.
Kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis bila usia
kehamilan sudah agak lanjut dengan disertai tanda dan gejala sebagai
berikut:
a. Nyeri perut hebat yang disertai dengan mual, muntah, obstipasi
atau diare.
b. Tidak ada kontraksi Braxton-Hicks (tumor yang mengandung anak
tidak pernah mengeras)
c. Pergerakan anak dirasakan nyeri oleh ibu
d. Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar
e. Bagian-bagian tubuh anak lebih mudah teraba karena hanya
terpisah oleh dinding perut.

5
Universitas Tarumanagara
f. Pada pemeriksaan rontgen atau ultrasonografi, biasanya tampak
kerangka anak yang letaknya tinggi dan pada foto lateral, tampak
bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.
g. Bila terdapat his, dapat terjadi pembukaan ± 1 cm dan tidak
membesar, bila jari dimasukan kedalam kavum uteri, uterus
kosong.
4.3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial jarang teradi dan biasanya berakhir dengan
rupture pada hamil muda. Diagnosis kehamilan ovarial harus
memenuhi criteria Spiegelberg, yaitu[2]:
a. Tuba disisi kehamilan masih tampak utuh
b. Kantung kehamilan menempati daerah ovarium
c. Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
d. Pemeriksaan histopatologi menemukan jaringan ovarium didalam
dinding kantung kehamilan
4.4. Kehamilan Servikal
Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Pertumbuhan telur
menyebabkan serviks menggembung. Kehamilan servikal dapat
menyebabkan perdarahan hebat oleh karena plasenta sukar
dilepaskan sehingga harus segera dilakukan pemasangan tampon
pada serviks, bila tindakan ini tidak membantu, segera dilakukan
histerektomi[2].

5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul pada kehamilan ektopik, antara
lain[2]:
a. Nyeri panggul dan abdomen adalah gejala yang paling sering timbul.
Nyeri abdomen dapat bersifat unilateral atau bilateral dibagian bawah
abdomen, atau terkadang terasa hingga ke bagian atas abdomen.
b. Amenore
c. Perdarahan pervaginam. Kematian telur menyebabkan desidua
mengalami degenerasi dan nekrosis. Desidua kemudian dikeluarkan

6
Universitas Tarumanagara
dalam bentuk perdarahan yang umumnya sedikit. Bila perdarahan
pervaginam banyak, curiga abortus biasa terjadi.
d. Syok hipovolemik.
e. Pembesaran uterus. Pada kehamilan ektopik uterus membesar oleh
karena hormon-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih
kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterine yang
berusia sama.
f. Tumor di dalam rongga panggul. Dapat teraba tumor lunak kenyal
yang merupakan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
g. Perubahan darah. Kadar hemoglobin menurun pada kehamilan
ektopik terganggu akibat perdarahan yang banyak ke dalam rongga
perut. Perdarahan juga meningkatkan angka leukosit terutama pada
perdarahan hebat.

6. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dipergunakan untuk membantu
penegakan diagnosis, antara lain[1]:
a. Pemeriksaan laboratorium
Human Chorionic Gonadotropin (β-hCG). Uji kehamilan serum dan
urine dengan menggunakan metode enzyme-linked
immunosorbent assays (ELISA) cukup sensitif.
Progesterone serum. Pengukuran progesterone serum dapat
digunakan untuk menetapkan bahwa kehamilan berkembang
normal dengan tingkat kepercayaan tinggi. Nilai yang melebihi 25
ng/mL menyingkirkan kehamilan ektopik dengan sensitivitas
92.5%. oleh karena itu, bila nilai <5ng/mL menandakan bahwa
kehamilan intrauterus dengan janin meninggal atau kehamilan
ektopik.
Hemogram. Pada kehamilan ektopik terganggu (rupture), dapat
dijumpai leukositosis dengan derajat yang bervariasi hingga
30.000/μL
b. Sonografi
Sonografi transvagina (TVS-Transvaginal Sonography).

7
Universitas Tarumanagara
Sonografi transabdomen. Kehamilan diuterus biasanya belum
diketahui dengan sonografi abdomen sampai 5 hingga 6 minggu
haid atau 28 hari setelah ovulasi.
c. Kuldosentesis
Teknik ini sering digunakan untuk mengidentifikasi
hemoperitoneum. Serviks ditarik menuju simfisis dengan
tenakulum dan dilakukan insersi jarum ukuran 16 atau 18 melalui
forniks vagina posterior ke dalam cul-de-sac. Cairan yang
mengandung fragmen bekuan darah atau cairan darah yang tidak
membeku, sesuai dengan diagnosis hemoperitoneum akibat
kehamilan ektopik.
d. Laparoskopi
Visualisasi langsung ke tuba uterine dan panggul. Laparoskopi
memiliki ketepatan diagnostic lebih tinggi namun lebih invasive
dibandingkan dengan sonografi.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada kehamilan ektopik antara lain dengan dilakukan
tindakan pembedahan dan pemberian obat-obatan (methotrexate).
Pemberian methotrexate (antagonis asam folat) sangat efekif terhadap
trofoblas yang cepat berproliferasi. Dosis tunggal methotrexate yang
dapat diberikan yaitu 50mg/m2 IM

8. Prognosis
Kehamilan ektopik merupakan sebab kematian yang penting sehingga
diagnosis harus segera ditegakkan. Prognosis baik apabila diagnosis
kehamilan ektopik ditemukan secara dini. Keterlambatan diagnosis akan
menyebabkan prognosis buruk akibat risiko perdarahan arterial
intraabdomen, yang akan menyebabkan kematian akibat syok
hipovolemik[2].

8
Universitas Tarumanagara
BAB III
RESUME

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan pertumbuhan sel telur


yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik dapat terjadi karena sel telur yang telah dibuahi dalam
perjalanannya menuju endometrium terhambat sehingga embrio sudah
berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di
luar rongga rahim[3]. Kehamilan ektopik dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan laboratorium, sonografi, kuldosentesis, dan laparoskopi.
Kehamilan ektopik harus segera didiagnosis secara dini sebab
kehamilan ektopik dapat menyebabkan perdarahan hebat bila terjadi rupture
sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik dan dapat menyebabkan
kematian bagi ibu.

9
Universitas Tarumanagara
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rause DJ, Spancy CY.
Williams Obstetri. 23rd Ed. Jakarta: Penerbit EGC; 2012
2. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Obstetri Patologi. 3rd Ed.
Jakarta: Penerbit EGC;2013
3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4th Ed. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo;2010

10
Universitas Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai