Anda di halaman 1dari 116

KEPERAWATAN ANAK

TUGAS INDIVIDU

Disusun Oleh:

Friendky ( PO.62.20.1.17.325 )

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangkaraya

Jurusan Keperawatan Prodi D-IV Keperawatan

Tahun 2019
Penelitian

STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK


MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL SUKU BATAK TOBA
Ivo Yani

e-mail: ivo.yani@kemdikbud.go.id

Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan


Pendidikan Masyarakat Sumatera Utara

Abstrak: Permainan tradisional merupakan warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. Permainan
tradisional jarang sekali dilakukan di PAUD karena sudah tergantikan dengan permainan modern, padahal di setiap
daerah terdapat berbagai permainan tradisional. Permainan tradisional suku Batak Toba dapat menstimulasi
perkembangan fisik motorik dan sosial emosional anak usia dini. Jenis permainan yang diteliti adalah permainan
Marsibahe, Marsitekka, dan Marampera. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hasil stimulasi perkembangan
motorik dan sosial-emosional anak usia dini melalui permainan tradisional suku Batak Toba. Penelitian ini
dilakukan terhadap 18 anak usia 5 – 6 tahun di PAUD Anugerah di Desa Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten
Samosir pada bulan Juli – Oktober 2015. Instrumen pengumpulan data disusun berdasarkan butir-butir tingkat
pencapaian perkembangan motorik dan sosial emosional anak usia 5 – 6 tahun yang mengacu pada
Permendikbud No. 137 tahun 2014 sebanyak 16 butir pengamatan. Untuk mengetahui validasi lapangan
digunakan metode quasi eksperimen design dengan pretes dan post-test, sedangkan signifikansi program diuji
dengan t-test berkorelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t > t (10,34 > 2,11) sehingga dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan nilai yang diperoleh peserta didik sebelum dengan sesudah
melaksanakan permainan tradisional suku Batak Toba pada taraf signifikansi 5%.

Kata-kata kunci: stimulasi, permainan tradisional, suku Batak Toba

STIMULATION OF CHILDREN DEVELOPMENT THROUGH BATAK


TOBA TRADITIONAL GAMES
Abstract: Traditional games are ancestral estates that need to be maintained and preserved. Rarely are they
played in PAUD due to the fact that they have been replaced by modern games, whereas there are a lot of
traditional games in every region. The Batak Toba traditional games can stimulate both motor skills and social-
emotional development in early childhood. Types of games researched are Marsibahe, Marsitekka, and
Marampera. This research aims to find out results on motor skills and social-emotional stimulation in early
childhood through Batak Toba traditional games. The research was conducted to 18 children in a range of 5-6
years old in PAUD Anugerah in Tomok Village, Simanindo District, Samosir District in July-October 2015. The data
collection instrument is arranged based on their achievement levels of motor skills and social-emotional
development referring to Permendikbud No. 137 in 2014 as many as 16 points of observation. A quasi-
experiment design method with pretest and posttest is used to recognize field validation, meanwhile the
significant of the program is examined by using a correlated t-test. The results show t > t (10.34 > 2.11) so that it
can be inferred that there are significant changes on score acquired by the learners before and after playing Batak
Toba traditional games at 5% significant level.
Keywords: stimulation, traditional game, Batak Toba

PENDAHULUAN
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan
upaya pembinaan anak sejak lahir sampai usia 6 pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
Stimulasi Perkembangan Anak...

lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1). perkembangan anak.
Masa usia dini merupakan time for play, sebagai Permainan tradisional saat ini sudah jarang
sarana pertumbuhan dalam lingkungan, budaya, ditemukan karena sudah tergantikan dengan
dan kesiapannya dalam belajar formal. Pada masa permainan modern, padahal permainan tradisional
ini, pertumbuhan anak sangat menentukan dalam merupakan warisan leluhur dan mudah untuk
pembentukan karakter dan kecerdasannya. Masa- dilakukan. Selain itu, permainan tradisional banyak
masa ini terpenting bagi pengembangan inteligensi manfaatnya dan sangat baik dalam menstimulasi
permanen diri anak karena memiliki kemampuan perkembangan anak. Di tanah Batak terdapat
tinggi untuk menyerap informasi. Orang tua dan guru berbagai permainan tradisional, seperti marsibahe
PAUD harus memahami potensi besar yang dimiliki (lempar batu sambil gendong teman di belakang),
anak pada usia dini dan dapat menggunakan teknik margala/marcabor (galasin/gobak sodor), marsitekka
yang tepat dalam menghadapinya. (engklek), angker (pecah piring), petor-petor (tembak-
Bermain merupakan aktivitas yang spontan tembakan) dari pelepah pisang, marjalengkat
dan melibatkan motivasi serta prestasi dalam diri (engrang), marsabur (kucing-tikus), marcendong
anak yang mendalam. Stimulasi perkembangan (alip cendong), marpukkul (kelereng), marsapele-
anak harus selalu dilakukan agar anak dapat sapele (cublak suweng), marsukke/lukkir (patok
mencapai tumbuh kembang sesuai harapan. Melalui lele), marlubang (congklak), marsiadu (serimbang),
bermain, anak belajar untuk mengekspresikan pat ni gajah (lomba terompa), danggur suri (lempar
emosi, proses emosi, memodulasi dan mengatur sisir), cabur (sambar elang), permainan alat musik
emosi, serta menggunakan emosi dengan cara yang dari bambu/kayu, dan sebagainya. Sebagian besar
adaptif. Pandangan bermain dan emosi konsisten permainan tersebut juga terdapat di daerah lain
dengan sejumlah konseptualisasi terbaru dari dengan sebutan yang berbeda.
emosi dan kesehatan mental. Konstruk regulasi Permainan tradisional selalu dilakukan secara
emosi sangat penting di daerah perkembangan bersama-sama atau berkelompok sehingga dapat
anak. Mennin dalam Russ (2004) menyimpulkan menstimulasi kemampuan sosial-emosional anak
bahwa perspektif regulasi emosi bertujuan sebagai dan memupuk kerja sama. Anak menjadi lebih
pengobatan, yakni untuk membantu individu realistis, dan siap menerima kekalahan atau memiliki
menjadi (a) lebih nyaman dengan membangkitkan daya juang tinggi untuk meraih kemenangan. Selain
pengalaman emosional, (b) lebih mampu mengakses itu, permainan tradisional dapat menstimulasi
dan memanfaatkan informasi emosional dalam motorik kasar pada anak melalui gerakan-gerakan
pemecahan masalah adaptif, dan (c) lebih mampu yang dilakukan sehingga anak lebih tangkas.
memodulasi pengalaman emosional dan ekspresi. Permainan tradisional melibatkan seluruh aspek
Latar belakang masalah dalam penelitian ini perkembangan seperti motorik, kognitif, bahasa,
adalah munculnya berbagai permainan modern yang dan sosial-emosional anak.
sangat menarik minat anak, seperti gadget dan fun Perkembangan fisik-motorik dan sosial-
game lainnya. Anak terlihat asyik bermain di dunia emosional sangat perlu distimulasi sejak usia dini
maya secara individual, sehingga tidak memberi karena berdampak pada perkembangan lain, seperti
kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi. Hal ini perkembangan nilai agama dan moral, kognitif,
akan menyebabkan sikap pasif, apatis, dan tidak bahasa, maupun seni. Stimulasi tersebut tentunya
cekatan menghadapi realitas kehidupan. Jika hal dilakukan melalui kegiatan bermain. Russ (2004)
tersebut dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan dapat mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa kualitas
menghambat perkembangan motorik kasar pada fantasi bermain secara signifikan berhubungan
anak, dan memicu obesitas karena kurang gerak. dengan kemampuan untuk menggambarkan
Selain itu, kemampuan sosial emosional anak tidak pengalaman emosional dan pemahaman tentang
berkembang secara optimal karena suka menyendiri. emosi orang lain. Kemampuan untuk memahami
Sebagai pewaris budaya bangsa, sudah selayaknya emosi yang dialami sendiri dan pengalaman orang
anak diperkenalkan dengan berbagai permainan lain memberikan dasar untuk empati. Kemampuan
tradisional. Kenyataannya, permainan tradisional ini sangat signifikan dengan kemampuan untuk
jarang diterapkan pada pembelajaran PAUD padahal mengendalikan kemampuan verbal.
permainan tradisional dapat menstimulasi berbagai Model Pembelajaran PAUD dalam
Stimulasi Perkembangan Anak...

menstimulasi perkembangan anak melalui permainan kegiatan yang mengandung prinsip bermain. Mayke
tradisional Suku Batak Toba adalah seperangkat dalam Sudono (2000) menyatakan bahwa belajar
kegiatan yang dirancang dalam suatu kegiatan dengan bermain memberi kesempatan kepada
bermain bagi kelompok usia 5-6 tahun dalam anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang,
mengeksplorasi berbagai permainan tradisional menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktikkan,
Suku Batak Toba. Program ini bermanfaat untuk dan mendapatkan bermacam-macam konsep
menstimulasi kemampuan motorik dan sosial serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya.
emosional anak, terutama usia 5–6 tahun. Pada Melalui hal tersebut, terjadilah proses pembelajaran
usia ini, anak telah mencapai tumbuh kembang yang anak dapat mengambil keputusan, memilih,
optimal sesuai perkembangan anak usia dini, baik menentukan, mencipta, memasang, membongkar,
fisik, sosial-emosional, maupun mentalnya. Anak mengembalikan, mencoba, mengeluarkan pendapat,
sudah bisa bekerja sama, mengerti pembicaraan memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas,
yang menggunakan tujuh kata atau lebih, mengikuti bekerjasama dengan teman, dan mengelola berbagai
aturan permainan, dan mampu mengelola emosinya. macam perasaan. Oleh karena itu, satuan PAUD
Karena berbagai keterbatasan, maka rumusan harus mampu memfasilitasi kebutuhan bermain anak
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana agar stimulasi perkembangannya optimal.
program pembelajaran PAUD melalui permainan Mulyani, dkk (2005) menyatakan bahwa
tradisional Suku Batak Toba dalam menstimulasi perkembangan anak adalah tahapan-tahapan
perkembangan anak? sedangkan jenis permainan penting yang dicapai anak akibat pertumbuhan
yang diteliti ada sebanyak tiga jenis, yaitu marsibahe, dan proses belajar dalam hidupnya, yang antara
marsitekka, dan marampera. Pemilihan jenis lain meliputi perkembangan fisik, kognitif (mental),
permainan ini berdasarkan kemampuan anak usia bahasa, serta sosial dan emosional. PAUD
5-6 tahun dalam melakukan permainan. merupakan salah satu jenjang pendidikan yang
Tujuan penelitian ini adalah (1) menggali dan
memiliki peran strategis dalam proses pendidikan
memperkenalkan permainan tradisional kepada
secara keseluruhan karena merupakan landasan dan
anak sejak dini; (2) mengumpulkan data, fakta, atau
wahana penyiapan anak untuk memasuki pendidikan
informasi mengenai stimulasi perkembangan anak
dasar, oleh karena itu, PAUD harus memperoleh
melalui permainan tradisional Suku Batak Toba; serta
perhatian yang memadai. PAUD berfungsi membina,
(3) mengetahui seberapa besar permainan tradisional
menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh
Suku Batak Toba dapat menstimulasi pencapaian
potensi anak usia dini secara optimal yang dilakukan
perkembangan anak sedangkan manfaat penelitian
melalui kegiatan bermain, sehingga terbentuk
ini adalah (1) memupuk rasa cinta tanah air dan
perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap
kebudayaan daerah; (2) melatih kemampuan fisik,
perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk
memupuk kerja sama, meningkatkan kepercayaan
memasuki pendidikan selanjutnya.
diri memahami konsep sportivitas, belajar mengelola
Dalam Lampiran IV Peraturan Menteri
emosi, menggali kreativitas, dan bersosialisasi;
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
serta (3) memperluas wawasan guru PAUD dalam
Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
menstimulasi perkembangan fisik motorik dan sosial
PAUD dinyatakan bahwa pembelajaran adalah
emosional anak usia dini.
proses interaksi antara pendidik dengan anak melalui
Untuk m enduk ung dan m em perk uat
kegiatan bermain pada lingkungan belajar yang aman
pembahasan pada penelitian ini, terdapat beberapa
dan menyenangkan dengan menggunakan berbagai
teori yang digunakan sebagai rujukan penelitian.
sumber belajar. Dalam bermain, anak membuat
Pengertian Pembelajaran pada Pendidikan Anak
pilihan, memecahkan masalah, berkomunikasi, dan
Usia Dini
bernegosiasi. Anak menciptakan peristiwa khayalan,
Usia dini adalah masa k etik a anak
melatih keterampilan fisik, sosial, dan kognitif. Ketika
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
bermain, anak dapat mengekspresikan dan melatih
bermain. Oleh sebab itu, pembelajaran anak usia dini
emosi dari pengalaman dan kejadian yang ditemui
harus berpusat pada anak dengan menggunakan
setiap hari. Melalui kegiatan bermain bersama dan
prinsip belajar melalui bermain. Pembelajaran pada
mengambil peran berbeda, anak mengembangkan
PAUD dilaksanakan melalui bermain dan kegiatan-
kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang
Stimulasi Perkembangan Anak...

orang lain dan terlibat dalam perilaku pemimpin atau menggunakan alat yang menghasilkan pengertian
pengikut. Perilaku ini sangat diperlukan saat bergaul atau memberikan informasi, memberi kesenangan,
ketika dewasa. maupun mengembangkan imajinasi anak.
Menurut teori kelebihan energi yang Lingkup perkembangan sesuai tingkat usia
diungkapkan oleh Herbert Spencer dalam Montolalu anak meliputi aspek nilai agama dan moral, fisik-
(2010), bermain dipandang sebagai penutup atau motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.
klep keselamatan pada mesin uap. Energi atau Dalam pengembangan ini, lingkup perkembangan
tenaga yang berlebih pada anak perlu dibuang atau dibatasi perkembangan fisik-motorik dan sosial-
dilepaskan melalui bermain. Bermain merupakan emosional. Perkembangan fisik-motorik meliputi
bentuk pelepasan energi yang berlebih pada anak motorik kasar dan halus. Motorik kasar mencakup
sehingga perlu dibuang agar anak lebih memiliki kemampuan gerakan tubuh secara terkoordinasi,
kesiapan menerima materi pembelajaran. Melalui lentur, seimbang, lincah, lokomotor, non-lokomotor,
bermain, energi yang berlebih pada anak tidak dan mengikuti aturan. Motorik halus mencakup
digunakan untuk hal-hal yang bersifat destruktif, kemampuan dan kelenturan menggunakan jari dan
misalnya merusak alat dan bahan main. Bentuk alat untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan
bermain yang penting untuk tetap dipertahankan diri dalam berbagai bentuk. Perkembangan sosial-
adalah permainan tradisional karena mengandung emosional meliputi (a) kesadaran diri yang terdiri
unsur edukasi dan berakar dari budaya bangsa. dari memperlihatkan kemampuan diri, mengenal
M o n t e s s o r i d a lam S ud o no ( 2 0 0 0 ) , perasaan sendiri dan mengendalikan diri, serta
menekankan bahwa ketika anak bermain, akan mampu menyesuaian diri dengan orang lain; (b) rasa
mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang tanggung jawab untuk diri dan orang lain, mencakup
terjadi di lingkungan sekitarnya. Dalam pendidikan kemampuan mengetahui hak-haknya, mentaati
anak usia dini, bermain identik dengan belajar, aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung
karena melalui bermain, anak memahami pengertian jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama; dan
atau konsep-konsep melalui benda-benda konkret. (c) perilaku prososial yang mencakup kemampuan
Belajar melalui bermain memberi kesempatan bermain dengan teman sebaya, memahami
kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, perasaan, merespon, berbagi, serta menghargai
menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktikkan, hak dan pendapat orang lain, bersikap kooperatif,
dan memperoleh bermacam-macam konsep serta toleran, dan berperilaku sopan.
pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Berdasarkan uraian di atas, stimulasi
Pengertian pembelajaran pada penelitian ini perkembangan anak pada penelitian ini adalah
adalah kegiatan bermain yang dilakukan melalui rangsangan yang diberikan pada anak melalui
permainan tradisional Suku Batak Toba dengan permainan tradisional Suku Batak Toba untuk
sasaran anak usia 5–6 tahun. Sebagaimana mencapai perkembangan fisik-motorik dan sosial-
diungkapkan Sudono (2000), ciri-ciri anak usia 5–6 emosional anak usia 5–6 tahun.
tahun antara lain (a) gerakan lebih tangkas, Permainan Tradisional Suku Batak Toba
(b) berjalan dan melangkah lebih tegap, (c) berdiri Anak adalah pewaris budaya bangsa yang
dengan satu kaki lebih dari 8 detik, (d) lari berjingkat kreatif, karenanya pendidik harus mampu memberi
dengan dua kaki bergantian, (e) dapat mengatur rangsangan pendidikan atau stimulasi sesuai
keseimbangan tubuh, (f) bermain dengan kelompok kebutuhan anak dengan cara mengembangkan
dua sampai lima orang teman, (g) bekerjanya kemampuan sebagai pewaris budaya bangsa
terpacu oleh kompetisi dengan anak lain, dan (h) yang kreatif dan peduli terhadap permasalahan
dapat mendengarkan instruksi. masyarakat dan bangsa. Salah satu stimulasi
Stimulasi Perkembangan Anak yang dapat dilakukan adalah melalui permainan
Upaya menciptakan lingkungan yang tradisional. Pada hakikatnya, bermain bagi anak
mendukung tercapainya prestasi perkembangan anak
usia dini merupakan proses pembelajaran, untuk
dapat dilakukan melalui kegiatan bermain, karena itu dibutuhkan media yang mampu menstimulasi
dunia anak adalah dunia bermain. Sebagaimana
perkembangan anak melalui berbagai permainan
diungkapkan Sudono (2000), bermain adalah tradisional.
suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa Menurut Wikipedia bahasa Indonesia,
Stimulasi Perkembangan Anak...

permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi Dalam penelitian ini, manfaat utama yang akan dikaji
dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu dari permainan tradisional yang akan diteliti adalah
luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya untuk menstimulasi kemampuan motorik dan sosial-
dilakukan sendiri atau bersama-sama (kelompok) emosional anak usia 5–6 tahun.
sedangkan tradisional adalah segala sesuatu yang Permainan tradisional umumnya dilakukan
dituturkan atau diwariskan secara turun temurun secara berkelompok, sehingga permainan ini
dari orang tua atau nenek moyang. Jadi, permainan otomatis mengajarkan kebersamaan. Dalam
tradisional bisa diartikan sebagai perbuatan (baik permainan kelompok, anak membutuhkan teman
menggunakan alat atau tidak) yang diwariskan kelompok yang berarti memberi kesempatan pada
secara turun temurun dari nenek moyang, sebagai anak untuk bersosialisasi. Selain kebersamaan,
sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati. anak diajarkan untuk berempati, bergiliran, menaati
Permainan tradisional memiliki fungsi rekreatif, peraturan, juga solidaritas. Selain itu, anak akan
kompetitif, dan edukatif. Permainan tradisional yang dilatih kekompakannya dalam menyusun strategi
bersifat rekreatif dilakukan untuk mengisi waktu luang. agar dapat memenangkan permainan. Aktivitas
Permainan tradisional yang bersifat kompetitif (untuk fisik yang dilakukan anak ketika bermain secara
bertanding) memiliki aturan tertentu (terorganisir) langsung merangsang gerakan motorik anak, baik
sebagai kriteria pemenang, dimainkan secara motorik halus seperti menggambar, meremas,
beregu (minimal 2 orang per regu), dan mempunyai menggenggam, maupun motorik kasar seperti
kriteria yang menentukan siapa yang menang dan melompat, berlari, berjongkok, dan meloncat.
kalah. Permainan tradisional yang bersifat edukatif, Selain itu, bermain juga berfungsi untuk melatih
mengandung unsur-unsur pendidikan di dalamnya. dan mengembangkan gerakan otot pada anak,
Anak-anak diperkenalkan dengan berbagai macam contohnya dalam permainan marsitekka, permainan
keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan ini mendukung pertumbuhan anak terutama
diperlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai kecerdasan kinetiknya. Ketika bermain, anak
anggota masyarakat. Permainan jenis ini menjadi melompat dengan satu kaki sehingga akan berusaha
alat sosialisasi untuk anak-anak agar dapat untuk menyeimbangkan tubuhnya dan lompatan
menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok yang dilakukan juga baik bagi metabolisme tubuh.
sosialnya. Hampir semua permainan tradisional dilakukan
Permainan tradisional memang terkesan secara berkelompok. Melalui kegiatan berkelompok
sederhana, namun di balik itu sebenarnya permainan anak akan merasa nyaman dan terbiasa dalam
tradisional memiliki manfaat yang baik untuk kelompok, dapat memupuk rasa setia kawan,
perkembangan pertumbuhan anak. Banyak hal mengatur emosinya sehingga timbul toleransi dan
yang diperoleh anak dari sebuah permainan empati terhadap orang lain, mengembangkan sikap
tradisional melalui proses bermain, karena anak bekerjasama dengan kawan, serta memupuk sikap
terlibat secara langsung baik fisik maupun emosi sportif sejak dini.
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhannya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di PAUD Anugerah
Keterangan : O1 : Pre-test
Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten
Samosir pada minggu ke-4 Juli sampai dengan X : Perlakuan
minggu ke-5 Oktober 2015. Dilihat dari tujuannya, O2 : Post-test
penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan
menggunakan perhitungan statistik sederhana untuk Untuk mengetahui tingkat efektivitas program
mengetahui capaian perkembangan fisik-motorik dilakukan dengan analisis kuantitatif. Data yang
dan sosial-emosional anak pada saat sebelum dan dikumpul dianalisis dengan menggunakan statistik
sesudah penelitian. Penelitian ini menggunakan sederhana dengan menentukan rata-rata kelas
metode quasi eksperimen design dengan pre-test sebagai daya serap klasikal. Untuk mengetahui
dan post-test: O1 X O2. signifikansi program di uji dengan t-test berkorelasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah anak
usia dini 3-6 tahun berjumlah 33 orang sedangkan
Stimulasi Perkembangan Anak...

sampelnya adalah anak usia 5-6 tahun berjumlah observasi. Teknik dokumentasi digunakan untuk
18 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan mengumpulkan data dari sumber noninsani yang
dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dalam berupa dokumen-dokumen administrasi, gambar/
pendekatan kualitatif, data dikumpulkan dengan foto atau catatan-catatan lain yang berhubungan
cara observasi/mengunjungi langsung ke lokasi dengan fokus penelitian. Selain itu, data dan
dan mencatat temuan-temuan lapangan. Kemudian informasi digali melalui studi dokumen di berbagai
melakukan diskusi terfokus. Data/informasi yang perpustakaan dan lembaga/instansi yang memiliki
diperlukan diperoleh dengan menggunakan beberapa data dan informasi terkait dengan pengembangan
instrumen, yaitu instrumen monitoring untuk program.
memperoleh informasi tentang penyelenggaraan Berbagai data/informasi yang ditemukan
program, instrumen penelitian untuk memperoleh dianalisis dengan metode induktif, artinya berbagai
informasi tentang kondisi objektif yang terjadi data/informasi mula-mula dianalis dari yang khusus
pada saat proses pembelajaran berlangsung, dan menuju ke yang umum. Analisis ini dapat diartikan
instrumen observasi untuk memperoleh informasi pula menganalisis data/informasi dari yang kecil
tentang interaksi dalam pembelajaran. menuju ke yang besar. Setiap temuan akan dimaknai
Selain itu, dilakukan juga teknik dokumentasi sehingga benar-benar berarti.
yang dimaksudkan untuk melengkapi data dari

PEMBAHASAN
Hasil
No. Komponen Indikator Hasil

Ha si l p en e l iti an d ipe ro leh m el a l ui 3. Pengelola a. Kesesuaian Pengelola berpendidikan S1 kependi-


persyaratan dikan, selalu memberikan dukungan
pengamatan selama perlakuan program yang
pengelola positif dalam pelaksanaan program serta
meliputi penyelenggaraan program dan pencapaian selalu mau bekerjasama dengan tim
b. Kehadiran pengembangan dan pendidik dalam
perkembangan fisik-motorik dan sosial-emosional c. Aktvitas menyiapkan sarana prasarana
anak yang dilakukan selama kurang lebih 3 bulan. pengelola pendukung. Aktivitas pengelola juga aktif
membantu pendidik di lapangan.

Setiap datang ke lokasi penelitian, temuan-temuan 4. Admin- Daftar hadir: Administrasi kelompok belajar ma- sih
istrasi
dicatat sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan, Kelompok
butuh perbaikan dan dukungan dalam
a. anak hal jadwal kegiatan dan bahan ajar.
terdiri dari instrumen monitoring dan evaluasi serta Belajar b. pendidik Untuk administrasi daftar hadir peserta
c. Jadwal kegiatan
instrumen pengamatan perkembangan fisik-motorik d. Bahan ajar
didik dan pendidik sudah baik.
5. Tempat
dan sosial-emosional anak usia 5–6 tahun. Belajar Untuk tempat belajar sudah memenuhi
a. Kenyamanan
Pengamatan terhadap penyelenggaraan program b.Penerangan dan kriteria tempat belajar yang nya- man
dan memiliki penerangan dan fasilitas
Pengamatan terhadap penyelenggaraan fasilitas air bersih
air bersih yang cukup baik.
6. Sarana
program seperti terlihat pada Tabel 1. Belajar
Perbandingan sarana dengan peser- ta
Tabel 1 a. Perbandingan
didik masih belum sebanding. Sarana
sarana dengan
Hasil Penyelenggaraan Program peserta didik masih perlu ditambah, un- tuk itu
b. Kesesuaian pengembangan memberikan bantuan
sarana sarana agar dapat mem- bantu
No. Komponen Indikator Hasil pengelola melengkapi sara- na yang
dibutuhkan peserta didik.

1. Peserta a. Ketepatan Dari segi peserta didik dapat di- 7. Program a. Kesesuaian: Untuk program belajar sudah sesuai dan
jumlah Belajar jadwal metode yang digunakan juga sudah
didik katakan sesuai dengan persyaratan yang b. Kesesuaian
sesuai yaitu belajar melalui bermain.
diharapkan dimana jumlah peserta metode
b. Kesesuain Dalam hal instrumen penilaian masih
c. Instrumen
persyaratan didik khususnya yang dike- nakan butuh penguatan karena secara umum
penilaian
c. Persentase perlakuan (usia 5-6) tahun yang lembaga belum memilikinya
kehadiran peserta berjumlah 18 orang memenuhi

persyaratan dan persentase ke- 8. Ragi


Lomba antar regu Ragi belajar diberikan dalam bentuk
Belajar
hadiran mencapai lebih dari 90%.
2. Pendidik a. Kesesuaian per- pujian dan lomba antar regu. Sesekali diberikan
hadiah berupa makanan.
Pendidik yang melaksanakan keg-

syaratan pendidik b. Kehadiran p n idik


c. Aktvitas e d
iatan permainan tradisional ini sudah 9. Dana Belajar Sumber
a. Sumber Stimulasi Perkembangan Anak...
memenuhi persyaratan dengan kuali- fikasi: 2 dana dana
b. Alokasi dana kegiatan
orang S1 PAUD dan 1 orang SMA. Aktivitas
berasal dari
pendidik juga sangat baik, mereka hadir
10. Hasil Belajar uang iuran
setiap hari (100%) serta aktif membimbing
peserta
anak agar mampu melakukan permainan
a. Program didik dan
sesuai dengan aturan yang ditetapkan meski-
terse- lenggara bantuan
pun awalnya mengalami kesulitan. b. 80% peserta dari pi- hak
akt lain yang
if
tidak
mengikat.
Alokasi
dana
ditujukan
untuk
insentif
pendidik,
pengelola
dan biaya
insidental
lainnya

Hasi
belajar
sangat
baik
dimana
semua
stakeholder
memberika
n du-
kungan
dan
peserta
sangat
aktif hinga
lebih dari
90%
partisipasi
aktif
Stimulasi Perkembangan Anak...

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada komponen


No. Capaian Perkembangan
peserta didik terdapat kesesuaian jumlah peserta
didik yakni 18 orang, kesesuaian persyaratan peserta 4. Memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi

didik yakni usia 5–6 tahun, dan tingkat kehadiran 5. Mengenal perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar (mengendal-
ikan diri secara wajar)
peserta didik yakni 90%. Hal ini sangat penting
untuk melihat konsistensi peserta didik dari segi 6. Tahu akan haknya
jumlah, usia, dan kehadiran. Komponen pendidik 7. Menaati aturan kelas (kegiatan, aturan)
menunjukkan adanya kesesuaian persyaratan 8. Mengatur diri sendiri

pendidik yakni minimal 1 orang pendidik berkualifikasi 9. Bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri

S1 PAUD, kehadiran minimal 90%, dan aktif dalam 10. Bermain dengan teman sebaya

11. Mengetahui perasaan temannya dan merespon secara wajar


melakukan stimulasi pada peserta didik. Komponen
12. Berbagi dengan orang lain
pengelola memiliki kesesuaian persyaratan yakni
13. Menghargai hak/pendapat/karya orang lain
minimal berkualifikasi SLTA, hadir setiap hari dan
14. Bersikap kooperatif dengan teman
mendukung terlaksananya stimulasi. 15. Menunjukkan sikap toleran
Untuk komponen administrasi, tersedia 16. Mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada (senang-
sedih-antusias dsb)
daftar hadir peserta didik, guru, dan pengelola
namun jadwal stimulasi tidak dilakukan setiap hari.
Panduan-panduan untuk permainan tradisional juga
Pengamatan dilakukan sebelum (pre-test)
masih minim. Komponen tempat belajar sangat
dan sesudah (post-test) melakukan permainan
mendukung terselenggaranya permainan tradisional.
tradisional dengan rentang skor berikut (1) skor
Sementara sarana permainan tidak mencukupi
1: Belum Berkembang (BB); (2) skor 2: Mulai
untuk semua anak, sehingga ada yang bergantian
Berkembang (MB); (3) Skor 3: Berkembang Sesuai
melakukan permainan. Jika semua anak bisa
Harapan (BSH); dan (4) Skor 4: Berkembang Sangat
setiap hari melakukan permainan tradisional dan
Baik (BSB).
peralatan main lengkap, tentu hasilnya akan lebih
Stimulasi melalui permainan tradisional
maksimal. Komponen program belajar menunjukkan
Marsibahe dapat dilihat bahwa skor pre-test terendah
kesesuaian jadwal dan metode belajar namun
adalah 1,9 dan tertinggi adalah 3,3, sedangkan skor
instrumen penilaian belum lengkap.
post-test terendah adalah 2,1 dan tertinggi 3,4.
Pada komponen ragi belajar, dilakukan lomba
Hasil analisis terhadap pencapaian perkembangan
antarregu. Komponen dana belajar menunjukkan
fisik-motorik dan sosial-emosional anak usia 5–6
bahwa penggunaan dana masih berkisar pada
tahun sebanyak 18 orang yang distimulasi melalui
kebutuhan pokok yaitu gaji guru dan pengelola, untuk
permainan tradisional Marsibahe terlihat adanya
memenuhi kebutuhan akan permainan tradisional
peningkatan skor rata-rata pre-test dan post-test dari
belum semuanya terpenuhi. Komponen hasil belajar
2,4 menjadi 2,7 atau 12,5%.
menunjukkan hasil yang sangat baik karena > 90%
Untuk stimulasi melalui permainan tradisional
anak mau dan berhasil melakukan permainan
Marsitekka dapat dilihat bahwa skor pre-test terendah
tradisional.
adalah 2,0 dan tertinggi adalah 3,3, sedangkan skor
Hasil pengamatan terhadap perkembangan anak
post-test terendah adalah 2,3 dan tertinggi 3,4.
Pengum pulan data pengam atan
Hasil analisis terhadap pencapaian perkembangan
perkembangan fisik-motorik dan sosial-emosional
fisik-motorik dan sosial-emosional anak usia 5–6
untuk setiap anak menggunakan instrumen yang
tahun sebanyak 18 orang yang distimulasi melalui
mengacu pada Permendikbud No. 137 tahun 2014
permainan tradisional Marsitekka terlihat adanya
sebanyak 16 butir pengamatan yang memuat
peningkatan skor rata-rata pre-test dan post-test
capaian perkembangan seperti terlihat pada Tabel 2.
dari 2,4 menjadi 2,7 atau 12,5%.
Tabel 2
Untuk stimulasi melalui permainan tradisional
Capaian Perkembangan Anak
Marampera dapat dilihat bahwa skor pre-test
No. Capaian Perkembangan terendah adalah 1,9 dan tertinggi adalah 3,3,
sedangkan skor post-test terendah adalah 2,2 dan
1. Melakukan gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk melatih kelenturan, tertinggi 3,4. Hasil analisis terhadap pencapaian
keseimbangan, dan kelincahan

2. Melakukan permainan fisik dengan aturan


perkembangan fisik motorik dan sosial emosional
3. Terampil menggunakan tangan kanan dan kiri anak usia 5–6 tahun sebanyak 18 orang yang
distimulasi melalui permainan tradisional Marsibahe Stimulasi Perkembangan Anak...
Stimulasi Perkembangan Anak...

terlihat adanya peningkatan skor rata-rata pre-test juga memberi alternatif pilihan dalam menggendong
dan post-test dari 2,4 menjadi 2,7 atau 12,5%. atau memikul benda yang berat.
Sebelum melakukan permainan, pendidik
Data di atas menunjukkan bahwa capaian
dan peserta didik membuat aturan main sehingga
perkembangan setiap anak berbeda-beda namun
anak terbiasa melakukan permainan fisik dengan
secara umum untuk ketiga jenis permainan hampir
aturan. Ketika melempar kayu (gacok), anak dapat
sama bahkan memiliki rata-rata sama, baik nilai pre-
menggunakan tangan kanan atau kiri secara
test (2,4) maupun post-test (2,7). Berdasarkan data
bergantian yang bertujuan agar anak terampil
pencapaian perkembangan fisik-motorik dan sosial-
menggunakan tangan kanan dan kiri. Hal ini
emosional anak di atas, dapat diketahui signifikansi
memperlihatkan kemampuan diri untuk
program dengan melakukan uji t-test berkorelasi
menyesuaikan dengan situasi.
(dependent sample).
Melalui permainan marsibahe, anak mengenal
Derajat kebebasan (dk) adalah = n–1=
perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar
18–1 = 17. Nilai ini dikonfirmasi ke dalam daftar
(mengendalikan diri secara wajar), hal ini terjadi
Distribusi t dengan taraf signifikansi 5% dan terlihat
ketika anak mendapat giliran untuk menggendong
t = 2,11. Pada taraf signifikansi 0,05 terlihat nilai
temannya. Anak menjadi tahu akan haknya sehingga
t > t (10,34 > 2,11) sehingga dapat disimpulkan
terstimulasi untuk menaati aturan main dan hal ini
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai yang
membiasakan anak untuk menaati aturan kelas,
diperoleh peserta didik sebelum dengan sesudah
dengan demikian, anak akan bertanggung jawab
melaksanakan permainan tradisional suku Batak
atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri dan
Toba pada taraf signifikansi 5%.
bermain dengan teman sebayanya. Hal ini sesuai
Pembahasan
Hasil penelitian ini telah membuktikan secara dengan pernyataan Montessori dalam Sudono
signifikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (2000) yang menekankan bahwa ketika anak
nilai yang diperoleh peserta didik sebelum dengan bermain, akan mempelajari dan menyerap segala
sesudah melaksanakan permainan tradisional suku sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Permainan marsibahe juga dapat menstimulasi
Batak Toba pada taraf signifikansi 5%, terlihat dari
nilai t > t (10,34 > 2,11). perilaku anak untuk menghargai hak/pendapat orang
Hasil capaian perkembangan anak setelah lain dan bersikap kooperatif dengan teman sehingga
mendapat stimulasi dengan permainan tradisional dapat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan
suku Batak Toba lebih tinggi dari sebelum stimulasi. kondisi yang ada (senang, sedih, antusias, dan
Hal ini sesuai dengan pernyataan Montessori dalam sebagainya).
Sudono (2000) yang menekankan bahwa ketika P er ma in an mar sitek ka m erup ak a n
anak bermain, akan mempelajari dan menyerap permainan yang dilakukan secara perorangan
segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya dengan melompati kotak-kotak pola secara berurutan
menggunakan satu kaki (engklek). Hal ini sesuai
sehingga mampu melakukan permainan tradisional
dengan baik. Berikut akan dideskripsikan stimulasi dengan ungkapan Sudono (2000), bahwa ciri-ciri
perkembangan anak melalui permainan tradisional anak usia 5–6 tahun antara lain (a) gerakan lebih
suku Batak Toba. tangkas, (b) berjalan dan melangkah lebih tegap, (c)
Permainan marsibahe dilakukan secara berdiri dengan satu kaki lebih dari 8 detik, (d) dapat
beregu dengan menggendong teman di punggung mengatur keseimbangan tubuh, (e) bermain dengan
secara bergantian. Kegiatan ini melatih otot kaki dan kelompok dua sampai lima orang teman, serta (f)
tulang punggung anak sehingga dapat melakukan bekerjanya terpacu oleh kompetisi.
gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk melatih Sebelum melakukan permainan, pendidik
kelenturan, keseimbangan, dan kelincahan. Hal ini dan peserta didik membuat aturan main sehingga
sesuai dengan ungkapan Sudono (2000), bahwa ciri- anak terbiasa melakukan permainan fisik dengan
ciri anak usia 5–6 tahun antara lain (a) gerakan lebih aturan. Kegiatan ini menggunakan satu kaki,
tangkas, (b) berjalan dan melangkah lebih tegap, (c) sehingga dapat melatih anak untuk melakukan
dapat mengatur keseimbangan tubuh, (d) bermain gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk melatih
berkelompok dengan dua sampai lima orang teman, kelenturan, keseimbangan, dan kelincahan. Anak
serta (e) bekerjanya terpacu oleh kompetisi, selain itu dapat menggunakan tangan kanan atau kiri ketika
Stimulasi Perkembangan Anak...

melempar dan mengambil ucak (gacok), hal ini dua kaki bergantian, (d) bermain dengan kelompok
melatih anak untuk terampil menggunakan tangan dua sampai lima orang teman, serta (e) bekerjanya
kanan dan kiri. terpacu oleh kompetisi. Ketika melompati tali karet,
Selain kemampuan-kemampuan fisik-motorik anak melakukan gerakan tubuh secara terkoordinasi
di atas, permainan marsitekka dapat menstimulasi untuk melatih kelenturan, keseimbangan, dan
sosial-emosional anak. Hal ini terlihat ketika kelincahan. Permainan ini memiliki aturan-aturan
anak menunjukkan kemampuan dirinya untuk yang mesti dipahami anak sehingga terstimulasi
menyesuaikan dengan situasi pada saat menunggu melakukan permainan fisik dengan aturan. Melalui
giliran bermain. Apabila anak melanggar aturan aturan-aturan dalam bermain, anak memperlihatkan
main, misalnya ketika menginjak garis, anak harus kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi
berganti dengan lawannya disertai rasa kecewa. Hal dan tahu akan haknya.
ini membuat anak terlatih mengenal perasaan sendiri Permainan marampera membantu anak
dan mengelolanya secara wajar (mengendalikan terstimulasi untuk senantiasa mentaati aturan dalam
diri secara wajar). Sebagaimana ungkapan Carolyn bermain yang pada gilirannya anak akan memahami
Triyon dan J.W Liliental dalam Moeslichatun aturan kelas. Hal ini merangsang anak untuk bisa
(2004) bahwa tugas-tugas perkembangan masa mengatur diri sendiri dan bertanggung jawab atas
kanak-kanak awal yang harus dijalani anak usia perilakunya untuk kebaikan diri sendiri, dengan
dini di antaranya mengembangkan pengendalian demikian, anak mampu bermain dengan teman
diri untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan sebayanya, menghargai hak/pendapat orang lain,
masyarakatnya. dan bersikap kooperatif dengan teman, serta dapat
Anak belajar untuk memahami bahwa setiap mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi
perbuatan memiliki konsekuensi atau akibat. Anak yang ada (senang, sedih, antusias, dan sebagainya).
yang mendapat giliran main mengetahui akan Hal ini sejalan dengan pendapat Carolyn Triyon dan
haknya untuk melakukan giliran main, dengan J. W. Lilienthal dalam Moeslichatun (2004), bahwa
demikian, anak mentaati aturan dalam kegiatan tugas perkembangan masa kanak awal di antaranya
main dan bertanggung jawab atas perilakunya belajar bergaul dengan anak lain yang dapat
untuk kebaikan diri sendiri dalam bermain dengan menghasilkan dampak tanggapan positif dari anak
teman sebaya. Hal ini dapat menstimulasi anak lain. Selain itu, dapat mengembangkan perasaan
untuk menghargai hak/pendapat orang lain, dan positif dalam berhubungan dengan lingkungan,
mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi seperti mengembangkan rasa kasih sayang terhadap
yang ada (senang, sedih, antusias, dan sebagainya). orang dan benda di sekitar.
Permainan marampera menggunakan karet Dari capaian perkembangan anak terhadap
gelang yang disambung-sambung hingga panjang permainan tradisional Suku Batak Toba, terlihat
seperti tali. Permainan ini dapat dilakukan beregu dan capaian perkembangan anak memiliki rata-rata sama
dapat pula perorangan. Sebagaimana diungkapkan untuk ketiga jenis permainan, baik nilai pre-test (2,4)
Sudono (2000), ciri-ciri anak usia 5–6 tahun antara maupun post-test (2,7), meskipun capaian setiap
lain (a) gerakan lebih tangkas, (b) berjalan dan anak berbeda-beda.
melangkah lebih tegap, (c) lari berjingkat dengan

PENUTUP
Kesimpulan Toba pada taraf signifikansi 5% terlihat dari nilai
Dari hasil analisis terhadap penelitian dapat t > t (10,34 > 2,11). Permainan tradisional Suku
disimpulkan bahwa capaian perkembangan anak Batak Toba dapat menstimulasi perkembangan fisik-
memiliki rata-rata sama untuk ketiga jenis permainan, motorik dan sosial-emosional anak usia 5–6 tahun.
baik nilai pre-test (2,4) maupun post-test (2,7), Pertama, melatih otot kaki dan tulang
meskipun capaian setiap anak berbeda-beda. punggung anak sehingga dapat melakukan gerakan
Terdapat perbedaan yang signifikan nilai yang tubuh secara terkoordinasi untuk melatih kelenturan,
diperoleh peserta didik sebelum dengan sesudah keseimbangan, dan kelincahan.
melaksanakan permainan tradisional Suku Batak Kedua, memberi alternatif pilihan dalam
Stimulasi Perkembangan Anak...

m enggendong atau m em ik ul benda yang Keempat, menstimulasi perilaku anak untuk


berat, menggunakan tangan kanan atau kiri menghargai hak/pendapat orang lain dan bersikap
secara bergantian yang bertujuan agar anak kooperatif dengan teman sehingga anak mengenal
terampil menggunakan tangan kanan dan kiri. perasaan sendiri dan dapat mengekspresikan emosi
Hal ini memperlihatkan kemampuan diri untuk yang sesuai dengan kondisi yang ada (senang-
menyesuaikan dengan situasi. sedih-antusias dsb), serta mengelolanya secara
Ketiga, anak terbiasa melakukan permainan wajar (mengendalikan diri secara wajar).
fisik dengan aturan. Melalui aturan-aturan dalam Kelima, anak belajar untuk memahami bahwa
bermain, anak memperlihatkan kemampuan diri setiap perbuatan memiliki konsekuensi atau akibat.
untuk menyesuaikan dengan situasi dan tahu akan Anak yang mendapat giliran main mengetahui akan
haknya sehingga terstimulasi untuk menaati aturan haknya untuk melakukan giliran main.
main dan hal ini membiasakan anak untuk menaati Saran
aturan kelas. Anak akan bertanggung jawab atas Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
perilakunya untuk kebaikan diri sendiri dan bermain mengenai stimulasi perkembangan anak melalui
dengan teman sebayanya. Anak menunjukkan permainan tradisional suku Batak Toba yang
kemampuan dirinya untuk menyesuaikan dengan difokuskan pada aspek perkembangan lainnya
situasi pada saat menunggu giliran bermain dan seperti nilai agama dan moral, kognitif, bahasa,
kesalahan dalam aturan main. serta seni.

DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Permendikbud RI No. 137 Tahun 2014 tentang Standar
Stimulasi Perkembangan Anak...
nasional pendidikan anak usia dini. Jakarta.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Permendikbud RI No. 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum
pendidikan anak usia dini tahun 2013. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 tentang
Sistem pendidikan nasional. Jakarta : Madya Duta.
Moeslichatoen. (2004). Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta: Rineka Cipta.
Stimulasi Perkembangan Anak...

Montolalu, B.E.F. (2010). Bermain dan permainan anaka. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mulyani, Y., & Gracinia, J. (2005). Belajar di rumah untuk anak usia pra sekolah. Jakarta: Gramedia.

Russ S.W. (2004). Play in child development and psychotherapy. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Publisher.

Sudono, A. (2000). Sumber belajar dan alat permainan. Jakarta: Gramedia.


Stimulasi Perkembangan Anak...

Jurnal Keperawatan Silampari (JKS)

Volume 1, No 2, Januari-Juni 2018

e-ISSN : 2581-1975

p-ISSN : 2597-7482

STIMULASI PERMAINAN PUZZLE BERPENGARUH


TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL DAN
KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH

Tunggul Sri Agus Setyaningsih¹, Hesti Wahyuni² 1,2Akademi Keperawatan RS Dustira


Cimahi tunggul_sriagussetyaningsih@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pemberian stimulasi permainan puzzle


terhadap perkembangan sosial dan kemandirian pada anak usia prasekolah. Penelitian
ini kuantitatif dengan desain Quasi eksperimental one group pre test –post test. Sample
adalah anak berusia 5 tahun (60 bulan) dengan status perkembangan meragukan pada
aspek sosialisasi dan kemandirian yang berjumlah 17 orang dengan teknik purpossive
sampling. Instrumen yang digunakan adalah puzzle dan Kuesioner Praskrining
Perkembangan Anak (KPSP). Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji
Wilcoxon terhadap status perkembangan anak sebelum dan sesudah intervensi yang
didapatkan nilai signifikan 0,000 ( p-value< 0,05 ), sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang bermakna antara pemberian stimulasi puzzle terhadap
perkembangan sosial dan kemandirian.

Kata kunci : Perkembangan Anak, Permainan Puzzle, Quasi Eksperimental.

ABSTRACT

The aimed of study to analyze theinfluenced of puzzle game stimulation on socialization


and independence development in preschoolers.This research was a quantitative
research with Quasi experimental one group pre test – post test design. The samples
were 5 years old (60 months) children with development in doubt on Stimulasi Perkembangan Anak...
socialization and
independence aspects which amounted to 17 people by purposive sampling technique.
The instrument of this research was using a puzzle and Pre- screening Children
Development Questioner. The statistical test used wilcoxon test for the children
development status before and after the intervention showed a significant value 0,000
(p-value < 0,05) so it can be concluded that there is a significant effect between puzzle
stimulation to socialization and independence development.

Keywords: Development Area, Puzzle, Quasi eksperimental

PENDAHULUAN

Perkembangan anak yang optimal pada usiadini akan menjadi penentu bagi
tahap-tahap perkembangan selanjutnya (Nugroho, 2009). Anak usia prasekolah yang
merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai 6
tahun dan fase ini merupakan usia emas (golden age) karena pada usia ini anak
memiliki peranan penting untuk mengembangkan berbagai potensi (Depdiknas, 2006;
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

Depkes, 2010). Stimulasi yang kurang pada anak dapat mengakibatkan gangguan
tumbuh kembang yang akan mempengaruhi perilaku anakdikemudian hari (Attwood,
2002).

Dilihat dari proporsi penduduk Indonesia 40% dari total populasi terdiri atas
anak dan remaja berusia 0-16 tahun dan sebanyak 13,5% anak balita Indonesia
merupakan kelompok usia berisiko tinggi mengalami gangguan perkembangan(Hamid,
2008). Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2013) diperkirakan 5-
10% anak mengalami keterlambatan perkembangan dan sekitar 1-3% balita mengalami
keterlambatan perkembangan umum (global developmental delay), namun angka
kejadian keterlambatan perkembangan di Indonesia sampai saat ini belum ada data
pasti, karena penelitian tentang hal ini belum banyak dilaporkan.

Christiari, Syamlan dan Kusuma (2013) menjelaskan bahwa skrining deteksi dini
perkembangan anak pernah dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2003 di 30 provinsi di
Indonesia dan dilaporkan 45,12% bayi mengalami gangguan perkembangan. Cakupan
deteksi dini tumbuh kembang anak prasekolah tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2007 sebesar 35,66% dengan kisaran antara yang terendah 3,82% di Kabupaten
Kebumen dan yang tertinggi 100% di Kabupaten Kendal. Hasil cakupan di tahun 2008
sebesar 44,76% meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2007. Pusdatin
Kemenkes RI (2008) menjelaskan dalam Profil Kesehatan Jawa Tengah bahwa cakupan
tersebut masih jauh dibawah target tahun 2006 sebesar 75%.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan


September 2015 di TK Aisyiyah dari hasil wawancara yang dilakukan pada kepala
sekolah mengatakan bahwa anak berada di TK selama 30 jam dalam seminggu. Hasil
skrining perkembangan yang dilakukan dengan menggunakan Kuesioner Praskrining
Perkembangan (KPSP), didapatkan bahwa sosialisasi dan kemandirian menjadi aspek
keterlambatan perkembangan anak paling banyak.Melihat kondisi tersebut diperlukan
stimulasi sesuai dengan usia anak prasekolah yang dikenal dengan masa usia bermain.
Salah satu alat permainan yang dapat digunakan untuk membantu stimulasi
perkembangan anak adalah puzzle. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian stimulasi permainan puzzle terhadap perkembangan sosial dan kemandirian
pada anak usia prasekolah di TK Aisyiyah Petanahan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desainQuasi


eksperimental one group pre test –post test. Sample adalah anak berusia 5 tahun (60
bulan) dengan status perkembangan meragukan pada aspek sosialisasi dan kemandirian
yang berjumlah 17 orang dengan teknik purpossive sampling. Instrumen yang
digunakan adalah puzzle dan Kuesioner Praskrining Perkembangan Anak (KPSP). Hasil
penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon.

HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
Stimulasi Perkembangan Anak...

Analisa univariat pada penelitian ini menggambarkan karakteristik responden,


serta perkembangan sosial dan kemandirian anak sebelum dan sesudah intervensi.

1. Karakteristik Responden Anak. Karakteristik anak di bawah ini adalah karakteristik


sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin anak.

63
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Anak di TK

Aisyiyah Petanahan pada Bulan November 2015

Karakteristik Responden Frekuensi (n) Presentase (%)

Jenis Kelamin Anak

Laki-laki 11 64,7 %

Perempuan 6 35,3 %

Berdasarkan tabel 1. menunujukkan distribusi frekuensi responden berdasarkan


jenis kelamin anak. Karakteristik jenis kelamin anak dari 17 responden mayoritas
responden adalah laki-laki yaitu berjumlah 11 orang (64,7%), sedangkan perempuan
berjumlah 6 orang (35,3%).

2. Perkembangan Sosial dan Kemandirian Anak Sebelum dan Sesudah Intervensi.


Hasil penelitian ini berupa perkembangan sosial dan kemandirian anak sebelum
intervensi dan sesudah intervensi yang dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.

Perbedaan Rerata SkorPerkembangan Sosial dan Kemandirian Anak Sebelum Intervensi dan Sesudah

IntervensipadaBulanNovember 2015

Variabel Rata-rata Standar Minimal

Deviasi –

Maksimal

Perkembangan Sosial dan Kemandirian Anak

Sebelum Intervensi (pre test score) 1,47 0,717 0–2

Perkembangan Sosial dan Kemandirian Anak


Sesudah Intervensi (post test score) 2,64 0,606 1–3

Berdasarkan tabel 2. menunjukkan perkembangan sosial dan kemandirian anak


pada responden sebelum dan sesudah intervensi. Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata
perkembangan sosial dan kemandirian anak sebelum intervensi adalah 1,47 dengan
Stimulasi Perkembangan Anak...
standar deviasi 0,717, sedangkan sesudah intervensi berupa pemberian stimulasi
permainan puzzle pada perkembangan sosial dan kemandirian nilai rata-rata
perkembangan sosial dan kemandirian anak meningkat menjadi 2,64 dengan nilai
standar deviasi menurun menjadi 0,606.

Analisa Bivariat

Analisa bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai
pengaruh pemberian stimulasi permainan puzzle pada perkembangan sosial dan
kemandirian. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisa perbedaan rerata status
perkembangan sosial dan kemandirian pada anak prasekolah sebelum dan sesudah
intervensi.

1. Uji Normalitas. Sebelum dilakukan analisis bivariat, dilakukan uji normalitas


terlebih dahulu terhadap data yang telah diperoleh. Hasil uji normalitas akan
menentukan analisis bivariat yang akan digunakan. Jika hasil uji normalitas sebaran
data normal maka untuk analisis bivariat menggunakan uji tberpasangan, bila
sebaran data tidak normal, uji yang digunakan adalah uji Wilcoxon. Hasil uji
normalitas yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

64
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

Tabel 3.

Distribusi Hasil Uji Normalitas Data Bulan November 2015

Variabel Frekuensi (N) Shapiro-Wilk

Df Sig.

Perkembangan Sosial dan Kemandirian Anak


Sebelum Intervensi (pre test score) 17 17 0,000

Perkembangan Sosial dan Kemandirian Anak


Setelah Intervensi (post test score) 17 17 0,001

Tabel 3. menjelaskan hasil uji normalitas menggunakan shapiro- wilk karena


jumlah responden ≤ 50 orang (Dahlan, 2012). Hasil uji normalitas untuk nilai pre test
perkembangan sosial dan kemandirian anakadalah 0,000 sedangkan untuk nilai post test
adalah 0,001. Hal ini menunjukan bahwa data pre test dan post test tersebut tidak
terdistribusi normal ( p-value <0,05), sehingga akan dilakukan transformasi data
terlebih dahulu.

2. Pengaruh Pemberian Stimulasi Permainan Puzzle terhadap Perkembangan Sosial


dan Kemandirian terhadap Perbedaan Rerata Skor pada Pre test-Post test

Analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji non parametrik
menggunakan uji Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon digunakan untuk mengetahui
pengaruh intervensi berupa pemberian stimulasi permaian puzzle terhadap
perkembangan sosial dan kemandirian anak. Hasil uji Wilcoxon yang didapatkan
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.

Pengaruh Pemberian Stimulasi Permainan Puzzle TerhadapPerbedaan Rerata Skor

pada Pre Test-Posttestpada Bulan November2015


Variabel Frekuensi Rata- Minimum p-
Stimulasi Perkembangan Anak...
(N) rata – value

Maksimum

Perkembangan Sosial dan Kemandirian


Anak 17 1,47 0–2

Sebelum Intervensi (pre test score)

Perkembangan Sosial dan Kemandirian


Anak 17 2,64 1–3 0,00

Sesudah Intervensi (post test score)

Berdasarkan tabel 4. menunjukkan rerata skor perkembangan sosial dan


kemandirian anak dengan analisis uji Wilcoxon dengan nilai α = 0,05 yaitu didapatkan
nilai signifikan 0,000 ( p-value < 0,05 ). Secara statistik terdapat pengaruh bermakna
stimulasi permainan puzzle yang diberikan terhadap nilai rerata perkembangan sosial
dan kemandirian anak sebelum dengan sesudah intervensi.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini karakteristik responden anak adalah anak yang berusia 5
tahun (60 bulan) yang mengalami keterlambatan pada aspek sosisalisasi dan
kemandirian dan dibagi berdasarkan jenis kelamin anak. Dari 17 responden mayoritas

65
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

responden adalah laki-laki yaitu berjumlah 11 orang (64,7%), sedangkan perempuan


berjumlah 6 orang (35,3%). Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tjanradjani et al (2012) tentang keluhan keterlambatan perkembangan umum (KPU)
anak bahwa sebaran responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki (66%)
lebih banyak dibandingkan dengan perempuan (34%). hal ini relatif sama dengan
penelitian lain yang menyatakan bahwa kebanyakan pasien KPU adalah laki-laki.

Jenis kelamin sendiri merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
tumbuh kembang anak yang termasuk kedalam faktor dalam (internal), sehingga
tumbuh kembang antara anak laki-laki dan perempuan cenderung akan berbeda (Depkes
RI, 2010), namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan
antara jenis kelamin anak terhadap keterlambatan perkembangan anak.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan sosial dan


kemandirian anak sebelum intervensi adalah 1,47 dengan standar deviasi 0,717,
sedangkan sesudah intervensi berupa pemberian stimulasi permainan puzzle pada
perkembangan sosial dan kemandirian nilai rata-rata perkembangan sosial dan
kemandirian anak meningkat menjadi 2,64 dengan nilai standar deviasi menurun
menjadi 0,606.

Perkembangan merupakan suatu proses yang terjadi secara simultandengan


pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu untukberfungsi, yang dihasilkan
melalui proses pematangan dan prosesbelajar dari lingkungannya (Supartini, 2004).
Wong (2009) menjelaskan bahwa perkembangan sosialdan kemandirian anak
prasekolah sudah dapat berhubungan dengan orang yang tidak dikenaldengan mudah
dan mentoleransi perpisahan singkat dari orang tuadengan sedikit atau tanpa protes,
merekamampu mengemukakan keinginan akan kemandirian danmelakukannya secara
mandiri karena perkembangan fisik dankognitifnya yang semakin meningkat, pada usia
4 sampai 5 tahun merekahanya memerlukan sedikit bantuan (jika perlu) untuk
berpakaian, makan atau ke toilet. Menurut Depkes (2010) menjelaskan bahwa
sosialisasi dan kemandirian merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan
ibu atau pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya dan
sebagainya.

Pendidikan prasekolah membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan


sikap, intelektual, ketrampilan fisik dan motorik, sosial, moral, dan daya cipta yang
diperlukan oleh anak- anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta untuk
pertumbuhan dan perkembangan tahap selanjutnya. Salah satu ciri pada usia ini adalah
mulai meluasnya lingkungan sosial anak. Bila pada usia sebelumnya anak merasa cukup
dengan lingkungan pergaulan dalam keluarga, maka pada usia prasekolah mulai
merasakan adanya kebutuhan untuk memiliki teman bermain, serta memiliki aktivitas
yang teratur di luar lingkungan rumah. Bagi anak-anak yang bersekolah di sebuah
Taman Kanak-kanak (TK) memiliki kebutuhan akan adanya seorang figur pendidik,
memiliki kebutuhan untuk beraktivitas dalam situasi dan kondisi yang bervariasi,
tempat anak-anak belajar mengembangkan potensi yang ada pada dirinya,
mengembangkan kemandirian dan memperoleh pengalaman yang lain yaitu tunduk
pada otoritas selain orang tuanya. Pengalaman inilah yang membuat anak menjadi
perlunya melihat persoalan dari sudut pandang orang lain. Kemampuan inilah yang
Stimulasi Perkembangan Anak...
disebut sebagai kemampuan kognisi sosial yang pada tahap perkembangan seterusnya
akan menjadi dasar anak untuk dapat bersosialisasi dengan baik. TK sebagai area
penting jembatan antara keluarga dan sekolah formal bagi anak-anak adalah lebih jauh

66
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

dari sekedar menyediakan tempat bersosialisasi, tetapi juga proses internalisasi nilai dan
perilaku yang diterima di masyarakat termasuk kemandirian.

Hasil penelitian ini didapatkan dari total 117 anak yang dilakukan screening
perkembangan anak didapatkan 29 anak (24,5%) denganstatus perkembangan
meragukan. Dari 29 anak dengan perkembanganmeragukan tersebut didapatkan 23 anak
dengan keterlambatan padaaspek sosialisasi dan kemandirian, dan 6 anak dengan
keterlambatanpada aspek perkembangan lainnya (pada aspek bicara bahasa dan
gerakhalus). Ini menandakan bahwa masih adanya keterlambatan perkembangan pada
anak prasekolah (5 tahun) terutama pada aspek sosialisasi dan kemandirian.

Berdasarkan hasil diatas pada kemampuan sosialisasi dan kemandirian sejalan


dengan teori yang dijelaskan oleh Novita, Windya. (2007), bahwa penilaian
perkembangan anak untukmendeteksi keterlambatan sedini mungkin penting dilakukan
karena gangguankemampuan belajar cenderung muncul sebagai akibat
perkembanganterlambat, tetapi belum tentusebaliknya. Jamaris (2006) menjelaskan
bahwa pada anak usia prasekolah mulai dapat memecahkan masalah, mulai belajar
mengembangkan keterampilan mendengar untuk mempermudah berinteraksi dengan
lingkungan, proses berpikir sesuai dengan yang ditangkap panca indera. Menurut
Hidayat (2011) menjelaskan proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan,
misalnya pada saat anak akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan
merasakan ada teman yang dunianya sama. Pada usia prasekolah anak sudah mulai
menyadari keberadaan teman sebaya, sehingga diharapkan anak mampu melakukan
sosialisasi dengan teman dan orang lain.

Usia prasekolah merupakan masa kritis dalam perkembangan siklus hidup


seseorang. Menurut Erikson (1950) dalam Soetjiningsih, C. H. (2012), anak usia
prasekolah berada pada tahap initiative vs guilt yang sedang berkembang ke arah
industry vs inferiority. Pada tahap ini anak mengalami perkembangan yang positif
dalam kreativitas, memiliki banyak ide dan imajinasi, berani mencoba, berani
mengambil risiko, dan mudah bergaul. Sudaryanti (2012) menyatakan bahwa anak usia
dini memiliki perkembangan fisik, motorik, intelektual, dan sosial yang sangat pesat
dan menjadi landasan awal bagi tumbuh dan kembang anak. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya masa pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini yang tentunya
membutuhkan stimulasi yang baik dari lingkungan di sekitarnya. Apabila masa usia dini
anak tidak diberikan pengasuhan yang baik, maka dimungkinkan akan terjadi
permasalahan pada perkembangan anak di masa mendatang.

Perkembangan sosial merupakan perkembangan tingkah laku pada anak yang


diminta untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku dalam lingkungan
masyarakat. Dengan kata lain, perkembangan sosial merupakan proses belajar anak
dalam menyesuaikan diri dengan norma, moral dan tradisi dalam sebuah kelompok
(Yahro, 2009). Piaget menunjukkan adanya sifat egosentris yang tinggi pada anak
karena anak belum dapat memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain (Suyanto,
2005). Pada tahapan ini anak hanya mementingkan dirinya sendiri dan belum mampu
bersosialisasi secara baik dengan orang lain. Anak belum mengerti bahwa lingkungan
memiliki cara pandang yang berbeda dengan dirinya (Suyanto, 2005). Anak masih
melakukan segala sesuatu demi dirinya sendiri bukan untuk orang lain.
Awal perkembangan sosial pada anak tumbuh dari hubungan anak Stimulasi Perkembangan
dengan orangAnak...
tua atau pengasuh dirumah terutama anggota keluarganya. Anak mulai bermain bersama
orang lain yaitu keluarganya. Tanpa disadari anak mulai belajar berinteraksi dengan
orang diluar dirinya sendiri yaitu dengan orang-orang disekitarnya. Interaksi sosial

67
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

kemudian diperluas, tidak hanya dengan keluarga dalam rumah namun mulai
berinteraksi dengan tetangga dan tahapan selanjutnya ke sekolah.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau


bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan
sosial atau norma dalam masyarakat. Proses ini biasanya disebut dengan sosialisasi.
Tingkah laku sosialisasi adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sekedar hasil dari
kematangan. Perkembangan sosial anak diperoleh selain dari proses kematangan juga
melalui kesempatan belajar dari respons terhadap tingkah laku.

Perkembangan sosial mulai agak komplek ketika anak menginjak usia 4 tahun
anak mulai memasuki ranah pendidikan yang paling dasar yaitu taman kanak-kanak
(Rahman, 2002). Pada masa ini anak belajar bersama teman-teman diluar rumah. Anak
sudah mulai bermain bersama teman sebaya (cooperative play). Vygotsky dan Bandura
menyebutnya dengan teori belajar sosial melalui perkembangan kognitifnya. Anak usia
TK (4-6 tahun) perkembangan sosial sudah mulai berjalan. Hal ini tampak dari
kemampuan mereka dalam melakukan kegiatan secara berkelompok. Kegiatan bersama
berbentuk seperti sebuah permainan. Tanda-tanda perkembangan pada tahap ini adalah
anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam
lingkungan bermain, sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan, anak
mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain, dan anak mulai dapat bermain
bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer group). Dari sisi sosial emosional,
kegiatan bermain dalam melatih anak dalam memahami perasaan teman lainnya.
Konflik dalam interaksi keduanya akan membantu anak dalam memahami bahwa orang
selain dirinya yaitu temannya memiliki cara pandang yang berbeda dari dirinya.

Begitu pentingnya perkembangan sosial hingga Sri Esti (Yahro, 2009)


mengatakan bahwa anak yang kurang popular adalah anak yang kurang memiliki
keterampilan sosial. Perkembangan sosial dapat dipetakan dalam beberapa aspek.
Kostelnik, Soderman dan Waren (Yahro, 2009) menyebutkan bahwa perkembangan
sosial meliputi komperensi sosial dan tanggung jawab sosial. Kompetensi sosial
menggambarkan keefektifan kemampuan anak dalam beradaptasi dengan lingkungan
sosialnya, misalnya mau bergantian dengan teman lainnya dalam sebuah permainan.
Tanggung jawab sosial menunjukkan komitmen anak terhadap tugasnya, menghargai
perbedaan individual, memperhatikan lingkungannya dan mampu menjalankan
fungsinya. Perkembangan sosial anak diperoleh dari kematangan dan kesempatan
belajar dari berbagai respons lingkungan terhadap anak. Perkembangan sosial yang
optimal diperoleh dari respons sosial yang sehat dan kesempatan yang diberikan kepada
anak untuk mengembangkan konsep diri yang positif. Melalui kegiatan bermain, anak
dapat mengembangkan minat dan sikapnya terhadap orang lain dan sebaliknya aktivitas
yang terlalu banyak didominasi oleh guru akan menghambat perkembangan sosial emosi
anak.

Kemandirian merupakan kemampuan untuk mengelola semua milik kita,


mengelola waktu, berjalan dan berfikir secara mandiri, disertai kemampuan untuk
mengambil resiko dan memecahkan masalah (Depkes, 2010). Menurut Erikson ( dalam
Deswita, 2011) menyatakan kemandirian merupakan usaha untuk melepaskan diri dari
orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas
ego, yakni merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri
Stimulasi Perkembangan Anak...
sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukkan nasib sendiri,
kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggungjawab, mampu menahan diri,
membuat keputusan keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada

68
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

pengaruh dari orang lain. Kemandirian meruapakan suatu sikap otonomi dimana diaman
peserta didik secara relative bebas dari pengaruh penilaian, pendapatan, dan keyakinan
orang lain.Melalui bermain dan berkomunikasi yang dijadwalkan sebagai program
untuk memandirikan anak mengenai hal-hal yang telah dilakukan apabila berbuat salah
anak tidak jera tetapi anak akan terus berusaha untuk lebih baik, mencari solusi belajar
dari kesalahan, sehingga muncul rasa percaya diri dan tumbuhnya kemandirian anak
karena pada kenyataannya disamping anak dalam keluarga, ia juga hidup disekolah.

Yamin dan Sabri (2013)menyampaikan aspek kemandirian meliputi kemandirian


sosial emosi, kemandirian fisik, dan kemandirian intelektual. Dalam penelitian Ghaye
dan Pascall mengidentifikasikan tiga kegiatan berbeda dalam mengembangkan
kemandirian sosial anak. Tiga kegiatan tersebut diantaranya pemisahan, transisi dan
kerjasama. Pemisahan diartikan sebagai proses mendidik anak untuk lepas dari
ketergantungan terhadap orangtua dan dewasa. Transisi merupakan proses yang dialami
anak ketika anak berpindah ke lingkungan lainnya. Kerjasama dalam hal ini adalah
kegiatan anak dalam suatu kelompok, dalam bekerjasama anak diharapkan dapat
mengelola emosinya. Jika emosi terjaga maka hubungan sosial dengan teman ataupun
dengan orang lain terjaga.

Anak usia dini memegang peranan sangat penting karena perkembangan otak
manusia mengalami lompatan dan perkembangan yang sangat pesat yaitu 80%,
selebihnya berkembang sampai usia 18 tahun, oleh karena itu untuk mengoptimalkan
perkembangan anak perlu diberikan stimulasi yang tepat pada semua aspek
perkembangan ( Gardner dalam Mulyasa, 2012).

Anak usia prasekolah memerlukan stimulasi yang tepat, salah satunya melalui
kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan
anak secara menyeluruh. Perkembangan sosial dan kemandirian merupakan
perkembangan yang berhubungan dengan interaksi orang tua, dan teman sebaya.
Kemampuan yang dimiliki anak pada masa prasekolah diharapkan mampu
mengantarkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya dan
mempersiapkan anak untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Kemandirian yang
diajarkan pada anak sejak dini akan membuatnya dapat mengatur waktu kegiatannya
sendiri dan membuat anak terbiasa menolong orang lain serta lebih bisa menghargai
orang lain.

Stimulasi perkembangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada satu
aspek perkembangan yaitu aspek sosialisasi dan kemandirian. Iswidharmanjaya &
Sukamti (2007) memaparkan salah satu penyebab anak takutbersekolah adalah karena
adanya masalah kemandirian.Masalah belajar pada anak dapat mengakibatkan
keterlambatan perkembangan yang spesifik akan mempengaruhi perilaku sosial
anakyang tidak lazim(Attwood, 2002). Masalah pada kemandirian yang akan
berdampak anak menjadi ragu-ragu untukmengembangkan kreativitasnya, dan ini akan
membuat anak tidak berani membuat keputusan (decission making) dalam
kehidupannya sehari-hari(Novita, 2007). Memperhatikan hal tersebut, sangat diperlukan
tata laksana yang baik dan efisien yang mudah dilakukanoleh guru dan orang tua anak
untuk mengatasi keterlambatan perkembangananak sebagai upaya pencegahan terhadap
keterlambatan perkembangananak lebih lanjut.
Kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan Stimulasi
tumbuh Perkembangan
kembangAnak...
yang menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan atau
kerjasama antara keluarga, dengan tenaga profesional (kesehatan, pendidikan dan
sosial) akan meningkatkan tumbuh kembang anak usia dini dan kesiapan memasuki

69
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

jenjang pendidikan formal. Stimulasi memiliki peran penting bagi perkembangan anak.
Anak yang banyak mendapat stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak
yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi (Depkes, 2010; Soetjiningsih,
2012). Menurutnya stimulasi juga berfungsi sebagai penguat (reinforcement) bagi anak.
Memberikan stimulasi yang berulang dan terus menerus, rutin, dan intensif pada setiap
aspek perkembangan anak berarti telah memberikan kesempatan pada anak untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal (Jafri & Ovari, 2015).

Stimulasi juga berperan bagi kemajuan perkembangan otak anak. Stimulasi dan
pengalaman sensori yang diterima anak akan meningkatkan pembentukan hubungan
antar sel-sel otak (sinapsis), tetapi hubungan initidak permanen (Irmawati et al , 2012).
Paparan berbagai macam stimulasi baik stimulasi suara, stimulasi penglihatan, maupun
stimulasi dari indera yang lain, serta keadaan lingkungan yang baik, dibutuhkan untuk
membentuk hubungan sel-sel di otak ini (Mustard, 2010). Berk (2012) menjelaskan
stimulasi akan menentukan sel otak (neuron) yang akan terus membentuk sinapsis baru
dan yang akan mengalami pemangkasan sinaptik (synaptic pruning).

Andriana (2011) mengatakan bahwa perkembangan memerlukan rangsangan


atau stimulasi, khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan mainan, sosialisasi
anak, serta keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak. Orang tua
dan keluarga diharapkan dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya,
agar dapat dilakukan intervensi dini bila anak mengalami kelainan atau gangguan
(Depkes, 2010).

Anak usia prasekolah memerlukan stimulasi yang tepat, salah satunya melalui
kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan
anak secara menyeluruh. Penguasaan kemampuan yang dimiliki anak pada masa pra
sekolah diharapkan mampu mengantarkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan
selanjutnya dan mempersiapkan anak untuk menjalani kehidupan yang akan datang
(Rasyid, 2009). Seiring berkembangnya keterampilan yang telah dikuasai oleh anak,
diharapkan anak-anak dapat belajar mandiri dengan merawat dirinya sendiri, dalam
memenuhi kebutuhannya, seperti melepas dan mengenakan pakaian, buang air kecil,
ataupun memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri tanpa bantuan orangtua maupun
pengasuhnya (Sukamti, 2007).

Permainan adalah stimulasi yang sangat tepat bagi anak. Aspek perkembangan
anak dapat ditumbuhkan secara optimal dan maksimal melalui kegiatan bermain.
Bermain pada usia prasekolah telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan
mental, kecerdasan, daya pikir anak terangsang untuk mendayagunakan aspek
emosional, sosial, serta fisiknya (Andriana, 2011).Permainan merupakan kegiatan bagi
anak yang secara kontinu mempraktikan proses hidup yang rumit dan penuh stress,
komunikasi, dan mencapai hubungan yang memuaskan dengan orang lain (Wong,
2009). Hal tersebut merupakan unsur yang penting untuk perkembangan anak baik fisik,
emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Depkes, 2010; Goldstein, 2012). Anak
yang mendapat kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yg mudah
berteman, kreatif, dan cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya
kurang mendapat kesempatan bermain (Soetjiningsih, 2012).
Masa Prasekolah sebagai masa bermain, hampir seluruh kegiatan pada usia
Stimulasi Perkembangan Anak...
prasekolah perlu melibatkan unsur bermain Melalui kegiatan bermain, anak belajar
mengembangkan kemampuan sosialnya sehingga diharapkan munculnya emosi dan
perilaku yang tepat sesuai dengan konteks yang dihadapi dan diterima oleh semua
norma sosialnya. Kesadaran akan dunia lain disekitarnya mulai membuat anak

70
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

menyesuaikan ikut masuk dalam pergaulan teman sebayanya. Perkembangan perilaku


social anak ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan
meningkatkan keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan
tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.Anak tidak lagi puas bermain sendiri
dirumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegiatan dengan
anggota-anggota keluarga, anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa
kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Dua atau tiga teman
tidaklah cukup baginya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya
dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolahraga,dan dapat
memberikan kegembiraan. Sejakanak masuk sekolah sampai masa puber, keinginan
untuk bersama dan untuk diterima kelompok menjadi semakin kuat. Halini, berlaku baik
untuk anak laki-laki maupun anak perempuan (Mayar, 2013).

Penelitian yang dilakukan Liberman (1977, dalam Jamaris, 2006) bermain aktif
yang terjadi di anak prasekolah secara signifikan berhubungan dengan tingginya skor
dalam divergent thinking (kemampuan untuk berpikir berbeda) anak tersebut. Brunner
(1972, dalam Jamaris, 2006) mengemukakan bahwa bermain mendorong anak
melakukan berbagai kegiatan dalam memecahkan berbagai masalah melalui penemuan.
Menurut teori dari Goldstein (2003), bermain peran menjadi koordinasi secara sosial,
meningkatkan lama bermain dan bahasa yang lebih komplek.

Aspek perkembangan pada anak prasekolah didapatkan kriteria meragukan


sangatlah banyak sehingga diperlukan intervensi dengan menggunakan alat permainan
yang dapat menstimulasi perkembangan anak yaitu puzzle dengan harapanagar anak
dapat beradaptasi sesuai dengan tahap perkembangan dan mengalami peningkatan pada
kriteria normal. Jika dideteksi diperoleh keterlambatan (meragukan) dan penyimpangan
pada perkembangan anak maka perlu diperinci jenis keterlambatan perkembangan
sehingga dapat dikoreksi jenis perkembangan anak yang mengalami keterlambatan
(Depkes, 2010). Menurut Havighurst (dalam Monks dkk, 2001, dalam Soetjiningsih,
2012)tugas perkembangan anak usia prasekolah meliputi pencapaian stabilitas
fisiologis, belajar berbicara, berbahasa, belajar mengenai realitas sosial dan realitas
fisik.

Pemberian stimulasi puzzlepada penelitian ini dilakukan selama 2 minggu. Hal


ini mengikuti tata laksana Depkes RI (2010) tentangintervensi dini pada anak dengan
perkembangan meragukan dapatdilakukan dengan memberikan stimulasi positif terarah
sesuai denganaspek keterlambatan perkembangan yang dialami yang dilakukan selama
2minggu dan selanjutnyadievaluasi kembali dengan melakukan pemeriksaan
perkembanganmenggunakan KPSP. Stimulasi dilakukan setiap haridengan durasi
minimal 15 menit. Penelitian yang serupa oleh Susanty, Fadlyana, & Nataprawira
(2014) tentang manfaat intervensi dini anak usia 6-12 bulandengan kecurigaan
penyimpangan perkembangan dengan intervensidisarankan tiga kali sehari selama 15-
30 menit. Durasi tersebut cukup efektif sebagai intervensi untuk
mengatasiketerlambatan perkembangan.

Pendapat Sunarti (2007)dalam penelitiannyaselama 2 minggu dengan pemberian


intervensi stimulasi alat permainan edukatif kepada anak prasekolah berlangsung
selama 3-4 jam sehari memberikan pengaruh pada aspek perkembangan. Penelitian
Mbae (2011) bahwa permainan puzzle dapat dilakukan secara bersama-sama dengan
Stimulasi Perkembangan Anak...
membagi 3 kelompok anak. Menurut Oguzkan & Avci (2000, dalam Aral, 2012),
sementara anak-anak menyelesaikan puzzle individual mereka mendapatkan beberapa
keterampilan seperti melakukan aktivitas selama waktu tertentu, berbagi, kerjasama,

71
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

menunggu giliran mereka, mematuhi aturan, konsentrasi, kepercayaan diri, pengaturan


diri, rasa hormat untuk orang lain dan keterampilan mendengarkan.Permainan puzzle
yang dilakukan secara berkelompok membantu anak dalam mengembangkan
kemampuan bersosialisasi melalui kerjasama satu sama lain dan usaha anak untuk
menyelesaikan tugas permainan puzzle sendiri akan membantu anak mengembangkan
kemampuan kemandirian dalam menyelesaikan masalah. Menurut Sunarti (2005)
permainan puzzle mempunyai tujuan mengenalkan anak beberapa strategi sederhana
dalam menyelesaikan masalah, melatih kecepatan, kecermatan, dan ketelitin dalam
menyelesaikan masalah, dan menanamkan sikap pantang menyerah dalam menghadapi
masalah.

Penerapan menggunakan media puzzle dalam proses pembelajaran akan


menstimulus anak untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Adapun manfaat puzzle
menurut Hamalik (2001) dapat meningkatkan perhatian anak dalam proses
pembelajaran, suasana kelas menjadi aktif, dan menumbuhkan pemikiran yang teratur
melalui gambar. Media puzzle juga dapat menstimulus anak lebih aktif mengikuti
pembelajaran, warna dan potongan gambar yang bervariasi, memudahkan dalam
menyampaikan materi.

Permainan puzzle bisa memberikan kesempatan belajar yang banyak kepada


anak. Memainkan puzzle bersama-sama dapat merekatkan hubungan antara orang tua
dan anak. Permainan puzzle memberikan tantangan tersendiri untuk anak disaat anak
berada dalam kondisi bingung sebagai orang tua dapat menyemangati anak agar tidak
patah semangat. Semangat yang diperoleh anak dapat menumbuhkan rasa percaya diri
dan merasa mampu menyelesaikan permainan puzzle tersebut. Rasa percaya diri dapat
menambah rasa aman kepada anak sehingga anak akan lebih aktif berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan lainnya. Yulianty (2011) menjelaskan kecerdasan otak anak akan
terlatih karena permainan puzzle yang melatih sel-sel otak untuk memecahkan masalah.
Mencoba beberapa cara memasangkan kepingan berupa potongan-potongan gambar
maka anak dilatih berpikir kreatif.Memadukan atau memasangkan kepingan puzzle
membantu anak memahami logika sebab akibat dari masalah dan gagasan bahwa objek
yang utuh sebenarnya tersusun dai bagian-bagian yang kecil.Permainan puzzle melatih
koordinasi tangan dan mata anak dikarenakan anak harus mencocokan keping-keping
puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar utuh, membantu anak mengenal bentuk
dan merupakan langkah penting menuju pengembangan keterampilan
membaca.Aktivitas permainan puzzle, kesabaran akan terlatih karena saat bermain
puzzle di butuhkan kesabaran dalam menyelesaikan permasalahan.Permainan puzzle
memberikan pengetahuan kepada anak-anak untuk mengenal warna dan bentuk. Anak
juga akan belajar konsep dasar binatang, alam sekitar, jenis-jenis benda, anatomi tubuh
manusia, alphabet dan lain-lain. Di usia prasekolah perhatian anak terhadap ciri fisik
objek (bentuk, warna, tekstur, dan lainnya) semakin detail. Pengetahuan diperoleh dari
cara ini lebih mengesankan bagi anak dibanding dengan pengetahuan yang dihafalkan.

Menurut Montessory (dalam Mahardikha, 2013) menciptakan alat permainan


edukatif yang memudahkan anak untuk mengingat konsep-konsep yang akan dipelajari
tanpa perlu bimbingan sehingga memungkinkan anak dapat bekerja secara mandiri. Alat
permainan edukatif ciptaannya banyak disesuaikan dengan kebutuhan anak usia
prasekolah di Indonesia yaitu puzzle.
Hasil penelitian ini juga sependapat dengan penelitian lain yang dilakukan Aral
Stimulasi Perkembangan Anak...

(2012 & 2011) tentang penggunaan puzzle yang diberikan pada area perkembangan
anak prasekolah selama 2 hari dalam seminggu dan setiap sesi sehari diberikan sekitar

72
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

60 menit dan 45 menit selama 5 minggu, ditemukan perbedaan yang antara anak
kelompok kontrol dan eksperimen pada skor pra dan post test subskala The Brigance
Early Development Inventory II signifikan (p<0.05). Efek puzzle terhadap
perkembangan anak berdasarkan penilaian orang tua anak memiliki hasil yang
sama.Penelitian Tekin dan Sezer (2010)selama 10 minggu pelatihan terapi bermain
dalam konseling memberikan hasil yang positif dan menyimpulkan bahwa tahun awal
telah diindikasikan sebagai masa hidup yang paling penting bagi perkembangan kognitif
dan sosio emosional.

Wardhani (2012) bahwa permainan puzzle yang dilakukan dengan metode


cooperative play dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi pada anak dengan
retradasi mental. Penelitian lain dari Kusumawati (2013), menyatakan bahwa penerapan
media puzzle pada anak TK dengan jumlah 10 orang dapat meningkatkan media kognitif.
Penelitian Sari (2006 & 2007) alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dapat
mengoptimalkan perkembangan anak yang disesuaikan dengan usia dan tingkat
perkembangan anak.

Setiap anak pasti akan mengalami perkembangan, namun sesuai dengan prinsip
perkembangan anak adalah setiap anak memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas
perkembangan yang berbeda (Sain, 2013), karena itu kemajuan perkembangan pada
anak terkadang tidak munculsendiri tetapi perlu di stimulasi sebagai upaya
pembelajaran dan latihan pada anak. Menjelaskan lebih lanjut, perkembangan juga

ditunjukkan dengan perubahan yang bersifatsistematis, progresif dan


berkesinambungan. Perkembangan akandicapai karena adanya proses belajar, sehingga
anak memperoleh pengalaman baru dan menimbulkan perilaku baru.Idealnya pada
anakterjadi suatu proses pembelajaran yang intensif dengan memberikan stimulasi
positif sehingga bisa mengoptimalkan perkembangan anak (Silawati, 2010).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanty, Fadlyana,
dan Nataprawira (2014), didapatkan hasil setelah intervensi kecurigaan penyimpangan
perkembangan turun menjadi 12/32 setelah 2 minggu, dan 4/32 pada akhir intervensi
(p<0,001). Sejalan dengan hasil penelitian Irmawati et al (2012) yang menunjukan
bahwa evaluasi perkembangan setelah 3 bulan mengalami perbaikan baik pada
kelompok stimulasi maupun pada kelompok kontrol. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Gultiano & King (2006) di Philipina membuktikan bahwa terjadi peningkatan
perkembangan psikososial sebesar 6 – 11% pada anak usia 0-4 tahun yang dilakukan
stimulasi selama 2 tahun.

Pertumbuhan masa anak prasekolah berlangsung dengan stabil. Terjadi


perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya ketrampilan
dan proses berfikir. Memasuki masa prasekolah, anak mulai menunjukkan
keinginannya, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini,
selain lingkungan didalam rumah maka lingkungan diluar rumah mulai diperkenalkan.
Anak mulai senang bermain diluar rumah. Anak mulai berteman, bahkan banyak
keluarga yang menghabiskan sebagian besar waktu anak bermain diluar rumah dengan
cara membawa anak ke taman- taman bermain, taman- taman kota, atau ke tempat
tempat yang menyediakan fasilitas permainan untuk anak. Sepatutnya lingkungan-
lingkungan tersebut menciptakan suasana bermain yang bersahabat untuk anak (child
Stimulasi Perkembangan Anak...
friendly environment). Semakin banyaktaman bermain dibangun untuk anak, semakin
baik untuk menunjang kebutuhan anak. Pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah,
untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima rangsangan serta proses memori
harus sudah siap sehingga anak mampu belajar pada masa ini dengan cara bermain

73
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

(Depkes, 2010). Menurut Harlock (2007) secara sosial, anak mampu menjalin kontak
sosial dengan orang-orang yang ada diluar rumah, sehingga anak mempunyai minat
yang lebih untuk bermain dengan temannya, orang-orang dewasa, dan saudara kandung
didalam keluarga.

Hasil penelitian ini didapatkan adanya pengaruh pemberian stimulasi permainan


puzzle terhadap nilai rerata statusperkembangan anak. Rata-rata peningkatan nilai
perkembangan sosial dan kemandirian anaksebelum intervensi yaitu 1,47 dan setelah
intervensi adalah 2,64. Darikedua rata-rata proporsi hasil pengukuran mengalami
perbedaan sebesar1,17 artinya perkembangan sosial dan kemandirian anakmengalami
peningkatan.Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai signifikan 0,000 (p-value <
0,05 ), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara
pemberian stimulasi permainan puzzle terhadap peningkatan perkembangan sosial dan
kemandirian anakyang mengalami keterlambatan (status perkembangan meragukan).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh
pemberian stimulasi permainan puzzle terhadap status perkembangan anak.

SIMPULAN

1. Karakteristik responden anak mayoritas anak berjenis kelamin laki-laki yaitu


berjumlah 11 orang (64,7%).

2. Perkembangan sosial dan kemandirian anak sebelum dilakukan intervensi berupa


pemberian stimulasi puzzle terhadap aspek sosialisasi dan kemandirian didapatkan
rata-rata yaitu 1,47 dengan standar deviasi 0,717.

3. Perkembangan sosial dan kemandirian anak sesudah intervensi didapatkan nilai rata-
rata menjadi 2,64 dengan standar deviasi 0,606.

4. Ada pengaruh bermakna stimulasi pemberian permainan puzzle terhadap nilai rerata
perkembangan sosial dan kemandirian anak sebelum dengan sesudah intervensi
yaitu didapatkan nilai significancy 0,000 ( p-value < 0,05 ).

SARAN

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi bagi keperawatan


terutama keperawatan anak, sebagai acuan dalam tata laksana perkembangan anak
dengan status meragukan yaitu pemberian stimulasi yang dilakukan oleh perawat, guru,
dan orang tua anak dengan pendekatan family center care dalam asuhan keperawatan.
Stimulasi Perkembangan Anak...

74
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

DAFTAR PUSTAKA

Andriana, D. (2011). Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak. Jakarta:

Salemba Medika.

Aral, N. (2011). An investigation of the effect of puzzles on preschoolers’ development


areas. Ankara University: Social and Natural Sciences Journal.

________ (2011). An investigation of the effect of puzzles as instructional materials on


preschoolers’ developmental areas according to their mothers’ evaluation. Ankara
University: Barcelona European Academic Conference.

Aral, N. (2012). An investigation of the effect of puzzle design on children’s


development areas. Ankara University: Procedia-Social and Behavioral Sciences.

Attwood, Tony. (2002). Asperger’ssyndrome: a guide for parents and professionals.


London, Philadelphia: Jessica Kingsley Publishers.

Berk, LE. (2012). Foundations of development. Dalam: Berk LE, editor. Simple
Chapter: Child Development, edisi ke-8. Illinois: Pearson Publishing.

Christiari, AY. Syamlan, R. Kusuma, IF. (2013). Hubungan pengetahuan ibu tentang
stimulasi dini dengan perkembangan motorik pada anak usia 6-24 bulan di
Kecamatan Mayang Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, Volume 1

(No.1), September 2013. Diakses 3September 2015 dari


http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/500/371
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan bimbingan di TK. Jakarta:

Depdiknas.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Pedoman pelaksanaan stimulasi,


deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan
dasar. Jakarta: Kemenkes RI.

Desmita. (2011). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya.

Goldstein, J. (2003). Contributions of play and toys to child development. Toy Industries
of Europe.
Stimulasi Perkembangan
Hamid, Achir Yani S. (2008). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Anak...
Jakarta: EGC.

Hamalik, O. (2001). Proses belajar mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Harlock, E. B. (2007). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang


kehidupan edisi 5. (alih bahasa: Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo). Jakarta: PT.
Erlangga.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan
kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2013). Mengenal keterlambatan perkembangan umum


pada anak. Diakses 3 September 2015 dari http://idai.or.id/artikel/seputar-
kesehatan-anak/mengenal-keterlambatan- perkembangan-umum-pada-anak.

Irmawati, M. Ardani, IGAI. Astasari, Dewi. Irwanto. Suryawan, Ahmad, dan Narendra,
MB. (2012). Pemberian stimulasi selama satu jam pada perkembangan anak usia
12-24 bulan. Media Medika Indonesia, Volume 46, Nomor 3, Tahun 2012.
Semarang: M Med Indonesia. Diakses Diakses 3 September 2015 dari
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article/view/4570/4162.

Iswidharmanjaya, Derry. Svastiningrum, B Sekarjati. (2008). Bila anak usia dini


bersekolah; panduan bagi orang tua untuk menyiapkan anak usia dini menjelang
bersekolah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

75
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...

Jafri, Yendrizal & Isna Ovari. (2015). Hubungan pemberian stimulasi sosialisasi
dengan perkembangan sosialisasi pada anak prasekolah umur 3-6 tahun di
posyandu Kelurahan Pintu Kabun Kota Bukittinggi tahun 2015. Diakses 19
Agustus 2015, dari http ://stikes perintis. ac.id/ifile/ Artikel%20 Stimulasi%
202015.pdf.

Jamaris, M. Dr. (2006). Perkembangan dan pengembangan anak usia taman kanak-
kanak. Jakarta: Grasindo.

Mahardikha. (2013). Permainan edukatif dengan menggunakan media puzzle


mengembangkan kemampuan kognitif anak usia 4-5 tahun di TK Islamiyah. FKIP
Untan.

Mayar, Farida. (2013). Perkembangan sosial anak usia dini sebagai bibit untuk masa
depan bangsa. JurnalAl-Ta’lim, Jilid1, Nomor 6 November 2013, hlm.459-464

Mbae, M. (2011). Meningkatkan kecerdasan emosional anak melalui permainan puzzle


di TK Ikal Dolog Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai. Jurnal Pendidikan.
Meadow, Roy & Simon Newell. (2005). Lecture Notes Pediatrika, Edisi ke Tujuh.

Jakarta: Erlangga.

Mustard, J. Fraser. (2010). Early brain development and human development. Mustard
JF, Editor. Encyclopedia on Early Childhood Development. Toronto: Centre of
Excellent for Early Childhood Development.

Novita, Windya. (2007). Serba-serbi anak; yang perlu diketahui seputar anak dari
dalam kandungan hingga masa sekolah (tinjauan psikologis dan kedokteran).
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Nugroho, Heru Santoso W. (2009). Denver developmental screening test: Petunjuk

Praktis. Jakarta: EGC.

Rahman, H. S. (2002). Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: PGTKI
Press.

Rasyid, H. (2009). Asesmen perkembangan anak usia dini. Yogyakarta: Multi


Pressindo.

Sain, S.N. (2013). Pengaruh alat permainan edukatif terhadap aspek perkembangan pada
anak prasekolah di wilayah Puskesmas Ondong Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro. Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal.
Stimulasi Perkembangan
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan anak. Terjemahan Mila rahmawati. AnnaAnak...
Kuswanti. Jakarta ID: Erlangga.

Sari, L.P., Saing, B & Lubis, I. Z. (2006). Hubungan antara alat permainan edukatif dan
perkembangan motorik anak pada taman penitipan anak. Majalah Kedokteran
Nusantara 39. No.1.

Sari, L.P. (2007). Pengaruh alat permainan edukatif terhadap perkembangan motorik
anak pada taman penitipan anak. Tesis.

Silawati, Endah. (2010). Teknik stimulasi guru pada pembelajaran berbicara dan
menulis universitas pendidikan Indonesia, PGPAUD. Diakses 19 Agustus 2015
dari http://a research.upi.edu/operator/upload/t_pd_0605029_chapter1.pdf.

Soetjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan anak. Jakarta: Prenada Media Group.


Sudaryanti. (2012). Pentingnya pendidikan karakter bagi anak usia dini. Jurnal

Pendidikan Anak, 1(1), Juni 2012.


Sukamti, E. (2007). Pengembangan motorik. Yogyakarta: FIK UNY.

Sunarti, E. dan Rulli P. (2005). Ajarkan anak keterampilan hidup sejak dini. Jakarta:
Elex Media Komputindo.

76
2018. Jurnal KeperawatanStimulasi Perkembangan
Silampari (JKS) 1Anak...
(2) 62-77

Supartini, Yupi. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. Susanty, Anne.
Fadlyana, Eddy. Nataprawira, HM. (2014). Manfaat intervensi dini anak

usia 6-12 bulan dengan kecurigaan penyimpangan perkembangan. Majalah Kedokteran Bandung
(MKB), Volume 46 No. 2, Juni 2014. Diakses dari
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/275/pdf_131.

Suyanto, S. (2005). Dasar-dasar pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Wardhani, S. H. (2012). Terapi bermain: cooperative play dengan puzzle meningkatkan kemampuan
sosialisasi anak retradasi mental. Journal Universitas Airlangga Surabaya.
Wong, Dona L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik ed. 6. Jakarta: EGC

Yahro, S. U. (2009). Upaya guru dalam mengembangkan sosial-emotional anak usia dini dengan
pendekatan beyond centers and circle times (kasus di tk islam modern al-furqon yogyakarta).
(Skripsi, tidak dipublikasikan). Fakultas Tarbiah UIN Sunan Kalijaga.

Yamin dan Sabri (2013). Panduan pendidikan anak usia dini. Ciputat: Gaung Persada Press Group.
Mulyasa. (2012). Manajemen pendidikan karakter. Jakarta : Bumi Aksara.

Yulianty I, R. (2011). Permainan yang meningkatkan kecerdasan anak. Jakarta: Laskar Aksara.

453
Stimulasi Perkembangan Anak...

77

454
Stimulasi Perkembangan Anak...

Berita Kedokteran Masyarakat Volume 33 Nomor 9

(BKM Journal of Community Medicine and Public Health) Halaman 453-458

Kualitas interaksi pengasuh dan anak balita di


kota Yogyakarta
The quality of caregiver and children under five interaction in
Yogyakarta
1 2

1
455
Mungkasip , Fitri Haryanti , Akhmadi Stimulasi Perkembangan Anak...

Abstract

Purpose: The purpose of this study was to determine factors related to the
quality of caregiver interactions with children under five in Yogyakarta.
Dikirim: 23 Maret 2017 Methods: This study used a cross sectional design. Research subjects were all
caregivers who have children aged 1.5 years to 4.5 years who have received
Diterbitkan: 1 September 2017
cadre assistance in the work area of Mantrijeron Puskesmas Yogyakarta.
Research subjects were recruited using total sampling techniques. The
instrument used was questionnaire and PICCOLO observation sheet. Data
analysis was done by Chi-Square test. Results: There was a significant
correlation between knowledge factor and quality of domain interaction. There
was no significant correlation between age factor, occupation, mental status,
and income with interaction quality. Conclusion: Caregivers are expected to
improve the quality of interaction and communication with children, have
sensitivity and responsiveness in practicing specific care, such as feeding,
sensitivity to sick children, and able to develop each other's cognitive
language.

Keywords: quality of interaction; caregivers; children under-five

1
Departemen Keperawatan Anak dan Maternitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (Email: imung76@yahoo.com)
2
Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

456
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017

PENDAHULUAN pekerjaan, status mental, dan ekonomis.


Sedangkan faktor dari anak meliputi kecacatan
Balita merupakan periode penting dalam fisik dan mental. Pengasuh berpengalaman
tumbuh kembang anak. Perkembangan balita dalam merawat anak memiliki kualitas interaksi
menjadi penentu kondisi anak di masa depan. lebih baik (10).
Jika terjadi gangguan saat ini, maka Usia, pekerjaan, dan pendidikan tidak
memengaruhi kualitas hidup di usia dewasa (1). berhubungan dengan peningkatan kualitas asuhan
Kekurangan gizi, kasih sayang, dan stimulasi ibu (11). Namun hal itu bertentangan dengan
pada usia dini berdampak negatif sampai usia penelitian sebelumnya (12). Perbedaan pendidikan
lanjut (2). pengasuh bermakna positif pada keterampilan
World health organization (WHO) dan united nations
sosial anak. Pengasuhan dari orang tua berperan
children's fund (UNICEF) melaporkan lebih dari
penting (13). Penelitian ini bertujuan
200 juta anak di dunia tidak mampu mencapai
perkembangan di usia 5 tahun akibat gangguan
pada pertumbuhan. Penelitian menemukan
bahwa anak usia di bawah 5 tahun kurang
beruntung, karena mendapatkan asuhan dan
pendidikan yang buruk (3, 4). Pengasuhan
adalah proses interaksi orang tua dan anak.
Interaksi tersebut membentuk hubungan secara
emosional. Orang tua bertugas sebagai pendidik
pertama. Interaksi ibu dengan anak membentuk
pola perilaku timbal balik secara langsung dan
tidak langsung, oleh karena itu memengaruhi
tumbuh kembang anak (5).
Para ahli sepakat, anak membutuhkan
suasana kondusif untuk mendukung
perkembangan potensi anak. Sementara
suasana konflik dan ketegangan berdampak
negatif terhadap interaksi pengasuh dan
interaksi orang tua dengan anak, terutama
membentuk perilaku anak (6). Kualitas asuhan
antara anak dengan orang tua terkait
pertumbuhan dan perkembangan anak (7).
Kualitas interaksi pengasuh dengan anak yang
buruk, menyebabkan kurang gizi pada anak
(8).
Balita di kota Yogyakarta mengalami gizi
kurang dan gangguan pertumbuhan cukup
besar (7,26% gizi kurang dan 0,67% gizi
buruk). Studi pendahuluan menunjukkan
kecamatan Mantrijeron memiliki kasus gizi
buruk pada 13 anak. Sedangkan penelitian
Huriah menjelaskan 8,35% balita mengalami
gizi kurang di kecamatan Mantrijeron (9).
Faktor yang memengaruhi kualitas interaksi
antara pengasuh dengan anak dapat berasal
dari pengasuh dan anak (8). Faktor dari
pengasuh terdiri dari usia, pengetahuan,
457
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017

untuk menilai kualitas interaksi pengasuh pengasuh dengan anak kemudian mengisi

dengan balita dan faktor yang lembar observasi sesuai dengan interaksi yang
terjadi. Lembar observasi diadopsi dari parenting
memengaruhi.
interaction with children: checklist of obsevation
METODE linked to outcome (PICCOLO) (17). Nilai koefisien
Aiken’V validitas checklist PICCOLO dengan nilai
Penelitian observasional analitik
menggunakan desain cross sectional, koefisien Aiken’V pada domain kasih sayang
sebesar 0,41, domain bereaksi sebesar 0,52,
melibatkan 41 pengasuh di wilayah
domain dorongan sebesar 0,40, dan domain
puskesmas Mantrijeron di kota Yogyakarta
pengajaran sebesar 0,26 (18). Analisis deskriptif
bulan November-Desember 2016.
menyajikan gambaran berbagai variabel yang
Pengambilan sampel secara purposive
diteliti dalam kuesioner. Uji chi square untuk
sampling. Sampel penelitian adalah pengasuh
menganalisis hubungan antar variabel jika
yang mempunyai anak usia 1,5 sampai 4,5
memenuhi syarat dan dilakukan uji fisher jika
tahun dan sudah mendapatkan
tidak memenuhi syarat.
pendampingan kader.
Pengetahuan pengasuh diukur melalui
kuesioner modifikasi caregiver knowledge of
child development inventory (CKCDI) dan
mengadaptasi modul pelatihan care for child
development (CCD) (14), kemudian dilakukan
modifikasi terhadap kuesioner menjadi
pertanyaan tertutup menggunakan skala
Guttman dengan jawaban bersifat (benar atau
salah) (15). Jawaban benar pernyataan positif
bernilai 2 dan salah bernilai 1, sedangkan
jawaban benar untuk pernyataan negatif
bernilai 1, dan jawaban salah bernilai 2 (16).
Komponen pernyataan yang digunakan
hanya pada komponen dua dan beberapa
dari komponen tiga dari kuesioner CKCDI.
Jumlah total pertanyaan kuesioner
pengetahuan 12 soal untuk masing-masing
kelompok umur yang terdiri dari 8 soal
pengetahuan tentang perkembangan anak
secara umum dan 4 soal untuk setiap tahap
12-24 bulan, dan lebih dari 24 bulan.
Kuesioner pengetahuan usia 12-24 bulan
Cronbach’s Alpha sebesar 0,607 dan usia ≥ 24
bulan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,541.
Status mental diukur menggunakan
kuesioner Beck
Depression Inventory II, terdiri dari 21 soal
gejala dengan masing-masing item
mempunyai 4 skor skala likert skor dari
seluruh item dijumlahkan, total skor adalah 0-
63. Kualitas interaksi diukur menggunakan
instrumen checklist PICCOLO. Instrumen ini
digunakan untuk mengobservasi atau
mengamati interaksi yang terjadi antara
458
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017

HASI Tabel 2. Faktor yang memengaruhi kualitas interaksi


L
Kualitas Chi Square Spearman
Gambaran karakteristik sosiodemografi Variabel interaksi
pengasuh
dapat dilihat pada Domain R p R p
Tabel 1. Usia Kasih 3,357 0,340
sayang
Tabel 1. Ciri pengasuh Bereaksi 2,645 0,450
Variabel % Dorongan 0,600 0,896
Usia Pengajaran 1,479 0,687
17-25 th 19,5 Pengetahua Kasih 0,073 *1,000
n
26-35 th 39,5 sayang
36-45 th 36,6 Bereaksi 5,331 *0,030 0,361 0,021
46-66 th 4,9
Jenis Kelamin Dorongan 0,046 *1,000
Perempuan 100 Pengajaran 0,484 *0,539
Pekerjaan Pekerjaan Kasih 0,247 *0,720
Tidak bekerja 75,6 sayang
Bekerja 24,4 Bereaksi 0,214 *0,727
Penghasilan Dorongan 0,214 *0,727
Dibawah UMK 22 Pengajaran 0,200 *0,724
Diatas/sama UMK 78 Kasih 0,581 *0,517
Status
Ibu 87,8 mental sayang
Hubungan
Nenek dengan anak 7,3 Bereaksi 0,071 *1,000
Pembantu 4,9 Dorongan 0,071 *1,000
Pendidikan Pengajaran 0,000 *1,000
Tinggi 19,5 Penghasilan Kasih 1,025 *0,445
Rendah 80,5
Pengalaman sayang
Tidak pengalaman 41,5 Bereaksi 0,394 *0,709

Pengalaman 58,5 Dorongan 0,017 *1,000


Informasi Tidak
pernah Pernah Pengajaran 2,201 *0,254
Pengetahuan 31,7
Baik
*Minimal ada 1 sel dengan expected count kurang dari 5, tidak
68,3
memenuhi syarat uji chi square, maka digunakan uji alternatif
Cukup
adalah uji fisher.
Status mental 43,9
Tidak depresi
Depresi 56,1
BAHASAN
Kasih sayang
Penelitian ini menemukan hubungan
39
Baik bermakna antara kualitas interaksi domain
Cukup 61 kemampuan bereaksi terhadap pengetahuan.
Responden yang pernah mendapatkan
Kemampuan bereaksi
program pengasuhan anak dari kader.
63,4
Baik Cukup Perkembangan anak menentukan interaksi
Dorongan 36,6
Baik Cukup
pengasuh dalam membesarkan anak.
Pengasuh membutuhkan pengetahuan yang
Pengajaran baik (8). Jika pengasuh tidak menyadari
46,3

Baik bahwa berinteraksi dengan anak penting untuk


53,7
perkembangan anak, maka pengasuh menjadi

53,7

46,3

43,9

Cukup 56,1 Tabel 1 menunjukkan mayoritas pengasuh


berusia 26-35 tahun dan semua pengasuh adalah
459
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017

perempuan. Lebih dari 80% pengasuh adalah


tidak peduli terhadap kebutuhan untuk
ibu balita, dan berpendidikan rendah. Mayoritas
mendukung kebutuhan anak. Pemberian
responden berpenga- laman melakukan
stimulasi kepada anak menjadi kurang.
pengasuhan. Lebih dari 50% pengasuh
Sehingga perlu pengetahuan yang baik agar
mengalami depresi. Mayoritas pengetahuan,
tumbuh kembang anak lebih optimal. Program
kemampuan bereaksi, dorongan, dan
pemberian informasi melalui pelatihan
pengajaran responden masuk dalam kategori
pengasuh mengubah perilaku pengasuh,
cukup.
sehingga mereka lebih responsif kepada anak
Keterkaitan usia, pengetahuan, pekerjaan,
(19). Pengasuh yang ikut program
status mental dan penghasilan dengan
memberikan makan yang lebih beragam dan
kualitas interaksi pengasuh dan anak dapat
bergizi dibandingkan pengasuh yang tidak ikut
terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan
program pengasuhan. Program pemberian
bahwa hanya faktor pengetahuan yang
informasi terbukti meningkatkan kualitas
memengaruhi kualitas interaksi domain
pengasuh dalam mengembangkan
kemampuan bereaksi.
kemampuan kognitif dan perkembangan
bahasa anak (20,21). Penelitian lain
membuktikan bahwa kualitas interaksi
dipengaruhi pengetahuan pengasuh (22,23).

460
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017

Penelitian ini tidak menemukan hubungan Rata-rata penghasilan responden dalam kisaran
antara usia pengasuh dengan kualitas upah minimum kota, dan rata-rata responden
interaksi. Kualitas interaksi pengasuh atau memiliki anak lebih dari satu. Kebutuhan semakin
orang tua dengan anak dipengaruhi oleh usia meningkat, sementara harga bahan pokok
pengasuh (8). Usia pengasuh lebih tua, lebih semakin mahal. Jumlah anggota keluarga yang
tanggap terhadap anak dibandingkan ditanggung memengaruhi ekonomi keluarga
pengasuh berusia lebih muda. Usia yang lebih sehingga berdampak terhadap kualitas interaksi.
tua memiliki intensitas pencarian informasi Kemiskinan secara tidak langsung menyebabkan
lebih banyak (24). Kepekaan tinggi terhadap pengasuh stres, dan kesulitan dalam memberikan
informasi diperlukan sebagai upaya pemberian respon dan stimulasi pada anak.
interaksi yang berkualitas (25). Pengasuh
berpengalaman dalam merawat anak memiliki
kualitas interaksi lebih baik dibandingkan
dengan pengasuh yang memiliki anak pertama
(11). Responden penelitian rata-rata berusia
muda dapat memengaruhi interaksi dengan
anak karena masih kurang pengalaman dalam
merawat anak.
Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan
tidak berhubungan bermakna dengan kualitas
interaksi. Intensitas interaksi belum optimal
walaupun sebagian besar responden tidak
bekerja. Ada hubungan dengan rata-rata usia
pengasuh masih muda dan tingkat pendidikan
responden rata-rata rendah. Pengaruh negatif
intensitas interaksi diperbaiki dengan kualitas
interaksi yang baik antara pengasuh dengan
anak (6).
Penelitian ini tidak menemukan hubungan
status mental dengan kualitas interaksi.
Pengasuh yang mengalami depresi
menurunkan kualitas interaksi dengan anak
dan berakibat pada gangguan perilaku,
kecemasan, depresi, gangguan perilaku,
kecemasan, depresi, gangguan perhatian, dan
perkembangan (26). Rata-rata responden
dalam penelitian ini mengalami depresi (61%).
Oleh karena itu mengganggu interaksi yang
terjadi antara pengasuh dengan anak, kondisi
depresi menurunkan kepekaan pengasuh.
Kepekaan merupakan indikator kunci dari
kualitas interaksi pengasuh dengan anak yang
memengaruhi perilaku dan perkembangan
anak.
Penelitian ini tidak menemukan adanya
hubungan penghasilan dengan kualitas
interaksi. Kemiskinan memengaruhi
lingkungan keluarga, pengasuhan pada anak,
dan interaksi pengasuh dengan anak (8).
461
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017

SIMPULAN
Terdapat hubungan yang bermakna
antara faktor pengetahuan terhadap
kualitas interaksi domain kemampuan
bereaksi, dan tidak terdapat hubungan
bermakna antara faktor usia, pekerjaan,
status mental, dan penghasilan dengan
kualitas interaksi. Program rutin penyuluhan
tentang pengasuhan anak perlu dilakukan
untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak balita. Pengasuh
diharapkan mampu meningkatkan
pengajaran seperti berbagi percakapan dan
permainan, stimulusi kognitif, penjelasan
dan pertanyaan. Pengasuh diharapkan
mampu meningkatkan kemampuan
bereaksi seperti berespon terhadap isyarat
anak, perasaan, kata, ketertarikan, dan
perilaku.

Abstrak

PUSTAKA Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk


1. Kementerian Kesehatan. Pedoman Kader Seri mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
kesehatan Anak. Jakarta; 2010. dengan kualitas interaksi pengasuh dengan
2. Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Jakarta. 2010. anak balita di Kota Yogyakarta. Metode:
Penelitian cross sectional melibatkan
pengasuh yang mempunyai anak balita usia
1,5-4,5 tahun dan mendapatkan
pendampingan kader di puskesmas
Mantrijeron, Yogyakarta. Responden
penelitian direkrut menggunakan teknik total
sampling. Instrumen berupa kuesioner dan
lembar observasi PICCOLO. Analisis data
melalui uji chi-Square. Hasil: Penelitian
menemukan adanya hubungan antara faktor
pengetahuan dan kualitas interaksi domain
kemampuan bereaksi. Tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara faktor usia,
pekerjaan, status mental, dan penghasilan
dengan kualitas interaksi. Simpulan:
Pengasuh diharapkan mampu meningkatkan
kualitas interaksi dan komunikasi dengan
anak, memiliki kepekaan dan tanggap dalam
mempraktikkan pengasuhan yang spesifik,
seperti pemberian makan, peka terhadap
anak sakit, dan mampu merangsang
perkembangan bahasa serta kognitif anak. 462

Kata kunci: kualitas interaksi; pengasuh; balita


Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017

3. World Health Organization. 2012. Care for child


16. Roggman LA, Cook GA, Innocenti MS, Jump
development: improving the care for young
Norman V, Christiansen K. Parenting
children.
interactions with children: Checklist of
4. Grantham-McGregor S, Cheung YB, Cueto S,
observations linked to outcomes (PICCOLO) in
Glewwe P, Richter L, Strupp B, International
diverse ethnic groups. Infant Mental Health
Child Development Steering Group.
Journal. 2013 Jul 1;34(4):290-306.
Developmental potential in the first 5 years for
17. Azwar S. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka
children in developing countries. The lancet.
pelajar. 2015.
2007 Jan 6;369(9555):60-70.
18. Aboud FE, Singla DR, Nahil MI, Borisova I.
5. Gunarsa SD. Psikologi Praktis: Anak, Remaja,
Effectiveness of a parenting program in
dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Bangladesh to address early childhood health,
2004.
growth and development. Social Science &
6. Hastuti D, Syarief H, Megawangi R, Guhardja S,
Medicine. 2013 Nov 1;97:250-8.
Patmonodewo S. Karakteristik keluarga,
19. Ajilchi B, Borjali A, Janbozorgi M. The impact of
interaksi ibu-anak dan pengasuhan serta
a parenting skills training program on stressed
pengaruhnya pada tumbuh kembang anak di
mothers and their children's self-esteem level.
Bogor dan Depok.
Procedia-Social and Behavioral Sciences. 2011
7. World Health Organization. The importance of
Jan 1;30:316-26.
Caregiver Child interaction for The Survival
20. Nam S, Chun J. Influencing factors on mothers'
and Healthy Development of young children.
parenting style of young children at risk for
2004.
developmental delay in South Korea: The
8. Huriah T. Upaya peningkatan status gizi balita
mediating effects of parenting stress. Children
melalui program home care di Yogyakarta.
and Youth Services Review. 2014 Jan 1;36:81-
Disertasi tidak dipublikasikan. Tesis.
9.
Universitas Gadjah Mada; 2015.
21. Nicholson O, Mellins C, Dolezal C, Brackis-Cott
9. Adimayanti E. Pengaruh pelatihan CCD (Care
E, Abrams EJ. HIV treatment-related
for Child development) pada kader terhadap
knowledge and self-efficacy among caregivers
kualitas asuhan ibu. Tesis. Universitas Gadjah
of HIV-infected children. Patient Education and
Mada; 2016.
Counseling. 2006 Jun 1;61(3):405-10.
10. Bryan PB. For All Things a Season: An
22. Rindermann H, Baumeister AE. Parents' SES
Essential Guide to a Peaceful Parent-Child
vs. parental educational behavior and children's
Relationship. Brynn Publishing; 2003.
development: A reanalysis of the Hart and
11. Zevalkink J, Riksen-Walraven JM. Parenting in
Risley study. Learning and Individual
Indonesia: Inter-and intracultural differences in Differences. 2015 Jan 1;37:133-8.
mothers’ interactions with their young children.
23. Behringer N, Sassenberg K. Introducing social
International Journal of Behavioral
media for knowledge
Development. 2001 Mar;25(2):167-75.
management: Determinants of
12. Nadhiroh A. Hubungan karakteristik employees’ intentions to adopt new tools.
Pengasuhan ibu dengan keterampilan sosial Computers in Human Behavior. 2015 Jul
anak usia 6 tahun di kecamatan Sidoarjo. Tesis.
1;48:290-6.
Universitas Gadjah Mada. 2008.
24. Halle, T., Anderson, R., Blasberg, A., Chrisler,
13. Ertem IO, Atay G, Dogan DG, Bayhan A,
A. and Simkin, S., 2011. Quality of caregiver–
Bingoler BE, Gok CG, Ozbas S, Haznedaroglu child interactions for infants and toddlers
D, Isikli S. Mothers' knowledge of young child
(QCCIIT): A review of the literature, OPRE
development in a developing country. Child:
2011–25. Washington, DC: Office of Planning,
care, health and development. 2007 Nov
Research, and Evaluation, Administration for
1;33(6):728-37. Children and Families, US Department of Health
14. Prayangsari P. Pengaruh Konseling Care For and Human Services.
Child Development (CCD) oleh Kader terhadap
25. Galler JR, Harrison RH, Ramsey F, Forde V,
Pengetahuan dan Sikap Caregiver di Kota
Butler SC. Maternal depressive symptoms
Yogyakarta. Skripsi. Universitas Gadjah Mada;
affect infant cognitive development in Barbados.
2016. The Journal of Child Psychology and Psychiatry
15. Djaali, Muljono P. Pengukuran dalam Bidang and Allied Disciplines. 2000 Sep;41(6):747-57.
Pendidikan. Jakarta: Grasindo. 2008.

463
1

RELATIONSHIP QUALITY OF PARENT-CHILD INTERACTION WITH PEER


INTERACTIONS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 PEKANBARU

Giovani Noversi1, Raja Arlizon2, Rosmawati3


Email: giovaninoversi@yahoo.com, r.arlizon@yahoo.co.id, rosandi5658@gmail.com,
No. Hp: 081270331832, 08127653325, 08127534058.

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau

Abstract:The purpose of this research is to know the quality picture of the


parent's interaction with the child, to know the description of the interaction of the
child with peers and to know the relation of the quality of the parent-child interaction
with peer interaction in vocational highschool Muhammadiyah 2 Pekanbaru. Technique
of taking data in this research using questionnaire method, to collect data of parent
interaction with child and child interaction with peer. Research subjects were all
students of grade X vocational highschool Muhammadiyah 2 Pekanbaru which
amounted to 370 students, but researchers only take 50% of students grade X.
Determination of the sample by using random sampling technique. Data analysis was
done by using percentage technique and Pearson product moment correlation. Where
researchers choose grade X students due to the results of the phenomenon in the field.
The results showed that the interaction of parents with children is in good category
that is equal to 49.19% and interaction of children with peers are in good category that
is equal to 81,08%. There is a positive relationship between parent-child interactions
with peer interactions. This is evidenced by the correlation value of 0.709 and the value
of p

= 0.00.

Key Words: Parent-Child Interaction, Child's Interaction With Peers.

1
2

HUBUNGAN KUALITAS INTERAKSI ORANGTUA – ANAK DENGAN


INTERAKSI TEMAN SEBAYA DI SMK MUHAMMADIYAH 2
PEKANBARU

Giovani Noversi1, Raja Arlizon2, Rosmawati3


Email: giovaninoversi@yahoo.com, r.arlizon@yahoo.co.id, rosandi5658@gmail.com,
No. Hp: 081270331832, 08127653325, 08127534058.

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kualitas interaksi orangtua
dengan anak, untuk mengetahui gambaran interaksi anak dengan teman sebaya dan untuk
mengetahui hubungan kualitas interaksi orangtua – anak dengan interaksi teman sebaya di
SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini
menggunakan metode kuesioner, untuk mengumpulkan data interaksi orangtua dengan anak
dan interaksi anak dengan teman sebaya. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMK
Muhammadiyah 2 Pekanbaru yang berjumlah 370 orang, tetapi peneliti hanya mengambil 50 %
dari siswa kelas X. Penentuan sampel dengan menggunakan teknik Random Sampling. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan teknik persentase dan korelasi product moment Pearson.
Dimana peneliti memilih siswa kelas X dikarenakan dari hasil fenomena dilapangan. Hasil
penelitian menunujukkan bahwa interaksi orangtua dengan anak berada pada kategori baik
yaitu sebesar 49,19% dan interaksi anak dengan teman sebaya berada pada kategori baik yaitu
sebesar 81,08%. Terdapat hubungan yang positif antara interaksi orangtua – anak dengan
interaksi teman sebaya. Hal ini terbukti dengan nilai korelasi sebesar 0,709 dan nilai p= 0,00.

Kata Kunci: Interaksi Orangtua dengan Anak, Interaksi Anak dengan Teman Sebaya

2
3

PENDAHULUAN

Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mesti disayangi dan dikasihi
sepenuh hati. Sebagai orangtua harus mampu mempertanggung jawabkan anaknya suatu hari
nanti atas segala apa yang telah diajarkan dan diberi kepada si buah hati. Anak juga
merupakan kunci dari kemajuan serta kejayaan bangsa di masa depan, dimana keberhasilan itu
tidak hanya diukur dari intelektual tapi juga spiritual dan emosional anak. Namun ada yang lebih
penting dari itu dalam mendidik anak, yakni pembentukan kepribadian anak. Keluarga adalah
tempat pertama anak bernaung, sekaligus sebagai lingkungan terdekat yang memberi
pengajaran dalam menjalani proses pertumbuhan dan perkembangan.
Setiap anak mengalami perkembangan sesuai dengan tahap usianya dan seiring
berjalannya waktu anak akan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mengatasi masalah
yang dihadapinya. Pada tahap perkembangan sosial anak mulai menampakkan kesadaran
untuk berusaha mencari teman bergaul di lingkungan sekolah dan anak juga menyadari untuk
mendapatkan teman, anak harus dapat menjadi teman. Kemampuan bersosialisasi anak serta
rasa empati terhadap keadaan sekitar dapat dipupuk semenjak dini. Hal ini dikarenakan masa
emas hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan seorang manusia sehingga
merupakan masa yang tepat untuk membentuk watak dan kepribadian anak.
Keberadaan orangtua termasuk mempengaruhi dalam keberhasilan pencapaian tugas
perkembangan si anak, yang dapat secara tidak langsung tergambarkan pada keseharian
perilaku anak. Perilaku anak mencerminkan bagaimana interaksi dalam keluarga berlangsung
antara orangtua dengan anak, apakah efektif dan berkualitas. Namun banyak orangtua yang
tidak menyadari akan pentingnya kehadirannya, perhatiannya dan keterlibatannya dalam
tumbuh kembang si anak. Begitu pula si anak yang terkadang banyak menuntut hal yang belum
dipertimbangkannya dan hanya menuruti emosinya yang tidak stabil dan tidak mampu
mengendalikan diri.
Pada kenyataannya, anak terkadang juga tidak bisa menghargai dan memahami tujuan
atas usaha juang orang tuanya dalam mencapai target untuk menghidupi dan membahagiakan
si anak beserta keluarga dengan hasil kerjanya. Anak beranggapan orangtua tidak sayang,
tidak perhatian dan tidak peka bahkan lebih mengutamakan pekerjaan daripada anaknya.
Sehingga tidak jarang kita menemui anak yang ketus, cuek dan kurang sopan dalam merespon
orang tuanya bahkan ada yang berani melawan. Anak diusia remaja memang berada pada
masa konflik dan stress, mereka cenderung lebih mengutamakan prasangka dan emosinya
dalam bertindak dan tidak mengontrol diri.
Selain orangtua, teman sebaya merupakan orang yang sangat penting dalam
kehidupan seseorang. Interaksi dengan teman sebaya begitu penting dalam pengembangan
kecerdasan emosional, ahli mengatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya bagi anak akan
menyediakan peluang untuk belajar cara berinteraksi dengan teman seusianya, untuk
mengontrol perilaku sosial, mengembangkan keterampilan dan minat yang sesuai dengan usia
dan untuk saling membagi persoalan atau perasaan yang sama.
Komunikasi merupakan alternatif utama dalam membangun hubungan yang baik antara
orangtua dan anak. Tentunya proses komunikasi menjadi pertimbangan yang harus
diperhatikan orangtua dalam berinteraksi dengan anak seperti kritis, kreatif, aktif dan peka. Bisa
juga diawali dengan perbincangan ringan yang menggunakan tutur kata

3
4

yang baik sebab ini merupakan awal pertukaran simbol dalam interaksi yang nantinya akan
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hendaknya ada sikap keterbukaan antara anak
dengan orangtua dalam keluarga sehingga anak menjadi lebih positif dan mampu menentukan
hal – hal yang baik di lingkungan keluarga maupun sosialnya.
Apabila komunikasi antara orangtua – anak tidak berjalan dengan baik dan jarang
dilakukan, maka bisa jadi anak akan menjadi kesepian dan bahkan melakukan hal yang tidak
diinginkan hanya untuk menarik perhatian orang tuanya. Dengan adanya keberadaan teman
sebaya mungkin dapat mengurangi rasa kesepian si anak, akan tetapi dalam pergaulan sebaya
bisa jadi akan memberi pengaruh positif dan negatif pada anak. Jika anak telah didik dengan
baik dalam keluarganya tentu anak mampu memilah mana yang baik dan buruk saat bergaul
dengan teman sebayanya dan jika anak tidak mendapatkan pengajaran yang baik dalam rumah
maka ia akan melakukan hal yang buruk pula ketika berada di luar lingkungan keluarganya.
Maka dari itu perlunya interaksi yang berkualitas antara orangtua dan anak dalam membangun
kepribadian anak agar tidak terpengaruh hal yang tidak diinginkan ketika berbaur dengan
lingkungan sosial atau teman sebayanya.
Berdasarkan penelitian Laura Florensia Ghozali, Diah krisnatuti dan Alfiasari (2012)
mengatakan bahwa usia ibu yang semakin bertambah, keutuhan keluarga juga memberikan
pengaruh yang positif terhadap kecerdasan sosial para atlet muda. Dalam jurnal Linda Suwarni
(2009) dikatakan bahwa keteledoran orangtua dalam mengawasi dan berkomunikasi dengan
anaknya berkontribusi dalam peningkatan perilaku seksual berisiko, problem problem sosial dan
perbuatan kriminal, sehingga perlunya komunikasi dengan anak sehingga anak mampu
bersosialisasi dengan teman sebayanya dengan benar.
Berdasarkan hasil penelitian Hilmi Mufidah (2008) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa terdapat korelasi positif antara komunikasi orangtua terhadap perilaku siswa kelas VIII A
dan C di SMP Islam Al Izhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. Leis Yigibalom (2013) dalam
penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kehidupan keluarga masyarakat Desa Kumuluk,
Kecamatan Tiom, Kabupaten Lanny Jaya masih banyak yang mengalami konflik atau
diharmonisasi, diakibatkan kurangnya interaksi dan komunikasi diantara anggota keluarga
dalam berbagai aspek kehidupan keluarga.
Berdasarkan paparan diatas dan hasil pengamatan yang peneliti temukan di lapangan,
adanya beberapa fenomena yang terjadi disekolah yaitu:
1. Adanya siswa yang kurang sopan dalam berinteraksi dengan guru.
2. Adanya siswa yang bercanda kelewatan batas dengan teman sebaya dan
guru.
3. Adanya siswa yang ketus dan tidak bisa menerima saran atau pendapat
dari teman sebaya.
4. Adanya siswa yang tidak peduli dan cuek terhadap teman yang kesulitan.
5. Adanya siswa yang suka menyendiri dan tidak mau berbaur dengan teman
sebaya.
6. Adanya siswa yang ikut – ikutan kawan sekelompoknya melakukan sesuatu
hal, tanpa memikirkan baik atau buruknya.
7. Adanya siswa yang suka memilih – milih dalam berteman.
8. Adanya siswa yang mudah tersinggung, marah dan pendendam.
9. Adanya siswa yang berkuasa dan ingin ditakuti atau disegani oleh teman
lainnya.
10. Adanya siswa yang tidak mampu berbaur dan bahkan dijauhi oleh temannya.

4
5

Berdasarkan uraian pemaparan terhadap fenomena yang muncul dan hasil penelitian
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Hubungan Kualitas
Interaksi Orangtua – Anak Dengan Interaksi Teman Sebaya Di Smk Muhammadiyah 2
Pekanbaru Tahun Ajaran 2016 / 2017 ”
Adapun rumusan masalah dalam penilitian ini yaitu (1) Bagaimanakah gambaran
kualitas interaksi orangtua dan anak di rumah? (2) Bagaimanakah gambaran interaksi anak
dengan teman sebaya di sekolah? (3) Bagaimanakah hubungan kualitas interaksi orangtua –
anak dengan interaksi teman sebaya?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui gambaran kualitas interaksi orangtua
dan anak di rumah (2) Untuk mengetahui gambaran interaksi anak dengan teman sebaya di
sekolah (3) Untuk mengetahui hubungan kualitas interaksi orangtua – anak dengan interaksi
teman sebaya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional, sasaran dalam penelitian


ini adalah siswa kelas X SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran interaksi orangtua dan anak, mengetahui gambaran interaksi anak
dengan teman sebaya dan mengetahui hubungan antara interaksi orangtua – anak dengan
interaksi teman sebaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Interaksi Orangtua dengan Anak

Tabel 1 Gambaran Interaksi Orangtua dengan Anak

KATEGORI TOLOK UKUR F %


Sangat Baik 69-80 67 36,22%
Baik 57-68 91 49,19%
Sedang 45-56 25 13,51%
Buruk 33-44 2 1,08%
Sangat Buruk 20-32 0 0,00%
Jumlah 185 100%
Sumber: Data Olahan Penelitian, 2017

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran interaksi orangtua
terhadap anak sebagian besar pada kategori baik yaitu 49,19%, kemudian 36,22% pada
kategori sangat baik dan 13,51% pada kategori sedang, pada kategori buruk 1,08%.
Sedangkan pada kategori sangat buruk tidak ada.

5
6

Gambaran Interaksi Anak dengan Teman Sebaya

Tabel 2 Gambaran Interaksi Anak dengan Teman Sebaya

KATEGORI TOLOK UKUR F %


Sangat Baik 92-108 9 4,86%
Baik 76-91 150 81,08%
Sedang 60-75 26 14,05%
Buruk 44-59 0 0,00%
Sangat Buruk 27-43 0 0,00%

Jumlah 185 100%


Sumber: Data Olahan Penelitian, 2017

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran interaksi anak
dengan teman sebaya sebagian besar pada kategori baik yaitu 81,08%, kemudian 14,05%
pada kategori sedang, dan 4,86% pada kategori sangat baik, pada kategori buruk dan sangat
buruk tidak ada.

Hubungan Interaksi Orangtua – Anak dengan Interaksi Teman


Sebaya

Correlations
Orang Teman Sebaya
Tua
Orang Tua Pearson
1 .709**
Correlatio
n
Sig. (2-tailed) .000
N 185 185
Teman Pearson
.709** 1
Sebaya Correlatio
n
Sig. (2-tailed) .000
N 185 185
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil analisis hubungan kualitas interaksi orangtua-anak dengan interaksi teman


sebaya dapat dilihat hasil SPSS yaitu dengan melihat angka signifikan didapatkan ρ=0,000 <
0,05 maka Ha ditolak Ho diterima artinya terdapat hubungan kualitas interaksi orangtua – anak
dengan interaksi teman sebaya. Dengan nilai Correlation coefficient 0,709 ini artinya tingkat
hubungannya masuk kedalam kategori tinggi, dikatakan tinggi sebab nilai rentang kategori
korelasi antara 0,600-0,799 (Mikha Agus Widiyanto,2013).

6
7

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan analisis product moment dengan menggunakan program


SPSS 16, dari hasil analisis diperoleh bahwa besarnya koefisien korelasi sebesar 0,709 dengan
p-value sebesar 0,000. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan
antara kualitas interaksi orangtua – anak dengan interaksi teman sebaya, hal ini sesuai dengan
hipotesis yang diajukan oleh penulis. Dengan demikian dapat di interpretasikan bahwa variabel
kualitas interaksi orangtua- anak sebagai variabel bebas untuk memprediksikan atau mengukur
interasksi teman sebaya. Semakin berkualitas interaksi orangtua dengan anak maka semakin
berkualitas juga interaksinya dengan teman sebaya, begitu juga sebaliknya semakin rendah
kualitas interaksi orangtua dengan anak maka semakin rendah interaksinya dengan teman
sebaya.
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan jumlah responden 185 tersebut
menunjukan bahwa kualitas interaksi orangtua – anak berada pada kategori baik. Sedangkan
interaksi teman sebaya siswa menunjukan bahwa lebih dari separuh siswa memiliki interaksi
teman sebaya yang berada pada kategori baik.
Adapun hubungan atau keterkaitan antara variabel kualitas interaksi orangtua – anak
dengan interaksi teman sebaya, dapat dilihat dari sumbangan efektif yang diberikan interaksi
orangtua- anak kepada interaksi teman sebaya sebesar 50%. Dengan demikian masih terdapat
50% variabel lain diluar variabel kualitas interaksi orangtua yang dapat mempengaruhi interaksi
teman sebaya. Hasil penelitian di atas dapat bermakna bahwa siswa yang interaksinya bagus
dengan teman sebaya memiliki interaksi yang berkualitas dengan orang tuanya di rumah.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hilmi Mufidah (2008) menyatakan bahwa
terdapat korelasi positif antara komunikasi orang tua. Ini menjelaskan bahwa pentingnya dalam
keluarga berinteraksi secara mendalam dengan anggota keluarga, sebab akan mempengaruhi
anak dalam pembentukan karakter serta emosi anak. Jika dalam keluarga terjalin hubungan
yang harmonis, perasaan saling menjaga, menghargai dan sopan santun tentu saat anak
berada di luar lingkungan rumah anak juga mampu menerapkan perilaku ini apalagi saat berada
di sekitar lingkungan sosialnya.
Yuli setyowati (2015) juga mengatakan hal demikian berhubungan dengan
penelitiannya bahwa pola komunikasi yang demokratis dan interaktif secara kultural pada
akhirnnya akan menentukan keberhasilan proses sosialisasi anak dan memberi nilai positif bagi
anak. Sistem nilai yang berhubungan dengan kualitas emosi anak antara lain sikap hormat, tata
krama atau sopan santun, kesabaran dalam menyelesaikan konflik serta toleransi yang menjadi
dasar terbentuknya empati anak. Jadi anak yang tumbuh kembang dengan cerdas baik secara
intelektual maupun emosional yang akhirnya menjadi dasar bagi kecerdasan lain yaitu
kecerdasan sosial, moral dan spiritual.

7
8

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Simpulan

Berdasarkan penelitian dan hasil pengolahan data yang telah dilakukan peneliti, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut (1) Kualitas interaksi orangtua dan anak berada pada
kategori baik (2) Interaksi anak dengan teman sebaya berada pada kategori baik (3) Adanya
hubungan antara kualitas interaksi orang tua – anak dengan interaksi teman sebaya dimana
semakin berkualitas hubungan orangtua-anak maka semakin baik pula hubungannya dengan
teman sebaya, begitu pula sebaliknya.

Rekomendasi

Adapun rekomendasi dari penulis adalah:

1. Kepada guru BK diharapkan dapat memberikan bimbingan kepada siswa


dalam meningkatkan hubungan yang berkualitas saat berinteraksi dengan
teman sebaya dan menjelaskan pentingnya menjalin hubungan sosial
yang akan mengajarkan bagaimana menyesuaikan diri dengan orang lain
dan memahami aturan yang ada di masyarakat sebagai pengalaman yang
tidak bisa diberikan oleh keluarga.

2. Kepada siswa diharapkan mampu menjalin komunikasi yang berkualitas


dengan orangtua seperti menjalin komunikasi yang baik akan melatih
sikap hormat, sopan santun dan toleransi yang akan akan mempengaruhi
diri sendiri dalam mengendalikan emosi saat berbaur di kehidupan sosial.

3. Kepada peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk
mengembangkan penelitian yang lebih mendalam mengenai interaksi
dengan orangtua maupun interaksi dengan teman sebaya. Diharapkan
juga dapat mengembangkan penelitian ini secara intensif dengan
menggunakan berbagai macam metode yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. 1991. Psikologi Sosial. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Ahmad Asrori. 2009. Psikologi Remaja. PT. Bumi Aksara: Jakarta.

Anas Sudjiono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Andreas Rante Padang. 2012. Interaksi sosial dan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal forum
Kependidikan 1 ( 1 ): 1 – 15 Universitas Krabat

8
9

Arif Muhammad Ammar. 2015. Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya dengan
Kecerdasan Emosional. Jurnal Ilmiah 01 ( 1 ). Fakultas Ilmu Pendidikan
Yogyakarta

Bimo Walgito. 2003. Psikologi Sosial. Andi Offset: Yogyakarta.

Cecep Darmawan. 2007. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Moral dan Global
dalam Perspektif Pendidikan Kesejahteraan Keluarga dalam Kehidupan
Keluarga Sekolah dan Masyarakat. Bandung: Jurusan PKK FPTK UPI

DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Profesional Book: Jakarta

Dhyni Rahma Nisa. 2011. Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Interaksi Sosial Dengan
Teman Sebaya. Universitas Riau

Dwi Agustina Nurlaeli. 2015. Hubungan Antara Interaksi Orangtua dengan Keterampilam
Berbicara Anak Usia 4 – 6 Tahun di TK Pertiwi Babakan Kalimanah Purbalingga Jawa
Tengah. Jurnal 1 ( 4 )

Elfi Muawanah. 2012. Bimbingan Konseling Islam. Teras:Yogyakarta.

Faradina A. E. Fajrianthi. 2012. Konflik Pekerjaan Keluarga. Jurnal Psikologi 1 ( 2 ) 111-


125. Universitas Airlangga

Farida Yunistianti. 2014. Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial Remaja.
Jurnal Psikologi Indonesia 3 ( 1 ): 71 – 82

Gerungan W. A. 2002. Psikologi Sosial. Refika Aditama: Bandung.

Hendy Purwo Pubowo. 2007. Interaksi keluarga Pada Penderita Skizofrenia. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Hilmi Mufidah. 2008. Komunikasi Antara Orangyua Dengan Anak dan Pengaruhnya Terhadap
Perilaku Anak

Hurlock. 1992.Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan (terjemahan : Istiwidiyati ). Erlangga: Jakarta.

9
Itryah Arfianto. 2010. Interaksi Keluarga Dan Peran Orang Tua Terhadap Keputusan Pemilihan
10

Jurusan Pada Siswa SMA di Palembang

10
11

Irwanto. 1991. Kepribadian Keluarga dan Narkoba (Tinjauan Sosial dan Psikologis).

Penerbit Arcan: Jakarta

J. Supranto. 2008. Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Ketujuh. Erlangga: Jakarta.

Kanim Zarkasih Putro. 2015. Pengaruh Pola Asuh dan Interaksi Teman Sebaya
Terhadap Kecerdasan Emosional Anak di RA Arif Rahman Hakim Yogyakarta.
Jurnal Pendidikan Anak 1 ( 2 )

Kevin Steede. 2007. 10 Kesalahan Orangtua Dalam Mendidik Anak. PT Tangga


Pustaka:Tangerang

Laura Florensia, dkk. 2012. Hubungan Teman Sebaya yang Berkualitas dan Pemanfaatan
Media Massa meningkatkan Kecerdasan Sosial Atlet Muda. Jurnal ilmu Kel & Kons 5 (
1 ): 29 – 37

Leis Yigibalom. 2013. Peranan Interaksi Anggota Keluarga dalam Upaya


Mempertahankan Harmonisasi kehidupan Keluarga. Jurnal Pendidikan 2 ( 4 ):
25 – 30

Linda Suwarni. 2009. Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Seksual Remaja SMA di Kota Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia 4 ( 2 )

Mikha Agus Widiyanto. 2013. Statistika Terapan: Konsep dan Aplikasi SPSS dalam penelitian
bidang Pendidikan, Psikologi dan Ilmu Sosial lainnya. Elex Media Komputindo: Jakarta.

Nur Afni Kusumaningtyas. 2010. (Studi Deskripstif Tentang Interaksi dan Pola Asuh terhadap
Anak Pasca Perceraian di Kota Surabaya)

Ria Krisnamurti. 2015. Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Interaksi teman Sebaya Terhadap
Kecerdasan Emosi Siswa Kelas VB SDN Negeri Pujokusuman Tahun

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Remaja. Erlangga: Jakarta.

Soekanto, Soejono. 1992. Sosiologi Keluarga. PT Rineka Cipta: Jakarta

Sugiyono. 2010. Statika Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung.

Sukardi. 2014. Metodologi Penelitain Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Media


Grafika: Yogyakarta.

11
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018

Sujoko, S.Psi, S.Pd.I, M.Si. 2011. Hubungan Antara Broken Home, Pola Asuh Orangtua dan Interaksi Teman
Sebaya dengan Kenakalan remaja

Yuli Setiowati. 2015. Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan Emosi Anak.

Jurnal Ilmu Komunikasi 2 ( 1 ): 67 – 78

1
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018

HUBUNGAN VERBAL ABUSE ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN KOGNITIF


PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SD INPRES TEMPOK KECAMATAN TOMPASO

Angle Mamesah
Sefti Rompas
Mario Katuuk

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi
Email :anglemamesah.01@gmail.com

Abstract: Verbal abuse is an expression or performance action that causes adverse emotional consequences.
The objective :This study aims to determine the correlation of parents' verbal abuse with cognitive
development in school aged at SD Inpres Tempok. The design : This type of research uses quantitative
research with descriptive studies. The number of samples is 31 people using total sampling technique. Data
processing tools in the form of questionnaires. Theresult : The results showed that most children received mild
verbal abuse from parents (76.7%), most of the children who experienced cognitive development (56.7%) and
where the P> 0.05 was P = 0.025. Conclusion
:there was a significant relationship between verbal abuse and cognitive development in school-aged at SD
Inpres Tempok. So parents are expected in parenting does not do verbal abuse. So that can support cognitive
development children good. This study can be used as a follow up tu further research on the relationship of
the trigger factors of verbal abuse and cognitive development of children.
Keywords :Verbal abuse, cognitive development, school-aged

Abstrak :Verbal abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang
merugikan dan dapat berpengaruh atau mengganggu pertumbuhan termasuk perkembangan kognitif
anak.Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan verbal abuse orang tua dengan
perkembangan kognitif pada anak usia sekolah di SD Inpres Tempok. Desain Penelitian : Jenis penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan studi deskriptif korelasi. Jumlah sampel 31 orang dengan
menggunakan teknik total sampling. Alat pengumpulan data berupa kuesioner.Hasil penelitian : didapatkan
bahwa sebagian besar anak mendapatkan verbal abuse ringan dari orang tua (76,7%), sebagian besar anak
memiliki perkembangan kognitif sesuai (56,7%) dan dimana P value>0,05 adalah P = 0,025. Kesimpulan :
terdapat hubungan yang signifikan antara verbal abuse dengan perkembangan kognitif pada anak usia sekolah
di SD Inpres Tempok. Jadi orang tua diharapkan dalam pengasuhan tidak melakukan pelecehan verbal.
sehingga dapat mendukung perkembangan kognitif yang baik. penelitian ini dapat digunakan sebagai tindak
lanjut untuk penelitian lebih lanjut tentang hubungan faktor pemicu pelecehan verbal dan perkembangan
kognitif anak-anak.
Kata Kunci :Verbal abuse, perkembangan kognitif, usia sekolah

2
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018

PENDAHULUAN dan di lingkungan masyarakat. Hasil monitoring dan


Tumbuh kembang anak merupakan peristiwa evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi
yang terjadi selama proses pertumbuhan dan menunjukkan bahwa 91 % anak menjadi korban
perkembangan anak yang dapat terjadi secara fisik, kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 % di
intelektual, maupun emosional. Tumbuh kembang lingkungan sekolah dan
yang berhubungan dengan mental yaitu aspek 17.9 % di lingkungan masyarakat (Setyawan
perkembangan kognitif dengan fungsi intelektual D. KPAI 2014).
(Donna, 2009) . Survey pendahuluan pada tanggal 20 April
Perkembangan kognitif seorang anak tidak 2018 di SD Inpres Tempok didapatkan jumlah
serta merta tumbuh begitu saja.Hal ini berarti siswa 60 anak, dan siswa yang ada di kelas 4, 5
bahwa setiap anak memiliki karakteristik yang dan 6 berjumlah 31 orang. Dan peniliti melakukan
berbeda-beda.Terdapat 2 faktor yang wawancara pada 8 orang anak yang ada dikelas 4-
mempengaruhi perkembangan kognitif pada diri 6 di SD Inpres Tempok didapatkan enam anak
seorang anak diantaranya faktor internal dan faktor sering mendapatkan verbal abuse setiap kali anak
eksternal.Pada faktor eksternal adanya interaksi melakukan kesalahan menurut sang ibu,
sosial yang orang tua sangat berperan. Sikap sedangkan dua sisanya hanya sesekali saja.
keluarga khususnya orang tua terhadap anak sering Sedangkan untuk perkembangan kognitif beberapa
kali berwujud otoriter dengan cara berlaku kasar anak dengan percaya diri memperkenalkan diri dan
dan memberikan hukuman fisik dengan alasan bersosialisasi dengan baik dan yang lain terlihat
untuk memberikan hukuman pada anak mereka kaku dan menutup diri.
(Muhibbin, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti
Verbal abuse atau kekerasan verbal tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Verbal
merupakan kekerasan dari ucapan yang Abuse Orang Tua Dengan Perkembangan Kognitif
menimbulkan sakit pada perasaan atau secara Pada Anak Usia Sekolah Di SD Inpres Tempok
psikis. Mengucapkan kata-kata kasar tanpa Kecamatan Tompaso”.
menyentuh fisik, memfitnah, mengancam,
menakutkan, menghina atau membesar- besarkan METODE PENELITIAN
kesalahan orang lain merupakan kekerasan verbal. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan
Verbal abuse menyebabkan gejala yang tidak studi deskriptif korelasi.Penelitian ini dilakukan di
spesifik, misalnya mengganggu perkembangan SD Inpres Tempok pada bulan april-
kognitif, agresif, konsep diri yang rendah, gangguan oktober.Populasi pada penelitin ini adalah siswa
emosi dan kepribadian anti sosial (Gunarsa, 2010). kelas 4-6 di SD Inpres Tempok yang berjumlah 31
Menurut catatan dari Komisi Perlindungan orang. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa
Anak Indonesia (KPAI) angka verbal abuse pada yang berumur 8-12 tahun yang berada di kelas 4,5
anak selalu meningkat setiap tahun. Pada tahun dan 6 di SD Inpres Tempok yang memenuhi kriteria
2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 inklusi. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah
kasus, 2013 total sampling. Instrumen yang digunakan dalam
ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus, dan 5 penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner untuk
kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang verbal abuse yang bertujuan untuk mengetahui
dari 2011 hingga april 2015. Pertama, anak frekuensi verbal abuse yang dilakukan oleh orang
berhadapan dengan hukum hingga april 2015 tua Kuesioner diambil dari penelitian sebelumnya
tercatat 6006 kasus. Selanjutnya, kasus oleh Astuti tentang hubungan verbal abuse
pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764 kasus, terhadap perkembangan kognitif anak usia
kesehatan dan napza 1366 kasus serta pornografi prasekolah. Dan untuk kuesioner perkembangan
dan cybercrime 1032 kasus. Anak bisa menjadi kognitif yang berisi 9 pertanyaan tentang
korban ataupun pelaku kekerasan dengan lokus kemampuan
kekerasan pada anak ada 3, yaitu di lingkungan
keluarga, di lingkungan sekolah

3
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018

perkembangan kognitif dengan sasaran anak usia Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
sekolah berumur 9-11 tahun yang dibuat sendiri Pekerjaan Orang Tua
oleh peneliti. Dalam penelitian ini uji bivariat Pekerjaan n %
dilakukan untuk mengetahui hubungan verbal Petani 13 43,3
abuse orang tua dengan perkembangan kognitif
anak di SD Inpres Tempok. Analisa data dilakukan Swasta 5 16,7
dengan menggunakan uji Chi-square melalui Guru 3 10,0
analisa data computer pada tingkat kepercayaan Pelaut 2 6,7
95% (α = 0,05). Tukang 4 13,3
Sopir 3 10,0
HASIL dan PEMBAHASAN Total 30 100,0
Tabel 1.Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Sumber: Data Primer, 2018
Kelamin
Jenis Kelamin n (%) Tabel diatas menunjukkan bahwa responden
Laki-laki 17 56,6 terbanyak orang tuanya berkerja sebagai petani
Perempuan 13 43,4 sebanyak 13 orang (43,3%) dan yang paling sedikit
sebagai pelaut sebanyak 2 orang (6,7%).
Total 30 100,0
Sumber: Data Primer, 2018 Tabel 4. Dsitribusi Responden Berdasarkan
Pendidikan Orang Tua
Berdasarkan tabel 1. menunjukkan bahwa Pendidikan n %
responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak SMP 8 26,7
17 orang (56,6%) dan berjenis kelamin
SMA 17 56,7
perempuan sebanyak 13 orang (43,3%).
DIPLOMA 2 6,6
SARJANA 3 10,0
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
Umur Total 30 100,0
Umur n (%) Sumber: Data Primer, 2018
8 7 23,3
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
9 9 30,0
responden terbanyak orang tuanya berpendidikan
10 10 33,3 SMA sebanyak 17 orang (56,7%) dan sebagian
11 3 10,0 kecil orang tua berpendidikan Diploma sebanyak 2
12 1 3,3 orang (6,6%).
Total 30 100,0
Sumber: Data Primer, 2018 Analisa Univariat

Penelitian menunjukkan bahwa responden Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan


terbanyak berusia 10 tahun (33,3%) diikuti Verbal Abuse Orang Tua
usia 9 tahun sebanyak 9 orang (30,0%), usia 8 Verbal Abuse n %
tahun sebanyak 7 orang (23,3%), usia 11 tahun Ringan 23 76,7
sebanyak 3 orang (10,0%) dan usia 12 tahun Berat 7 23,3
sebanyak 1 orang (3,3%). Total 30 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Jumlah distribusi responden dengan verbal


abuse terbanyak mendapatkan verbal abuse yang
ringan dari orang tua (76,7%) dan yang
mendapatkan verbal berat sebanyak 7 orang
(23,3%).

4
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan lebih baik dan terarah dan orang tua yang segera
Perkembangan Kognitif memberi stimulasi yang tepat, maka akan
Perkembangan n % mempercepat penguasaan terhadap tugas tugas
Kognitif perkembangan pada usianya. Hal ini juga mungkin
Sesuai 17 56,7 karena pendidikan orang tua cukup tinggi dalam
Meragukan 13 43,3 penelitian ini didapatkan pendidikan terakhir orang
Total 30 100,0 tua adalah SMA. Karena semakin tinggi pendidikan
Sumber: Data Primer, 2018 maka semakin mudah seseorang menerima
informasi khususnya informasi tentang cara
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa menstimulasi anak sehingga pengetahuannya
responden terbanyak memiliki perkembangan tentang perkembangan kognitif semakin tinggi
kognitif yang sesuai (56,7 %) dan yang (Afrina, 2015).
perkembangan kognitinya meragukan sebanyak 13 Berdasarkan hasil uji fisher’s exact test
orang (43,3%). didapatkan bahwa nilai p = 0,025. Tingkat
kemaknaan alfa (α) yang digunakan yaitu 0,05. Jadi
Analisa Bivariat p = 0,025 < 0,05 maka Ho ditolak dan disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
Tabel 7. Hubungan Verbal Abuse dan verbal abuse orang tua dengan perkembangan
Perkembangan Kognitif kognitif pada anak yang artinya jika verbal abuse
Perkembangan Kognitif pada anak semakin ringan maka perkembangan
kognitif anak akan sesuai begitupun sebaliknya jika
Verbal Abuse Sesuai Meragukan Total P-Value verbal abuse pada anak semakin tinggi atau berat
maka perkembangan kognitif anak akan semakin
kurang bahkan perkembangan kognitif anak akan
n % n % n % tetap baik (Astuti, 2014). Hasil penelitian yang
Ringan 16 53,4 7 23,3 23 76,7 0,025 menunjukkan adanya hubungan antara verbal
abuse orang tua dengan perkembangan kognitif
Berat 1 3,3 6 20 7 23,3 pada anak karena hasil penelitian menunjukkan
Total 17 56,7 13 43,3 30 100 semakin ringan verbal abuse maka perkembangan
kognitif anak akan semakin sesuai atau baik.
Sumber: Data Primer, 2018 Dengan seberapa besar peranan yang dimainkan
oleh orangtua didalam membantu perkembangan
kognitif anaknya itu terkait dengan perlakuan atau
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dapat
bimbingan orangtuanya terhadap anaknya di dalam
diketahui dari 30 responden, sebagian besar
lingkungan keluarga.Diperlukan pemahaman dari
terdapat verbal abuse orang tua ringan dengan
orangtua bagaimana seharusnya membimbing
perkembangan kognitif sesuai yaitu sebanyak 16 anaknya tanpa melakukan kekerasan verbal
responden (53,4%), verbal abuse berat dengan
sehingga dapat membantu perkembangan kognitif
perkembangan kognitif sesuai sebanyak 1 orang
anak untuk mempercepat penguasaan terhadap
(3,3%), verbal abuse ringan dengan perkembangan
tugas-tugas perkembangan pada usianya (Astuti,
kognitif meragukan sebanyak 7 orang (23,3%), dan
2014).
verbal abuse berat dengan perkembangan kognitif Hasil penelitian didapatkan ada 17 responden
meragukan sebanyak 6 orang (20,0%). (56,7%) dan 13 responden (43,3%) yang memiliki
Diketahui bahwa anak yang mengalami Verbal
perkembangan kognitif yang meragukan yang
Abuse kategori ringan dengan perkembangan
perkembangan kognitifnya menyimpang.
kognitif baik sejumlah 16 orang anak (53,4%), ini
Berdasarkan pendidikan orang tua yang mana
terjadi karena adanya perlakuan keluarga terhadap
didapatkan ada beragam
anak usia sekolah secara langsung mempengaruhi
perkembangan kognitif anak yang tertanam sejak
kecil. Orang tua yang tidak melakukan Verbal
Abuse atau tindakan kasar dan selalu merespon
setiap kegiatan anak maka dapat berpengaruh
terhadap perkembangan kognitif anak yang

5
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018

pendidikan orang tua siswa. Dengan latar belakang


SIMPULAN
pendidikan yang berbeda-beda memungkinkan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
bahwa pengetahuan orang tua tentang
disimpulkan bahwa, adalah :
perkembangan kognitif juga berbeda yang mana
hal tersebut dapat berpengaruh pada perilaku / 1. Sebagian besar anak usia sekolah di
cara orang tua dalam melakukan verbal abuse SD Inpres Tempok mengalami verbal
pada anak yang akhirnya dapat menyebabkan abuse kategori ringan.
perkembangan kognitif pada anak yang berbeda- 2. Sebagian besar anak usia sekolah di
beda (Nazhifah, 2013).
Adapun hasil yang menunjukkan anak dengan
SD Inpres Tempok mengalami
verbal abuse ringan namun memiliki perkembangan perkembangan kognitif yang sesuai.
kognitif yang meragukan berjumlah 7 orang 3. Terdapat hubungan yang signifikan
(23,3%) ataupun verbal abuse berat tetapi memiliki antara verbal abuse orang tua
perkembangan kognitif yang sesuai berjumlah 1 terhadap perkembangan kognitif pada
orang (3,3%). Hal ini disebabkan, perkembangan
kognitif tidak hanya semata-mata dipengaruhi oleh
anak usia sekolah di SD Inpres
kejadian verbal abuse orang tua tetapi juga Tempok.
dipengaruhi oleh faktor lainnya yaitu internal dan
eksternal. Faktor internal antara lain berhubungan DAFTAR PUSTAKA
dengan persepsi anak, kognisi anak, dan
prematuritas. Sedangkan faktor eksternal seperti Astuti.(2014). Hubungan tingkat verbal abuse
riwayat keluarga, pola asuh orang tua, lingkungan orang tua terhadap perkembangan
verbal, pendidikan, jumlah anak. Apabila faktor lain kognitif anak di TK Atma Bakti desa
ini lebih dominan mempengaruhi perilaku tentu saja Pringapus kecamatan Pringapus
dapat mengakibatkan kejadian verbal abuse tidak kabupaten Semarang.Ungaran : Program
lagi mempengaruhi perkembangan kognitif anak Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi
(Muhibbin, 2011). Waluyo Ungaran.
Melalui bahasan diatas kita dapat
menyimpulkan bahwa seberapa besar peranan Arvin.(2007) Ilmu kesehatan anak.Jakarta : EGC.
yang dimainkan oleh orangtua didalam membantu
perkembangan kognitif anaknya itu terkait dengan Afrina & Fithria (2014).Pengetahuan Orang Tua
perlakuan atau bimbingan orangtuanya terhadap Tentang Kekerasan Verbal Pada Anak
anaknya di dalam lingkungan keluarga.Diperlukan Pra Sekolah Di Aceh.Banda Aceh
pemahaman dari orangtua bagaimana seharusnya : Fakultas Keperawatan.
membimbing anaknya tanpa melakukan kekerasan
verbal sehingga dapat membantu perkembangan Abubakar, Baraja. (2007). Psikolog perkemangan
kognitif anak untuk mempercepat penguasaan tahapan-tahapan dan aspek-aspeknya.
terhadap tugas- tugas perkembangan pada usianya Jakarta: Studia Press.
(Nazhifah, 2013).
Donna W.L (2009). Buku ajar keperawatan
pediatric volume 4.Jakarta : EGC.

Gunarsa. (2010). Bunga rampai psikologi


perkembangan : dari anak sampai lanjut.
Jakarta : Gunung Mulia.

Hastuti, (2013).Hubungan Antara Variasi Bermain


Dengan Perkembangan Kognitif Pada
Anak Usia Pra Sekolah Kelompok A Di TK
PGRI 01 Kedungkandang Malang. Malang
: Poltekes RS dr. Soepraoen Prodi
Keperawatan.

6
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

Iin & Khusnul & Rista (2017).Pengalaman Verbal Abuse Oleh Keluarga Pada Anak Usia
Sekolah Di Kota Semarang. Semarang : Program Studi Ners STIKES.

Jallaludin. (2007). SQ for Kids:Mengembangkan Kecerdasan


SpiritualAnak Sejak Dini Bandung : PT MizanPustaka.

Jacken.(2004). Merawat Balita itu mudah.


Bandung: Nexx Media.

Mukhlisah.(2015). Pengembangan Kognitif Jean Piaget dan Peningkatan Belajar Anak


Diskalkulia.Surabaya : UIN Sunan Ampel

Mubiar, Ernawulan (2011). Bimbingan konseling untuk anak usia dini. Jakarta:Universitas
TerbukaNazhifah (2013).Pengaruh Verbal Abuse, Kualitas Komunikasi Orang Tua dan
Konformitas Teman Sebaya Terhadap Perilaku Agresif Remaja

Mas’udah. (2010). Metode Pengembangan Kognitif Dan Kreativitas. Unesa. Unpublisihed.

Notoadmojo, (2012).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam, (2015).Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu


keperawatan.Pendekatan Praktis. Edisi 3.Jakarta : Salemba Medika.

Nazhifah (2013).Pengaruh Verbal Abuse, Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Konformitas
Teman Sebaya Terhadap Perilaku Agresif Remaja

Rendro. (2010). Beyond borders: comunication modernity & history. Jakarta : London school
of public relations.

12
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

Rakhmat. (2011). Sq for kids: mengembangkan kecerdasan spiritual anak sejak dini.Bandung
: PT Mizan Pustaka.

Syah, Muhibbin. (2011). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT Remaja
Rosda Kerja.

Sutikno. (2010). The power of 4q for hr and company development. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

Setyawan D. KPAI (2015).Pelaku Kekerasan terhadap anak tiap tahun Meningkat :


http://www.kpai.go.id/.

Susanto. (2012). Perkembangan anak usia dini.Jakarta : Kencana Prenada MediaGrup.

Soetjiningsih, (2012).Tumbuh kembang anak.Jakarta : EGC.

Sari & Pediatri (2009).Skrinning gangguan kognitif dan bahasa.Bandung : UNPAD.

Wifqi Nisyrokhah. (2016). Pengetahuan Orang Tua Tentang Verbal Abuse (Kekerasan
Verbal) Pada Anak.Ponorogo : Program Studi D III
Keperawatan.

Yade & Yuhendri (2014).Hubungan Kejadian Verbal Abuse Orang Tua Terhadap Anak
Dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia Pra Sekolah Di Kelurahan Tarok Dipo
Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Bukittinggi Dipo wilayah Kerja Puskesmas
Guguk Panjang Bukittinggi. Bukittinggi : STIKes Prima Nusantara Bukittinggi.

13
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

PENGALAMAN VERBAL ABUSE OLEH


KELUARGA PADA ANAK USIA SEKOLAH
DI KOTA SEMARANG
Iin Armiyanti1), Khusnul Aini2), Rista Apriana 3)
1,2,3
Progam Studi Ners STIKES Widya Husada Semarang

Jl. Subali Raya No.12 KrapyakSemarang, Telp 024-7612988-7612944


Email: Iinarmiyanti95@gmail.com, 1khusnul.aini@gmail.com, Rista_apriana@yahoo.com

ABSTRACT
Verbal abuse are all forms of speech acts that have the character of insulting, snarling,
cursing and scare by issuing inappropriate words. This research uses qualitative method with
phenomenology approach and involves 3 paticipant. This study shows the experience of life
experienced by school-age children are verbal abuse in the form of snapped, scolded and
issued inappropriate words that should not be spoken by parents. Verbal abuse experience
by families in school-aged children. Verbal absue done by parents affects the child’s
psychological development. Parents should be more careful in attitude and when
communicating. Because children as imitators of parents, then it is better choose which one
is appropriate to say and show to the child.
Keywords: Experience, family, school-aged, verbal abuse.

ABSTRAK
Kekerasan kata-kata adalah semua bentuk tindakan ucapan yang mempunyai sifat
menghina, membentak, memaki, dan menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak
pantas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan
melibatkan 3 partisipan. Hasil Penelitian ini menunjukan adanya pengalaman hidup yang
dialami anak usia sekolah yaitu kekerasan verbal yang berupa dibentak, dimarahi, dan
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas yang seharusnya tidak diucapkan oleh orang tua.
Pengalaman verbal abuse yang didapatkan keluarga pada anak usia sekolah. Verbal abuse
yang dilakukan oleh orang tua berdampak pada perkembangan psikologis anak. Diharapkan
penelitian ini dapat dilakukan kembali dengan lebih mendalami pengalaman hidup seseorang
lebihh dalam lagi agar penelitian ini bisa lebih baik lagi.
Kata Kunci: Anak usia sekolah, keluarga, pengalaman, verbal abuse.

14
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

PENDAHULUAN menerima sebanyak 622 laporan kasus


Anak usia sekolah 6-12 tahun kekerasan terhadap anak sejak Januari
merupakan masa-masa pembentukan jati hingga April 2014 dalam kekerasan fisik,
diri seorang anak. Pada masa- masa ini kekerasan psikis dan kekerasan seksual.
anak rentan bersikap keras kepala, egois, Kekerasan emosional sebanyak 12 kasus.
melawan dan memberontak dari peraturan- Menurut penelitian, di Indonesia
peraturan yang diberikan orang tua dengan sendiri masih sedikit data yang bisa
tujuan memperoleh kebebasan serta rasa menjelaskan mengenai angka kejadian
ingin tahu. Oleh karena itu banyak orang kekerasan verbal karena orang tua sebagai
tua yang merasa anaknya sangat sulit diatur pelaku tidak menyadari bahwa orang tua
dan secara tidak sadar melakukan tindakan pernah melakukan kekerasan verbal
kekerasan kepada anaknya baik secara fisik kepada anak serta orang tua kurang
maupun verbal. Orang tua tidak banyak mengetahui dampak yang diperoleh anak
mengetahui bahwa anak juga mempunyai dalam jangka panjang (Eunike & Kusnadi,
hak dan kewajiban sesuai yang tercantum 2009). Tercatat 51% anak mengalami
dalam Undang-Undang Perlindungan Anak kekerasan dikeluarga sementara itu 28,6%
No. 23 Tahun 2002 pasal 4 sampai dengan anak mengalami kekerasan di lingkungan
pasal 19. Kekerasan pada anak meliputi sekolah dan 20,4% anak pernah mengalami
berbagai macam bentuk tingkah laku dari kekerasan di lingkungan masyarakat (Data
tindakan ancaman fisik secara langsung KPAI, 2014).
oleh orangtua atau orang dewasa. Data di Kota Semarang menurut
Kekerasan pada anak biasanya Pusat Pelayanan Terpadu Seruni (PPT)
terjadi dalam keluarga dan dilakukan oleh tingkat kekerasan terhadap anak di kota
orang tua selama proses pengasuhan. Hal Semarang di laporkan setiap tahunnya
ini disebabkan orang tua sebagai pelaku mengalami peningkatan. Di tahun 2012
tidak menyadari bahwa orangtua pernah angka kekerasan anak di kota Semarang
melakukan kekerasan terhadap anak. mencapai 48 kasus, tahun 2013 naik
Kekerasan pada anak meliputi empat menjadi 53 kasus, pada tahun 2014 angka
macam yaitu kekeraan fisik, seksual, neglect kekerasan anak masih meningkat mencapai
(pengabaian) dan verbal atau emosional 55 kasus dan di tahun 2015 meingkat lagi
(WHO, 2006). menjadi 75 kasus yang sebagian besar
Berdasarkan catatan KPAI angka anak usia 6-12 tahun masih berada di
kekerasan pada anak menunjukan angka bangku Sekolah Dasar (Suara Merdeka,
kenaikan. Pada tahun 2011 tercatat ada 261 2015).
kasus kekerasan anak. Dan KPAI mencatat Berdasarkan data di atas
dalam 4 tahun terakhir kasus kekerasan kekerasan pada anak yang seringkali tidak
terhadap anak tertinggi pada tahun 2013 disadari oleh orang tua yaitu kekerasan
dengan jumlah kasus sebanyak 1.615. KPAI verbal. Kekerasan verbal adalah
penganiayaan emosi maupun perlakuan
menyakiti emosional anak secara terus
menerus sehingga

15
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

menyebabkan pengaruh buruk dan terus SD Negeri 02 Ngaliyan Semarang”. Tujuan


menerus pada perkembangan emosional penelitian ini adalah untuk mengetahui
anak, yang meliputi penggunaan pengalaman verbal abuse anak usia
bahasa yang sekolah.
mengandung arti bahwa anak tidak
berharga atau tidak disayang, tidak cakap,
dan semua yang menggambarkan harapan METODE PENELITIAN
orang tua yang tidak sesuai dengan usia Jenis penelitian yang digunakan
anak dan perkembangan anak, sampai dalam penelitian ini adalah penelitian
kepada pengabaian dan penelantaran kualititatif. Penelitian kualitatif adalah
kebutuhan-kebutuhan dasar anak (M.Ihsan, prosedur penelitian yang menghasilkan
2013). data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
Kekerasan verbal terhadap anak lisan dari orang-orang dan perilaku yang
akan menumbuhkan sakit hati hingga dapat diamati (Boglan dan Taylor dalam
membuat anak berpikir seperti yang kerap Meleong, 2007). Sedangkan rancangan
diucapkan oleh orang tuanya. Jika orangtua penelitian yang digunakan adalah
berkata anak bodoh atau jelek, maka anak pendekatan fenomenologi.
akan menganggap dirinya demikian. Anak Pendekatam fenomenologi dipilih
akan meniru perilaku dari orang yang lebih karena penelitian ini bertujuan memahami
dewasa, jika mereka terpapar dengan subjek dalam dunia pengalamannya.
perilaku atau ucapan yang kasar maka Penelitian fenomenologi menggambarkan
anak akan melakukan hal yang sama makna pengalaman subjek akan fenomena
kepada orang lain, dan hal itu akan selalu yang sedang di teliti (Saryono, 2013).
diingat (Choirunnisa, 2008). Teknik yang digunakan untuk
Hasil wawancara di SD Negeri 02 menentukan sampel pada populasi tersebut
Ngaliyan Semarang terhadap anak usia adalah purposive sampling, yaitu teknik
Sekolah Dasar, 3 orang anak memiliki penentuan sampel dengan pertimbangan
orang tua yang galak dan sering tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti.
membentak. Biasanya hal tersebut Kriteria sampel yang digunakan adalah
didapatkan anak saat mereka melakukan anak usia sekolah (6-11 tahun) Sampel
kesalahan, susah untuk diatur, rendahnya pada penelitian ini adalah 3 orang karena
motivasi belajar dan lupa waktu ketika sudah mencapai saturasi data. Pada
mereka bermain. Perilaku si anak yang penelitian ini, peneliti mengumpulkan data
susah diatur sering membuat orang tua dengan cara melakukan interview langsung
secara tidak sadar melakukan kekerasan dengan partisipan dan menggunakan teknik
verbal yang terkadang disertai kekerasan pengumpulan data berupa wawancara
fisik. Berdasarkan fenomena yang mendalam (in-depth interview). Informasi
ditemukan, peneliti tertarik melakukan yang disampaikan oleh partisipan dibuat
penelitian dengan judul “Pengalaman verbal menjadi transkrip wawancara lalu mencari
abuse oleh keluarga pada anak usia kata kunci dari transkrip
sekolah di

16
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

tersebut. Kata kunci yang didapat mengatakan karena hal sepele. Hal ini
dikumpulkan kemudian di- kategorikan sesuai dengan pendapat partisipan yaitu
untuk membentuk tema. Tema yang “ya karna tidak belajar dan bertengkar
dihasilkan kemudian disajikan dalam bentuk (P1)”, ya mungkin waktunya belajar aku lupa
narasi yang didukung oleh data hasil dari (P2)”, “kenapa sih mamah marah terus
penelitian berupa penuturan dari partisipan. padahal gara-gara masalah sepele (P3)”
Informasi yang telah didapat kemudian di
Uji Validitas dengan menggunakan Tema 3 Respon anak usia sekolah saat
Triangulasi dan perpanjang pengamatan. mendapatkan verbal abuse Dari ketiga
Pengujian validitas ini dilakukan dengan partisipan mengatakan hal yang
cara kembali lagi ke partisipan dengan sama yaitu respon emosional
menayakan hal yang sama dan partisipan partisipan sedih. Hal ini sesuai dengan
mengulangi kembali dengan jawaban yang jawaban partisipan yaitu “ya sedih kak
sama dari wawancara sebelumnya. (P1)”, “ya sedihnya tu kenapa
sering dimarahi sama mamah (P2)”, “ya
sedih (P3)”. Namun untuk jawaban
respon perilaku 2 partisipan
HASIL PENELITIAN mengatakan hal sama yaitu menangis dan
1 partisipan mengatakan mendengarkan.
Partisipan dalam penelitian ini Hal ini sesuai dengan pendapat partisipan
berjumlah 3 murid yang sedang duduk di yaitu “mendengarkan kak (P1)”, “ya terus
bangku kelas 5 SD dan berusia (6-11 nangis sendiri kalopas
tahun) di SD Negeri 02 Ngaliyan Semarang. dimarahi mamah ya nangis takut (P2)”,
Partisipan 1 yaitu An.Y berjenis kelamin “nangis kak (P3)”.
laki- laki, partisipan 2 An. S berjenis
kelamin perempuan, partisipan 3 An. N Tema 4 cara/bentuk verbal abuse Dari
berjenis kelamin perempuan. Peneliti telah ketiga partisipan dua lainnya mengatakan
mengidentifikasi yang terdiri dari 5 tema, 12 mendapatkan perlakuan intimidasi berupa
kategori dan 29 kata kunci. dibentak hal ini sesuai dengan pendapat
partisipan yaitu “bentaknya
Tema 1 Pelaku verbal abuse agak keras mungkin
ada kata-kata yang bikin kepikiran gitu (P2),
Dari ketiga partisipan semuanya “ya kadang kalo pas marah sukanya bentak
mengatakan pelaku verbal abuse yaitu ibu. (P3)”. Untuk kategori merendahkan anak
“ibu (P1)”, “mamah, ayah pernah sih marah tiga dari 2 partisipan mengatakan hal yang
tai gak tiap hari (P2), “kadang paling galak sama yaitu mencela anak yaitu “kamu kok
mamah (P3)”. nakal to (P1), “kamu tu gimana to jahilin
adkmu terus, kamu kok nakal to (P3)”.
Tema 2 Penyebab verbal abuse Dari
ketiga partisipan 2 partisipan Tema 5 akibat/dampak verbal
mengatakan karena tidak belajar abuse
dan bertengkar namun 1
partisipan

17
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

Dari ketiga partisipan mengatakan sering diperoleh dari keluarga dan


mempunyai kategori perilaku malas belajar dilakukan oleh orang tua selama proses
dan agresif. Hal ini sesuai dengan pendapat pengasuhan. Selama proses tersebut tidak
partisipan yaitu “bertengkar sama temen sedikit orang tua yang tanpa sadar telah
gara-gara bercanda ejek-ejekan (P1)”, “ya melakukan hal-hal negatif pada anak yang
waktunya belajar aku lupa (P2), “ya paling terlihat dalam bentuk kekerasan verbal
mainan tablet jadi males belajar (P3)”. (Fatabura, 2009).
Kategori selanjutnya yang
digunakan dalam mengidentifikasi pelaku
PEMBAHASAN verbal abuse yaitu frekuensi mendapatkan
Berdasarkan hasil wawancara verbal abuse. Berdasarkan hasil
dengan semua partisipan bahwa menurut
wawancara dengan partisipan bahwa
anak usia sekolah pelaku dari verbal abuse mereka mengalami verbal abuse dua
sendiri yaitu ibu. Kejadian tindak kekerasan partisipan mengatakan setiap minggunya
verbal oleh ibu dengan emosi matang dapat mendapatkan verbal abuse, selain itu
disebabkan oleh adanya mekanisme koping
maladaptif yang digunakan ibu dalam 1 partisipan mengatakan hampir
menghadapi masalah. Mekanisme koping setiap hari mengalami verbal
tersebut berupa mekanisme koping represi, abuse. Sesuai dengan teori
yaitu penekanan emosi yang tidak sadar (KBBI, 2005), pengalaman
terhadap pikiran, impuls yang menyakitkan diartikan sebagai sebagai
atau bertentangan yang terjadi di masa lalu.
Pengalaman tersebut terekam kuat sesuatu yang pernah dialami
dalam ingatan ibu, sehingga ketika hal yang (dijalani, dirasai, ditanggung).
sama dengan masa lalunya terjadi, ibu akan Saat seseorang mendapatkan
melakukan tindakan atau respon seperti pengalaman maka akan
pengalaman yang dialaminya yaitu mengalami sebuah peristiwa,
mengungkapkan emosi dengan ekspresi
verbal. Adapun ekspresi verbal yang perasaan, emosi, penderitaan,
diungkapkan ibu ketika marah dapat pengetahuan dan kemampuan
dilakukan secara spontan dengan untuk menjalankan sesuatu yang
mengeluarkan kata- kata yang tidak baik muncul atau terjadi di kehidupan
seperti membentak, memarahi, menghardik, dan dapat menjadikan perubahan
memaki, dan merendahkan anak (Indah,
2014). perilaku dari seseorang. Jika anak
Hal ini diperkuat oleh Hude (2006) mengalami verbal abuse secara
yang menyatakan bahwa emosi lebih terus menerus atau dalam
mudah diungkapkan dengan ekspresi frekuensi yang cukup lama dan
verbal. Kekerasan verbal yang terjadi pada dilakukan oleh orang tua hanya
anak lebih
akan membuat anak mengulangi
perilaku yang sama kepada
teman-teman mereka dan anak-
anaknya nanti. Dengan kata lain
banyaknya anak yang tidak
segan mengucapkan kata- kata
kasar kepada orang tua mereka
sendiri dikarenakan mempelajari
itu dari orang tua mereka.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan partisipan ditemukan penyebab
verbal abuse meliputi

18
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

tidak disiplin dan menyalahkan si anak. wawancara dengan partisipan didapatkan


Kategori pertama yaitu faktor anak yang hasil untuk kategori yaitu respon emosional
digunakan untuk mengidentifikasi penyebab partisipan cenderung mengatakan bahwa
saat mengalami verbal abuse yaitu 2 saat terjadinya verbal abuse merasakan
partisipan mengatakan tidak disiplin seperti respon emosional sedih. Hal ini sesuai
tidak belajar dan sering bertengkar, waktu dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsih
belajar lupa kalau waktunya makan malah (2010) menunjukkan bahwa pengalaman
baca. Kategori kedua yaitu faktor orang tua ketika mendapatkan perlakuan kekerasan
yang digunakan untuk atau kata-kata verbal abuse, perasaan
mengidentifikasi penyebab saat mengalami ketika mendapatkan perlakuan tersebut
verbal abuse yaitu 1 partisipan mengatakan yaitu bagi anak usia sekolah adalah
bahwa orang tua menyalahkan si anak perasaan sedih, dendam dan ingin
seperti partisipan mengatakan kenapa membalas.
mamah marah terus ke aku padahal gara- Kategori kedua yaitu respon
gara hal sepele. perilaku 3 partisipan mengatakan ketika
Hal ini sesuai dengan penelitian mengalami verbal abuse yaitu
Munawati (2011) yakni kekerasan verbal 2 partisipan mengatakan respon
yang terjadi pada anak juga dikarenakan
karakter yang dimiliki orang tua sesuai perilaku yang tidak disadari yaitu
dengan teori yang dikemukakan penelitian menangis. Namun penelitian (Sri,
terdahulu yang disusun oleh Munawati 2012) menjelaskan bahwa respon
bahwa semua tindakan kepada anak, anak saat mendapatkan verbal
direkam dalam alam bawah sadar mereka abuse yaitu menghiraukan orang
dan dibawa sampai masa dewasa. Anak
yang mendapatkan perilaku kejam dari yang melakukan verbal abuse
orang tuanya menjadi agresif dan setelah dan ingin membantah.
menjadi orang tua akan memiliki karakter Cara/bentuk verbal abuse kategori
sama dengan yang orang tua didikan. pertama yang digunakan untuk
Verbal Abuse dapat terjadi setiap harinya di mengidentifikasi cara/bentuk verbal abuse
rumah, rumah yang seharusnya tempat adalah intimidasi yang meliputi membentak
teraman dan tempat berlindung bagi anak- dan memarahi. Seperti dari hasil wawancara
anak tidak lagi menjadi tempat yang dengan partisipan yaitu tiga partisipan
nyaman. mengatakan saat mengalami verbal abuse
Respon saat mendapatkan verbal oleh keluarga pada anak usia sekolah
abuse. Berdasarkan hasil wawancara dengan cara/bentuk membentak dan
dengan partisipan ditemukan bahwa verbal dimarahi. Kategori kedua yang digunakan
abuse dapat memberikan respon emosional untuk mengidentifikasi cara/bentuk verbal
dan respon perilaku saat kejadian verbal abuse yaitu merendahkan anak. Hal yang
abuse berlangsung. Dari hasil sama juga diungkapkan Hidayat (2007)
verbal abuse ini juga seringkali ditandai
dengan kecaman kata-kata yang
merendahkan anak, atau tidak mengakui
sebagai anak. Akibat yang lebih parah lagi,

19
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

keadaan ini dapat berlanjut dengan jangka panjang yang terjadi dari kekerasan
melalaikan anak, mengisolasikan anak dari verbal pada anak adalah menimbulkan
lingkungannya/hubungan sosialnya, atau rantai kekerasan pada keluarga. Hasil
menyalahkan anak secara terus menerus tersebut sesuai dengan hasil penelitian
yang meliputi membuat perbedaan negatif terkait yang sudah dilakukan oleh
pada anak dan mencela anak. Munawati, yaitu akibat lain dalam jangka
Akibat/dampak verbal abuse panjang yaitu anak yang mendapatkan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kekerasan verbal dapat melakukan hal yang
partisipan ditemukan akibat/dampak verbal sama kelak kemudian hari terhadap anak-
abuse meliputi gangguan anaknya saat mereka menjadi orang tua.
emosi, pemalu, agresif, malas Hal ini terjadi karena esensinya anak-anak
belajar. Hal ini sesuai dengan teori (Lestari, merupakan peniru ulung (Munawati, 2011).
2006) yang menyebutkan bahwa akibat dari
verbal abuse yaitu anak menjadi agresif
seperti komunikasi yang KESIMPULAN DAN SARAN
negative mempengaruhi Kesimpulan
perkembangan otak anak, anak akan
selalu dalam keadaan Hasil penenelitian yang telah
terancam dan menjadi sulit berfikir panjang dilakukan dilihat dari tujuan penelitian
sehingga sikap yang timbul hanya tersebut yaitu untuk mengetahui
berdasarkan insting tanpa pertimbangn Pengalaman verbal abuse oleh keluarga
terlebih dahulu. Akibatnya anak berperilaku pada anak usia sekolah di SD Negeri 02
agresif. Verbal Abuse Ngaliyan Semarang, diperoleh suatu
biasanya tidak kesimpulan bahwa pengalaman verbal
berdampak secara fisik kepada anak, tetapi abuse oleh keluarga pada anak usia
dapat merusak anak beberapa tahun ke sekolah seringkali dilakukan oleh orang
depan. Verbal Abuse yang dilakukan orang terdekat khususnya ibu. Pengalaman anak
tua menimbulkan luka lebih dalam pada usia sekolah ketika mendapatkan
kehidupan dan perasaan anak melebihi kekerasan kata-kata (verbal abuse) adalah
perkosaan. Menurut Soetjiningsih mengatai bodoh, nakal, mencaci maki,
(2002), dampak-dampak marah-marah, membentak si anak dan
psikologis akibat kekerasan ucapan yang kasar. Kekerasan kata-kata
verbal pada anak (verbal abuse) ini dilakukan oleh orang tua,
diantaranya adalah anak menjadi tidak teman bahkan guru.
peka dengan perasaan orang lain. Frekuensi dan lamanya anak usia
Selain itu, verbal abuse juga dapat sekolah saat mengalami perlakuan verbal
berdampak pada anak menjadi agresif, abuse rata-rata mengatakan sudah
gangguan emosi, mengalami sejak lama dan kapan pastinya
perkembangan sosial terganggu, kejadian tersebut berawal. Namun ada pula
Kepribadian sociopath atau antisocial yang mengatakan bahwa pernah
personality disorder, dan menciptakan mengalami verbal abuse saat kelas 3
lingkaran setan dalam keluarga. Hal yang
sama juga diungkapkan pada penelitian
dampak

20
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

SD. Berbagai macam respon anak usia dari segala bentuk kekerasan baik di
sekolah ketika mendapatkan verbal abuse rumah, di sekolah maupun lingkungan.
adalah ketiga anak tersebut merasakan Serta memberikan contoh berbicara yang
sedih, menangis dan merasa takut. Dampak baik tanpa kekerasan verbal.
dari kekerasan verbal abuse yang dialami
oleh anak usia sekolah dalam kehidupan Bagi penelitian selanjutnya terkait
sehari-hari adalah dampak jangka panjang, permasalahan anak usia sekolah dengan
anak menjadi agresif atau mudah pengalaman kekerasan kata- kata (verbal
bertengkar dengan teman, anak menjadi abuse) adalah sesuatu yang menarik dan
tidak percaya diri dan malas belajar. kompleks diharapkan dalam penelitian
selanjutnya dapat menggali pengalaman
hidup seseorang lebih dalam lagi dengan
Saran metode kualitatif dengan pendekatan
Bagi masyarakat dan orang tua fenomenologi sehingga dapat dinilai dengan
diharapkan mampu menambah lebih baik lagi. Bagi Perawat diharapkan
pengetahuan parenting, serta orang tua mampu bekerja sama dengan lingkungan
mampu menghindari kata-kata kasar dan maupun masyarakat luas khusunya bagi
dapat memilah-milih komunikasi kata-kata orang tua serta memberi informasi dan
yang baik pada anak. Hal ini dilakukan pengetahuan tahapan perkembangan anak,
sehingga tidak terjadi kekerasan kata-kata pola pengasuhan dan komunikasi yang baik
(verbal abuse) pada anak-anak yang terhadap anak. Sehingga tidak memicu
nantinya akan berdampak buruk bagi anak. adanya kekerasan verbal oleh keluarga.
Bagi Institusi Pendidikan
diharapkan hasil peneitian ini dapat
dijadikan sebagai referensi dan informasi DAFTAR PUSTAKA
tambahan mengenai teori verbal abuse Arsih, F.Y. 2010 “Study
yang seringkali terjadi namun tidak disadari
oleh orang tua. Selanjutnya bagi guru dapat Fenomenologis kekerasan
memberikan pemahaman kepada guru kata-kata (verbal abuse)
maupun orang tua bahwa pengalaman pada Remaja”. Skripsi.
mendapatkan kekerasan kata-kata (verbal
abuse) saat masih kecil akan Semarang. Universitas
mempengaruhi perilakunya saat menjadi Diponegoro.
orang tua, sehingga di-harapkan orang tua
atau guru mampu memilih kata-kata yang
tepat saat berkomunikasi dengan anak agar Choirunnisa. 2008. Dampak
verbal absue kelak tidak terulang kembali kekerasan verbal pada anak.
pada generasi selanjutnya. Guru
bekerjasama dengan orang tua dalam
Diambil dari okezone online.
proses pendidikan anak dan menjaga anak Diaskes dari

http://m.okezone.com
Dawis, H. 2006. Emosi-Penjelajahan
Religio-Psikologis tentang
Emosi Manusia dalam Al Qur’an
. Jakarta: Erlangga.
Fataruba, P.N, Purwatiningsih, S &
Wardani, Y. (2009).

21
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017

22
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Hubungan pola asuh dengan kejadian kekerasan terhadap anak usia sekolah (6-18 tahun) di kelurahan
Dufa- Dufa kecamatan Ternate Utara.

Hidayat, A.Z. 2007. Metode Penelitian Kesehatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta. Salemba Medika.
Utami, I. (2014). Hubungan Kematangan Emosi Ibu dengan Kekerasan Fisik dan Kekerasan Verbal pada anak Usia
Sekolah di SD N 11 Indramayu. Universitas Sriwijaya.
Ihsan. 2013. Perlindungan Anak dari Tindak kekerasan. Jurnal In google scholar.com [serial online] 19
Desember 2016.

Lembaga Mitra KPAI. 2014. In google.com [serial online] URL:http:/www.kpai.go,id.


Diakses 02 Januari 2017.
Meleong, L. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

75
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Munawati. (2011). Hubungan Verbal Abuse dengan Perkembangan Kognitif pada Anak Usia Prasekolah di RW 04
Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Depok Tahun 2011. Skripsi. Jakarta. Universitas Pembangunan
“Veteran”.
Saryono. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Kupartiningsih, S. (2012). Hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilku agresif pada remaja agreisf di
SMP 129 Jakarta. Skripsi. Universitas Negri Islam Syarif Hidaatullah.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia Pusat. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional Balai Pusaka


WHO. 2006. Kekerasan Pada Anak. Bandung: Penerbit Nuansa.

76
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106

PELATIHAN KADER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (KRR)


DI SMA KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
Nova Yulita1,*, Sellia Juwita2, Tina Mahrani3

Program Studi Kebidanan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Abdurrab
*Email: nova.yulita@univrab.ac.id

ABSTRACT
Adolescents in the view of medical science and other sciences related to adolescent problems,
known as a stage of physical development. Physical development is the period in which the tools
of reproduction of adolescents reach maturation, anatomically means reproductive tools of
adolescents from the age of 15-20 years has functioned perfectly, it is also balanced with the
state of the body in general get a perfect shape and fa'ali (the genitals are already working).
The purpose of this program is to provide knowledge and application of science directly to
adolescents to be a cadre of teenagers to overcome the problem of adolescent reproductive
health, especially in women. The location of this activity will be held in SMA Negeri 1
Tembilahan Kota and SMA Negeri 1 Tembilahan Hulu and SMA Negeri Tuah Gemilang.
Devotional activities are conducted by providing materials on the training of reproductive health
cadres (KRR), and providing direct training to cadres from school representatives by simulation.
The results of the participants were very enthusiastic when performing role play as KRR cadres
and able to understand their role very well. The trainees are very proud to be cadres and
represent the school as an extension of health in PK-KRR program. From the dedication activities
it can be concluded that every KRR cadres who are elected to represent the school can
understand their duties and responsibilities and are willing to perform their duties

Keywords: Adolescent, cadres, adolescent reproductive health (KRR)

ABSTRAK
Remaja dalam pandangan ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan masalah remaja, dikenal
sebagai suatu tahap perkembangan fisik. Perkembangan fisik yaitu masa dimana alat-alat reproduksi
remaja mencapai pematangannya, secara anatomis berarti alat-alat reproduksi remaja dari umur 15-20
tahun sudah berfungsi secara sempurna , hal ini juga diimbangi dengan keadaan tubuh pada umumnya
77
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
memperoleh bentuknya yang dan sempurna secara fa’ali (alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi).
Tujuan program ini adalah memberikan pengetahuan dan aplikasi ilmu secara langsung kepada remaja
untuk dapat menjadi kader remaja untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja khususnya
pada wanita. Lokasi kegiatan ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Tembilahan Kota dan SMA Negeri 1
Tembilahan Hulu dan SMA Negeri Tuah Gemilang. Kegiatan pengabdian dilaksanakan dengan
memberikan materi tentang pelatihan kader kesehatan reproduksi (KRR), dan memberikan langsung
pelatihan kepada kader dari perwakilan sekolah dengan melakukan simulasi. Hasil kegiatan peserta
sangat antusias saat melakukan bermain peran sebagai kader KRR dan dapat memahami perannya
masing-masing dengan sangat baik. Peserta pelatihan sangat bangga menjadi kader dan menjadi
perwakilan sekolah sebagai perpanjangan tangan kesehatan dalam program PK-KRR. Dari kegiatan

78
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
pengabdian dapat dismpulkan bahwa setiap kader KRR yang terpilih menjadi perwakilan sekolah dapat
memahami tugas dan tanggung jawabnya dan bersedia menjalankan tugas dengan baik.
Kata Kunci: Remaja, kader, kesehatan reproduksi remaja (KRR)

1. Pendahuluan
Remaja dalam pandangan ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan masalah remaja,
dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik. Perkembangan fisik yaitu masa dimana alat-alat
reproduksi remaja mencapai pematangannya, secara anatomis berarti alat- alat reproduksi remaja
dari umur 15-20 tahun sudah berfungsi secara sempurna , hal ini juga diimbangi dengan keadaan
tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang dan sempurna secara fa’ali (alat-alat kelamin
tersebut sudah berfungsi)[1].
Pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan dan kemajuan disegala
aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kesehatan dan kebersihan, dimana
masyarakat dituntut untuk selalu menjaga kebersihan fisik dan organ atau alat tubuh. Salah satu
organ tubuh yang penting serta sensitif dan memerlukan perawatan khusus adalah alat reproduksi.
Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan
reproduksi. Apabila alat reproduksi tidak dijaga kebersihannya maka akan menyebabkan infeksi,
yang pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit [2]
Perilaku higienis merupakan tema penting yang perlu ditelaah secara mendalam. Hal ini
karena berdasarkan kajian teoritis yang ada, salah satu upaya mengurangi gangguan pada saat
menstruasi yaitu membiasakan diri dengan perilaku higienis. Namun demikian perilaku higienis pada
saat menstruasi tidak akan terjadi begitu saja, tetapi merupakan sebuah proses yang dipelajari
karena individu mengerti dampak positif atau negatif suatu perilaku yang terkait dengan keadaan
menstruasi [3].
Jika remaja putri melakukan perilaku higienis pada saat menstruasi maka akan terhindar dari kanker
rahim, merasa nyaman beraktivitas sehari-hari, percaya diri, bersemangat dan tidak malas-malasan
lagi, tidak dijauhi teman-teman karena bau badan amis dan tidak mempercayai mitos-mitos yang
beredar di masyarakat karena sudah memahami kebenarannya
Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan pendidikan seks pada remaja sangat penting, akan
tetapi di Indonesia pendidikan seks masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu oleh sebagaian
masyarakat dalam budaya dan agama di Indonesia, sehingga sulit untuk mengimplementasikan
tentang pendidikan kesehatan reproduksi secara formal melalui jalur kurikulum dalam institusi
pendidikan sekolah [4]. Salah satu bentuk program atau akses dalam pemberian informasi mengenai
kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui peer education.

2. Tinjauan Pustaka
Kesehatan reproduksi ialah suatu kondisi sehat dari sistem, fungsi, dan proses alat reproduksi
yang dimiliki oleh seseorang, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,
melainkan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami
dan menyadari ilmu tersebut, sehingga memiliki sikap dan perilaku sehat dan tentu saja bertanggung
jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi [5].

79
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Organ reproduksi merupakan alat dalam tubuh yang berfungsi untuk suatu proses kehidupan
manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya atau reproduksi. Agar dapat
menghasilkan keturunan yang sehat dibutuhkan pula kesehatan dari organ reproduksi. Salah satu
yang menjadi faktor utama terciptanya kesehatan yaitu selalu menjaga kebersihan diri atau personal
hygiene [6]
Menjaga kesehatan vagina dimulai dari memperhatikan kebersihan diri. Indonesia merupakan
daerah yang beriklim tropis, sehingga udara panas dan cenderung lembab sering membuat banyak
berkeringat dibagian tubuh yang tertutup dan lipatan-lipatan kulit seperti didaerah alat kelamin.
Kondisi ini menyebabkan mikroorganisme jahat terutama jamur mudah berkembang biak, yang
akhirnya bisa menimbulkan infeksi (Profil kesehatan Indonesia, 2010).
a. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
2. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR)
termasuk PMS- HIV/AIDS.
3. Pencegahan dan penanggulangan kompliasi aborsi.
4. Kesehatan reproduksi remaja.
5. Pencegahan dan penanganan infertilitas.
6. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis.
7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi
genital, fistula, dll.
Menurut Anugoro [8], Konsep perawatan genetalia eksterna pada hari biasa dan selama
menstruasi adalah sebagai berikut:
1. Cuci tangan sebelum menyentuh vagina. Tangan yang berada di luar secara
bebas menjadi tempat yang baik untuk menempelnya berbagai kotoran dan
bakteri.
2. Basuhlahvagina dari arah depan (vagina) menuju anus.
3. Gunakan sabun yang paling lembut setelah buang air kecil. Apabila alergi atau iritasi
terhadap sabun yang paling lembut, gunakan air hangat.
4. Keringkan daerah vagina dan sekitarnya menggunakan handuk lembut atau
tissue tanpa parfum, dan jangan pernah menggunakan handuk milik orang lain
untuk mengeringkan vagina.
5. Ganti celana dalam 2-3 kali sehari, gunakan celana dalam yang bersih dan 100%
berbahan katun.
6. Cukurlah rambut vagina setidaknya 7 hari sekali dan maksimal 40 hari sekali
untuk mengurangi kelembapan di dalam vagina.
7. Gunakan pembalut yang nyaman, berbahan lembut, menyerap seluruh darah
yang keluar, melekat kuat pada celana dalam, tidak bocor, dan tidak
menimbulkan alergi atau iritasi.
8. Saat perdarahan banyak, gantilah pembalut setidaknya 4-5 kali dalam sehari.
9. Cucilah tangan kembali setelah menyentuh vagina

3. Metode Penelitian
Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan di SMA di SMA Negeri 1 Tembilahan
Kota, SMA Negeri 1 Tembilahan Hulu dan SMA Tuah Gemilang dengan motode pelatihan kader
Kesehatan Reproduksi Remaja dengan tahapan kegiatannya adalah menyampaikan materi tentang
Kesehatan reproduksi Remaja yaitu personal higiene selama

80
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
menstruasi dan penanganan disminorea, membentuk kader remaja untuk menerapkan program
Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja.

4. Hasil
Kegiatan pengabdian ini dilakukan pada tanggal 6-8 Maret 2017 di SMA Tembilahan mulai
pukul 07:00 WIB sampai dengan selesai. Pengabdian dilakukan di Aula sekolah SMA 1 Tembilhan
Kota, SMA 1 Tembilahan Hulu dan SMA Tuah Gemilang dengan keterangan sebagai berikut:
Tabel. 3.1 Peserta Pelatihan Kader
No Nama sekolah Jumla
h
1 SMA N 1 Tembilahan Kota 34
2 SMA N 1 Tembilahan Hulu 29
3 SMA Negeri Tuah Gemilang 25

Kegiatan pengabdian masyarakat dilakukan selama tiga hari di SMA yang berada di Kabupaten
Indragiri Hilir tepatnya di SMA N 1 Tembilahan Kota, SMA N 1 Tembilahan Hulu dan SMA Negeri
Tuah Gemilang. Kegiatan pengabdian berupa pelatihan Kader KRR ini diterima dengan sangat baik
oleh pihak sekolah dan kalangan siswa. Selama dalam rangkaian kegiatan pihak sekolah sangat
membantu dalam hal teknis dan kelengkapan yang diperlukan. Selama penyampaian materi dan
simulasi siswa sangat antusias dalam mengikutikegiatan ini hal ini ditandai dengan respon siswa
yang saling memberikan tanggapan dan sumbang saran.
Materi Pelatihan diberikan oleh Nova Yulita, SST., M.Keb, Sellia Juwita, SST., M.Kes, dan Tina
Mahrani, STr.Keb. Pelatihan Kader KRR di SMA N 1 Tembilahan Kota dari 34 peserta dibagi
menjadi 6 kelompok kecil, SMA N 1 Tembilahan Hulu peserta berjumlah 29 orang dan dibagi
menjadi 5 kelompok kecil dan SMA Negeri Tuah Gemilang dari 25 peserta dibagi menjadi 4
kelompok kecil untuk melakukan simulasi sebagai Kader KRR di lingkunagan sekolah.
Selama penyampaian materi peserta pelatihan sangat antusias dalam memperhatiakan dan saling
memberi masukan tentang hal yang telah mereka ketahui melalui media informasi seperti televisi,
tenaga kesehatan, media massa. Diskusi sangat bermanfaat bagi semua pserta dimana dapat
menambah pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Misalnya dalam hal
merawat kebersihan organ reproduksi wanita selama menstruasi.
Menurut [8], Konsep perawatan genetalia eksterna pada hari biasa dan selama menstruasi
adalah sebagai berikut: cuci tangan sebelum dan setelah menyentuh vagina, basuhlah vagina dari
arah depan (vagina) menuju anus, keringkan daerah vagina dan sekitarnya menggunakan handuk
lembut atau tissue tanpa parfum, ganti celana dalam 2-3 kali sehari, gunakan celana dalam yang
bersih dan 100% berbahan katun, cukurlah rambut vagina setidaknya 7 hari sekali dan maksimal 40
hari sekali untuk mengurangi kelembapan di dalam vagina, gunakan pembalut yang nyaman tidak
menimbulkan alergi atau iritasi.
Setelah penyampaian materi dilanjutkan dengan simulasi atau bermain peran sebagai kader
KRR. Simulasi berjalan dengan baik lebih kurang selama tiga jam di setiap sekolah. Dari hasil
simulasi dapat dilihat bahwa seluruh peserta dapat memainkan perannya dengan sangat baik.
Peserta dapat memahami peran sebagai Kader KRR sesuai dengan tugas pokoknya. Setelah
mengikuti pelatihan setiap kader KRR diberikan pin pengenal sebagai Kader di sekolah masing-
masing.

81
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106

Registrasi peserta

Sambutan Kepala Sekolah

Penyampaian Materi

82
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106

Penyampaian Materi

Penyampaian Materi

83
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106

84
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106

Pemasangan PIN Kader KRR

85
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106

Penyerahan kenang-kenangan

86
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106

Penyerahan kenang-kenangan

Foto bersama

87
Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat

Foto bersama

Foto bersama
5. Kesimpulan
Kegiatan pengabdian berupa pelatihan Kader KRR ini terlaksan dengan
lancer dan diterima dengan sangat baik oleh pihak sekolah dan kalangan
siswa. Kegiatan ini sangat bermanfaat dan meningkatkan pengetahuan
siswa tentang kesehatan reproduksi remaja. Siswa yang telah dilantik
menjadi kader KRR lebih memahami tugas dan perannya sebagai kader
KRR di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
[1] S. W. Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013.
[2] Harahap, kesehatan Reproduksi. Bagian
Kedokteran komunitas dan kedokteran
pencegahan. Fakultas kedokteran Universitas
Sumatra Utara, 2007.
[3] D. P. Indriastuti, Hubungan Antara Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi dengan Perilaku Higienis Remaja Putri Pada
Saat Menstruasi. 2009.
[4] A. Imron, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja. Jogjakarta: ArRuzz
Media, 2012.
[5] Y. dkk Widyastuti, Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitra maya, 2009.
[6] E. B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu 88
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta: Erlangga, 2010.
[7] D. K. RI, “Profil kesehatan Indonesia 2009,” 2010.
[8] A. Anurogo, Dito Dan Wulandari, Cara Jitu Mengatasi Haid. Yogyakarta:
Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Andi, 2011.

Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51

ISSN 2528-4967 (print) dan ISSN 2548-219X (online)

Pendampingan Pendidikan Anak di Kelurahan


Genteng Surabaya

Achmad Hidayatullah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMSurabaya
Email: achmadhidayatullah08@gmal.com

ABSTRAK

Permasalahan anak muncul di berbagai daerah, seperti kekerasan anak, kejahatan


seksual anak, frees sex, narkoba dll. Oleh karena itu pengabdian ini akan menitikberatkan pada
permasalahan anak khususnya dalam konteks pendidikan. Kegiatan pengabdian ini dilakukan
selama 30 hari di kelurahan genteng RW III. Adapun mengenai pengabdian ini berupa, pelatihan
atau parenting orang tua dan anak, penguatan dan pendampingan terhadap taman belajar dan
bermain anak yang dilaksanakan di balai RW, serta pendampingan terhadap organisasi
kepemudaan desa karang taruna guna memberdayakan anak dan rema di kelurahan genteng RW
III. Pendampingan terhadap taman belajar anak ini melibatkan kerjsama dengan orang tua dan
karang taruna. Dengan memberikan penyuluhan dan parenting terhadap orang tua, maka
harapannya orang tua mempunyai waktu luang dan lebih untuk mengontrol anak, sedangkan
pelibatan kerjsama kaang taruna guna memberdayakan remaja untuk turut serta aktif
membangun karakter dan pendidikan desa.

Kata Kunci: Parenting, Pendampingan Taman Belajar, Kartar

PENDAHULUAN untuk mengadu nasib di negeri orang lain


Kondisi pendidikan indonesia dengan menjadi TKI. Selama ini
saat ini tengah berkembang menjadi pendidikan kita masih meghasilkan
lebih baik, meskipun masih tertinggal pribadi yang malas. Anak didik kita,
dibanding negara berkembang lainnya. masih pada tahap harus dipaksa untuk
Pendidikan yang diterapkan di indonesia, belajar, harus diberi punishment untuk
secara sistem belum bisa dikatakan belajar.
berhasil dengan baik. Indikatornya, Sedangkan tingkat kesadaran
lulusan yang dihasilkan masih kurang siswa masih rendah. Setelah mereka 89
berkualitas. Pengangguran dengan pulang dari sekolah, tidak melibatkan diri
pangkat sarjana juga masih banyak. dalam pembelajaran kepemimpinan,
Sebagian besar, warga masih
berpendidikan rendah, dan bekerja
kasar, sebagian lainnya memutuskan
Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
organisasi kepemudaan, aktvitas sosial adanya full day school siswa bisa
atau lainnya. Sebagian besar dari mereka mengahabiskan waktu dengan bimbingan
menghabiskan waktu dengan gadget dan guru untuk membangun karakter. Namun
game online. Fenomena yang karena penolakan masyarakat sudah
menghawatirkan adalah bergabungnya sangat luas, wacana tersebut tidak bisa
mereka dalam kelompok yang direalisasikan. Meskipun banyak sekolah
menyimpang seperti terlibat dalam genk yang telah melakukan.
nakal, terlibat narkoba, free sex dll. Permasalahan muncul ketika
Sementara gagasan tentang full anak-anak sekolah tidak terarahkan dan
day school, sebagai langkah untuk lepas dari kontrol orang tua, seperti di kota
membangun karakter anak yang besar surabaya. Potensi yang perlu
diwacanakan oleh mendikbud tak pelak diarahkan dengan baik adalah, anak-
memunculkan banyak pro kontra. Dengan anak

Copyright © 2017, Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 45

http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/Axiologiya/index DOI:
http://dx.doi.org/10.30651/aks.v1i1.296

90
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
dan pemuda. Salah satu keluarahan
yang memiliki potensi bagus untuk Solusi Yang Ditawarkan
dikembangkan adalah keluaraha genteng Untuk mengatasi permasalahan-
RW 3. Jumlah pemuda dan anak-anak permasalahan yang telah ada diatas,
sekolah di kelurahan ini juga banyak. maka diperlukan penagwalan-
Selama ini selepas pulang dari sekolah, pengawalan gunan memberikan
anak-anak diwadahi dalam pembelajaran penguatan terhadap proses pelaksanaan
TPA yang diadakan di balai RW. pendidikan pembelajaran di kelurahan
Pembelajaran luar sekolah tersebut akan RW 3 kecamatan genteng surabaya.
berkembang dengan baik jika banyak Pengawalan tersebut tentu diharapkan
pihak yang turut aktif berpartsipasi. Tim mendapat sambutan dan reson yang baik
pengabdian LPPM UMSurabaya dari segala pihak di kelurahan, sehingga
mencoba memberikan sentuhan agar proses pedidika luar sekolah di tempat ini
proses pendampingan belajar siswa bisa dapat terlaksana dengan baik. Beberapa
dilaksanakan dengan baik. kegiatan yang bisa dilakukan dalam
Observasi awal menunjukkan rangka memberikan penguatan adalah :
bahwa keluarahan RW 3 ini memiliki a. Parenting
beberapa potensi yang mendukung untuk Parenting ini merupakan pemberian
terciptanya proses pendidikan luar penyuluhan terhadap oang tuan
sekolah dengan baik. Fasilitas dan tentang pentingnya kontrol terhadap
potensi ini menjadi bagian penting dalam anak mengenai pertumbuhan fisik
usaha pengembangan pendidikan di dan pertumbuhan jiwa anak. Untuk
kelurahan RW 3. membangun kesadaran terhadap
orang tua akan pentingnya
Permasalahan Mitra memperhatikan anak, maka perlu
Permasalahan di kelurahan RW diberikan motivasi, atau tips
ini adalah belum adanya kesadaran bagaimana mengenal dunia anak
siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar yang lebih modern saat ini. Serta
luar sekolah atau kegiatan-kegiatan berbagai kemungkinan yang harus
sosial. Adapun TPA yang ada di dihadapi oleh anak.
keluarahan saat ini belum bisa maksimal. b. Mengadakan taman belajar anak
Siswa lebih semangat belajar di tempat Selama ini kegiatan belajar
semacama bimbel, namun wadah bimbel mengajar yang berjalan adalah
yang selama ini ada di balai RW kurang bimbel dan tpa. Sedangkan TPA
maksimal karena pengajarnya hanya
telah terlaksana dengan rutin,
satu orang. Sedangkan potensi
berikutnya adalah adanya kaum muda
sedangkan bimbel yang diadakan
yang terwadahi dalam karang taruna. masih belum terlaksana dengan
Namun karang taruna ini juga telah lama baik. Oleh karena itu perlu
kurang aktif. Selain itu kurang peran aktif dilakukan penguatan pengelolaan
orang tuan sehingga diperlukan dan pendampingan. Juga perlu
sentuhan, agar orang tua punya dilakukan kerjasama dengan
semangat untuk mendorong proses karang taruna agar lebih peduli
pendidikan di luar sekolah guna terhadap anak-anak yang masih
menumbuhkan karakter siswa. membutuhkan role model
Permasalahan lainnya adalah
untuk perkembangan. Oleh
manajemen pengelolaan dari pendidikan
yang diadakan di balai seperti bimbel dan
karena itu tim pengabdian
TPA yang selama ini Sehingga memberikan bantuan tambahan
diperlukan pengawalan agar lembaga tenaga pengajar untuk
bimbel ini bisa berjalan dengan baik. memberikan dampingan
terhadap taman belajar ini.
Harapannya dengan memberikan
dampingan dan
tambahan pengajar, kegiatan
taman belajar anak ini bisa
menjadi kegiatan rutin warga dan 91
terlaksana dengan baik.

46
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
Waktu dan Pelaksanaan
dalam pengabdian ini berupa
Pelaksanaan pengabdian ini
pendampingan, pengawalan, ceramah
dilakukan di kelurahan genteng RW III
dan diskusi. Tentunya dengan model
kecamatan genteng surabaya. Pusat
ceramah dalam konteks pengetahuan
kegiatan pengabdian ini adalah balai
teori, sedangkan pengawalan dan
RW. Kegiatan ini juga dilakukan selama
pendampingan dilakukan dalam bentuk
satu bulan. Pelaksanaannya dilakukan
aksi nyata pengabdian. Selain itu
serangkaian, pendampingan taman
diberikan berbagai model permainan dan
belajar anak dilaksanakan 4 hari dalam
lomba guna mengemas upaya pelibatan
seminggu setelah ashar. Sedangkan
semua pihak dengan cara yang
parenting dilaksanakan satu kali di balai
menyenangkan.
RW.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sasaran pengabdian Hasil dalam pengabdian ini
Sasaran pengabdian ini terbagi
berupa capaian proses pelaksanan
menjadi tiga bagian yang saling terkait.
kegiatan selama satu bulan penuh
Golongan tua yaitu kelompok orang tua
sebagai upaya peningkatan kualitas dan
siswa yang nanti akan diberikan
manajemen taman belajar anak, yang
pelatihan atau parenting untuk pelayanan
melibatkan berbagai pihak seperti orang
terhadap anak. Dimana anak-anak ini
tua dan organisasi kepemudaan
rentan terhadap masalah. Seperti
masyarakat seperi karang taruna. Secara
penyimpangan sosial yang sering terjadi.
garis besar ada tiga hal yang
Sasaran berikutnya adalah golongan
dilaksanakan dalam pengabdian ini, yaitu
anak muda, yang tergabung dalam
kegiatan parenting orang tua,
kelompok karang taruna. Dengan
pendampingan dan pengelolaan taman
pendampingan terhadap karang taruna,
belajar anak serta pendampingan untuk
harapannya mereka juga memikirkan
membangkitkan kembali semangat dan
tentang pendidkan anak.Tidak
kepedulian karang taruna. Untuk
selamanya mengandalkan orang tua
memeberikan penjelasan maka berikut
untuk mengurus pendidikan siswa.
kami uraikan dalam bentuk per item.
Dengan partisipasi dari kalangan muda,
tentu pendidikan akan lebih
bergeliat.Golongan ketiga adalah siswa
Parenting atau penyuluhan orang
sekolah SD-SMP. Siswa di RW ini
selepas pulang sekolah, mereka
tua dan anak
melakukan aktivitasnya sendiri-sendiri, Sebagaimana diketahui dan
sedangkan untuk mengikti program atau menjadi perhatian nasional yaitu
kegiatan belajar mengajar mereka terjadinya kejahatan anak, seperti
kesulitan, karena bimbel yang ada kekerasan seksual maupun kekerasan
selama ini tidak berjalan dengan efektif. fisik di berbagai tempat. Seiring dengan
kajian tersebut,maka orang tua harus
mulai memberikan perhatian lebih
METODE PENELITIAN terhadapa anak. Atau merubah pola
Pada proses pengabdian ini, komunikasi, pendampingan terhadap
permasalahan pendidikan menjadi anak.Pada kegiatan parenting ini, kami
sasara utama. Yaitu bagaimana menghadirkan psikolog anak sebagai
mengaktifkan dan merubah manajemen narasumber. Yaitu Fitria Fatmawati,
pengelolaan bimbel yang telah ada. S.Psi., M.Psi. Pada acara ini, hadir orang
Selain itu, dalam rangka meningkatkan tua dan anaknya masing-masing
kualitas, maka proses pengembangan berjumlah puluhan memadati ruang balai
taman belajar dan taman bermain, perlu RW 3.
melibatkan orang tua, organisasi Selain itu kami juga hadirkan tim
kepemudaan atau karang taruna serta mahasiswa dari psikologi untuk
piham masyarakat lainnya. Oleh karena memberikan solusi dalam tanya jawab
itu, untuk mengatasi masalah tersebut
maka metode yang digunakan 92

47
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51

tentang permasalahan yang dihadapi mengatur anak bandel. Rata-rata mereka


oleh orang tua, adapaun tim tersebut mengalami kesulitan dalam mengatur
terdiri dari, Fitria Suci Mardatillah, Nanda anak. Menurut Nanda, kondisi keluarga
tri widyasti, Reni Lidyawati dan evita sani. juga mempunyai pengaruh besar
Mereka adalah mahasiswa psikologi terhadap psikologi anak. Konflik yang
semester akhir. Pada kesempatan sering terjadi antara bapak dan ibu, bisa
tersebut, Fitria Fatmawati menyampaikan memberikan depresi yang kuat terhadap
pentingnya memahami kondisi anak. Ia bisa menjadi pemalas, suka
perkembangan psikologi anak dan tanda- mengganggu dan pendiam. Lebih lanjut
tanda adanya perubahan prilaku anak. nanda menuturkan, pergaulan yang salah
Menurutnya orang tua adalah faktor juga bisa sangat berpengaruh terhadap
penting yang mengantarkan kondisi anak. Maka orang tua harus hati-
pertumbuhan dan perkembagan hati jika tiba-tiba anak berprilaku tidak
pendidikan anak. Genetik orang tua seperti biasanya, misalkan anak menjadi
memiliki pengaruh 20%, selain itu pendiam, sering keluar rumah dll. Untuk
selebihnya adalah lingkungan yang mengenai pendidikan anak, Fitria Suci
memberi pengaruh besar. Meskipun menjelaskan, guru harus paham
orang tua hanya memiliki pengaruh 20 % mengenai kebutuhan dasar anak yang
terhadap perkembangan anak, namun ia terdiri dari kebutuhan kasih sayang,
mempunyai pengaruh dalam memberika kebutuhan fisik, kebutuhan kenyamanan,
controlling terhadap perkembangan anak. kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan
Selain itu setiap sekola memiliki penghargaan. Sikap guru yang kurang
keunggulan dan ciri khas masing-masing. memberikan perhatian dan sering
Oleh karena itu, orang tua harus cerdas terjadinya diskriminasi mengakibatkan
dan mengetahui sekolah mana yang pas paotologi psikis anak. Sedangkan Reni
untuk anaknya. yang juga tim mahasiswa psikologi
Selain mempunyai kewajiban mengatakan, kelalaian orang tua dalam
memenuhi kebutuhan fisik, orang tua mengontrol anak seperti tontonan televisi
punya kewajiban memberikan kasih maupun gadget seperti sekarang dapat
sayang dan menciptakan lingkungan menyebabkan anak kehilangan kendali
yang nyaman bagi anak. Menjaga dan pikiran jernih. Jiwa anak menjadi
komunikasi yang baik salah satu kunci rusak. Saat ini, banyak game online yang
bagi orang tua untuk mengetahui ditawarkan melalui berbagai medsos,
kebutuhan dan permasalahan anaknya. terkadang game online tersebut
Selain itu, sistem pendidikan yang mengandung unsur pornografi, sehingga
berlaku di negara kita, mengharuskan orang tua harus hati-hati dan tidak boleh
orang tua mengetahui aktivitas anaknya lalai dalam mengontrol kebiasaan anak.
setelah pulang sekolah. Oleh karena itu,
ada beberapa jalan bisa ditempuh oleh
orang tua untuk mengisi kekosongan Pendampingan dan pelatihan
waktu tersebut, diantaran memasukkan
anak terhadap lembaga bimbingan
pengelolaan taman belajar anak
RW 3 kelurahan genteng
belajar, pilihan berikutnya adalah
memiliki sebuah bimbingan belajar yang
mendidik sendiri anak mereka untuk
dilaksanakan di balai RW. Sedangkan
membantu kegiatan akativitas keluarga,
pengajarnya hanya seorang saja, selama
atau yang terakhir mendorong anak-anak
ini pelaksanaannya tidak berjalan dengan
untuk terlibat dalam kegiatan sosial atau
baik, karena kekurangan tenaga, dan
ekstrakurikuler sekolah.
manajemen pengelolaan tidak terkelola
Pada sesi tanya jawab, orang tua
dengan baik pula. Taman belajar anak
sangat antusias memberikan pertanyaan
ini, merupakan potensi yang bagus untuk
terhadap narasumber. Pertanyaan yang
dikembangakan. Anak-anak di perkotaan
diajukan seputar kesulitan orang tua
memang sangat rentan untuk terseret
dalam mengatur pola belajar anak, cara
dalam penyimpangan sosial, seperti

48
93
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
narkoba, free sex dan kenakalan remaja
lainnya. Kegiatan siswa pada umumnya berbagai jenjang, maka sistem
adalah bermain setelah pulang dari pebelajaran tidak bisa diseragamkan.
sekolah. Sedangkan orang tua umumnya Akan tetapi dibuat kelompok berdasarkan
memiliki kesibukan kerja untuk daerah jenjang sekolah degan satu orang
perkotaan. Sehingga ada wacana Full pengajar. Sebagian siswa yang masih
Day School oleh mentri pendidikan dan dalam usia anak-anak belajar membaca
kebudayaan Muhajir Effendi, dalam dan menggambar. Sedangkan mereka
rangka membangun karakter anak, yang yang telah masuk jenjang kelas 4-6
kurang mendapat perhatian dengan baik. sampai sekolah menengah pertama
Dengan asumsi, tidak hanya belajar mereka belajar tentang kesulitan mereka
dikelas, tetapi anak-anak dibimbing untuk dalam matapelajaran di sekolah.
membangun karakter melalui kegiatan Untuk menjadikan taman belajar
ekstrakurikuer. ini lebih hidup, maka kegiatan ini
Program taman belajar anak ini diadakan 4 kali dalam seminggu, yaitu
memberi kegiatan baru bagi anak-anak mulai hari senin sampai kamis. Kegiatan
dan remaja genteng untuk mengisi waktu pertama diadakan pukul 14.00-17.30
luang mereka pada sore hari dengan sedangkan untuk kegiatan taman belajar
belajar dan bermain. Pada sesi kedua dilaksanakan pada pukul
pendampingan taman belajar ini, 18.00-19.30 WIB. Selain itu, kita juga
Universitas Muhammadiyah Surabaya bekerja sama dengan orang tua dari
memberikan bantuan tim pengajar yang siswa agar terlibat aktif mendorong anak-
berjumlah sepuluh orang dari berbagai anak mengikuti kegiatan taman belajar
fakultas. Adapun mengenai yang dilaksanakan di balai RW ini. Untuk
matapelajaran yang diberikan beragam. mengetahui permasalahan dari taman
belajar ini, kami memberikan pelatihan
pengelolaan dan administratif terhadap
pengurus di balai. Ada pola komunikasi
yang dibangun dengan orang tua siswa.
Ketika salah seorang anak didik tidak
datang, maka orang tua memberikan
kabar terhadap taman belajar.
Pelatihan manajemen pengelola-
Gambar 1. Pendampingan taman belajar anak an taman belajar ini kami laksanakan dua
setiap sore hari di balai. kali, yaitu pada 09 agustus -10 agustus
2016. Dengan adanya pelatihan ini,
harapannya manajemen pengelolaan
Metode yang digunakan saat tamaba belajar menjadi lebih bagus.
proses pendampingan belajar siswa Selain itu adanya pelibatan orang tua
adalah partisipatoris kolektif. Satu orang siswa dalam partisipasi program ini, akan
pengajar mempunyai tanggung jawab memberikan warna baru untuk
terhadap tiga siswa. Mereka melakukan perkembangan taman belajar
transformasi pembelajaran dalam setiap kedepannya
kelompok, kemudian siswa bertanya
tentang kesulitan yang mereka alami
saat belajar. Pendampingan terhadap karang
taruna
Karang taruna merupakan
elemen penting dalam masayarakat. Jika
karang taruna mengalami ke vakuman
maka kegiatan di masyarakat juga akan
mati. Karang taruna merupakan
organisasi kepemudaan yang tumbuh
Gambar 2. Suasana taman belajar anak di balai RW 3 atas kesadaran, dan rasa tanggung
jawab sosial dari generasi muda, ia
Karena siswa yang belajar dibalai memiliki tanggung
ini cukup beragam karena berasal dari
94
49
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51

jawab untuk memanfaatkan seluruh kepemipinan ini langsung ditangani oleh


potensi yang ada di desa. Sebenarnya 10 mahasiswa, beserta game-game
karang taruna memiliki tanggung jawab kreatif kepemimpinan.
terhadap pembinaan dan pemberdayaan
kepada remaja dalam berbagai aspke
keterampilan. Oleh karena itu menjaga
karang taruna merupaka bagian dari
menjaga atau membangun desa.

Gambar 5. Pelatihan Kepemimpinan dan


Keorganisasian

Karena bagaimanapun juga,


kepemimpinan memberikan faktor
Gambar 3. Suasana Pendampingan karang taruna
penting dalam kemajuan sebuah
keluarah genteng organisasi. Setelah melakukan sharing
dan diskusi dengan karang taruna, kami
mengajak mereka bekerja sama dalam
Karang taruna yang ada di RW 3 membangun pendidikan di kelurahan
ini juga telah lama vakum. Namun genteng. Termasuk dalam taman belajar
pengurusnya masih ada dan lengkap. dan program lomba edukasi yang
Potensi ini kami manfaatkan untuk memberikan dorongan bagi masyarakat
membangun dan mendorong proses untuk perduli terhadap masalah
pendidikan di keluarahan genteng. pendidikan anak.
Selama ini mereka tidak mengadakan Salah satu pencapaiannya
kegiatan karena kesibukannya masing- adalah terlibatnya karang taruna dalam
masing dan rendahnya pengalam mengawal taman belajar, dan
organisasi diantara pengurus. Oleh mengadakan kegiatan lomba 17 agustus
karena itu, untuk kasus ini kami memperingati hari kemerdekaan dengan
memberikan pendampingan terhadap game-game edukatif atau lomba edukatif,
karang taruna. Pendampingan ini berupa dimana kegiatan ini telah lama mati suri
diskusi dan sharing bersama tim selama 3 tahun. Selama ini memang
Universitas Muhammadiyah Surabaya selain masalah internal, adanya pola
yang teriri dari 10 orang mahasiswa, komunikasi yang tidak lancar antara
mengenai kesulitan dan kendala yang pengurus RW, kelurahan dan karang
mereka alami. taruna menjadi faktor kedua yang
menyebabkan organisasi desa ini vakum
dan lemah. Dengan melibatkannya
karang taruna dalam beberapa kegiatan
pengabdian ini, harapannya organisasi ini
bisa berjalan dengan baik.

Gambar 4. Tim UMSurabaya melakukan sharing dengan SIMPULAN


karang taruna Permasalahan anak merupakan
sebuah fenomena serius yang terjadi
Selain itu dalam sharing ini, ada akhir-akhir ini. Kelailain orang tua dalam
pertukaran pengalaman tentang memberikan perhatian dan kontroling
pengelolaan organisasi seperti karang terhadap anak bisa menjerumuskan
taruna. Pendampingan lainnya yang mereka kedalam berbagai permsalahan.
diberikan dalam pengabdian ini untuk Pendidikan yang selama ini ada belum
menghidupkan kembali karang taruna bisa menumbuhkan kesadaran anak
adalah pelatihan dasar kepemimpinan untuk aktif serta dalam kegiatan-kegiatan
terhadap pengurusnya. Pelatihan dasar sosial 95

50
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
dan organisasi kepemudaan. Anak-anak
lebih senang bermain game online Pendidikan Islam Vol. 8, Nomor 2,
dengan gadget. Dengan waktu luang
yang cukup banyak, sebenarnya Oktober 2014
memberikan peluang bagi mereka untuk Musyaddad, Khoirul. 2013. Problematika
membangun karakter, dengan asumsi Pendidikan Di Indonesia. Edu-Bio;
mendapatkan dukugan dan arahan dari
orang tua. Surabaya sebagai kota besar Vol. 4, Tahun 2013.
memiliki potensi yang rentan terhadap
permasalahan anak. Seperti di kelurahan Raharjo, Sabar Budi. 2012. Evaluasi
genteng surabaya. Potensi yang ada Trend Kualitas Pendidikan Di
belum bisa dimanfaatkan dengan baik.
Indonesia. Jurnal Penelitian dan
Adanya taman belajar yang selama ini
dilaksanakan di balai RW kurang Evaluasi Pendidikan. Tahun 16,
mendapatkan perhatian dari berbagai Nomor 2, 2012
pihak. Adanya karang taruna, merupakan
potensi yang sangat bagus. Pengabdian Suhartin. 2004. Mengatasi Kesulitan-
yang dilakukan dalam konteks ini yaitu
memberikan parenting kepada orang tua Kesulitan dalam Pendidikan Anak.
dan anak, menghidupkan dan Jakarta : Gunung Mulia
memberikan perbaikan pengelolaan
taman belajar, dan kerjsama untuk Zainuddin Maliki. 2010. Sosiologi
menghidupkn kembali karang taruna
sebagai entitas penting dalam pendidikan Pendidikan. Yogyakarta : Gajah
di masyarakat. Dengan terlaksananya Mada University Pers.
program pengabdian ini, permasalahan
pendidikan anak menjadi lebih baik, dan
masayarakat menjadi peka terhadap
masalah anak dan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Makro
Sosial dan Ekonomi Jawa Timur
Tahun 2006-2010.jSurabaya: BPS.

Ganevi, noni. 2013. pelaksanaan


program parenting bagi
orangtua dalam
menumbuhkan perilaku keluarga
ramah anak (Studi Deskriptif di
Pendidikan Anak Usia Dini Al-Ikhlas
Kota
Bandung).http://ejournal.upi.edu/ind
ex.php/pls/article/download/5425/37
21.
H.A.R. Tilaar. 2012. Pengembangan
Kreativitas dan Entrepreneurship
dalam dunia pendidikan. Jakarta:
Kompas

Invancevich.M.Jhon.2006. Perilaku dan


Manajemen Organisasi. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 96
Jailani, M. Syahran. 2014. Teori
Pendidikan Keluarga dan Tanggung
Jawab Orang Tua dalam Pendidikan
Anak Usia Dini. Nadwa: Jurnal
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51

MATAPPA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat


Volume 1 | Nomor 1 | Maret | 2018

e-ISSN: 2614-6673 dan p-ISSN: 2615-5273

This work is licensed under a Creative Commons Attribution

4.0 International License


Pelatihan Konselor Sebaya Sebagai Strategi Pemecahan Masalah Siswa

Salmiati1 Hasbahuddin 2 Muhammad Ilham Bakhtiar3


Keywords : ABSTRAK
Pelatihan; Tujuan dari kegiatan adalah membentuk kelompok
Konselor konselor sebaya di sekolah untuk membantu
sebaya; mensosialisasikan peran dan fungsi bimbingan konseling,
Pemecahan Masalah. meningkatkan kompetensi diri (pribadi yang positif) agar
mampu menjadi konselor, membantu memecahkan
permasalahan teman sebaya melalui kegiatan konseling.
Corespondensi Author Pelaksanakan kegiatan pelatihan konselor sebaya
1)
STKIP Andi Matappa dilaksanakan dengan menggunakan metode pelatihan
Email: dan pendampingan, dimana pelaksanaan kedua metode
salmi_unm86@yahoo.co.id tesebut dilakukan dengan cara: Ceramah/Pemberian
2)
STKIP Andi Matappa Informasi, Role Play, Focused Group Discussion (FGD),
Email:hasba_konseling@yahoo.co
Simulasi dan Latihan, Refleksi. Hasil kegiatan pelatihan
m 3)STKIP Andi Matappa
Email:ilhambakhtiar86@gmail.co antara lain: meningkatkan performansi bimbingan
m konseling melalui kegiatan konseling sebaya, memberikan
penghargaan dan perhatian terhadap siswa dengan
melakukan kegiatan positif dalam bimbingan konseling di
History Artikel sekolah, mengantisipasi munculnya perilaku negatif
Received: 24-02-2018 remaja (kenakalan remaja), memberikan nilai tambah
Reviewed: 27-02-2018 dalam bidang pengetahuan dan keterampilan untuk siswa
Revised: 12-03-2018
Accepted: 20-03-2018
sehingga dapat membantu guru bimbingan dan konseling.
Published: 30-03-2018

mengembangkan potensi dirinya. Bimbingan dan


konseling masih sering dianggap oleh siswa
PENDAHULUAN

Masa remaja adalah masa yang sangat


rentang dengan berbagai permasalahan baik
masalah pribadi, belajar, sosial dan karir.
Permasalahan remaja tidak hanya menjadi
tanggungjawab keluarga tetapi juga
tanggungjawab sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal. Salah satu unit penanganan
masalah siswa di sekolah adalah unit pelayanan
bimbingan konseling yang memiliki peran dan
fungsi yang strategis dalam pola pembentukan
karakter dan perilaku sukses saat belajar di
sekolah. Namun demikian masih sedikit siswa
(remaja) memanfaatkan jasa bimbingan dan
konseling di sekolah untuk membantu
menyelesaikan masalahnya maupun
36
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51

(remaja) sebagai lembaga pengadil bagi


perilaku negatif yang dilakukan sehingga
siswa cenderung menghindari hal-hal yang
berkaitan dengan bimbingan dan konseling.
Penelitian Sari (2010) menyimpulkan bahwa
mahasiswa mempunyai persepsi yang negatif
terhadap guru BK.
Sementara hasil penelitian yang lain
menunjukkan bahwa mahasiswa yang
mempunyai persepsi positif menunjukkan
minat yang kuat untuk menggunakan layanan
bimbingan dan konseling sebanyak 10%
(Wahyudin, 2013). Penelitian yang hampir
sama juga dilakukan oleh Mardiana dkk
(2012) menunjukkan bahwa persepsi dan
sikap mahasiswa terhadap layanan bimbingan
dan konseling juga kurang menggembirakan.
Hal ini menunjukkan bahwa secara empirik
layanan bimbingan dan konseling belum
berjalan dengan baik akibat adanya persepsi
dan sikap peserta

36
MATAPPA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51

didik yang tidak memberikan apresiasi yang STKIP Andi Matappa seperti Salmiati,
positif terhadap peran dan fungsi bimbingan dan S.Pd.,M.Pd, Hasbahuddin, S.Pd.,M.Pd, dan
konseling di sekolah. Muh. Ilham Bakhtiar, S.Pd.,M.Pd.
Fenomena tersebut di atas, secara Untuk memecahkan masalah yang telah
umum terjadi di sekolah. siswa pada umunya diidentifikasi dan dirumuskan di atas, maka
lebih nyaman bercerita kepada teman sebaya pelaksanakan kegiatan pelatihan konselor
dibandingkan datang keruangan bimbingan dan sebaya dilaksanakan dengan menggunakan
konseling untuk mengkonsultasikan metode pelatihan dan pendampingan, dimana
permasalahan yang meraka hadapi. Hal ini pelaksanaan kedua metode tesebut dilakukan
menunjukkan bahwa ketika remaja dihadapkan dengan cara: a) Ceramah/Pemberian Informasi;
pada suatu permasalahan dalam proses Kegiatan ini dimulai dengam pemberian
pencapaian tugas perkembangannya, remaja informasi kepada peserta berkaitan dengan
tersebut membutuhkan sahabat yang mampu materi kegiatan dengan menggunakan metode
menemani tugas perkembangannya dengan cemarah. Kegiatan ini dilakukan dengan
baik dan dapat menyelesaikan masalah yang harapan siswa memiliki pemahaman yang baik
dialaminya secara bersama-sama melalui teman terkait dengan konselor sebaya agar terjadi
sebaya. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kesepahaman antara pemateri dengan peserta.
strategi pengelolaan bimbingan konseling yang Hal ini akan memudahkan nantinya dalam
baru untuk membantu siswa dalam pelaksanaan latihan/simulasi. b) Role Play;
memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Suatu bentuk permainan yang dirancang
Salah satu strategi yang dapat digunakan sedemikian rupa yang disusun dalam suatu
adalah dengan membentuk kelompok konselor skenario untuk memberi kesempatan kepada
sebaya. Hal ini dapat dipahami karena periode peserta melakukan suatu peran tertentu
remaja merupakan periode yang sangat dekat sehingga memperoleh pengalaman yang tidak
dengan peer group, membutuhkan pengakuan simbolik semata. Didalam role play, peserta
dari kelompok atau teman sebaya dan dituntut mampu menghayati suatu peran
membutuhkan identitas baru yang bisa tertentu, mencoba dan merasakan menjadi
meningkatkan harga dirinya (Hurlock, 2002). seseorang tertentu dalam suatu proses,
sehingga dapat lebih memahami prosesnya dan
METODE memiliki gambaran aplikasinya. Dalam kegiatan
role play peserta ditempatkan pada situasi
Kegiatan pelatihan konselor sebaya
dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bontoa menjadi konselor dan konseli untuk
Kabupaten Maros. Pelaksanaan kegiatan mendapatkan pengalaman baru dan nyata
tentang proses konseling sebaya. c) Focused
bertempat di Aula SMA Negeri 6 Bontoa, pada
Group Discussion (FGD); Suatu teknik diskusi
hari Sabtu, 27 Januari 2018.
Kelompok sarasan dalam kegiatan kelompok yang digunakan untuk mendapatkan
pelatihan konselor sebaya adalah siswa SMN gambaran dari berbagai pendapat atau opini
Negeri 6 Bontoa sebanyak 10 orang siswa yang terhadap permasalahan yang dihadapi. Para
diwakili oleh 2 orang siswa dari setiap kelas peserta dibagi dalam 3 kelompok untuk diminta
yang ada di SMA Negeri 6 Bontoa. Pemilihan mengemukakan pendapat-pendapatnya pada
siswa yang menjadi perwakilan setiap kelas suatu masalah tertentu secara terarah, tanpa
berdasarkan pada hasil analisi data sosiometri harus memecahkan masalah tersebut. Dalam
yang disebar terlebih dahulu sebelum kegiatan waktu antara 30 menit peserta diminta
pelatihan konselor sebaya berlangsung. Selain mendiskusikan masalah yang sudah dirancang
oleh pemateri (trainer), sehingga peserta
hasil analisis data sosiometri, salah satu yang
menjadi pertimbangan siswa yang menjadi mempunyai pemahaman baru tentang berbagai
sasaran dalam kegiatan pelatihan konselor masalah dari berbagai sudut pandang yang
sebaya adalah siswa yang memiliki indeks berbeda dari setiap peserta. d) Simulasi dan
Latihan; Hampir sama dengan role play, tetapi
prestasi yang tinggi dibandingkan dengan
teman-teman yang lainnya yang ada di dalam peserta memerankan dirinya sendiri. Didalam
kelas dan diharapkan adanya keterwakilan simulasi, proses pelaksanaannya adalah
siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan siswa memerankan suatu situasi nyata yang akan
yang berjenis kelamin perempuan. Adapun yang dihadapi peserta dimasa yang akan datang.
menjadi instruktur dalam kegiatan ini adalah Seorang peserta diminta untuk melakukan
dosen-dosen Prodi Bimbingan dan Konseling proses konseling sebaya, dimana salah seorang

37
Vol 1 No 1, Maret 2018
Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
peserta berperan Achmad
sebagai seorang konselor dan kelompok konselor sebaya, kelompok konselor
satu peserta lainnya berperan sebagai konseli akan diberi kesempatan melakukan kegiatan
yang memiliki suatu permasalahan, konseling sebaya di sekolah, f) Evaluasi; Tim
sedangankan peserta lain berpera sebagai pengabdian masyarakat bersama-sama
penonton. Proses simulasi itu berlangaung mengadakan evaluasi terhadap kegiatan
secara bergiliran, sehingga semua peserta akan pelatihan dan pendampingan kegiatan, evaluasi
terlibat dalam proses simulasi. e) Refleksi; juga dilakukan secara bersama-sama dengan
Kegiatan ini merupakan bagian dari evaluasi kelompok konselor sebaya untuk melihat
kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui kemajuan dan penerapan konseling sebaya di
tingkat pemahaman peserta terkait dengan sekolah dan perumusan pengembangan
materi kegiatan konselor sebaya. Dalam kegiatan dan perluasan kelompok di masa
kegiatan ini, pemateri melontarkan pertanyaan depan.
kepada peserta terkait dengan rangkaian
pelaksanaan kegiatan berkaitan dengan kesan
dan pesan terhadap pelaksanaan kegiatan HASIL DAN PEMBAHASAN
konselor sebaya.
Langkah-langkah kegiatan konselor
sebaya melalui beberapa tahapan yaitu : a) Kegiatan pelatihan konselor sebaya telah
Persiapan; Tim pengabdian penjelasan kepada dilaksanakan dengan baik sesuai rencana yang
pihak sekolah mengenai rencana program atau telah disiapkan. Pelaksanaan Kegiatan dimulai
kegiatan pembentukan kelompok konselor dengan melalui tahapan sebagai berikut:
sebaya. b) Sosialisasi; Tim pengabdian Persiapan Kegiatan ini memerlukan
masyarakat menjelaskan tentang berbagai waktu yang lebih lama dalam persiapan
kegiatan yang akan diikuti dan juga berkaitan pelaksanaannya untuk menjamin tingkat
dengan mekanisme pelaksanaan kegiatan, kesuksesan dalam seluruh program kegiatan
mulai dari proses pendaftaran, penentuan tersebut. Adapun persiapan yang dilakukan
peserta yang akan dilibatkan dalam meliputi : a) Menentukan lokasi (sekolah yang
pelaksanaan kegiatan konselor sebaya dan menjadi mitra pengabdian masyarakat) dan
membuat kesepakatan dengan masing-masing menentukan peserta yang menjadi sasaran
peserta untuk terlibat secara aktif serta pelaksanaan kegiatan konselor sebaya. b)
bertanggung jawab dalam mengembangkan Melakukan sosialisasi terhadap mitra kegiatan
dan untuk memastikan keberlangsungan kegiatan ini
merealisasikan dengan mengungkapkan time schedule dan hal-
pelaksanaan konselor sebaya yang akan hal yang menjadi konsekuensi kegiatan
terbentuk atau bisa menjadi suatu komunitas tersebut,
(agen) perubahan di sekolah. c) Pelatihan c) Melakukan koordinasi dan TOT (training for
dasar; Siswa yang telah terdaftar sebagai calon trainer) tentang pelatihan konseling sebaya
konselor sebaya akan di assessment dulu kepada tim mahasiswa yang akan membantu
tentang motivasi dan karakteristik program pengabdian ini secara berkelanjutan.
kepribadiannya serta kemampuan dasarnya Tim mempersiapkan 5 mahasiswa untuk
sebagai calon konselor, siswa akan diundang menjadi trainer dan pendamping kegiatan
mengikuti pelatihan dasar konseling sesuai konseling sebaya, d) Mempersiapkan materi
dengan agenda kegiatan yang telah disepakati, pelatihan dan pembuatan modul konseling
kegiatan pelatihan ini tidak dilakukan dalam satu sebaya yang akan diberikan kepada seluruh
kali pelatihan tetapi bertahap dengan tujuan peserta dan mitra kegiatan.
terbentuknya kemampuan konseling secara Pelaksanaan Dalam tahap pelaksanaan
menyeluruh sesuai dengan kebutuhan, semua kegiatan pengabdian masyarakat ini sesuai
peserta akan mendapatkan sertifikat mengikuti dengan rencana pelaksanaan dan kesepakatan
pelatihan bimbingan dan konseling dan setelah dengan mitra kegiatan. Tahapan kegiatan
selesai pelatihan para peserta diminta belajar tersebut antara lain: a) Pembuatan modul
aplikasi di sekolah. d) Pelatihan lanjutan; Tim konseling sebaya; Kegiatan ini bertujuan untuk
pengabdian memberikan pelatihan lanjutan memberikan bekal kepada peserta agar dapat
dengan fokus pada pembentukan keterampilan melakukan kegiatan konseling sebaya dengan
dan kemampuan seorang konselor, materi lebih praktis. Modul ini berisikan tentang
pelatihan akan disesuaikan dengan para siswa petunjuk praktis dalam melakukan konseling
di sekolah sesuai dengan hasil evaluasi pasca sebaya disertai dengan gambar praktek
pelatihan dan praktek di lapangan. e) konseling dan lampiran contoh proses
Pendampingan; Tim pengabdian mengadakan konseling. Disamping itu modul juga dilengkapi
pendampingan kepada dengan contoh kasus masalah remaja beserta
petunjuk cara menyelesaikannya melalui
konseling

38
MATAPPA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51

sebaya. Modul ini diberikan kepada seluruh dimaksudkan untuk memberikan penguatan
peserta dan pengurus panti asuhan sebagai secara psikososial agar konselor sebaya dapat
mitra kegiatan pengabdian ini. Diharapkan dengan mandiri dan percaya diri melakukan
modul ini dapat dijadikan referensi bagi kegiatan konseling. Selain itu kegiatan
pelaksanaan konseling sebaya untuk pendampingan juga digunakan untuk melakukan
memudahkan pengembangan kelompok sharing terhadap permasalahan yang dihadapi
konseling sebaya di Kota Malang. b) Pelatihan konseli dan permasalahan individu dalam
dasar; Kegiatan berikutnya adalah melakukan melakukan kegiatan konseling. Program
pelatihan dasar konseling sebaya untuk mitra pendampingan dilakukan selama 3 kali sesuai
kegiatan. Tujuan dari kegiatan ini adalah: dengan kesepakatan mitra untuk memberikan
Memperkenalkan program konseling sebaya pendampingan terhadap kegiatan konseling di
sebagai alternatif pemecahan masalah (problem lokasi masing– masing. Kegiatan ini juga
solving) bagi para remaja, Memberikan dimaksudkan untuk menjalin komunikasi yang
pengetahuan dan pemahaman tentang proses lebih baik antara konselor, tim pengabdian
konseling sebaya, Membentuk karakteristik (mentor) dan pihak kampus, agar kerjasama
dasar seorang konselor sebaya, Meningkatkan yang dilakukan ini dapat berkesinambungan
kepekaan terhadap lingkungan sekitar, untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Membantu pengurus panti asuhan dalam Disamping itu kegiatan ini juga untuk melakukan
mengelola berbagai permasalahan yang ada di tindakan prevensi terhadap perilaku negatif yang
tempat tersebut melalui program konseling mungkin muncul dalam diri siswa dan
sebaya. c) Pelatihan lanjutan, Sesuai dengan memberikan pencerahan terhadap
tujuan dilakukannya kegiatan pengabdian ini perkembangan informasi psikososial di luar.
dan hasil evaluasi dari pelatihan dasar konseling Faktor Pendorong dan Penghambat.
sebaya, maka dibutuhkan adanya pelatihan Berdasarkan evaluasi pelaksanaan dan hasil
lanjutan. Kegiatan ini bertujuan untuk; kegiatan dapat diidentifikasi faktor pendukung
Meningkatkan kompetensi dan keterampilan dan penghambat dalam melaksanakan program
peserta dalam kegiatan konseling sebaya, pengabdian pada masyarakat ini. Secara garis
Membentuk karakter remaja (konselor sebaya) besar faktor pendukung dan penghambat
yang sesuai dengan kebutuhan program tersebut adalah sebagai berikut:
konseling, Menyebarluaskan teknik konseling Faktor pendukung; a) Tersedia tenaga
sebaya sebagai salah satu alternatif pemecahan ahli yang memadai dalam pengembangan
masalah bagi remaja. Pelatihan lanjutan modul pelatihan konselor sebaya, b) Antusiasme
dibutuhkan dalam rangka melakukan identifikasi siswa yang cukup tinggi untuk mengikuti
permasalahan yang dirasakan dan dijumpai kegiatan konselor sebaya, c) Dukungan kepala
dalam aplikasi kegiatan konseling sebaya. sekolah SMA Negeri 6 Bontoa yang menyambut
Disamping itu pelatihan ini juga diharapkan oleh baik pelaksanaan kegiatan pelatihan dan
mitra kegiatan untuk meningkatkan penguasaan membantu tim pengabdi mengorganisasikan
materi dan aplikasi konseling sebaya agar dapat waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan, d)
diterapkan dengan baik sesuai kaidah di tempat Ketersediaan dana pendukung dari fakultas
masing-masing, sehingga dalam kegiatan ini guna penyelenggaraan kegiatan pengabdian
banyak dilakukan role play dan simulasi pada masyarakat ini.
kegiatan konseling. d) Pendampingan; Program Faktor penghambat; a) Siswa peserta
pendampingan merupakan kegiatan yang pelatihan masih banyak yang belum memiliki
disusun sebagai sebuah paket kegiatan untuk pengetahuan awal tentang konselor sebaya, b)
memastikan bahwa peserta melakukan kegiatan Keterbatasan waktu untuk pelaksanaan
konseling dan memiliki kemampuan dasar yang pelatihan sehingga beberapa materi tidak dapat
dibutuhkan saat melakukan konseling sebaya. disampaikan secara detil, c) Daya tangkap para
Disamping itu kegiatan ini juga untuk peserta yang bervariasi, ada yang cepat namun
menjembatani informasi terbaru berkaitan juga ada yang lambat sehingga waktu yang
dengan permasalahan yang dihadapi oleh digunakan kurang maksimal.
teman- teman sebayanya dan permasalahan Hasil kegiatan pelatihan konselor
individual saat melakukan kegiatan konseling, sebaya secara garis besar mencakup beberapa
sehingga tim pengabdian masyarakat dapat komponen antara lain: a) Keberhasilan target
menyusun langkahlangkah baru dan membantu jumlah peserta pelatihan, b) Ketercapaian tujuan
penyelesaian masalah yang dihadapi oleh pelatihan, c) Ketercapaian target materi yang
peserta dan mitra. Program pendampingan

39
Vol 1 No 1, Maret 2018
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
telah direncanakan, d) Kemampuan peserta sekolah relatif kurang memadai sehingga siswa
dalam penguasaan materi tidak mempunyai pemahaman yang benar
Target peserta kegiatan telah tentang unit tersebut. c) Pelatihan telah mampu
direncanakan sebelumnya adalah 10 orang atau memberikan kesempatan individu memperbaiki
2 orang perwakilan setiap kelas dari karakter (positif) sesuai dengan kompetensi
keseluruhan jumlah kelas yang ada di SMA yang dibutuhkan oleh seorang konselor.
Negeri 6 Bontoa. Dalam pelaksanaannya, Karakter tersebut antara lain : mau
kegiatan ini diikuti oleh 10 orang siswa yang mendengarkan, empati, suka menolong (tidak
menjadi perwakilan dari setiap kelas siswa di egois), proaktif, kreatif dalam menyelesaikan
SMA Negeri 6 Bontoa. Hal ini menunjukkan masalah dan kesediaan untuk memikirkan masa
bahwa kegiatan pelatihan konselor sebaya depan dengan lebih jelas (Prakoso & Wahyuni,
dikatakan berhasil/sukses. 2015). Kompetensi yang dimiliki mampu
Ketercapaian pendampingan konselor mencegah timbulnya perilaku negatif lainnya
sebaya secara umum sudah baik, namun yang dimiliki oleh sebagian remaja. d)
keterbatasan waktu yang disiapkan Timbulnya kemampuan baru dalam aspek
mengakibatkan tidak semua materi kegiatan psikososial yang selama ini kurang berkembang
pelatihan konselor sebaya dapat disampikan yaitu memahami diri dan orang lain serta mau
secara detil. Namun dilihat dari hasil latihan terlibat dalam masalah yang dihadapi orang lain.
para peserta yang secara garis besarnya Di pihak sekolah mulai muncul gerakan
mereka sudah dapat melaksanakan konselor mengembangkan kegiatan lain selain konseling,
sebaya sesuai dengan tahapak dan teknik yaitu mengoptimalkan kegiatan bimbingan untuk
pelaksanaan konseling maka dapat disimpulkan menjembatani dan menghilangkan persepsi
tujuan pelaksanaan kegiatan pelatihan konselor negatif terhadap bimbingan dan konseling dan
sebaya dapat tercapai. terbentuknya komunitas konselor sebaya yang
Ketercapaian terget materi pada dapat menjadi agen perubahan bagi teman-
kegiatan pelatihan konselor sebaya cukup baik, temannya di sekolah.
karena materi pelatihan konselor sebaya telah
dapat disampaikan secara keseluruhan. Materi
pelatihan yang telah disampaikan adalah: a)
Konsep dasar konselor sebaya, b) Konsep
dasar masalah dan jenis-jenisnya, c)
Keterampilan dasar konseling, d) Bimbingan dan
konseling kelompok
Kemampuan peserta dilihat dari
penguasaan materi masih kurang dikarenakan
waktu yang singkat dalam penyampaian materi
dan kemampuan para peserta yang berbeda-
beda. Hal ini disebabkan jumlah materi yang
banyak hanya disampaikan dalam waktu sehari
sehingga tidak cukup waktu bagi para peserta
untuk memahami dan mempraktekkan secara
lengkap semua materi yang diberikan. Kendati Gambar 1: Pembukaan Kegiatan
demikian kegiatan ini masih dilanjutkan dengan
kegiatan pendampingan oleh mahasiswa yang
ikut dilibatkan dalam Tim pengabdian kepada
masyarakat, sehingga peserta dapat
melanjutkan proses latihan konselor sebaya.
Melalui proses pendampingan tersebut
memberikan kontribusi positif bagi peserta
kegiatan. Adapun kontribusi yang dimaksudkan
antara lain: a) Kegiatan yang dilakukan telah
mampu memberikan kontribusi positif terhadap
remaja telah mampu membuka wawasan baru
terhadap fungsi dan peran bimbingan konseling
di sekolah. b) Sosialisasi keberadaan bimbingan
dan konseling yang telah dilakukan pihak Gambar 2: Tim Memberikan materi kepada
peserta

40
MATAPPA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51

41
Gambar 3: Tim Memberikan materi kepada peserta

Gambar 3: Praktek Konseling Kelompok

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan implementasi kegiatan pengabdian masyarakat dan evaluasi dengan mitra dapat
disimpulkan bahwa (a) Pelaksanaan kegiatan ini telah mampu meningkatkan performansi bimbingan
konseling melalui kegiatan konseling sebaya, (b) Memberikan penghargaan dan perhatian terhadap
siswa dengan melakukan kegiatan positif dalam bimbingan konseling di sekolah, (c) Dapat
mengantisipasi munculnya perilaku negatif remaja (kenakalan remaja), (d) Mampu memberikan nilai
tambah dalam bidang pengetahuan dan keterampilan untuk anak-anak sehingga dapat membantu
tugas guru bimbingan dan konseling.

42
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran yakni:
a) Waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian perlu ditambah agar tujuan kegiatan dapat tercapai
sepenuhnya, tetapi dengan konsekuensi penambahan biaya pelaksanaan. Oleh karena itu biaya
pengabdian kepada masyarakat sebaiknya tidak sama antara beberapa tim pengusul proposal,
mengingat khalayak sasaran yang berbeda pula. b) Adanya kegiatan lanjutan yang berupa pelatihan
sejenis selalu diselenggarakan secara periodik sehingga dapat menciptakan suatu komuniatas
konselor seabaya di sekolah- sekolah sekaligus sebagai bagian penyelenggaran layanan bimbingan
dan konseling di sekolah.

DAFTAR RUJUKAN
Aryani, F. (2013). Program Konselor Sebaya.

Makassar: UNM

Agnis, D. S & dkk. 2014. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku
Bullying Siswa di Sekolah. Jurnal Sosietas Vol. 5 No. 1. h. 3
Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkembangan, terj. Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Mardiana, Annisa Rizka. 2012. Studi Tentang Persepsi Siswa Pada Layanan Bimbingan Dan
Konseling Dismk Se-Kecamatan Sukomanunggal Surabaya. Jurnal BK UNESA,
Volume 3 Nomer 1,72-8072
Shohib, M, dkk. 2016. Pendampingan Kelompok Sebaya di Kota Batu. Jurnal Dedikasi. Volume 13,
34-38
Wahyudin. 2013. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dengan
Minat untuk Melakukan Konseling di Sekolah SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta,

43

Anda mungkin juga menyukai