Oleh:
Anak Agung Dewi Adnya Swari 11.2014.142
Pembimbing:
dr. Rio Edward, SpOG
Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu dapat terjadi pada masa kehamilan,
persalinan dan pada masa nifas. Salah satu penyebab perdarahan tersebut adalah plasenta previa.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta
previa adalah 0,4% - 0,6% dari keseluruhan persalinan atau 1 diantara 200 persalinan. Pada
beberapa rumah sakit umum pemerintah angka kajadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai
2,9% sedangkan di negara maju kejadiannya lebih rendah yaitu kurang dari 1%. Plasenta previa
terjadi 1,3 kali lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan dari pada ibu yang baru
sekali melahirkan (primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk mendapatkan
plasenta previa semakin besar. Pada ibu yang melahirkan dalam usia > 40 tahun berisiko 2,6 kali
untuk terjadinya plasenta previa. Plasenta previa juga sering terjadi pada kehamilan ganda dari
pada kehamilan tunggal. Uterus yang cacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Ibu yang
mempunyai riwayat seksio cesarea minimal satu kali mempunyai risiko 2,6 kali untuk menjadi
plasenta previa pada kehamilan berikutnya.1
1. Presentasi Kasus
2.1 Identitas
Nama : Ny. A
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
1
2.2 Anamnesis
Keluhan utama : keluar darah dari jalan lahir
Anamnesis khusus :
G2P1A0 usia kehamilan 33-34 minggu datang ke IGD RS Bayukarta dengan keluhan
keluar darah dari jalan lahir kurang lebih 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengganti
pembalut 1-2 kali dalam sehari. Pasien mengatakan keluar lendir bercampur darah.
Sebelumnya pasien dirawat di RS Cito, kemudian yang kedua kalinya pasien dirawat di RS
Bayukarta karena keluar darah dari jalan lahir dan dirawat selama 2 hari pada tanggal 9 oktober
2015 – 10 oktober 2015 oleh dr. S, Sp.OG dengan keluhan yang sama saat usia kehamilan 30
minggu – 31 minggu dan dibolehkan pulang karena janin dalam keadaan baik. Pasien datang
kembali tanggal 31 Oktober 2015 pukul 19.00 WIB.
Pasien memiliki riwayat persalinan normal di bidan yaitu seorang anak laki-laki dengan
berat badan lahir 3300 gram pada tahun 2007 dan keadaan sekarang sehat.
Keterangan Tambahan
2
Paru-paru : Sonor, Vesikuler kiri = kanan, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : nyeri tekan (-) tidak teraba massa.
Hati : Sulit dinilai
Limpa : Sulit dinilai
Edema : -/-
Varices : -/-
Refleks : Fisiologis +/+
BB : Tidak ditimbang
TB : Tidak diukur
Status Lokalis
Status obstetri:
Pemeriksaan luar;
Fundus uteri : 28 cm
Presentasi punggung : punggung kanan
Letak anak : memanjang
Bunyi jantung anak : 140-144x/menit
His : tidak dilakukan
Taksiran berat badan anak : (28-13) X 155 = 2325 gram
3
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah rutin:
Hemoglobin 9,7 11,5-18,0 gr/dL
Hematokrit 28 37 – 54 %
Leukosit 11,8 4,6-10,2 K/uL
Eritrosit 3,30 3,8 – 6,5 juta/uL
Trombosit 355.000 150.000 – 400.000 /mm3
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 0-3 %
Batang/Stat 0 0-5 %
Limfosit 22 25-50 %
Monosit 7 2-10 %
Segmen 71 50-80 %
Indeks Eritrosit Rata-rata
MCV (VER) 86,1 80 – 100 fL
MCH (HER) 29,4 26 – 34 pg
MCHC (KHER) 34,2 31 – 36 %
Golongan Darah ABO A -
Rhesus Positif -
Faktor Pembekuan
Masa Perdarahan 3 1-6 menit
Masa Pembekuan 10 4-15 menit
Ureum 14 20-40 mg/dL
Creatinine 0,6 0,5-1,5 mg/dL
Gula Darah Sewaktu 82 80-140 mg/dL
SGOT 15 0-37 u/L
SGPT 15 0-42 u/L
HBSAg Non Reaktif
Protein Urine (++) Pos 2
4
USG
Trimester III
• Letak : kepala
• Anatomi : kesan baik
• Pulsasi jantung : +
• Pergerakan :+
• Kelamin : laki-laki
• Taksiran usia kehamilan : 33-34
minggu
• Taksiran partus : 18-12-2015
• Taksiran BJ : 2241 gr
• Cairan ketuban : cukup
• Plasenta ;
• Lokasi: kopus posterior
• OUI : tertutup
CTG
2.5 Diagnosa
G2P1A0 gravid 33-34 minggu perdarahan antepartum berulang yang disebabkan oleh plasenta
previa totalis , anemia, dan infeksi saluran kemih
5
2.6 Penatalaksanaan
- O2 3 L/menit.
- RL:D5 2:1 30 tetes/menit
- Cefriaxone 1x2 gram IV (dalam 500 Nacl 0,9% 100 cc habis dalam 1 jam)
- Asam tranexamat 3x500 mg IV
- Ranitidine 2x1 mg IV
- Nifedipine 3x20 mg
- Feritine 1x1 tab
- Cal 95 1x1 tab
- Glutrop 2x1tab
- Utrogestan 1x1 tab
- Pasang kateter
- Bed rest
- Bila perdarahan makin banyak lapor rencana terminasi
- Observasi Keadaan umum, His, DJJ, T, N, R, S
- Besok pagi setelah makan CTG di VK
R/ seksio sesarea a/i plasenta previa totalis (1 November 2015)
- Menyiapkan darah PRC 1 kali
- SIO
- Surat persetujuan anestesi
- Surat persetujuan seksio sesarea
- Surat persetujuan transfusi
- Cek list OK
2.7 Observasi
Jam T N SB RR DJJ
(mmHg) (x/menit) Celcius (x/menit) (x/menit)
05.00-07.15 120/70 79 36.1 24 140
07.15-09.10 120/70 78 36.3 20 152
09.10-10.00 110/70 84 36.4 26 155
10.00-13.30 110/70 84 36,4 26 148
6
Jam 08.10 hasil CTG bagus kemudian terapi tetap dilanjutkan
Jam 13.30 mengambil sample darah dan urin kemudian dikirim ke laboratorium
Hasil laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
Darah Rutin
Hemoglobin 9,3 11,5-18,0 g/dL
Leukosit 13,1 4,6-10,2 K/uL
Hematokrit 27 37-54 %
LED/BSE - 0-20 mm/1jam
Trombosit 305 150-400 K/uL
Eritrosit 3,16 3,80-6,50 M/uL
Hitung jenis lekosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 0-3 %
Batang/stat 0 0-5 %
Limfosit 16 25-50
Monosit 4 2-10 %
Segmen 79 50-80 %
Nilai eritrosi rata-rata
VER (MCV) 84,5 80,0-100,0 fL
HER (MCH) 29,4 26,0-32,0 Pg
Jam 16.00 pasien menyutujui di lakukan tindakan seksio sesarea, menyiapkan darah PRC
1 kali, mengambil sampel darah , memberikan cefriaxone 2 gram IV (dalam NaCl 0,9%
100 cc habis dalam 1 jam).
7
Jam 16.55 menganti infus RL polos untuk 20 tetes permenit, memasang kateter, mencukur
rambut vagina, menelepon bagian perina, ruang OK, dan menyiapkan ceklist yang akan
dikirim.
Jam 18.00 mengantar pasien ke OK
Jam 18.15 operasi dimulai
Jam 19.45 operasi selesai
Jam 21.10 menjemput pasien di OK
Diagnosa pre operasi : G2P1A0 gravid 33-34 minggu perdarahan antepartum berulang yang
disebabkan oleh plasenta previa totalis , anemia, dan ISK
Diagnosa post operasi : P2A0 partus prematurus dengan seksio sesarea atas indikasi plasenta
previa totalis, anemia, dan ISK.
8
2.9 Follow Up di Ruangan
9
A: P2A0 partus prematurus dengan seksio - Posisi terlentang sampai 24 jam post
sesarea atas indikasi plasenta previa totalis, operasi (2 November 2015 pukul 20.30
anemia, dan ISK WIB)
- Cek darah rutin 6 jam post transfusi PRC
1 unit (250 cc – 2 November 2015 pukul
02.30 WIB)
- Observasi KU, T,N,R,S, perdarahan,
intake, output
10
04/11/2015 FU OBGYN - Boleh pulang
09.30 WIB S: - - Ganti verband
O: KU: CM - Terapi obat pulang:
TD: 130/80 mmHg R: 24 x/menit - Metronidazole 3x500 mg
N: 88 x/menit S: 36,50C - Feritin 1x1 tab
ASI +/+ - Laktafit 2x1 tab
Abdomen: datar, lembut - As. Mefenamat 3x500
DM (-), PS/PP (-/-), NT (-) - Dansera 3x1 tab
TFU: 2 jari di bawah pusat, - Diet tinngi kalori, tinggi protein
Kontraksi baik - Kontrol lagi 1 minggu lagi (11/11/2015)
LO: kering
Perdarahan pervaginam (+)
BAB/BAK: -/+
A: P2A0 partus prematurus dengan seksio
sesarea atas indikasi plasenta previa totalis
+ anemia + ISK.
JO: SCTP
Pembahasan
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah
anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat
penaganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah plasneta
previa. Antispasi dalam perawatan prenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya
penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya
tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu tidak tertentu, tanpa trauma. Sering
disertai oleh kelainan letak janin atau pada kehamilan lanjut bagian bawah janin tidak masuk
kedalam panggul, tetapi masih mengambang di atas pintu panggul.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Implantasi plasenta
normalnya terjadi di dinding depan, dinding belakang uterus atau di fundus uteri.1
11
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
kearah proksimal, memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut
berpindah mengikuti segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang
secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pemukaan
serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengarauh pada derajat atau klasifikasi dari
plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan, baik dalam masa antenatal maupun dalam masa
intranatal, baik dengan ultrasonografi atau pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan USG
perlu dilaksanakan secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.
Klasifikasi
Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta yang berimplantasi di atas atau
sangat berdekatan dengan ostium uteri internum. Terdapat beberapa kemungkinan:
12
Gambar 1. Kemungkinan daerah implantasi plasenta previa2
Hubungan dan definisi yang digunakan untuk klasifikasi pada beberapa kasus plasenta
previa bergantung pada pembukaan serviks saat dilakukan penilaian. Misalnya, plasenta letak
rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsial pada pembukaan 8 cm karena
serviks yang membuka tidak lagi menutupi plasenta. Sebaliknya, plasenta previa yang tampaknya
total sebelum pembukaan serviks dapat menjadi parsial pada pembukaan 4 cm karena serviks
membuka melebihi tepi plasenta. Palpasi dengan jari untuk memastikan hubungan yang berubah
antara tepi plasenta dan ostium uteri internum seiring dengan membukanya serviks tersebut
biasanya menyebabkan perdarahan masif. Pada plasenta previa total dan parsial, pemisahan
plasenta spontan dalam derajat tertentu merupakan konsekuensi yang tidak terhindarkan akibat
pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan serviks. Pemisahan seperti ini biasanya
berkaitan dengan perdarahan.1
Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia diatas 30
tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus bercacat
13
hingga ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa RS umum pemerintah dilaporkan
insidensnya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu
kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya wanita hamil paritas tinggi. Dengan perluasnya
penggunaan USG dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa
lebih tinggi.
Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim, belumlah diketahui dengan
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim
tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teroti lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai mungkin sebagai akibat dari proses
radang atau atrofi. Paritas tinggi , usia lanjut, cacat lahir, misalnya bekas bedah sesar, kuretase,
miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta
previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua smapai tiga kali. Pada perempuan
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon
mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertofi sebagai upaya
kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis
bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar kesegmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Patofisiologi
Perdarahan akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah
uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga
karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus
dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada
plasenta letak normal.2,3
Pada usia kehamilan yang lanjut umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih
awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah uterus, tapak plasenta akan mengalami
14
pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian
desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri
menjadi segmen bawah uteri, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada
waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu
dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah uterus,
pada plasenta previa pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif
dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah uterus dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena otot yang dimiliki sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat tersebut tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi yang melibatkan sinus yang besar dari plasenta di mana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama.
Oleh karena pembentukan segmen bawah uterus itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan
berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa
nyeri (painless). Pada plasenta yang menutupi ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah uterus terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya
sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa
terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih dari separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri
internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar uterus dan tidak membentuk hematoma
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam
sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah uterus yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding
uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang
pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan rektum bersama plasenta previa.
Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
15
Segmen bawah uterus dan serviks yang rapuh mudah robek karena kurangnya elemen otot yang
terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpontensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca
persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan
sempurna (retention placentae), atau setelah uri lepas.2
Gejala Klinis
Peristiwa yang paling khas plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri, yang biasanya
tidak terjadi hingga mendekati akhir trimester kedua atau setelahnya. Namun, perdarahan dapat
terjadi sebelumnya, dan terkadang aborsi dapat terjadi akibat lokasi abnormal plasenta yang sedang
berkembang. Pada banyak kasus plasenta previa, perdarahan dimulai tanpa gejala peringatan dan
tanpa disertai nyeri pada perempuan dengan yang sebelumnya mengalami riwayat prenatal normal.
Untungnya, perdarahan inisial ini jarang sedemikian masif sehingga fatal. Biasanya, perdarahan
ini berhenti, kemudian berulang kembali. Pada beberapa perempuan, khususnya mereka dengan
plasenta yang berimplantasi di dekat tetapi tidak menutupi ostium uteri internum, perdarahan tidak
terjadi hingga dimulainya persalinan. Kemudian, perdarahan dapat bervariasi, mulai dari ringan
hingga masif, dan secara klinis, dapat menyerupai solusio plasenta. Penyebab perdarahan
ditekankan kembali: jika plasenta terletak menutupi ostium uteri internum, pembentukan segmen
bawah uterus dan pembukaan ostium uteri internum akan menyebabkan perobekan perlekatan
plasenta. Perdarahan ini diperhebat oleh ketidakmampuan miometrium di segmen bawah uterus
untuk berkontraksi untuk menutup pembuluh yang terobek. Perdarahan dari tempat implantasi di
segmen bawah uterus dapat berlanjut setelah dilahirkannya plasenta karena segmen bawah uterus
berkontraksi dengan buruk. Perdarahan dapat pula terjadi dari robekan di serviks dan segmen
bawah uterus yang rapuh, khususnya setelah pengeluaran manual plasenta yang agak melekat.1
Diagnosis
Plasenta previa dan solusio plasenta harus selalu dipikirkan saat menghadapi perempuan
dengan perdarahan uterus pada paruh kedua kehamilan. Kemungkinan plasenta previa tidak boleh
disingkirkan hingga pemeriksaan sonografi telah jelas menunjukkan ketiadaan plasenta previa.
Diagnosis ini jarang dapat ditegakkan secara pasti melalui pemeriksaan klinis, kecuali jika sebuah
jari dimasukkan melalui serviks dan plasenta dipalpasi. Pemeriksaan serviks dengan jari seperti
demikian tidak diperbolehkan, kecuali perempuan tersebut berada di dalam ruang operasi dengan
16
persiapan lengkap untuk pelahiran caesar segera bahkan sentuhan jari yang paling lembut
sekalipun dapat menyebabkan perdarahan hebat. Selain itu, jenis pemerikasaan ini tidak boleh
dilakukan kecuali direncanakan untuk persalinan karena dapat menyebabkan perdarahan yang
mengharuskan persalinan segera. Dengan pasien litotomi diatas meja operasi dilakukan
pemeriksaan dalam dalam lingkungan disinfeksi tingkat tinggi secara hati-hati dengan jari telunjuk
dan jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada atau tidak ada bantalan anatar
jari dengan bagian terbawah janin. Perlahan jari-jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk
meraba jaringan plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti arah pembukaan untuk
mengetahui derajat klasifikasi plasenta. Jika plasenta marginalis atau lateralis dilanjutkan dengan
amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan jika tidak terjadi perdarahan
banyak untuk kemudian pasien dikembalikan ke kamar bersalin. Jika terjadi perdarahan banyak
atau ternyata plasenta totalis langsung dilanjutkan dengan seksio sesarea. Persiapan demikian
disebut dengan pemeriksaan “persiapan ganda” (double set-up), pemeriksaan ini jarang diperlukan
karena letak plasenta hampir selalu dapat dipastikan dengan sonografi.1
Pemeriksaan penunjang
17
Metode yang paling sederhana, aman, dan akurat untuk menentukan letak plasenta
dilakukan dengan sonografi transabdominal. Akurasi rata-rata pemeriksaan ini
adalah 96 persen, bahkan pernah dilaporkan angka akurasi setinggi 98 persen. Hasil
positif semu umumnya disebabkan oleh distensi kandung kemih. Karena itu,
pemeriksaan pada kasus yang diduga positif harus diulangi setelah kandung kemih
dikosongkan. Sumber kesalahan yang jarang adalah ditemukannya plasenta dalam
jumlah besar di fundus uteri tetapi pemeriksa gagal mengenali bahwa plasenta
tersebut besar dan meluas ke bawah hingga mencapai ostium uteri internum.
Gambar 2. Gambaran
sonografi transabdominal plasenta previa3
Sonografi transvaginal
Penggunaan sonografi transvaginal telah meningkatkan secara nyata ketepatan
diagnostik plasenta previa. Meskipun tampaknya berbahaya untuk memasukkan
probe ultrasonografi ke dalam vagina pada kasus yang diduga plasenta previa,
teknik ini telah terbukti aman, dan mampu memvisualisasikan ostium uteri
internum pada kasus dengan menggunakan teknik transvaginal, dibandingkan
dengan hanya 70 persen dengan peralatan transabdominal.
18
Gambar 3. Sonografi transvaginal plasenta previa3
Sonografi transperineal
Sonografi transperineal akurat untuk menentukkan letak plasenta previa dengan
membuktikan keakuratannya pada 75 perempuan yang memiliki plasenta previa
yang telah divisualisasi dengan sonografi transabdomial. Plasenta previa
diidentifikasi secara tepat pada 69 di antara 70 perempuan yang telah dipastikan
mengalami plasenta previa saat pelahiran. Nilai prediktif positif adalah 98 persen
dan nilai prediktif negatif 100 persen.
Migrasi plasenta
Sifat periparetik (migratorik) plasenta telah dikenal baik. Pada 4300 perempuan yang
sedang hamil 18-20 minggu, dan ditemukan 12 persen plasenta “terletak rendah”. Di antara kasus-
kasus dengan plasenta yang tidak menutupi ostium uteri internum, tidak ada plasenta previa yang
menetap dan tidak timbul perdarahan. Sebaliknya, di antara plasenta yang menutupi ostium pada
pertengahan kehamilan, sekitar 40 persen menetap sebagai plasenta previa. Jadi, plasenta yang
19
terletak berdekatan dengan ostium uteri internum tetapi tidak menutupinya pada trimester kedua
atau awal trimester ketiga kemungkinan kecil akan menetap sebagai plasenta previa saat aterm.
Kemungkinan menetapnya plasenta previa setelah diidentifikasi pada usia gestasi kurang dari 28
minggu lebih besar pada perempuan yang memiliki riwayat persalinan caesar. Bila tidak dijumpai
kelainan lain, sonografi tidak perlu sering diulangi hanya untuk memantau letak plasenta.
Pembatasan aktivitas tidak diperlukan kecuali jika plasenta menetap melebihi 28 minggu atau
menimbulkan gejala klinis sebelum usia gestasi tersebut. Mekanisme ‘pergerakan plasenta’ belum
sepenuhnya dipahami. Meskipun demikian, migrasi jelas merupakan istilah yang salah karena
invasi desidua oleh vili korionik pada kedua sisi ostium uteri internum tetap ada. Pergerakan yang
tampak pada plasenta letak rendah relatif terhadap ostium uteri internum kemungkinan terjadi
akibat ketidakmampuan untuk memastikan hubungan ini secara 3D dengan menggunakan
sonografi 2D saat kehamilan dini. Kesulitan ini diperumit oleh pertumbuhan diferensial segmen
bawah dan atas miometrium seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Jadi, plasenta yang
“bermigrasi” tersebut kemungkinan besar memang sebelumnya tidak pernah memiliki invasi vilus
sirkumferensial yang mencapai ostium uteri internum.1
Diagnosis banding
20
Penatalaksanaan
Perempuan dengan plasenta previa dapat digolongkan ke salah satu kategori berikut:
Janin kurang bulan dan tidak terdapat indikasi lain untuk pelahiran
Janin cukup matur
Persalinan telah dimulai
Perdarahan sedemikian hebat sehingga harus dilakukan persalinan tanpa memperdulikan
usia gestasional.
Tata laksana pada kasus dengan janin kurang bulan, tetapi tanpa perdarahan aktif uterus yang
menetap, terdiri atas pemantauan ketat. Untuk sebagian perempuan, mungkin sebaiknya dilakukan
pemanjangan masa rawat inap. Namun, seorang perempuan biasanya diizinkan pulang setelah
perdarahan berhenti dan janinnya telah dinilai sehat. Perempuan tersebut beserta keluarganya
harus sepenuhnya memahami kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi dan siap segera
mengantarkan perempuan tersebut ke rumah sakit. Pada pasien-pasien yang memenuhi kriteria
tertentu, rawat inap untuk plasenta previa tampaknya tidak memiliki manfaat lebih dibandingkan
dengan rawat jalan.2 Cara ekspektatif, dilakukan bila :
Penatalaksanaan
o Persalinan pervaginam
21
Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis atau plasenta previa lateralis di
anterior (dengan anak letak kepala). Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
USG, perabaan fornices atau pemeriksaan dalam di kamar operasi. Dilakukan oksitosin
drip disertai pemecahan ketuban.
o Seksio sesarea
Dilakukan pada keadaan:
- Plasenta previa dengan perdarahan banyak
- Plasenta previa totalis
- Plasenta previa lateralis di posterior
- Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
Penderita plasenta previa juga harus diberi antibiotik, mengingat kemungkinan infeksi
yang besar akibat perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin. Jenis persalinan yang dipilih
untuk menangani plasenta previa dan waktu pelaksanaannya bergantung pada faktor-faktor
tersebut di bawah ini:
1. Perdarahan banyak atau sedikit
2. Keadaan ibu dan anak
3. Besar pembukaan
4. Tingkat plasenta previa
5. Paritas
Perdarahan yang banyak, pembukaan yang kecil, nulipara, dan tingkat plasenta previa yang
berat mendorong kita melakukan seksio sesarea; sebaliknya perdarahan yang sedang atau sedikit,
pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang ringan serta anak yang
sudah mati cenderung memilih pelahiran pervaginam. Bila perdarahan sedikit dan anak masih kecil
(belum matur), dipertimbangkan terapi ekspektatif. Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan
tindakan apapun pada penderita plasenta previa, darah harus selalu tersedia cukup.
Cara-cara vaginal terdiri dari:
1) Pemecahan ketuban
Pemecahan ketuban dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta previa
marginalis dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium kurang dari setengah bagian.
Pada plasenta previa lateralis yang plasentnya terdapat di sebelah belakang. Lebih baik
dilakukan seksio sesarea karena dengan pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada
22
plasenta karena tertahan promontorium, yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan
plasenta. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:
- Setelah pemecahan ketuban, uterus beretraksi sehingga kepala anak menekan
plasenta.
- Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding
uterus hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding uterus.
Bila his tidak ada atau kurang kuat, infus oksitosin dapat diberikan setelah pemecahan
ketuban. Bila perdarahan tetap ada, dilakukan seksio sesarea.
23
Cara operatif
Seksio sesarea bertujuan mempersingkat lama perdarahan dan mencegah robekan serviks
dan segmen bawah uterus. Robekan serviks dan segmen bawah uterus mudah terjadi bila anak
dilahirkan per vaginam, karena daerah tersebut pada plasenta previa banyak mengandung
pembuluh darah. Seksio sesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta lainnya bila
perdarahan sedemikian hebat. Seksio sesarea pada plasenta, selain dapat mengurangi kematian
bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu seksio sesarea juga dilakukan
pada plasenta previa walaupun anak sudah mati. Pada vasa previa, persalinan harus dilakukan
dengan seksio sesarea. Pecah ketuban pada vasa previa akan berakibat fatal karena akan disertai
dengan robekan pembuluh darah.2
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta
previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal.
1. Perdarahan
Oleh karena pembentukan segmen bawah uterus terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak,
dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia
bahkan syok.
2. Plasenta akreta
Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah uterus dan sifat
segmen ini yang tipis memudahkan jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari
kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta
akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam
miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami
akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea.
24
Gambar 3. Kelainan invasi jaringan trofoblas terhadap miometrium3
3. Ruptur uteri
Serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh sangat potensial untuk robek disertai
oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus sangat hati-hati pada semua tindakan
manual di tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah uterus ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-
cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah uterus, ligasi arteria uterina,
ligasi arteria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteri hipogastrika, maka pada
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi
radikal. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung
dari plasenta previa.
4. Kelainan letak janin
Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Prematur dan gawat janin
Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mengetahui
kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru
janin sebagai upaya antisipasi.2,4
25
Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas
pada ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10 persen dan mortalitas janin 50-80 persen.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini sehingga kematian dan kesakitan ibu dan janin
jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5 persen terutama disebabkan perdarahan, infeksi,
emboli udara dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga menurun menjadi 10-25 persen
terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan atau
tindakan.4
Kesimpulan
Perdarahan akibat plasenta previa terjadi sejak usia kehamilan 20 minggu saat segmen
bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester
ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. \Perdarahan tidak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti
pada plasenta letak normal. Peristiwa yang paling khas plasenta previa adalah perdarahan tanpa
nyeri, yang biasanya tidak terjadi hingga mendekati akhir trimester kedua atau setelahnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunninghan Gary F. Perdarahan antepartum obstetris. Obstetri Williams. Volume 2. Edisi 23.
Jakarta: EGC. 2012
2. Tim Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Perdarahan antepartum. Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran Obstetri Fisiologi. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2013
3. Patrick K. Plasenta previadi kedokteran darurat. Diunduh dari:
http/emedicine.medscape.com/article/796182-overview, 16 Oktober 2015
4. Errol Norwitz, John Schorge. At a glance obstetri dan ginekologi. Ed 2. Jakarta: Erlangga.
2007
5. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2008
27