TUGAS INDIVIDU
Disusun Oleh:
Friendky ( PO.62.20.1.17.325 )
Tahun 2019
Penelitian
e-mail: ivo.yani@kemdikbud.go.id
Abstrak: Permainan tradisional merupakan warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. Permainan
tradisional jarang sekali dilakukan di PAUD karena sudah tergantikan dengan permainan modern, padahal di setiap
daerah terdapat berbagai permainan tradisional. Permainan tradisional suku Batak Toba dapat menstimulasi
perkembangan fisik motorik dan sosial emosional anak usia dini. Jenis permainan yang diteliti adalah permainan
Marsibahe, Marsitekka, dan Marampera. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hasil stimulasi perkembangan
motorik dan sosial-emosional anak usia dini melalui permainan tradisional suku Batak Toba. Penelitian ini
dilakukan terhadap 18 anak usia 5 – 6 tahun di PAUD Anugerah di Desa Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten
Samosir pada bulan Juli – Oktober 2015. Instrumen pengumpulan data disusun berdasarkan butir-butir tingkat
pencapaian perkembangan motorik dan sosial emosional anak usia 5 – 6 tahun yang mengacu pada
Permendikbud No. 137 tahun 2014 sebanyak 16 butir pengamatan. Untuk mengetahui validasi lapangan
digunakan metode quasi eksperimen design dengan pretes dan post-test, sedangkan signifikansi program diuji
dengan t-test berkorelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t > t (10,34 > 2,11) sehingga dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan nilai yang diperoleh peserta didik sebelum dengan sesudah
melaksanakan permainan tradisional suku Batak Toba pada taraf signifikansi 5%.
PENDAHULUAN
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan
upaya pembinaan anak sejak lahir sampai usia 6 pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
Stimulasi Perkembangan Anak...
lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1). perkembangan anak.
Masa usia dini merupakan time for play, sebagai Permainan tradisional saat ini sudah jarang
sarana pertumbuhan dalam lingkungan, budaya, ditemukan karena sudah tergantikan dengan
dan kesiapannya dalam belajar formal. Pada masa permainan modern, padahal permainan tradisional
ini, pertumbuhan anak sangat menentukan dalam merupakan warisan leluhur dan mudah untuk
pembentukan karakter dan kecerdasannya. Masa- dilakukan. Selain itu, permainan tradisional banyak
masa ini terpenting bagi pengembangan inteligensi manfaatnya dan sangat baik dalam menstimulasi
permanen diri anak karena memiliki kemampuan perkembangan anak. Di tanah Batak terdapat
tinggi untuk menyerap informasi. Orang tua dan guru berbagai permainan tradisional, seperti marsibahe
PAUD harus memahami potensi besar yang dimiliki (lempar batu sambil gendong teman di belakang),
anak pada usia dini dan dapat menggunakan teknik margala/marcabor (galasin/gobak sodor), marsitekka
yang tepat dalam menghadapinya. (engklek), angker (pecah piring), petor-petor (tembak-
Bermain merupakan aktivitas yang spontan tembakan) dari pelepah pisang, marjalengkat
dan melibatkan motivasi serta prestasi dalam diri (engrang), marsabur (kucing-tikus), marcendong
anak yang mendalam. Stimulasi perkembangan (alip cendong), marpukkul (kelereng), marsapele-
anak harus selalu dilakukan agar anak dapat sapele (cublak suweng), marsukke/lukkir (patok
mencapai tumbuh kembang sesuai harapan. Melalui lele), marlubang (congklak), marsiadu (serimbang),
bermain, anak belajar untuk mengekspresikan pat ni gajah (lomba terompa), danggur suri (lempar
emosi, proses emosi, memodulasi dan mengatur sisir), cabur (sambar elang), permainan alat musik
emosi, serta menggunakan emosi dengan cara yang dari bambu/kayu, dan sebagainya. Sebagian besar
adaptif. Pandangan bermain dan emosi konsisten permainan tersebut juga terdapat di daerah lain
dengan sejumlah konseptualisasi terbaru dari dengan sebutan yang berbeda.
emosi dan kesehatan mental. Konstruk regulasi Permainan tradisional selalu dilakukan secara
emosi sangat penting di daerah perkembangan bersama-sama atau berkelompok sehingga dapat
anak. Mennin dalam Russ (2004) menyimpulkan menstimulasi kemampuan sosial-emosional anak
bahwa perspektif regulasi emosi bertujuan sebagai dan memupuk kerja sama. Anak menjadi lebih
pengobatan, yakni untuk membantu individu realistis, dan siap menerima kekalahan atau memiliki
menjadi (a) lebih nyaman dengan membangkitkan daya juang tinggi untuk meraih kemenangan. Selain
pengalaman emosional, (b) lebih mampu mengakses itu, permainan tradisional dapat menstimulasi
dan memanfaatkan informasi emosional dalam motorik kasar pada anak melalui gerakan-gerakan
pemecahan masalah adaptif, dan (c) lebih mampu yang dilakukan sehingga anak lebih tangkas.
memodulasi pengalaman emosional dan ekspresi. Permainan tradisional melibatkan seluruh aspek
Latar belakang masalah dalam penelitian ini perkembangan seperti motorik, kognitif, bahasa,
adalah munculnya berbagai permainan modern yang dan sosial-emosional anak.
sangat menarik minat anak, seperti gadget dan fun Perkembangan fisik-motorik dan sosial-
game lainnya. Anak terlihat asyik bermain di dunia emosional sangat perlu distimulasi sejak usia dini
maya secara individual, sehingga tidak memberi karena berdampak pada perkembangan lain, seperti
kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi. Hal ini perkembangan nilai agama dan moral, kognitif,
akan menyebabkan sikap pasif, apatis, dan tidak bahasa, maupun seni. Stimulasi tersebut tentunya
cekatan menghadapi realitas kehidupan. Jika hal dilakukan melalui kegiatan bermain. Russ (2004)
tersebut dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan dapat mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa kualitas
menghambat perkembangan motorik kasar pada fantasi bermain secara signifikan berhubungan
anak, dan memicu obesitas karena kurang gerak. dengan kemampuan untuk menggambarkan
Selain itu, kemampuan sosial emosional anak tidak pengalaman emosional dan pemahaman tentang
berkembang secara optimal karena suka menyendiri. emosi orang lain. Kemampuan untuk memahami
Sebagai pewaris budaya bangsa, sudah selayaknya emosi yang dialami sendiri dan pengalaman orang
anak diperkenalkan dengan berbagai permainan lain memberikan dasar untuk empati. Kemampuan
tradisional. Kenyataannya, permainan tradisional ini sangat signifikan dengan kemampuan untuk
jarang diterapkan pada pembelajaran PAUD padahal mengendalikan kemampuan verbal.
permainan tradisional dapat menstimulasi berbagai Model Pembelajaran PAUD dalam
Stimulasi Perkembangan Anak...
menstimulasi perkembangan anak melalui permainan kegiatan yang mengandung prinsip bermain. Mayke
tradisional Suku Batak Toba adalah seperangkat dalam Sudono (2000) menyatakan bahwa belajar
kegiatan yang dirancang dalam suatu kegiatan dengan bermain memberi kesempatan kepada
bermain bagi kelompok usia 5-6 tahun dalam anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang,
mengeksplorasi berbagai permainan tradisional menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktikkan,
Suku Batak Toba. Program ini bermanfaat untuk dan mendapatkan bermacam-macam konsep
menstimulasi kemampuan motorik dan sosial serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya.
emosional anak, terutama usia 5–6 tahun. Pada Melalui hal tersebut, terjadilah proses pembelajaran
usia ini, anak telah mencapai tumbuh kembang yang anak dapat mengambil keputusan, memilih,
optimal sesuai perkembangan anak usia dini, baik menentukan, mencipta, memasang, membongkar,
fisik, sosial-emosional, maupun mentalnya. Anak mengembalikan, mencoba, mengeluarkan pendapat,
sudah bisa bekerja sama, mengerti pembicaraan memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas,
yang menggunakan tujuh kata atau lebih, mengikuti bekerjasama dengan teman, dan mengelola berbagai
aturan permainan, dan mampu mengelola emosinya. macam perasaan. Oleh karena itu, satuan PAUD
Karena berbagai keterbatasan, maka rumusan harus mampu memfasilitasi kebutuhan bermain anak
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana agar stimulasi perkembangannya optimal.
program pembelajaran PAUD melalui permainan Mulyani, dkk (2005) menyatakan bahwa
tradisional Suku Batak Toba dalam menstimulasi perkembangan anak adalah tahapan-tahapan
perkembangan anak? sedangkan jenis permainan penting yang dicapai anak akibat pertumbuhan
yang diteliti ada sebanyak tiga jenis, yaitu marsibahe, dan proses belajar dalam hidupnya, yang antara
marsitekka, dan marampera. Pemilihan jenis lain meliputi perkembangan fisik, kognitif (mental),
permainan ini berdasarkan kemampuan anak usia bahasa, serta sosial dan emosional. PAUD
5-6 tahun dalam melakukan permainan. merupakan salah satu jenjang pendidikan yang
Tujuan penelitian ini adalah (1) menggali dan
memiliki peran strategis dalam proses pendidikan
memperkenalkan permainan tradisional kepada
secara keseluruhan karena merupakan landasan dan
anak sejak dini; (2) mengumpulkan data, fakta, atau
wahana penyiapan anak untuk memasuki pendidikan
informasi mengenai stimulasi perkembangan anak
dasar, oleh karena itu, PAUD harus memperoleh
melalui permainan tradisional Suku Batak Toba; serta
perhatian yang memadai. PAUD berfungsi membina,
(3) mengetahui seberapa besar permainan tradisional
menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh
Suku Batak Toba dapat menstimulasi pencapaian
potensi anak usia dini secara optimal yang dilakukan
perkembangan anak sedangkan manfaat penelitian
melalui kegiatan bermain, sehingga terbentuk
ini adalah (1) memupuk rasa cinta tanah air dan
perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap
kebudayaan daerah; (2) melatih kemampuan fisik,
perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk
memupuk kerja sama, meningkatkan kepercayaan
memasuki pendidikan selanjutnya.
diri memahami konsep sportivitas, belajar mengelola
Dalam Lampiran IV Peraturan Menteri
emosi, menggali kreativitas, dan bersosialisasi;
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
serta (3) memperluas wawasan guru PAUD dalam
Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
menstimulasi perkembangan fisik motorik dan sosial
PAUD dinyatakan bahwa pembelajaran adalah
emosional anak usia dini.
proses interaksi antara pendidik dengan anak melalui
Untuk m enduk ung dan m em perk uat
kegiatan bermain pada lingkungan belajar yang aman
pembahasan pada penelitian ini, terdapat beberapa
dan menyenangkan dengan menggunakan berbagai
teori yang digunakan sebagai rujukan penelitian.
sumber belajar. Dalam bermain, anak membuat
Pengertian Pembelajaran pada Pendidikan Anak
pilihan, memecahkan masalah, berkomunikasi, dan
Usia Dini
bernegosiasi. Anak menciptakan peristiwa khayalan,
Usia dini adalah masa k etik a anak
melatih keterampilan fisik, sosial, dan kognitif. Ketika
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
bermain, anak dapat mengekspresikan dan melatih
bermain. Oleh sebab itu, pembelajaran anak usia dini
emosi dari pengalaman dan kejadian yang ditemui
harus berpusat pada anak dengan menggunakan
setiap hari. Melalui kegiatan bermain bersama dan
prinsip belajar melalui bermain. Pembelajaran pada
mengambil peran berbeda, anak mengembangkan
PAUD dilaksanakan melalui bermain dan kegiatan-
kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang
Stimulasi Perkembangan Anak...
orang lain dan terlibat dalam perilaku pemimpin atau menggunakan alat yang menghasilkan pengertian
pengikut. Perilaku ini sangat diperlukan saat bergaul atau memberikan informasi, memberi kesenangan,
ketika dewasa. maupun mengembangkan imajinasi anak.
Menurut teori kelebihan energi yang Lingkup perkembangan sesuai tingkat usia
diungkapkan oleh Herbert Spencer dalam Montolalu anak meliputi aspek nilai agama dan moral, fisik-
(2010), bermain dipandang sebagai penutup atau motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.
klep keselamatan pada mesin uap. Energi atau Dalam pengembangan ini, lingkup perkembangan
tenaga yang berlebih pada anak perlu dibuang atau dibatasi perkembangan fisik-motorik dan sosial-
dilepaskan melalui bermain. Bermain merupakan emosional. Perkembangan fisik-motorik meliputi
bentuk pelepasan energi yang berlebih pada anak motorik kasar dan halus. Motorik kasar mencakup
sehingga perlu dibuang agar anak lebih memiliki kemampuan gerakan tubuh secara terkoordinasi,
kesiapan menerima materi pembelajaran. Melalui lentur, seimbang, lincah, lokomotor, non-lokomotor,
bermain, energi yang berlebih pada anak tidak dan mengikuti aturan. Motorik halus mencakup
digunakan untuk hal-hal yang bersifat destruktif, kemampuan dan kelenturan menggunakan jari dan
misalnya merusak alat dan bahan main. Bentuk alat untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan
bermain yang penting untuk tetap dipertahankan diri dalam berbagai bentuk. Perkembangan sosial-
adalah permainan tradisional karena mengandung emosional meliputi (a) kesadaran diri yang terdiri
unsur edukasi dan berakar dari budaya bangsa. dari memperlihatkan kemampuan diri, mengenal
M o n t e s s o r i d a lam S ud o no ( 2 0 0 0 ) , perasaan sendiri dan mengendalikan diri, serta
menekankan bahwa ketika anak bermain, akan mampu menyesuaian diri dengan orang lain; (b) rasa
mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang tanggung jawab untuk diri dan orang lain, mencakup
terjadi di lingkungan sekitarnya. Dalam pendidikan kemampuan mengetahui hak-haknya, mentaati
anak usia dini, bermain identik dengan belajar, aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung
karena melalui bermain, anak memahami pengertian jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama; dan
atau konsep-konsep melalui benda-benda konkret. (c) perilaku prososial yang mencakup kemampuan
Belajar melalui bermain memberi kesempatan bermain dengan teman sebaya, memahami
kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, perasaan, merespon, berbagi, serta menghargai
menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktikkan, hak dan pendapat orang lain, bersikap kooperatif,
dan memperoleh bermacam-macam konsep serta toleran, dan berperilaku sopan.
pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Berdasarkan uraian di atas, stimulasi
Pengertian pembelajaran pada penelitian ini perkembangan anak pada penelitian ini adalah
adalah kegiatan bermain yang dilakukan melalui rangsangan yang diberikan pada anak melalui
permainan tradisional Suku Batak Toba dengan permainan tradisional Suku Batak Toba untuk
sasaran anak usia 5–6 tahun. Sebagaimana mencapai perkembangan fisik-motorik dan sosial-
diungkapkan Sudono (2000), ciri-ciri anak usia 5–6 emosional anak usia 5–6 tahun.
tahun antara lain (a) gerakan lebih tangkas, Permainan Tradisional Suku Batak Toba
(b) berjalan dan melangkah lebih tegap, (c) berdiri Anak adalah pewaris budaya bangsa yang
dengan satu kaki lebih dari 8 detik, (d) lari berjingkat kreatif, karenanya pendidik harus mampu memberi
dengan dua kaki bergantian, (e) dapat mengatur rangsangan pendidikan atau stimulasi sesuai
keseimbangan tubuh, (f) bermain dengan kelompok kebutuhan anak dengan cara mengembangkan
dua sampai lima orang teman, (g) bekerjanya kemampuan sebagai pewaris budaya bangsa
terpacu oleh kompetisi dengan anak lain, dan (h) yang kreatif dan peduli terhadap permasalahan
dapat mendengarkan instruksi. masyarakat dan bangsa. Salah satu stimulasi
Stimulasi Perkembangan Anak yang dapat dilakukan adalah melalui permainan
Upaya menciptakan lingkungan yang tradisional. Pada hakikatnya, bermain bagi anak
mendukung tercapainya prestasi perkembangan anak
usia dini merupakan proses pembelajaran, untuk
dapat dilakukan melalui kegiatan bermain, karena itu dibutuhkan media yang mampu menstimulasi
dunia anak adalah dunia bermain. Sebagaimana
perkembangan anak melalui berbagai permainan
diungkapkan Sudono (2000), bermain adalah tradisional.
suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa Menurut Wikipedia bahasa Indonesia,
Stimulasi Perkembangan Anak...
permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi Dalam penelitian ini, manfaat utama yang akan dikaji
dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu dari permainan tradisional yang akan diteliti adalah
luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya untuk menstimulasi kemampuan motorik dan sosial-
dilakukan sendiri atau bersama-sama (kelompok) emosional anak usia 5–6 tahun.
sedangkan tradisional adalah segala sesuatu yang Permainan tradisional umumnya dilakukan
dituturkan atau diwariskan secara turun temurun secara berkelompok, sehingga permainan ini
dari orang tua atau nenek moyang. Jadi, permainan otomatis mengajarkan kebersamaan. Dalam
tradisional bisa diartikan sebagai perbuatan (baik permainan kelompok, anak membutuhkan teman
menggunakan alat atau tidak) yang diwariskan kelompok yang berarti memberi kesempatan pada
secara turun temurun dari nenek moyang, sebagai anak untuk bersosialisasi. Selain kebersamaan,
sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati. anak diajarkan untuk berempati, bergiliran, menaati
Permainan tradisional memiliki fungsi rekreatif, peraturan, juga solidaritas. Selain itu, anak akan
kompetitif, dan edukatif. Permainan tradisional yang dilatih kekompakannya dalam menyusun strategi
bersifat rekreatif dilakukan untuk mengisi waktu luang. agar dapat memenangkan permainan. Aktivitas
Permainan tradisional yang bersifat kompetitif (untuk fisik yang dilakukan anak ketika bermain secara
bertanding) memiliki aturan tertentu (terorganisir) langsung merangsang gerakan motorik anak, baik
sebagai kriteria pemenang, dimainkan secara motorik halus seperti menggambar, meremas,
beregu (minimal 2 orang per regu), dan mempunyai menggenggam, maupun motorik kasar seperti
kriteria yang menentukan siapa yang menang dan melompat, berlari, berjongkok, dan meloncat.
kalah. Permainan tradisional yang bersifat edukatif, Selain itu, bermain juga berfungsi untuk melatih
mengandung unsur-unsur pendidikan di dalamnya. dan mengembangkan gerakan otot pada anak,
Anak-anak diperkenalkan dengan berbagai macam contohnya dalam permainan marsitekka, permainan
keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan ini mendukung pertumbuhan anak terutama
diperlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai kecerdasan kinetiknya. Ketika bermain, anak
anggota masyarakat. Permainan jenis ini menjadi melompat dengan satu kaki sehingga akan berusaha
alat sosialisasi untuk anak-anak agar dapat untuk menyeimbangkan tubuhnya dan lompatan
menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok yang dilakukan juga baik bagi metabolisme tubuh.
sosialnya. Hampir semua permainan tradisional dilakukan
Permainan tradisional memang terkesan secara berkelompok. Melalui kegiatan berkelompok
sederhana, namun di balik itu sebenarnya permainan anak akan merasa nyaman dan terbiasa dalam
tradisional memiliki manfaat yang baik untuk kelompok, dapat memupuk rasa setia kawan,
perkembangan pertumbuhan anak. Banyak hal mengatur emosinya sehingga timbul toleransi dan
yang diperoleh anak dari sebuah permainan empati terhadap orang lain, mengembangkan sikap
tradisional melalui proses bermain, karena anak bekerjasama dengan kawan, serta memupuk sikap
terlibat secara langsung baik fisik maupun emosi sportif sejak dini.
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di PAUD Anugerah
Keterangan : O1 : Pre-test
Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten
Samosir pada minggu ke-4 Juli sampai dengan X : Perlakuan
minggu ke-5 Oktober 2015. Dilihat dari tujuannya, O2 : Post-test
penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan
menggunakan perhitungan statistik sederhana untuk Untuk mengetahui tingkat efektivitas program
mengetahui capaian perkembangan fisik-motorik dilakukan dengan analisis kuantitatif. Data yang
dan sosial-emosional anak pada saat sebelum dan dikumpul dianalisis dengan menggunakan statistik
sesudah penelitian. Penelitian ini menggunakan sederhana dengan menentukan rata-rata kelas
metode quasi eksperimen design dengan pre-test sebagai daya serap klasikal. Untuk mengetahui
dan post-test: O1 X O2. signifikansi program di uji dengan t-test berkorelasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah anak
usia dini 3-6 tahun berjumlah 33 orang sedangkan
Stimulasi Perkembangan Anak...
sampelnya adalah anak usia 5-6 tahun berjumlah observasi. Teknik dokumentasi digunakan untuk
18 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan mengumpulkan data dari sumber noninsani yang
dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dalam berupa dokumen-dokumen administrasi, gambar/
pendekatan kualitatif, data dikumpulkan dengan foto atau catatan-catatan lain yang berhubungan
cara observasi/mengunjungi langsung ke lokasi dengan fokus penelitian. Selain itu, data dan
dan mencatat temuan-temuan lapangan. Kemudian informasi digali melalui studi dokumen di berbagai
melakukan diskusi terfokus. Data/informasi yang perpustakaan dan lembaga/instansi yang memiliki
diperlukan diperoleh dengan menggunakan beberapa data dan informasi terkait dengan pengembangan
instrumen, yaitu instrumen monitoring untuk program.
memperoleh informasi tentang penyelenggaraan Berbagai data/informasi yang ditemukan
program, instrumen penelitian untuk memperoleh dianalisis dengan metode induktif, artinya berbagai
informasi tentang kondisi objektif yang terjadi data/informasi mula-mula dianalis dari yang khusus
pada saat proses pembelajaran berlangsung, dan menuju ke yang umum. Analisis ini dapat diartikan
instrumen observasi untuk memperoleh informasi pula menganalisis data/informasi dari yang kecil
tentang interaksi dalam pembelajaran. menuju ke yang besar. Setiap temuan akan dimaknai
Selain itu, dilakukan juga teknik dokumentasi sehingga benar-benar berarti.
yang dimaksudkan untuk melengkapi data dari
PEMBAHASAN
Hasil
No. Komponen Indikator Hasil
Setiap datang ke lokasi penelitian, temuan-temuan 4. Admin- Daftar hadir: Administrasi kelompok belajar ma- sih
istrasi
dicatat sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan, Kelompok
butuh perbaikan dan dukungan dalam
a. anak hal jadwal kegiatan dan bahan ajar.
terdiri dari instrumen monitoring dan evaluasi serta Belajar b. pendidik Untuk administrasi daftar hadir peserta
c. Jadwal kegiatan
instrumen pengamatan perkembangan fisik-motorik d. Bahan ajar
didik dan pendidik sudah baik.
5. Tempat
dan sosial-emosional anak usia 5–6 tahun. Belajar Untuk tempat belajar sudah memenuhi
a. Kenyamanan
Pengamatan terhadap penyelenggaraan program b.Penerangan dan kriteria tempat belajar yang nya- man
dan memiliki penerangan dan fasilitas
Pengamatan terhadap penyelenggaraan fasilitas air bersih
air bersih yang cukup baik.
6. Sarana
program seperti terlihat pada Tabel 1. Belajar
Perbandingan sarana dengan peser- ta
Tabel 1 a. Perbandingan
didik masih belum sebanding. Sarana
sarana dengan
Hasil Penyelenggaraan Program peserta didik masih perlu ditambah, un- tuk itu
b. Kesesuaian pengembangan memberikan bantuan
sarana sarana agar dapat mem- bantu
No. Komponen Indikator Hasil pengelola melengkapi sara- na yang
dibutuhkan peserta didik.
1. Peserta a. Ketepatan Dari segi peserta didik dapat di- 7. Program a. Kesesuaian: Untuk program belajar sudah sesuai dan
jumlah Belajar jadwal metode yang digunakan juga sudah
didik katakan sesuai dengan persyaratan yang b. Kesesuaian
sesuai yaitu belajar melalui bermain.
diharapkan dimana jumlah peserta metode
b. Kesesuain Dalam hal instrumen penilaian masih
c. Instrumen
persyaratan didik khususnya yang dike- nakan butuh penguatan karena secara umum
penilaian
c. Persentase perlakuan (usia 5-6) tahun yang lembaga belum memilikinya
kehadiran peserta berjumlah 18 orang memenuhi
Hasi
belajar
sangat
baik
dimana
semua
stakeholder
memberika
n du-
kungan
dan
peserta
sangat
aktif hinga
lebih dari
90%
partisipasi
aktif
Stimulasi Perkembangan Anak...
didik yakni usia 5–6 tahun, dan tingkat kehadiran 5. Mengenal perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar (mengendal-
ikan diri secara wajar)
peserta didik yakni 90%. Hal ini sangat penting
untuk melihat konsistensi peserta didik dari segi 6. Tahu akan haknya
jumlah, usia, dan kehadiran. Komponen pendidik 7. Menaati aturan kelas (kegiatan, aturan)
menunjukkan adanya kesesuaian persyaratan 8. Mengatur diri sendiri
pendidik yakni minimal 1 orang pendidik berkualifikasi 9. Bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri
S1 PAUD, kehadiran minimal 90%, dan aktif dalam 10. Bermain dengan teman sebaya
terlihat adanya peningkatan skor rata-rata pre-test juga memberi alternatif pilihan dalam menggendong
dan post-test dari 2,4 menjadi 2,7 atau 12,5%. atau memikul benda yang berat.
Sebelum melakukan permainan, pendidik
Data di atas menunjukkan bahwa capaian
dan peserta didik membuat aturan main sehingga
perkembangan setiap anak berbeda-beda namun
anak terbiasa melakukan permainan fisik dengan
secara umum untuk ketiga jenis permainan hampir
aturan. Ketika melempar kayu (gacok), anak dapat
sama bahkan memiliki rata-rata sama, baik nilai pre-
menggunakan tangan kanan atau kiri secara
test (2,4) maupun post-test (2,7). Berdasarkan data
bergantian yang bertujuan agar anak terampil
pencapaian perkembangan fisik-motorik dan sosial-
menggunakan tangan kanan dan kiri. Hal ini
emosional anak di atas, dapat diketahui signifikansi
memperlihatkan kemampuan diri untuk
program dengan melakukan uji t-test berkorelasi
menyesuaikan dengan situasi.
(dependent sample).
Melalui permainan marsibahe, anak mengenal
Derajat kebebasan (dk) adalah = n–1=
perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar
18–1 = 17. Nilai ini dikonfirmasi ke dalam daftar
(mengendalikan diri secara wajar), hal ini terjadi
Distribusi t dengan taraf signifikansi 5% dan terlihat
ketika anak mendapat giliran untuk menggendong
t = 2,11. Pada taraf signifikansi 0,05 terlihat nilai
temannya. Anak menjadi tahu akan haknya sehingga
t > t (10,34 > 2,11) sehingga dapat disimpulkan
terstimulasi untuk menaati aturan main dan hal ini
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai yang
membiasakan anak untuk menaati aturan kelas,
diperoleh peserta didik sebelum dengan sesudah
dengan demikian, anak akan bertanggung jawab
melaksanakan permainan tradisional suku Batak
atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri dan
Toba pada taraf signifikansi 5%.
bermain dengan teman sebayanya. Hal ini sesuai
Pembahasan
Hasil penelitian ini telah membuktikan secara dengan pernyataan Montessori dalam Sudono
signifikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (2000) yang menekankan bahwa ketika anak
nilai yang diperoleh peserta didik sebelum dengan bermain, akan mempelajari dan menyerap segala
sesudah melaksanakan permainan tradisional suku sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Permainan marsibahe juga dapat menstimulasi
Batak Toba pada taraf signifikansi 5%, terlihat dari
nilai t > t (10,34 > 2,11). perilaku anak untuk menghargai hak/pendapat orang
Hasil capaian perkembangan anak setelah lain dan bersikap kooperatif dengan teman sehingga
mendapat stimulasi dengan permainan tradisional dapat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan
suku Batak Toba lebih tinggi dari sebelum stimulasi. kondisi yang ada (senang, sedih, antusias, dan
Hal ini sesuai dengan pernyataan Montessori dalam sebagainya).
Sudono (2000) yang menekankan bahwa ketika P er ma in an mar sitek ka m erup ak a n
anak bermain, akan mempelajari dan menyerap permainan yang dilakukan secara perorangan
segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya dengan melompati kotak-kotak pola secara berurutan
menggunakan satu kaki (engklek). Hal ini sesuai
sehingga mampu melakukan permainan tradisional
dengan baik. Berikut akan dideskripsikan stimulasi dengan ungkapan Sudono (2000), bahwa ciri-ciri
perkembangan anak melalui permainan tradisional anak usia 5–6 tahun antara lain (a) gerakan lebih
suku Batak Toba. tangkas, (b) berjalan dan melangkah lebih tegap, (c)
Permainan marsibahe dilakukan secara berdiri dengan satu kaki lebih dari 8 detik, (d) dapat
beregu dengan menggendong teman di punggung mengatur keseimbangan tubuh, (e) bermain dengan
secara bergantian. Kegiatan ini melatih otot kaki dan kelompok dua sampai lima orang teman, serta (f)
tulang punggung anak sehingga dapat melakukan bekerjanya terpacu oleh kompetisi.
gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk melatih Sebelum melakukan permainan, pendidik
kelenturan, keseimbangan, dan kelincahan. Hal ini dan peserta didik membuat aturan main sehingga
sesuai dengan ungkapan Sudono (2000), bahwa ciri- anak terbiasa melakukan permainan fisik dengan
ciri anak usia 5–6 tahun antara lain (a) gerakan lebih aturan. Kegiatan ini menggunakan satu kaki,
tangkas, (b) berjalan dan melangkah lebih tegap, (c) sehingga dapat melatih anak untuk melakukan
dapat mengatur keseimbangan tubuh, (d) bermain gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk melatih
berkelompok dengan dua sampai lima orang teman, kelenturan, keseimbangan, dan kelincahan. Anak
serta (e) bekerjanya terpacu oleh kompetisi, selain itu dapat menggunakan tangan kanan atau kiri ketika
Stimulasi Perkembangan Anak...
melempar dan mengambil ucak (gacok), hal ini dua kaki bergantian, (d) bermain dengan kelompok
melatih anak untuk terampil menggunakan tangan dua sampai lima orang teman, serta (e) bekerjanya
kanan dan kiri. terpacu oleh kompetisi. Ketika melompati tali karet,
Selain kemampuan-kemampuan fisik-motorik anak melakukan gerakan tubuh secara terkoordinasi
di atas, permainan marsitekka dapat menstimulasi untuk melatih kelenturan, keseimbangan, dan
sosial-emosional anak. Hal ini terlihat ketika kelincahan. Permainan ini memiliki aturan-aturan
anak menunjukkan kemampuan dirinya untuk yang mesti dipahami anak sehingga terstimulasi
menyesuaikan dengan situasi pada saat menunggu melakukan permainan fisik dengan aturan. Melalui
giliran bermain. Apabila anak melanggar aturan aturan-aturan dalam bermain, anak memperlihatkan
main, misalnya ketika menginjak garis, anak harus kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi
berganti dengan lawannya disertai rasa kecewa. Hal dan tahu akan haknya.
ini membuat anak terlatih mengenal perasaan sendiri Permainan marampera membantu anak
dan mengelolanya secara wajar (mengendalikan terstimulasi untuk senantiasa mentaati aturan dalam
diri secara wajar). Sebagaimana ungkapan Carolyn bermain yang pada gilirannya anak akan memahami
Triyon dan J.W Liliental dalam Moeslichatun aturan kelas. Hal ini merangsang anak untuk bisa
(2004) bahwa tugas-tugas perkembangan masa mengatur diri sendiri dan bertanggung jawab atas
kanak-kanak awal yang harus dijalani anak usia perilakunya untuk kebaikan diri sendiri, dengan
dini di antaranya mengembangkan pengendalian demikian, anak mampu bermain dengan teman
diri untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan sebayanya, menghargai hak/pendapat orang lain,
masyarakatnya. dan bersikap kooperatif dengan teman, serta dapat
Anak belajar untuk memahami bahwa setiap mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi
perbuatan memiliki konsekuensi atau akibat. Anak yang ada (senang, sedih, antusias, dan sebagainya).
yang mendapat giliran main mengetahui akan Hal ini sejalan dengan pendapat Carolyn Triyon dan
haknya untuk melakukan giliran main, dengan J. W. Lilienthal dalam Moeslichatun (2004), bahwa
demikian, anak mentaati aturan dalam kegiatan tugas perkembangan masa kanak awal di antaranya
main dan bertanggung jawab atas perilakunya belajar bergaul dengan anak lain yang dapat
untuk kebaikan diri sendiri dalam bermain dengan menghasilkan dampak tanggapan positif dari anak
teman sebaya. Hal ini dapat menstimulasi anak lain. Selain itu, dapat mengembangkan perasaan
untuk menghargai hak/pendapat orang lain, dan positif dalam berhubungan dengan lingkungan,
mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi seperti mengembangkan rasa kasih sayang terhadap
yang ada (senang, sedih, antusias, dan sebagainya). orang dan benda di sekitar.
Permainan marampera menggunakan karet Dari capaian perkembangan anak terhadap
gelang yang disambung-sambung hingga panjang permainan tradisional Suku Batak Toba, terlihat
seperti tali. Permainan ini dapat dilakukan beregu dan capaian perkembangan anak memiliki rata-rata sama
dapat pula perorangan. Sebagaimana diungkapkan untuk ketiga jenis permainan, baik nilai pre-test (2,4)
Sudono (2000), ciri-ciri anak usia 5–6 tahun antara maupun post-test (2,7), meskipun capaian setiap
lain (a) gerakan lebih tangkas, (b) berjalan dan anak berbeda-beda.
melangkah lebih tegap, (c) lari berjingkat dengan
PENUTUP
Kesimpulan Toba pada taraf signifikansi 5% terlihat dari nilai
Dari hasil analisis terhadap penelitian dapat t > t (10,34 > 2,11). Permainan tradisional Suku
disimpulkan bahwa capaian perkembangan anak Batak Toba dapat menstimulasi perkembangan fisik-
memiliki rata-rata sama untuk ketiga jenis permainan, motorik dan sosial-emosional anak usia 5–6 tahun.
baik nilai pre-test (2,4) maupun post-test (2,7), Pertama, melatih otot kaki dan tulang
meskipun capaian setiap anak berbeda-beda. punggung anak sehingga dapat melakukan gerakan
Terdapat perbedaan yang signifikan nilai yang tubuh secara terkoordinasi untuk melatih kelenturan,
diperoleh peserta didik sebelum dengan sesudah keseimbangan, dan kelincahan.
melaksanakan permainan tradisional Suku Batak Kedua, memberi alternatif pilihan dalam
Stimulasi Perkembangan Anak...
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Permendikbud RI No. 137 Tahun 2014 tentang Standar
Stimulasi Perkembangan Anak...
nasional pendidikan anak usia dini. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Permendikbud RI No. 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum
pendidikan anak usia dini tahun 2013. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 tentang
Sistem pendidikan nasional. Jakarta : Madya Duta.
Moeslichatoen. (2004). Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta: Rineka Cipta.
Stimulasi Perkembangan Anak...
Montolalu, B.E.F. (2010). Bermain dan permainan anaka. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mulyani, Y., & Gracinia, J. (2005). Belajar di rumah untuk anak usia pra sekolah. Jakarta: Gramedia.
Russ S.W. (2004). Play in child development and psychotherapy. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Publisher.
e-ISSN : 2581-1975
p-ISSN : 2597-7482
ABSTRAK
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Perkembangan anak yang optimal pada usiadini akan menjadi penentu bagi
tahap-tahap perkembangan selanjutnya (Nugroho, 2009). Anak usia prasekolah yang
merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai 6
tahun dan fase ini merupakan usia emas (golden age) karena pada usia ini anak
memiliki peranan penting untuk mengembangkan berbagai potensi (Depdiknas, 2006;
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
Depkes, 2010). Stimulasi yang kurang pada anak dapat mengakibatkan gangguan
tumbuh kembang yang akan mempengaruhi perilaku anakdikemudian hari (Attwood,
2002).
Dilihat dari proporsi penduduk Indonesia 40% dari total populasi terdiri atas
anak dan remaja berusia 0-16 tahun dan sebanyak 13,5% anak balita Indonesia
merupakan kelompok usia berisiko tinggi mengalami gangguan perkembangan(Hamid,
2008). Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2013) diperkirakan 5-
10% anak mengalami keterlambatan perkembangan dan sekitar 1-3% balita mengalami
keterlambatan perkembangan umum (global developmental delay), namun angka
kejadian keterlambatan perkembangan di Indonesia sampai saat ini belum ada data
pasti, karena penelitian tentang hal ini belum banyak dilaporkan.
Christiari, Syamlan dan Kusuma (2013) menjelaskan bahwa skrining deteksi dini
perkembangan anak pernah dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2003 di 30 provinsi di
Indonesia dan dilaporkan 45,12% bayi mengalami gangguan perkembangan. Cakupan
deteksi dini tumbuh kembang anak prasekolah tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2007 sebesar 35,66% dengan kisaran antara yang terendah 3,82% di Kabupaten
Kebumen dan yang tertinggi 100% di Kabupaten Kendal. Hasil cakupan di tahun 2008
sebesar 44,76% meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2007. Pusdatin
Kemenkes RI (2008) menjelaskan dalam Profil Kesehatan Jawa Tengah bahwa cakupan
tersebut masih jauh dibawah target tahun 2006 sebesar 75%.
METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
Stimulasi Perkembangan Anak...
63
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
Tabel 1.
Laki-laki 11 64,7 %
Perempuan 6 35,3 %
Tabel 2.
Perbedaan Rerata SkorPerkembangan Sosial dan Kemandirian Anak Sebelum Intervensi dan Sesudah
IntervensipadaBulanNovember 2015
Deviasi –
Maksimal
Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai
pengaruh pemberian stimulasi permainan puzzle pada perkembangan sosial dan
kemandirian. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisa perbedaan rerata status
perkembangan sosial dan kemandirian pada anak prasekolah sebelum dan sesudah
intervensi.
64
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
Tabel 3.
Df Sig.
Analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji non parametrik
menggunakan uji Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon digunakan untuk mengetahui
pengaruh intervensi berupa pemberian stimulasi permaian puzzle terhadap
perkembangan sosial dan kemandirian anak. Hasil uji Wilcoxon yang didapatkan
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.
Maksimum
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini karakteristik responden anak adalah anak yang berusia 5
tahun (60 bulan) yang mengalami keterlambatan pada aspek sosisalisasi dan
kemandirian dan dibagi berdasarkan jenis kelamin anak. Dari 17 responden mayoritas
65
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
Jenis kelamin sendiri merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
tumbuh kembang anak yang termasuk kedalam faktor dalam (internal), sehingga
tumbuh kembang antara anak laki-laki dan perempuan cenderung akan berbeda (Depkes
RI, 2010), namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan
antara jenis kelamin anak terhadap keterlambatan perkembangan anak.
66
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
dari sekedar menyediakan tempat bersosialisasi, tetapi juga proses internalisasi nilai dan
perilaku yang diterima di masyarakat termasuk kemandirian.
Hasil penelitian ini didapatkan dari total 117 anak yang dilakukan screening
perkembangan anak didapatkan 29 anak (24,5%) denganstatus perkembangan
meragukan. Dari 29 anak dengan perkembanganmeragukan tersebut didapatkan 23 anak
dengan keterlambatan padaaspek sosialisasi dan kemandirian, dan 6 anak dengan
keterlambatanpada aspek perkembangan lainnya (pada aspek bicara bahasa dan
gerakhalus). Ini menandakan bahwa masih adanya keterlambatan perkembangan pada
anak prasekolah (5 tahun) terutama pada aspek sosialisasi dan kemandirian.
67
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
kemudian diperluas, tidak hanya dengan keluarga dalam rumah namun mulai
berinteraksi dengan tetangga dan tahapan selanjutnya ke sekolah.
Perkembangan sosial mulai agak komplek ketika anak menginjak usia 4 tahun
anak mulai memasuki ranah pendidikan yang paling dasar yaitu taman kanak-kanak
(Rahman, 2002). Pada masa ini anak belajar bersama teman-teman diluar rumah. Anak
sudah mulai bermain bersama teman sebaya (cooperative play). Vygotsky dan Bandura
menyebutnya dengan teori belajar sosial melalui perkembangan kognitifnya. Anak usia
TK (4-6 tahun) perkembangan sosial sudah mulai berjalan. Hal ini tampak dari
kemampuan mereka dalam melakukan kegiatan secara berkelompok. Kegiatan bersama
berbentuk seperti sebuah permainan. Tanda-tanda perkembangan pada tahap ini adalah
anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam
lingkungan bermain, sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan, anak
mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain, dan anak mulai dapat bermain
bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer group). Dari sisi sosial emosional,
kegiatan bermain dalam melatih anak dalam memahami perasaan teman lainnya.
Konflik dalam interaksi keduanya akan membantu anak dalam memahami bahwa orang
selain dirinya yaitu temannya memiliki cara pandang yang berbeda dari dirinya.
68
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
pengaruh dari orang lain. Kemandirian meruapakan suatu sikap otonomi dimana diaman
peserta didik secara relative bebas dari pengaruh penilaian, pendapatan, dan keyakinan
orang lain.Melalui bermain dan berkomunikasi yang dijadwalkan sebagai program
untuk memandirikan anak mengenai hal-hal yang telah dilakukan apabila berbuat salah
anak tidak jera tetapi anak akan terus berusaha untuk lebih baik, mencari solusi belajar
dari kesalahan, sehingga muncul rasa percaya diri dan tumbuhnya kemandirian anak
karena pada kenyataannya disamping anak dalam keluarga, ia juga hidup disekolah.
Anak usia dini memegang peranan sangat penting karena perkembangan otak
manusia mengalami lompatan dan perkembangan yang sangat pesat yaitu 80%,
selebihnya berkembang sampai usia 18 tahun, oleh karena itu untuk mengoptimalkan
perkembangan anak perlu diberikan stimulasi yang tepat pada semua aspek
perkembangan ( Gardner dalam Mulyasa, 2012).
Anak usia prasekolah memerlukan stimulasi yang tepat, salah satunya melalui
kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan
anak secara menyeluruh. Perkembangan sosial dan kemandirian merupakan
perkembangan yang berhubungan dengan interaksi orang tua, dan teman sebaya.
Kemampuan yang dimiliki anak pada masa prasekolah diharapkan mampu
mengantarkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya dan
mempersiapkan anak untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Kemandirian yang
diajarkan pada anak sejak dini akan membuatnya dapat mengatur waktu kegiatannya
sendiri dan membuat anak terbiasa menolong orang lain serta lebih bisa menghargai
orang lain.
Stimulasi perkembangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada satu
aspek perkembangan yaitu aspek sosialisasi dan kemandirian. Iswidharmanjaya &
Sukamti (2007) memaparkan salah satu penyebab anak takutbersekolah adalah karena
adanya masalah kemandirian.Masalah belajar pada anak dapat mengakibatkan
keterlambatan perkembangan yang spesifik akan mempengaruhi perilaku sosial
anakyang tidak lazim(Attwood, 2002). Masalah pada kemandirian yang akan
berdampak anak menjadi ragu-ragu untukmengembangkan kreativitasnya, dan ini akan
membuat anak tidak berani membuat keputusan (decission making) dalam
kehidupannya sehari-hari(Novita, 2007). Memperhatikan hal tersebut, sangat diperlukan
tata laksana yang baik dan efisien yang mudah dilakukanoleh guru dan orang tua anak
untuk mengatasi keterlambatan perkembangananak sebagai upaya pencegahan terhadap
keterlambatan perkembangananak lebih lanjut.
Kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan Stimulasi
tumbuh Perkembangan
kembangAnak...
yang menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan atau
kerjasama antara keluarga, dengan tenaga profesional (kesehatan, pendidikan dan
sosial) akan meningkatkan tumbuh kembang anak usia dini dan kesiapan memasuki
69
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
jenjang pendidikan formal. Stimulasi memiliki peran penting bagi perkembangan anak.
Anak yang banyak mendapat stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak
yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi (Depkes, 2010; Soetjiningsih,
2012). Menurutnya stimulasi juga berfungsi sebagai penguat (reinforcement) bagi anak.
Memberikan stimulasi yang berulang dan terus menerus, rutin, dan intensif pada setiap
aspek perkembangan anak berarti telah memberikan kesempatan pada anak untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal (Jafri & Ovari, 2015).
Stimulasi juga berperan bagi kemajuan perkembangan otak anak. Stimulasi dan
pengalaman sensori yang diterima anak akan meningkatkan pembentukan hubungan
antar sel-sel otak (sinapsis), tetapi hubungan initidak permanen (Irmawati et al , 2012).
Paparan berbagai macam stimulasi baik stimulasi suara, stimulasi penglihatan, maupun
stimulasi dari indera yang lain, serta keadaan lingkungan yang baik, dibutuhkan untuk
membentuk hubungan sel-sel di otak ini (Mustard, 2010). Berk (2012) menjelaskan
stimulasi akan menentukan sel otak (neuron) yang akan terus membentuk sinapsis baru
dan yang akan mengalami pemangkasan sinaptik (synaptic pruning).
Anak usia prasekolah memerlukan stimulasi yang tepat, salah satunya melalui
kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan
anak secara menyeluruh. Penguasaan kemampuan yang dimiliki anak pada masa pra
sekolah diharapkan mampu mengantarkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan
selanjutnya dan mempersiapkan anak untuk menjalani kehidupan yang akan datang
(Rasyid, 2009). Seiring berkembangnya keterampilan yang telah dikuasai oleh anak,
diharapkan anak-anak dapat belajar mandiri dengan merawat dirinya sendiri, dalam
memenuhi kebutuhannya, seperti melepas dan mengenakan pakaian, buang air kecil,
ataupun memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri tanpa bantuan orangtua maupun
pengasuhnya (Sukamti, 2007).
Permainan adalah stimulasi yang sangat tepat bagi anak. Aspek perkembangan
anak dapat ditumbuhkan secara optimal dan maksimal melalui kegiatan bermain.
Bermain pada usia prasekolah telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan
mental, kecerdasan, daya pikir anak terangsang untuk mendayagunakan aspek
emosional, sosial, serta fisiknya (Andriana, 2011).Permainan merupakan kegiatan bagi
anak yang secara kontinu mempraktikan proses hidup yang rumit dan penuh stress,
komunikasi, dan mencapai hubungan yang memuaskan dengan orang lain (Wong,
2009). Hal tersebut merupakan unsur yang penting untuk perkembangan anak baik fisik,
emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Depkes, 2010; Goldstein, 2012). Anak
yang mendapat kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yg mudah
berteman, kreatif, dan cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya
kurang mendapat kesempatan bermain (Soetjiningsih, 2012).
Masa Prasekolah sebagai masa bermain, hampir seluruh kegiatan pada usia
Stimulasi Perkembangan Anak...
prasekolah perlu melibatkan unsur bermain Melalui kegiatan bermain, anak belajar
mengembangkan kemampuan sosialnya sehingga diharapkan munculnya emosi dan
perilaku yang tepat sesuai dengan konteks yang dihadapi dan diterima oleh semua
norma sosialnya. Kesadaran akan dunia lain disekitarnya mulai membuat anak
70
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
Penelitian yang dilakukan Liberman (1977, dalam Jamaris, 2006) bermain aktif
yang terjadi di anak prasekolah secara signifikan berhubungan dengan tingginya skor
dalam divergent thinking (kemampuan untuk berpikir berbeda) anak tersebut. Brunner
(1972, dalam Jamaris, 2006) mengemukakan bahwa bermain mendorong anak
melakukan berbagai kegiatan dalam memecahkan berbagai masalah melalui penemuan.
Menurut teori dari Goldstein (2003), bermain peran menjadi koordinasi secara sosial,
meningkatkan lama bermain dan bahasa yang lebih komplek.
71
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
(2012 & 2011) tentang penggunaan puzzle yang diberikan pada area perkembangan
anak prasekolah selama 2 hari dalam seminggu dan setiap sesi sehari diberikan sekitar
72
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
60 menit dan 45 menit selama 5 minggu, ditemukan perbedaan yang antara anak
kelompok kontrol dan eksperimen pada skor pra dan post test subskala The Brigance
Early Development Inventory II signifikan (p<0.05). Efek puzzle terhadap
perkembangan anak berdasarkan penilaian orang tua anak memiliki hasil yang
sama.Penelitian Tekin dan Sezer (2010)selama 10 minggu pelatihan terapi bermain
dalam konseling memberikan hasil yang positif dan menyimpulkan bahwa tahun awal
telah diindikasikan sebagai masa hidup yang paling penting bagi perkembangan kognitif
dan sosio emosional.
Setiap anak pasti akan mengalami perkembangan, namun sesuai dengan prinsip
perkembangan anak adalah setiap anak memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas
perkembangan yang berbeda (Sain, 2013), karena itu kemajuan perkembangan pada
anak terkadang tidak munculsendiri tetapi perlu di stimulasi sebagai upaya
pembelajaran dan latihan pada anak. Menjelaskan lebih lanjut, perkembangan juga
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanty, Fadlyana,
dan Nataprawira (2014), didapatkan hasil setelah intervensi kecurigaan penyimpangan
perkembangan turun menjadi 12/32 setelah 2 minggu, dan 4/32 pada akhir intervensi
(p<0,001). Sejalan dengan hasil penelitian Irmawati et al (2012) yang menunjukan
bahwa evaluasi perkembangan setelah 3 bulan mengalami perbaikan baik pada
kelompok stimulasi maupun pada kelompok kontrol. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Gultiano & King (2006) di Philipina membuktikan bahwa terjadi peningkatan
perkembangan psikososial sebesar 6 – 11% pada anak usia 0-4 tahun yang dilakukan
stimulasi selama 2 tahun.
73
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
(Depkes, 2010). Menurut Harlock (2007) secara sosial, anak mampu menjalin kontak
sosial dengan orang-orang yang ada diluar rumah, sehingga anak mempunyai minat
yang lebih untuk bermain dengan temannya, orang-orang dewasa, dan saudara kandung
didalam keluarga.
SIMPULAN
3. Perkembangan sosial dan kemandirian anak sesudah intervensi didapatkan nilai rata-
rata menjadi 2,64 dengan standar deviasi 0,606.
4. Ada pengaruh bermakna stimulasi pemberian permainan puzzle terhadap nilai rerata
perkembangan sosial dan kemandirian anak sebelum dengan sesudah intervensi
yaitu didapatkan nilai significancy 0,000 ( p-value < 0,05 ).
SARAN
74
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, D. (2011). Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Berk, LE. (2012). Foundations of development. Dalam: Berk LE, editor. Simple
Chapter: Child Development, edisi ke-8. Illinois: Pearson Publishing.
Christiari, AY. Syamlan, R. Kusuma, IF. (2013). Hubungan pengetahuan ibu tentang
stimulasi dini dengan perkembangan motorik pada anak usia 6-24 bulan di
Kecamatan Mayang Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, Volume 1
Depdiknas.
Desmita. (2011). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya.
Goldstein, J. (2003). Contributions of play and toys to child development. Toy Industries
of Europe.
Stimulasi Perkembangan
Hamid, Achir Yani S. (2008). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Anak...
Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan
kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Irmawati, M. Ardani, IGAI. Astasari, Dewi. Irwanto. Suryawan, Ahmad, dan Narendra,
MB. (2012). Pemberian stimulasi selama satu jam pada perkembangan anak usia
12-24 bulan. Media Medika Indonesia, Volume 46, Nomor 3, Tahun 2012.
Semarang: M Med Indonesia. Diakses Diakses 3 September 2015 dari
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article/view/4570/4162.
75
2018. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 1 (2) 62-77
Stimulasi Perkembangan Anak...
Jafri, Yendrizal & Isna Ovari. (2015). Hubungan pemberian stimulasi sosialisasi
dengan perkembangan sosialisasi pada anak prasekolah umur 3-6 tahun di
posyandu Kelurahan Pintu Kabun Kota Bukittinggi tahun 2015. Diakses 19
Agustus 2015, dari http ://stikes perintis. ac.id/ifile/ Artikel%20 Stimulasi%
202015.pdf.
Jamaris, M. Dr. (2006). Perkembangan dan pengembangan anak usia taman kanak-
kanak. Jakarta: Grasindo.
Mayar, Farida. (2013). Perkembangan sosial anak usia dini sebagai bibit untuk masa
depan bangsa. JurnalAl-Ta’lim, Jilid1, Nomor 6 November 2013, hlm.459-464
Jakarta: Erlangga.
Mustard, J. Fraser. (2010). Early brain development and human development. Mustard
JF, Editor. Encyclopedia on Early Childhood Development. Toronto: Centre of
Excellent for Early Childhood Development.
Novita, Windya. (2007). Serba-serbi anak; yang perlu diketahui seputar anak dari
dalam kandungan hingga masa sekolah (tinjauan psikologis dan kedokteran).
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Nugroho, Heru Santoso W. (2009). Denver developmental screening test: Petunjuk
Rahman, H. S. (2002). Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: PGTKI
Press.
Sain, S.N. (2013). Pengaruh alat permainan edukatif terhadap aspek perkembangan pada
anak prasekolah di wilayah Puskesmas Ondong Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro. Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal.
Stimulasi Perkembangan
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan anak. Terjemahan Mila rahmawati. AnnaAnak...
Kuswanti. Jakarta ID: Erlangga.
Sari, L.P., Saing, B & Lubis, I. Z. (2006). Hubungan antara alat permainan edukatif dan
perkembangan motorik anak pada taman penitipan anak. Majalah Kedokteran
Nusantara 39. No.1.
Sari, L.P. (2007). Pengaruh alat permainan edukatif terhadap perkembangan motorik
anak pada taman penitipan anak. Tesis.
Silawati, Endah. (2010). Teknik stimulasi guru pada pembelajaran berbicara dan
menulis universitas pendidikan Indonesia, PGPAUD. Diakses 19 Agustus 2015
dari http://a research.upi.edu/operator/upload/t_pd_0605029_chapter1.pdf.
Sunarti, E. dan Rulli P. (2005). Ajarkan anak keterampilan hidup sejak dini. Jakarta:
Elex Media Komputindo.
76
2018. Jurnal KeperawatanStimulasi Perkembangan
Silampari (JKS) 1Anak...
(2) 62-77
Supartini, Yupi. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. Susanty, Anne.
Fadlyana, Eddy. Nataprawira, HM. (2014). Manfaat intervensi dini anak
usia 6-12 bulan dengan kecurigaan penyimpangan perkembangan. Majalah Kedokteran Bandung
(MKB), Volume 46 No. 2, Juni 2014. Diakses dari
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/275/pdf_131.
Suyanto, S. (2005). Dasar-dasar pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Wardhani, S. H. (2012). Terapi bermain: cooperative play dengan puzzle meningkatkan kemampuan
sosialisasi anak retradasi mental. Journal Universitas Airlangga Surabaya.
Wong, Dona L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik ed. 6. Jakarta: EGC
Yahro, S. U. (2009). Upaya guru dalam mengembangkan sosial-emotional anak usia dini dengan
pendekatan beyond centers and circle times (kasus di tk islam modern al-furqon yogyakarta).
(Skripsi, tidak dipublikasikan). Fakultas Tarbiah UIN Sunan Kalijaga.
Yamin dan Sabri (2013). Panduan pendidikan anak usia dini. Ciputat: Gaung Persada Press Group.
Mulyasa. (2012). Manajemen pendidikan karakter. Jakarta : Bumi Aksara.
Yulianty I, R. (2011). Permainan yang meningkatkan kecerdasan anak. Jakarta: Laskar Aksara.
453
Stimulasi Perkembangan Anak...
77
454
Stimulasi Perkembangan Anak...
1
455
Mungkasip , Fitri Haryanti , Akhmadi Stimulasi Perkembangan Anak...
Abstract
Purpose: The purpose of this study was to determine factors related to the
quality of caregiver interactions with children under five in Yogyakarta.
Dikirim: 23 Maret 2017 Methods: This study used a cross sectional design. Research subjects were all
caregivers who have children aged 1.5 years to 4.5 years who have received
Diterbitkan: 1 September 2017
cadre assistance in the work area of Mantrijeron Puskesmas Yogyakarta.
Research subjects were recruited using total sampling techniques. The
instrument used was questionnaire and PICCOLO observation sheet. Data
analysis was done by Chi-Square test. Results: There was a significant
correlation between knowledge factor and quality of domain interaction. There
was no significant correlation between age factor, occupation, mental status,
and income with interaction quality. Conclusion: Caregivers are expected to
improve the quality of interaction and communication with children, have
sensitivity and responsiveness in practicing specific care, such as feeding,
sensitivity to sick children, and able to develop each other's cognitive
language.
1
Departemen Keperawatan Anak dan Maternitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (Email: imung76@yahoo.com)
2
Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
456
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017
untuk menilai kualitas interaksi pengasuh pengasuh dengan anak kemudian mengisi
dengan balita dan faktor yang lembar observasi sesuai dengan interaksi yang
terjadi. Lembar observasi diadopsi dari parenting
memengaruhi.
interaction with children: checklist of obsevation
METODE linked to outcome (PICCOLO) (17). Nilai koefisien
Aiken’V validitas checklist PICCOLO dengan nilai
Penelitian observasional analitik
menggunakan desain cross sectional, koefisien Aiken’V pada domain kasih sayang
sebesar 0,41, domain bereaksi sebesar 0,52,
melibatkan 41 pengasuh di wilayah
domain dorongan sebesar 0,40, dan domain
puskesmas Mantrijeron di kota Yogyakarta
pengajaran sebesar 0,26 (18). Analisis deskriptif
bulan November-Desember 2016.
menyajikan gambaran berbagai variabel yang
Pengambilan sampel secara purposive
diteliti dalam kuesioner. Uji chi square untuk
sampling. Sampel penelitian adalah pengasuh
menganalisis hubungan antar variabel jika
yang mempunyai anak usia 1,5 sampai 4,5
memenuhi syarat dan dilakukan uji fisher jika
tahun dan sudah mendapatkan
tidak memenuhi syarat.
pendampingan kader.
Pengetahuan pengasuh diukur melalui
kuesioner modifikasi caregiver knowledge of
child development inventory (CKCDI) dan
mengadaptasi modul pelatihan care for child
development (CCD) (14), kemudian dilakukan
modifikasi terhadap kuesioner menjadi
pertanyaan tertutup menggunakan skala
Guttman dengan jawaban bersifat (benar atau
salah) (15). Jawaban benar pernyataan positif
bernilai 2 dan salah bernilai 1, sedangkan
jawaban benar untuk pernyataan negatif
bernilai 1, dan jawaban salah bernilai 2 (16).
Komponen pernyataan yang digunakan
hanya pada komponen dua dan beberapa
dari komponen tiga dari kuesioner CKCDI.
Jumlah total pertanyaan kuesioner
pengetahuan 12 soal untuk masing-masing
kelompok umur yang terdiri dari 8 soal
pengetahuan tentang perkembangan anak
secara umum dan 4 soal untuk setiap tahap
12-24 bulan, dan lebih dari 24 bulan.
Kuesioner pengetahuan usia 12-24 bulan
Cronbach’s Alpha sebesar 0,607 dan usia ≥ 24
bulan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,541.
Status mental diukur menggunakan
kuesioner Beck
Depression Inventory II, terdiri dari 21 soal
gejala dengan masing-masing item
mempunyai 4 skor skala likert skor dari
seluruh item dijumlahkan, total skor adalah 0-
63. Kualitas interaksi diukur menggunakan
instrumen checklist PICCOLO. Instrumen ini
digunakan untuk mengobservasi atau
mengamati interaksi yang terjadi antara
458
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017
53,7
46,3
43,9
460
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017
Penelitian ini tidak menemukan hubungan Rata-rata penghasilan responden dalam kisaran
antara usia pengasuh dengan kualitas upah minimum kota, dan rata-rata responden
interaksi. Kualitas interaksi pengasuh atau memiliki anak lebih dari satu. Kebutuhan semakin
orang tua dengan anak dipengaruhi oleh usia meningkat, sementara harga bahan pokok
pengasuh (8). Usia pengasuh lebih tua, lebih semakin mahal. Jumlah anggota keluarga yang
tanggap terhadap anak dibandingkan ditanggung memengaruhi ekonomi keluarga
pengasuh berusia lebih muda. Usia yang lebih sehingga berdampak terhadap kualitas interaksi.
tua memiliki intensitas pencarian informasi Kemiskinan secara tidak langsung menyebabkan
lebih banyak (24). Kepekaan tinggi terhadap pengasuh stres, dan kesulitan dalam memberikan
informasi diperlukan sebagai upaya pemberian respon dan stimulasi pada anak.
interaksi yang berkualitas (25). Pengasuh
berpengalaman dalam merawat anak memiliki
kualitas interaksi lebih baik dibandingkan
dengan pengasuh yang memiliki anak pertama
(11). Responden penelitian rata-rata berusia
muda dapat memengaruhi interaksi dengan
anak karena masih kurang pengalaman dalam
merawat anak.
Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan
tidak berhubungan bermakna dengan kualitas
interaksi. Intensitas interaksi belum optimal
walaupun sebagian besar responden tidak
bekerja. Ada hubungan dengan rata-rata usia
pengasuh masih muda dan tingkat pendidikan
responden rata-rata rendah. Pengaruh negatif
intensitas interaksi diperbaiki dengan kualitas
interaksi yang baik antara pengasuh dengan
anak (6).
Penelitian ini tidak menemukan hubungan
status mental dengan kualitas interaksi.
Pengasuh yang mengalami depresi
menurunkan kualitas interaksi dengan anak
dan berakibat pada gangguan perilaku,
kecemasan, depresi, gangguan perilaku,
kecemasan, depresi, gangguan perhatian, dan
perkembangan (26). Rata-rata responden
dalam penelitian ini mengalami depresi (61%).
Oleh karena itu mengganggu interaksi yang
terjadi antara pengasuh dengan anak, kondisi
depresi menurunkan kepekaan pengasuh.
Kepekaan merupakan indikator kunci dari
kualitas interaksi pengasuh dengan anak yang
memengaruhi perilaku dan perkembangan
anak.
Penelitian ini tidak menemukan adanya
hubungan penghasilan dengan kualitas
interaksi. Kemiskinan memengaruhi
lingkungan keluarga, pengasuhan pada anak,
dan interaksi pengasuh dengan anak (8).
461
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 33 No. 9 Tahun 2017
SIMPULAN
Terdapat hubungan yang bermakna
antara faktor pengetahuan terhadap
kualitas interaksi domain kemampuan
bereaksi, dan tidak terdapat hubungan
bermakna antara faktor usia, pekerjaan,
status mental, dan penghasilan dengan
kualitas interaksi. Program rutin penyuluhan
tentang pengasuhan anak perlu dilakukan
untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak balita. Pengasuh
diharapkan mampu meningkatkan
pengajaran seperti berbagi percakapan dan
permainan, stimulusi kognitif, penjelasan
dan pertanyaan. Pengasuh diharapkan
mampu meningkatkan kemampuan
bereaksi seperti berespon terhadap isyarat
anak, perasaan, kata, ketertarikan, dan
perilaku.
Abstrak
463
1
= 0.00.
1
2
Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kualitas interaksi orangtua
dengan anak, untuk mengetahui gambaran interaksi anak dengan teman sebaya dan untuk
mengetahui hubungan kualitas interaksi orangtua – anak dengan interaksi teman sebaya di
SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini
menggunakan metode kuesioner, untuk mengumpulkan data interaksi orangtua dengan anak
dan interaksi anak dengan teman sebaya. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMK
Muhammadiyah 2 Pekanbaru yang berjumlah 370 orang, tetapi peneliti hanya mengambil 50 %
dari siswa kelas X. Penentuan sampel dengan menggunakan teknik Random Sampling. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan teknik persentase dan korelasi product moment Pearson.
Dimana peneliti memilih siswa kelas X dikarenakan dari hasil fenomena dilapangan. Hasil
penelitian menunujukkan bahwa interaksi orangtua dengan anak berada pada kategori baik
yaitu sebesar 49,19% dan interaksi anak dengan teman sebaya berada pada kategori baik yaitu
sebesar 81,08%. Terdapat hubungan yang positif antara interaksi orangtua – anak dengan
interaksi teman sebaya. Hal ini terbukti dengan nilai korelasi sebesar 0,709 dan nilai p= 0,00.
Kata Kunci: Interaksi Orangtua dengan Anak, Interaksi Anak dengan Teman Sebaya
2
3
PENDAHULUAN
Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa yang mesti disayangi dan dikasihi
sepenuh hati. Sebagai orangtua harus mampu mempertanggung jawabkan anaknya suatu hari
nanti atas segala apa yang telah diajarkan dan diberi kepada si buah hati. Anak juga
merupakan kunci dari kemajuan serta kejayaan bangsa di masa depan, dimana keberhasilan itu
tidak hanya diukur dari intelektual tapi juga spiritual dan emosional anak. Namun ada yang lebih
penting dari itu dalam mendidik anak, yakni pembentukan kepribadian anak. Keluarga adalah
tempat pertama anak bernaung, sekaligus sebagai lingkungan terdekat yang memberi
pengajaran dalam menjalani proses pertumbuhan dan perkembangan.
Setiap anak mengalami perkembangan sesuai dengan tahap usianya dan seiring
berjalannya waktu anak akan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mengatasi masalah
yang dihadapinya. Pada tahap perkembangan sosial anak mulai menampakkan kesadaran
untuk berusaha mencari teman bergaul di lingkungan sekolah dan anak juga menyadari untuk
mendapatkan teman, anak harus dapat menjadi teman. Kemampuan bersosialisasi anak serta
rasa empati terhadap keadaan sekitar dapat dipupuk semenjak dini. Hal ini dikarenakan masa
emas hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan seorang manusia sehingga
merupakan masa yang tepat untuk membentuk watak dan kepribadian anak.
Keberadaan orangtua termasuk mempengaruhi dalam keberhasilan pencapaian tugas
perkembangan si anak, yang dapat secara tidak langsung tergambarkan pada keseharian
perilaku anak. Perilaku anak mencerminkan bagaimana interaksi dalam keluarga berlangsung
antara orangtua dengan anak, apakah efektif dan berkualitas. Namun banyak orangtua yang
tidak menyadari akan pentingnya kehadirannya, perhatiannya dan keterlibatannya dalam
tumbuh kembang si anak. Begitu pula si anak yang terkadang banyak menuntut hal yang belum
dipertimbangkannya dan hanya menuruti emosinya yang tidak stabil dan tidak mampu
mengendalikan diri.
Pada kenyataannya, anak terkadang juga tidak bisa menghargai dan memahami tujuan
atas usaha juang orang tuanya dalam mencapai target untuk menghidupi dan membahagiakan
si anak beserta keluarga dengan hasil kerjanya. Anak beranggapan orangtua tidak sayang,
tidak perhatian dan tidak peka bahkan lebih mengutamakan pekerjaan daripada anaknya.
Sehingga tidak jarang kita menemui anak yang ketus, cuek dan kurang sopan dalam merespon
orang tuanya bahkan ada yang berani melawan. Anak diusia remaja memang berada pada
masa konflik dan stress, mereka cenderung lebih mengutamakan prasangka dan emosinya
dalam bertindak dan tidak mengontrol diri.
Selain orangtua, teman sebaya merupakan orang yang sangat penting dalam
kehidupan seseorang. Interaksi dengan teman sebaya begitu penting dalam pengembangan
kecerdasan emosional, ahli mengatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya bagi anak akan
menyediakan peluang untuk belajar cara berinteraksi dengan teman seusianya, untuk
mengontrol perilaku sosial, mengembangkan keterampilan dan minat yang sesuai dengan usia
dan untuk saling membagi persoalan atau perasaan yang sama.
Komunikasi merupakan alternatif utama dalam membangun hubungan yang baik antara
orangtua dan anak. Tentunya proses komunikasi menjadi pertimbangan yang harus
diperhatikan orangtua dalam berinteraksi dengan anak seperti kritis, kreatif, aktif dan peka. Bisa
juga diawali dengan perbincangan ringan yang menggunakan tutur kata
3
4
yang baik sebab ini merupakan awal pertukaran simbol dalam interaksi yang nantinya akan
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hendaknya ada sikap keterbukaan antara anak
dengan orangtua dalam keluarga sehingga anak menjadi lebih positif dan mampu menentukan
hal – hal yang baik di lingkungan keluarga maupun sosialnya.
Apabila komunikasi antara orangtua – anak tidak berjalan dengan baik dan jarang
dilakukan, maka bisa jadi anak akan menjadi kesepian dan bahkan melakukan hal yang tidak
diinginkan hanya untuk menarik perhatian orang tuanya. Dengan adanya keberadaan teman
sebaya mungkin dapat mengurangi rasa kesepian si anak, akan tetapi dalam pergaulan sebaya
bisa jadi akan memberi pengaruh positif dan negatif pada anak. Jika anak telah didik dengan
baik dalam keluarganya tentu anak mampu memilah mana yang baik dan buruk saat bergaul
dengan teman sebayanya dan jika anak tidak mendapatkan pengajaran yang baik dalam rumah
maka ia akan melakukan hal yang buruk pula ketika berada di luar lingkungan keluarganya.
Maka dari itu perlunya interaksi yang berkualitas antara orangtua dan anak dalam membangun
kepribadian anak agar tidak terpengaruh hal yang tidak diinginkan ketika berbaur dengan
lingkungan sosial atau teman sebayanya.
Berdasarkan penelitian Laura Florensia Ghozali, Diah krisnatuti dan Alfiasari (2012)
mengatakan bahwa usia ibu yang semakin bertambah, keutuhan keluarga juga memberikan
pengaruh yang positif terhadap kecerdasan sosial para atlet muda. Dalam jurnal Linda Suwarni
(2009) dikatakan bahwa keteledoran orangtua dalam mengawasi dan berkomunikasi dengan
anaknya berkontribusi dalam peningkatan perilaku seksual berisiko, problem problem sosial dan
perbuatan kriminal, sehingga perlunya komunikasi dengan anak sehingga anak mampu
bersosialisasi dengan teman sebayanya dengan benar.
Berdasarkan hasil penelitian Hilmi Mufidah (2008) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa terdapat korelasi positif antara komunikasi orangtua terhadap perilaku siswa kelas VIII A
dan C di SMP Islam Al Izhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. Leis Yigibalom (2013) dalam
penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kehidupan keluarga masyarakat Desa Kumuluk,
Kecamatan Tiom, Kabupaten Lanny Jaya masih banyak yang mengalami konflik atau
diharmonisasi, diakibatkan kurangnya interaksi dan komunikasi diantara anggota keluarga
dalam berbagai aspek kehidupan keluarga.
Berdasarkan paparan diatas dan hasil pengamatan yang peneliti temukan di lapangan,
adanya beberapa fenomena yang terjadi disekolah yaitu:
1. Adanya siswa yang kurang sopan dalam berinteraksi dengan guru.
2. Adanya siswa yang bercanda kelewatan batas dengan teman sebaya dan
guru.
3. Adanya siswa yang ketus dan tidak bisa menerima saran atau pendapat
dari teman sebaya.
4. Adanya siswa yang tidak peduli dan cuek terhadap teman yang kesulitan.
5. Adanya siswa yang suka menyendiri dan tidak mau berbaur dengan teman
sebaya.
6. Adanya siswa yang ikut – ikutan kawan sekelompoknya melakukan sesuatu
hal, tanpa memikirkan baik atau buruknya.
7. Adanya siswa yang suka memilih – milih dalam berteman.
8. Adanya siswa yang mudah tersinggung, marah dan pendendam.
9. Adanya siswa yang berkuasa dan ingin ditakuti atau disegani oleh teman
lainnya.
10. Adanya siswa yang tidak mampu berbaur dan bahkan dijauhi oleh temannya.
4
5
Berdasarkan uraian pemaparan terhadap fenomena yang muncul dan hasil penelitian
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Hubungan Kualitas
Interaksi Orangtua – Anak Dengan Interaksi Teman Sebaya Di Smk Muhammadiyah 2
Pekanbaru Tahun Ajaran 2016 / 2017 ”
Adapun rumusan masalah dalam penilitian ini yaitu (1) Bagaimanakah gambaran
kualitas interaksi orangtua dan anak di rumah? (2) Bagaimanakah gambaran interaksi anak
dengan teman sebaya di sekolah? (3) Bagaimanakah hubungan kualitas interaksi orangtua –
anak dengan interaksi teman sebaya?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui gambaran kualitas interaksi orangtua
dan anak di rumah (2) Untuk mengetahui gambaran interaksi anak dengan teman sebaya di
sekolah (3) Untuk mengetahui hubungan kualitas interaksi orangtua – anak dengan interaksi
teman sebaya.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran interaksi orangtua
terhadap anak sebagian besar pada kategori baik yaitu 49,19%, kemudian 36,22% pada
kategori sangat baik dan 13,51% pada kategori sedang, pada kategori buruk 1,08%.
Sedangkan pada kategori sangat buruk tidak ada.
5
6
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran interaksi anak
dengan teman sebaya sebagian besar pada kategori baik yaitu 81,08%, kemudian 14,05%
pada kategori sedang, dan 4,86% pada kategori sangat baik, pada kategori buruk dan sangat
buruk tidak ada.
Correlations
Orang Teman Sebaya
Tua
Orang Tua Pearson
1 .709**
Correlatio
n
Sig. (2-tailed) .000
N 185 185
Teman Pearson
.709** 1
Sebaya Correlatio
n
Sig. (2-tailed) .000
N 185 185
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
6
7
PEMBAHASAN
7
8
Simpulan
Berdasarkan penelitian dan hasil pengolahan data yang telah dilakukan peneliti, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut (1) Kualitas interaksi orangtua dan anak berada pada
kategori baik (2) Interaksi anak dengan teman sebaya berada pada kategori baik (3) Adanya
hubungan antara kualitas interaksi orang tua – anak dengan interaksi teman sebaya dimana
semakin berkualitas hubungan orangtua-anak maka semakin baik pula hubungannya dengan
teman sebaya, begitu pula sebaliknya.
Rekomendasi
3. Kepada peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk
mengembangkan penelitian yang lebih mendalam mengenai interaksi
dengan orangtua maupun interaksi dengan teman sebaya. Diharapkan
juga dapat mengembangkan penelitian ini secara intensif dengan
menggunakan berbagai macam metode yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudjiono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Andreas Rante Padang. 2012. Interaksi sosial dan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal forum
Kependidikan 1 ( 1 ): 1 – 15 Universitas Krabat
8
9
Arif Muhammad Ammar. 2015. Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya dengan
Kecerdasan Emosional. Jurnal Ilmiah 01 ( 1 ). Fakultas Ilmu Pendidikan
Yogyakarta
Cecep Darmawan. 2007. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Moral dan Global
dalam Perspektif Pendidikan Kesejahteraan Keluarga dalam Kehidupan
Keluarga Sekolah dan Masyarakat. Bandung: Jurusan PKK FPTK UPI
Dhyni Rahma Nisa. 2011. Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Interaksi Sosial Dengan
Teman Sebaya. Universitas Riau
Dwi Agustina Nurlaeli. 2015. Hubungan Antara Interaksi Orangtua dengan Keterampilam
Berbicara Anak Usia 4 – 6 Tahun di TK Pertiwi Babakan Kalimanah Purbalingga Jawa
Tengah. Jurnal 1 ( 4 )
Farida Yunistianti. 2014. Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial Remaja.
Jurnal Psikologi Indonesia 3 ( 1 ): 71 – 82
Hendy Purwo Pubowo. 2007. Interaksi keluarga Pada Penderita Skizofrenia. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
Hilmi Mufidah. 2008. Komunikasi Antara Orangyua Dengan Anak dan Pengaruhnya Terhadap
Perilaku Anak
9
Itryah Arfianto. 2010. Interaksi Keluarga Dan Peran Orang Tua Terhadap Keputusan Pemilihan
10
10
11
Irwanto. 1991. Kepribadian Keluarga dan Narkoba (Tinjauan Sosial dan Psikologis).
J. Supranto. 2008. Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Ketujuh. Erlangga: Jakarta.
Kanim Zarkasih Putro. 2015. Pengaruh Pola Asuh dan Interaksi Teman Sebaya
Terhadap Kecerdasan Emosional Anak di RA Arif Rahman Hakim Yogyakarta.
Jurnal Pendidikan Anak 1 ( 2 )
Laura Florensia, dkk. 2012. Hubungan Teman Sebaya yang Berkualitas dan Pemanfaatan
Media Massa meningkatkan Kecerdasan Sosial Atlet Muda. Jurnal ilmu Kel & Kons 5 (
1 ): 29 – 37
Linda Suwarni. 2009. Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Seksual Remaja SMA di Kota Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia 4 ( 2 )
Mikha Agus Widiyanto. 2013. Statistika Terapan: Konsep dan Aplikasi SPSS dalam penelitian
bidang Pendidikan, Psikologi dan Ilmu Sosial lainnya. Elex Media Komputindo: Jakarta.
Nur Afni Kusumaningtyas. 2010. (Studi Deskripstif Tentang Interaksi dan Pola Asuh terhadap
Anak Pasca Perceraian di Kota Surabaya)
Ria Krisnamurti. 2015. Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Interaksi teman Sebaya Terhadap
Kecerdasan Emosi Siswa Kelas VB SDN Negeri Pujokusuman Tahun
11
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018
Sujoko, S.Psi, S.Pd.I, M.Si. 2011. Hubungan Antara Broken Home, Pola Asuh Orangtua dan Interaksi Teman
Sebaya dengan Kenakalan remaja
Yuli Setiowati. 2015. Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan Emosi Anak.
1
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018
Angle Mamesah
Sefti Rompas
Mario Katuuk
Abstract: Verbal abuse is an expression or performance action that causes adverse emotional consequences.
The objective :This study aims to determine the correlation of parents' verbal abuse with cognitive
development in school aged at SD Inpres Tempok. The design : This type of research uses quantitative
research with descriptive studies. The number of samples is 31 people using total sampling technique. Data
processing tools in the form of questionnaires. Theresult : The results showed that most children received mild
verbal abuse from parents (76.7%), most of the children who experienced cognitive development (56.7%) and
where the P> 0.05 was P = 0.025. Conclusion
:there was a significant relationship between verbal abuse and cognitive development in school-aged at SD
Inpres Tempok. So parents are expected in parenting does not do verbal abuse. So that can support cognitive
development children good. This study can be used as a follow up tu further research on the relationship of
the trigger factors of verbal abuse and cognitive development of children.
Keywords :Verbal abuse, cognitive development, school-aged
Abstrak :Verbal abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang
merugikan dan dapat berpengaruh atau mengganggu pertumbuhan termasuk perkembangan kognitif
anak.Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan verbal abuse orang tua dengan
perkembangan kognitif pada anak usia sekolah di SD Inpres Tempok. Desain Penelitian : Jenis penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan studi deskriptif korelasi. Jumlah sampel 31 orang dengan
menggunakan teknik total sampling. Alat pengumpulan data berupa kuesioner.Hasil penelitian : didapatkan
bahwa sebagian besar anak mendapatkan verbal abuse ringan dari orang tua (76,7%), sebagian besar anak
memiliki perkembangan kognitif sesuai (56,7%) dan dimana P value>0,05 adalah P = 0,025. Kesimpulan :
terdapat hubungan yang signifikan antara verbal abuse dengan perkembangan kognitif pada anak usia sekolah
di SD Inpres Tempok. Jadi orang tua diharapkan dalam pengasuhan tidak melakukan pelecehan verbal.
sehingga dapat mendukung perkembangan kognitif yang baik. penelitian ini dapat digunakan sebagai tindak
lanjut untuk penelitian lebih lanjut tentang hubungan faktor pemicu pelecehan verbal dan perkembangan
kognitif anak-anak.
Kata Kunci :Verbal abuse, perkembangan kognitif, usia sekolah
2
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018
3
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018
perkembangan kognitif dengan sasaran anak usia Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
sekolah berumur 9-11 tahun yang dibuat sendiri Pekerjaan Orang Tua
oleh peneliti. Dalam penelitian ini uji bivariat Pekerjaan n %
dilakukan untuk mengetahui hubungan verbal Petani 13 43,3
abuse orang tua dengan perkembangan kognitif
anak di SD Inpres Tempok. Analisa data dilakukan Swasta 5 16,7
dengan menggunakan uji Chi-square melalui Guru 3 10,0
analisa data computer pada tingkat kepercayaan Pelaut 2 6,7
95% (α = 0,05). Tukang 4 13,3
Sopir 3 10,0
HASIL dan PEMBAHASAN Total 30 100,0
Tabel 1.Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Sumber: Data Primer, 2018
Kelamin
Jenis Kelamin n (%) Tabel diatas menunjukkan bahwa responden
Laki-laki 17 56,6 terbanyak orang tuanya berkerja sebagai petani
Perempuan 13 43,4 sebanyak 13 orang (43,3%) dan yang paling sedikit
sebagai pelaut sebanyak 2 orang (6,7%).
Total 30 100,0
Sumber: Data Primer, 2018 Tabel 4. Dsitribusi Responden Berdasarkan
Pendidikan Orang Tua
Berdasarkan tabel 1. menunjukkan bahwa Pendidikan n %
responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak SMP 8 26,7
17 orang (56,6%) dan berjenis kelamin
SMA 17 56,7
perempuan sebanyak 13 orang (43,3%).
DIPLOMA 2 6,6
SARJANA 3 10,0
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
Umur Total 30 100,0
Umur n (%) Sumber: Data Primer, 2018
8 7 23,3
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
9 9 30,0
responden terbanyak orang tuanya berpendidikan
10 10 33,3 SMA sebanyak 17 orang (56,7%) dan sebagian
11 3 10,0 kecil orang tua berpendidikan Diploma sebanyak 2
12 1 3,3 orang (6,6%).
Total 30 100,0
Sumber: Data Primer, 2018 Analisa Univariat
4
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan lebih baik dan terarah dan orang tua yang segera
Perkembangan Kognitif memberi stimulasi yang tepat, maka akan
Perkembangan n % mempercepat penguasaan terhadap tugas tugas
Kognitif perkembangan pada usianya. Hal ini juga mungkin
Sesuai 17 56,7 karena pendidikan orang tua cukup tinggi dalam
Meragukan 13 43,3 penelitian ini didapatkan pendidikan terakhir orang
Total 30 100,0 tua adalah SMA. Karena semakin tinggi pendidikan
Sumber: Data Primer, 2018 maka semakin mudah seseorang menerima
informasi khususnya informasi tentang cara
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa menstimulasi anak sehingga pengetahuannya
responden terbanyak memiliki perkembangan tentang perkembangan kognitif semakin tinggi
kognitif yang sesuai (56,7 %) dan yang (Afrina, 2015).
perkembangan kognitinya meragukan sebanyak 13 Berdasarkan hasil uji fisher’s exact test
orang (43,3%). didapatkan bahwa nilai p = 0,025. Tingkat
kemaknaan alfa (α) yang digunakan yaitu 0,05. Jadi
Analisa Bivariat p = 0,025 < 0,05 maka Ho ditolak dan disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
Tabel 7. Hubungan Verbal Abuse dan verbal abuse orang tua dengan perkembangan
Perkembangan Kognitif kognitif pada anak yang artinya jika verbal abuse
Perkembangan Kognitif pada anak semakin ringan maka perkembangan
kognitif anak akan sesuai begitupun sebaliknya jika
Verbal Abuse Sesuai Meragukan Total P-Value verbal abuse pada anak semakin tinggi atau berat
maka perkembangan kognitif anak akan semakin
kurang bahkan perkembangan kognitif anak akan
n % n % n % tetap baik (Astuti, 2014). Hasil penelitian yang
Ringan 16 53,4 7 23,3 23 76,7 0,025 menunjukkan adanya hubungan antara verbal
abuse orang tua dengan perkembangan kognitif
Berat 1 3,3 6 20 7 23,3 pada anak karena hasil penelitian menunjukkan
Total 17 56,7 13 43,3 30 100 semakin ringan verbal abuse maka perkembangan
kognitif anak akan semakin sesuai atau baik.
Sumber: Data Primer, 2018 Dengan seberapa besar peranan yang dimainkan
oleh orangtua didalam membantu perkembangan
kognitif anaknya itu terkait dengan perlakuan atau
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dapat
bimbingan orangtuanya terhadap anaknya di dalam
diketahui dari 30 responden, sebagian besar
lingkungan keluarga.Diperlukan pemahaman dari
terdapat verbal abuse orang tua ringan dengan
orangtua bagaimana seharusnya membimbing
perkembangan kognitif sesuai yaitu sebanyak 16 anaknya tanpa melakukan kekerasan verbal
responden (53,4%), verbal abuse berat dengan
sehingga dapat membantu perkembangan kognitif
perkembangan kognitif sesuai sebanyak 1 orang
anak untuk mempercepat penguasaan terhadap
(3,3%), verbal abuse ringan dengan perkembangan
tugas-tugas perkembangan pada usianya (Astuti,
kognitif meragukan sebanyak 7 orang (23,3%), dan
2014).
verbal abuse berat dengan perkembangan kognitif Hasil penelitian didapatkan ada 17 responden
meragukan sebanyak 6 orang (20,0%). (56,7%) dan 13 responden (43,3%) yang memiliki
Diketahui bahwa anak yang mengalami Verbal
perkembangan kognitif yang meragukan yang
Abuse kategori ringan dengan perkembangan
perkembangan kognitifnya menyimpang.
kognitif baik sejumlah 16 orang anak (53,4%), ini
Berdasarkan pendidikan orang tua yang mana
terjadi karena adanya perlakuan keluarga terhadap
didapatkan ada beragam
anak usia sekolah secara langsung mempengaruhi
perkembangan kognitif anak yang tertanam sejak
kecil. Orang tua yang tidak melakukan Verbal
Abuse atau tindakan kasar dan selalu merespon
setiap kegiatan anak maka dapat berpengaruh
terhadap perkembangan kognitif anak yang
5
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 2, November 2018
6
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
Iin & Khusnul & Rista (2017).Pengalaman Verbal Abuse Oleh Keluarga Pada Anak Usia
Sekolah Di Kota Semarang. Semarang : Program Studi Ners STIKES.
Mubiar, Ernawulan (2011). Bimbingan konseling untuk anak usia dini. Jakarta:Universitas
TerbukaNazhifah (2013).Pengaruh Verbal Abuse, Kualitas Komunikasi Orang Tua dan
Konformitas Teman Sebaya Terhadap Perilaku Agresif Remaja
Nazhifah (2013).Pengaruh Verbal Abuse, Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Konformitas
Teman Sebaya Terhadap Perilaku Agresif Remaja
Rendro. (2010). Beyond borders: comunication modernity & history. Jakarta : London school
of public relations.
12
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
Rakhmat. (2011). Sq for kids: mengembangkan kecerdasan spiritual anak sejak dini.Bandung
: PT Mizan Pustaka.
Syah, Muhibbin. (2011). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT Remaja
Rosda Kerja.
Sutikno. (2010). The power of 4q for hr and company development. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Wifqi Nisyrokhah. (2016). Pengetahuan Orang Tua Tentang Verbal Abuse (Kekerasan
Verbal) Pada Anak.Ponorogo : Program Studi D III
Keperawatan.
Yade & Yuhendri (2014).Hubungan Kejadian Verbal Abuse Orang Tua Terhadap Anak
Dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia Pra Sekolah Di Kelurahan Tarok Dipo
Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Bukittinggi Dipo wilayah Kerja Puskesmas
Guguk Panjang Bukittinggi. Bukittinggi : STIKes Prima Nusantara Bukittinggi.
13
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
ABSTRACT
Verbal abuse are all forms of speech acts that have the character of insulting, snarling,
cursing and scare by issuing inappropriate words. This research uses qualitative method with
phenomenology approach and involves 3 paticipant. This study shows the experience of life
experienced by school-age children are verbal abuse in the form of snapped, scolded and
issued inappropriate words that should not be spoken by parents. Verbal abuse experience
by families in school-aged children. Verbal absue done by parents affects the child’s
psychological development. Parents should be more careful in attitude and when
communicating. Because children as imitators of parents, then it is better choose which one
is appropriate to say and show to the child.
Keywords: Experience, family, school-aged, verbal abuse.
ABSTRAK
Kekerasan kata-kata adalah semua bentuk tindakan ucapan yang mempunyai sifat
menghina, membentak, memaki, dan menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak
pantas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan
melibatkan 3 partisipan. Hasil Penelitian ini menunjukan adanya pengalaman hidup yang
dialami anak usia sekolah yaitu kekerasan verbal yang berupa dibentak, dimarahi, dan
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas yang seharusnya tidak diucapkan oleh orang tua.
Pengalaman verbal abuse yang didapatkan keluarga pada anak usia sekolah. Verbal abuse
yang dilakukan oleh orang tua berdampak pada perkembangan psikologis anak. Diharapkan
penelitian ini dapat dilakukan kembali dengan lebih mendalami pengalaman hidup seseorang
lebihh dalam lagi agar penelitian ini bisa lebih baik lagi.
Kata Kunci: Anak usia sekolah, keluarga, pengalaman, verbal abuse.
14
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
15
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
16
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
tersebut. Kata kunci yang didapat mengatakan karena hal sepele. Hal ini
dikumpulkan kemudian di- kategorikan sesuai dengan pendapat partisipan yaitu
untuk membentuk tema. Tema yang “ya karna tidak belajar dan bertengkar
dihasilkan kemudian disajikan dalam bentuk (P1)”, ya mungkin waktunya belajar aku lupa
narasi yang didukung oleh data hasil dari (P2)”, “kenapa sih mamah marah terus
penelitian berupa penuturan dari partisipan. padahal gara-gara masalah sepele (P3)”
Informasi yang telah didapat kemudian di
Uji Validitas dengan menggunakan Tema 3 Respon anak usia sekolah saat
Triangulasi dan perpanjang pengamatan. mendapatkan verbal abuse Dari ketiga
Pengujian validitas ini dilakukan dengan partisipan mengatakan hal yang
cara kembali lagi ke partisipan dengan sama yaitu respon emosional
menayakan hal yang sama dan partisipan partisipan sedih. Hal ini sesuai dengan
mengulangi kembali dengan jawaban yang jawaban partisipan yaitu “ya sedih kak
sama dari wawancara sebelumnya. (P1)”, “ya sedihnya tu kenapa
sering dimarahi sama mamah (P2)”, “ya
sedih (P3)”. Namun untuk jawaban
respon perilaku 2 partisipan
HASIL PENELITIAN mengatakan hal sama yaitu menangis dan
1 partisipan mengatakan mendengarkan.
Partisipan dalam penelitian ini Hal ini sesuai dengan pendapat partisipan
berjumlah 3 murid yang sedang duduk di yaitu “mendengarkan kak (P1)”, “ya terus
bangku kelas 5 SD dan berusia (6-11 nangis sendiri kalopas
tahun) di SD Negeri 02 Ngaliyan Semarang. dimarahi mamah ya nangis takut (P2)”,
Partisipan 1 yaitu An.Y berjenis kelamin “nangis kak (P3)”.
laki- laki, partisipan 2 An. S berjenis
kelamin perempuan, partisipan 3 An. N Tema 4 cara/bentuk verbal abuse Dari
berjenis kelamin perempuan. Peneliti telah ketiga partisipan dua lainnya mengatakan
mengidentifikasi yang terdiri dari 5 tema, 12 mendapatkan perlakuan intimidasi berupa
kategori dan 29 kata kunci. dibentak hal ini sesuai dengan pendapat
partisipan yaitu “bentaknya
Tema 1 Pelaku verbal abuse agak keras mungkin
ada kata-kata yang bikin kepikiran gitu (P2),
Dari ketiga partisipan semuanya “ya kadang kalo pas marah sukanya bentak
mengatakan pelaku verbal abuse yaitu ibu. (P3)”. Untuk kategori merendahkan anak
“ibu (P1)”, “mamah, ayah pernah sih marah tiga dari 2 partisipan mengatakan hal yang
tai gak tiap hari (P2), “kadang paling galak sama yaitu mencela anak yaitu “kamu kok
mamah (P3)”. nakal to (P1), “kamu tu gimana to jahilin
adkmu terus, kamu kok nakal to (P3)”.
Tema 2 Penyebab verbal abuse Dari
ketiga partisipan 2 partisipan Tema 5 akibat/dampak verbal
mengatakan karena tidak belajar abuse
dan bertengkar namun 1
partisipan
17
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
18
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
19
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
keadaan ini dapat berlanjut dengan jangka panjang yang terjadi dari kekerasan
melalaikan anak, mengisolasikan anak dari verbal pada anak adalah menimbulkan
lingkungannya/hubungan sosialnya, atau rantai kekerasan pada keluarga. Hasil
menyalahkan anak secara terus menerus tersebut sesuai dengan hasil penelitian
yang meliputi membuat perbedaan negatif terkait yang sudah dilakukan oleh
pada anak dan mencela anak. Munawati, yaitu akibat lain dalam jangka
Akibat/dampak verbal abuse panjang yaitu anak yang mendapatkan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kekerasan verbal dapat melakukan hal yang
partisipan ditemukan akibat/dampak verbal sama kelak kemudian hari terhadap anak-
abuse meliputi gangguan anaknya saat mereka menjadi orang tua.
emosi, pemalu, agresif, malas Hal ini terjadi karena esensinya anak-anak
belajar. Hal ini sesuai dengan teori (Lestari, merupakan peniru ulung (Munawati, 2011).
2006) yang menyebutkan bahwa akibat dari
verbal abuse yaitu anak menjadi agresif
seperti komunikasi yang KESIMPULAN DAN SARAN
negative mempengaruhi Kesimpulan
perkembangan otak anak, anak akan
selalu dalam keadaan Hasil penenelitian yang telah
terancam dan menjadi sulit berfikir panjang dilakukan dilihat dari tujuan penelitian
sehingga sikap yang timbul hanya tersebut yaitu untuk mengetahui
berdasarkan insting tanpa pertimbangn Pengalaman verbal abuse oleh keluarga
terlebih dahulu. Akibatnya anak berperilaku pada anak usia sekolah di SD Negeri 02
agresif. Verbal Abuse Ngaliyan Semarang, diperoleh suatu
biasanya tidak kesimpulan bahwa pengalaman verbal
berdampak secara fisik kepada anak, tetapi abuse oleh keluarga pada anak usia
dapat merusak anak beberapa tahun ke sekolah seringkali dilakukan oleh orang
depan. Verbal Abuse yang dilakukan orang terdekat khususnya ibu. Pengalaman anak
tua menimbulkan luka lebih dalam pada usia sekolah ketika mendapatkan
kehidupan dan perasaan anak melebihi kekerasan kata-kata (verbal abuse) adalah
perkosaan. Menurut Soetjiningsih mengatai bodoh, nakal, mencaci maki,
(2002), dampak-dampak marah-marah, membentak si anak dan
psikologis akibat kekerasan ucapan yang kasar. Kekerasan kata-kata
verbal pada anak (verbal abuse) ini dilakukan oleh orang tua,
diantaranya adalah anak menjadi tidak teman bahkan guru.
peka dengan perasaan orang lain. Frekuensi dan lamanya anak usia
Selain itu, verbal abuse juga dapat sekolah saat mengalami perlakuan verbal
berdampak pada anak menjadi agresif, abuse rata-rata mengatakan sudah
gangguan emosi, mengalami sejak lama dan kapan pastinya
perkembangan sosial terganggu, kejadian tersebut berawal. Namun ada pula
Kepribadian sociopath atau antisocial yang mengatakan bahwa pernah
personality disorder, dan menciptakan mengalami verbal abuse saat kelas 3
lingkaran setan dalam keluarga. Hal yang
sama juga diungkapkan pada penelitian
dampak
20
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
SD. Berbagai macam respon anak usia dari segala bentuk kekerasan baik di
sekolah ketika mendapatkan verbal abuse rumah, di sekolah maupun lingkungan.
adalah ketiga anak tersebut merasakan Serta memberikan contoh berbicara yang
sedih, menangis dan merasa takut. Dampak baik tanpa kekerasan verbal.
dari kekerasan verbal abuse yang dialami
oleh anak usia sekolah dalam kehidupan Bagi penelitian selanjutnya terkait
sehari-hari adalah dampak jangka panjang, permasalahan anak usia sekolah dengan
anak menjadi agresif atau mudah pengalaman kekerasan kata- kata (verbal
bertengkar dengan teman, anak menjadi abuse) adalah sesuatu yang menarik dan
tidak percaya diri dan malas belajar. kompleks diharapkan dalam penelitian
selanjutnya dapat menggali pengalaman
hidup seseorang lebih dalam lagi dengan
Saran metode kualitatif dengan pendekatan
Bagi masyarakat dan orang tua fenomenologi sehingga dapat dinilai dengan
diharapkan mampu menambah lebih baik lagi. Bagi Perawat diharapkan
pengetahuan parenting, serta orang tua mampu bekerja sama dengan lingkungan
mampu menghindari kata-kata kasar dan maupun masyarakat luas khusunya bagi
dapat memilah-milih komunikasi kata-kata orang tua serta memberi informasi dan
yang baik pada anak. Hal ini dilakukan pengetahuan tahapan perkembangan anak,
sehingga tidak terjadi kekerasan kata-kata pola pengasuhan dan komunikasi yang baik
(verbal abuse) pada anak-anak yang terhadap anak. Sehingga tidak memicu
nantinya akan berdampak buruk bagi anak. adanya kekerasan verbal oleh keluarga.
Bagi Institusi Pendidikan
diharapkan hasil peneitian ini dapat
dijadikan sebagai referensi dan informasi DAFTAR PUSTAKA
tambahan mengenai teori verbal abuse Arsih, F.Y. 2010 “Study
yang seringkali terjadi namun tidak disadari
oleh orang tua. Selanjutnya bagi guru dapat Fenomenologis kekerasan
memberikan pemahaman kepada guru kata-kata (verbal abuse)
maupun orang tua bahwa pengalaman pada Remaja”. Skripsi.
mendapatkan kekerasan kata-kata (verbal
abuse) saat masih kecil akan Semarang. Universitas
mempengaruhi perilakunya saat menjadi Diponegoro.
orang tua, sehingga di-harapkan orang tua
atau guru mampu memilih kata-kata yang
tepat saat berkomunikasi dengan anak agar Choirunnisa. 2008. Dampak
verbal absue kelak tidak terulang kembali kekerasan verbal pada anak.
pada generasi selanjutnya. Guru
bekerjasama dengan orang tua dalam
Diambil dari okezone online.
proses pendidikan anak dan menjaga anak Diaskes dari
http://m.okezone.com
Dawis, H. 2006. Emosi-Penjelajahan
Religio-Psikologis tentang
Emosi Manusia dalam Al Qur’an
. Jakarta: Erlangga.
Fataruba, P.N, Purwatiningsih, S &
Wardani, Y. (2009).
21
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017
22
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Hubungan pola asuh dengan kejadian kekerasan terhadap anak usia sekolah (6-18 tahun) di kelurahan
Dufa- Dufa kecamatan Ternate Utara.
Hidayat, A.Z. 2007. Metode Penelitian Kesehatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta. Salemba Medika.
Utami, I. (2014). Hubungan Kematangan Emosi Ibu dengan Kekerasan Fisik dan Kekerasan Verbal pada anak Usia
Sekolah di SD N 11 Indramayu. Universitas Sriwijaya.
Ihsan. 2013. Perlindungan Anak dari Tindak kekerasan. Jurnal In google scholar.com [serial online] 19
Desember 2016.
75
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Munawati. (2011). Hubungan Verbal Abuse dengan Perkembangan Kognitif pada Anak Usia Prasekolah di RW 04
Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Depok Tahun 2011. Skripsi. Jakarta. Universitas Pembangunan
“Veteran”.
Saryono. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kupartiningsih, S. (2012). Hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilku agresif pada remaja agreisf di
SMP 129 Jakarta. Skripsi. Universitas Negri Islam Syarif Hidaatullah.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia Pusat. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
76
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Program Studi Kebidanan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Abdurrab
*Email: nova.yulita@univrab.ac.id
ABSTRACT
Adolescents in the view of medical science and other sciences related to adolescent problems,
known as a stage of physical development. Physical development is the period in which the tools
of reproduction of adolescents reach maturation, anatomically means reproductive tools of
adolescents from the age of 15-20 years has functioned perfectly, it is also balanced with the
state of the body in general get a perfect shape and fa'ali (the genitals are already working).
The purpose of this program is to provide knowledge and application of science directly to
adolescents to be a cadre of teenagers to overcome the problem of adolescent reproductive
health, especially in women. The location of this activity will be held in SMA Negeri 1
Tembilahan Kota and SMA Negeri 1 Tembilahan Hulu and SMA Negeri Tuah Gemilang.
Devotional activities are conducted by providing materials on the training of reproductive health
cadres (KRR), and providing direct training to cadres from school representatives by simulation.
The results of the participants were very enthusiastic when performing role play as KRR cadres
and able to understand their role very well. The trainees are very proud to be cadres and
represent the school as an extension of health in PK-KRR program. From the dedication activities
it can be concluded that every KRR cadres who are elected to represent the school can
understand their duties and responsibilities and are willing to perform their duties
ABSTRAK
Remaja dalam pandangan ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan masalah remaja, dikenal
sebagai suatu tahap perkembangan fisik. Perkembangan fisik yaitu masa dimana alat-alat reproduksi
remaja mencapai pematangannya, secara anatomis berarti alat-alat reproduksi remaja dari umur 15-20
tahun sudah berfungsi secara sempurna , hal ini juga diimbangi dengan keadaan tubuh pada umumnya
77
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
memperoleh bentuknya yang dan sempurna secara fa’ali (alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi).
Tujuan program ini adalah memberikan pengetahuan dan aplikasi ilmu secara langsung kepada remaja
untuk dapat menjadi kader remaja untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja khususnya
pada wanita. Lokasi kegiatan ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Tembilahan Kota dan SMA Negeri 1
Tembilahan Hulu dan SMA Negeri Tuah Gemilang. Kegiatan pengabdian dilaksanakan dengan
memberikan materi tentang pelatihan kader kesehatan reproduksi (KRR), dan memberikan langsung
pelatihan kepada kader dari perwakilan sekolah dengan melakukan simulasi. Hasil kegiatan peserta
sangat antusias saat melakukan bermain peran sebagai kader KRR dan dapat memahami perannya
masing-masing dengan sangat baik. Peserta pelatihan sangat bangga menjadi kader dan menjadi
perwakilan sekolah sebagai perpanjangan tangan kesehatan dalam program PK-KRR. Dari kegiatan
78
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
pengabdian dapat dismpulkan bahwa setiap kader KRR yang terpilih menjadi perwakilan sekolah dapat
memahami tugas dan tanggung jawabnya dan bersedia menjalankan tugas dengan baik.
Kata Kunci: Remaja, kader, kesehatan reproduksi remaja (KRR)
1. Pendahuluan
Remaja dalam pandangan ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan masalah remaja,
dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik. Perkembangan fisik yaitu masa dimana alat-alat
reproduksi remaja mencapai pematangannya, secara anatomis berarti alat- alat reproduksi remaja
dari umur 15-20 tahun sudah berfungsi secara sempurna , hal ini juga diimbangi dengan keadaan
tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang dan sempurna secara fa’ali (alat-alat kelamin
tersebut sudah berfungsi)[1].
Pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan dan kemajuan disegala
aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kesehatan dan kebersihan, dimana
masyarakat dituntut untuk selalu menjaga kebersihan fisik dan organ atau alat tubuh. Salah satu
organ tubuh yang penting serta sensitif dan memerlukan perawatan khusus adalah alat reproduksi.
Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan
reproduksi. Apabila alat reproduksi tidak dijaga kebersihannya maka akan menyebabkan infeksi,
yang pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit [2]
Perilaku higienis merupakan tema penting yang perlu ditelaah secara mendalam. Hal ini
karena berdasarkan kajian teoritis yang ada, salah satu upaya mengurangi gangguan pada saat
menstruasi yaitu membiasakan diri dengan perilaku higienis. Namun demikian perilaku higienis pada
saat menstruasi tidak akan terjadi begitu saja, tetapi merupakan sebuah proses yang dipelajari
karena individu mengerti dampak positif atau negatif suatu perilaku yang terkait dengan keadaan
menstruasi [3].
Jika remaja putri melakukan perilaku higienis pada saat menstruasi maka akan terhindar dari kanker
rahim, merasa nyaman beraktivitas sehari-hari, percaya diri, bersemangat dan tidak malas-malasan
lagi, tidak dijauhi teman-teman karena bau badan amis dan tidak mempercayai mitos-mitos yang
beredar di masyarakat karena sudah memahami kebenarannya
Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan pendidikan seks pada remaja sangat penting, akan
tetapi di Indonesia pendidikan seks masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu oleh sebagaian
masyarakat dalam budaya dan agama di Indonesia, sehingga sulit untuk mengimplementasikan
tentang pendidikan kesehatan reproduksi secara formal melalui jalur kurikulum dalam institusi
pendidikan sekolah [4]. Salah satu bentuk program atau akses dalam pemberian informasi mengenai
kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui peer education.
2. Tinjauan Pustaka
Kesehatan reproduksi ialah suatu kondisi sehat dari sistem, fungsi, dan proses alat reproduksi
yang dimiliki oleh seseorang, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,
melainkan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami
dan menyadari ilmu tersebut, sehingga memiliki sikap dan perilaku sehat dan tentu saja bertanggung
jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi [5].
79
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Organ reproduksi merupakan alat dalam tubuh yang berfungsi untuk suatu proses kehidupan
manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya atau reproduksi. Agar dapat
menghasilkan keturunan yang sehat dibutuhkan pula kesehatan dari organ reproduksi. Salah satu
yang menjadi faktor utama terciptanya kesehatan yaitu selalu menjaga kebersihan diri atau personal
hygiene [6]
Menjaga kesehatan vagina dimulai dari memperhatikan kebersihan diri. Indonesia merupakan
daerah yang beriklim tropis, sehingga udara panas dan cenderung lembab sering membuat banyak
berkeringat dibagian tubuh yang tertutup dan lipatan-lipatan kulit seperti didaerah alat kelamin.
Kondisi ini menyebabkan mikroorganisme jahat terutama jamur mudah berkembang biak, yang
akhirnya bisa menimbulkan infeksi (Profil kesehatan Indonesia, 2010).
a. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
2. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR)
termasuk PMS- HIV/AIDS.
3. Pencegahan dan penanggulangan kompliasi aborsi.
4. Kesehatan reproduksi remaja.
5. Pencegahan dan penanganan infertilitas.
6. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis.
7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi
genital, fistula, dll.
Menurut Anugoro [8], Konsep perawatan genetalia eksterna pada hari biasa dan selama
menstruasi adalah sebagai berikut:
1. Cuci tangan sebelum menyentuh vagina. Tangan yang berada di luar secara
bebas menjadi tempat yang baik untuk menempelnya berbagai kotoran dan
bakteri.
2. Basuhlahvagina dari arah depan (vagina) menuju anus.
3. Gunakan sabun yang paling lembut setelah buang air kecil. Apabila alergi atau iritasi
terhadap sabun yang paling lembut, gunakan air hangat.
4. Keringkan daerah vagina dan sekitarnya menggunakan handuk lembut atau
tissue tanpa parfum, dan jangan pernah menggunakan handuk milik orang lain
untuk mengeringkan vagina.
5. Ganti celana dalam 2-3 kali sehari, gunakan celana dalam yang bersih dan 100%
berbahan katun.
6. Cukurlah rambut vagina setidaknya 7 hari sekali dan maksimal 40 hari sekali
untuk mengurangi kelembapan di dalam vagina.
7. Gunakan pembalut yang nyaman, berbahan lembut, menyerap seluruh darah
yang keluar, melekat kuat pada celana dalam, tidak bocor, dan tidak
menimbulkan alergi atau iritasi.
8. Saat perdarahan banyak, gantilah pembalut setidaknya 4-5 kali dalam sehari.
9. Cucilah tangan kembali setelah menyentuh vagina
3. Metode Penelitian
Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan di SMA di SMA Negeri 1 Tembilahan
Kota, SMA Negeri 1 Tembilahan Hulu dan SMA Tuah Gemilang dengan motode pelatihan kader
Kesehatan Reproduksi Remaja dengan tahapan kegiatannya adalah menyampaikan materi tentang
Kesehatan reproduksi Remaja yaitu personal higiene selama
80
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
menstruasi dan penanganan disminorea, membentuk kader remaja untuk menerapkan program
Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja.
4. Hasil
Kegiatan pengabdian ini dilakukan pada tanggal 6-8 Maret 2017 di SMA Tembilahan mulai
pukul 07:00 WIB sampai dengan selesai. Pengabdian dilakukan di Aula sekolah SMA 1 Tembilhan
Kota, SMA 1 Tembilahan Hulu dan SMA Tuah Gemilang dengan keterangan sebagai berikut:
Tabel. 3.1 Peserta Pelatihan Kader
No Nama sekolah Jumla
h
1 SMA N 1 Tembilahan Kota 34
2 SMA N 1 Tembilahan Hulu 29
3 SMA Negeri Tuah Gemilang 25
Kegiatan pengabdian masyarakat dilakukan selama tiga hari di SMA yang berada di Kabupaten
Indragiri Hilir tepatnya di SMA N 1 Tembilahan Kota, SMA N 1 Tembilahan Hulu dan SMA Negeri
Tuah Gemilang. Kegiatan pengabdian berupa pelatihan Kader KRR ini diterima dengan sangat baik
oleh pihak sekolah dan kalangan siswa. Selama dalam rangkaian kegiatan pihak sekolah sangat
membantu dalam hal teknis dan kelengkapan yang diperlukan. Selama penyampaian materi dan
simulasi siswa sangat antusias dalam mengikutikegiatan ini hal ini ditandai dengan respon siswa
yang saling memberikan tanggapan dan sumbang saran.
Materi Pelatihan diberikan oleh Nova Yulita, SST., M.Keb, Sellia Juwita, SST., M.Kes, dan Tina
Mahrani, STr.Keb. Pelatihan Kader KRR di SMA N 1 Tembilahan Kota dari 34 peserta dibagi
menjadi 6 kelompok kecil, SMA N 1 Tembilahan Hulu peserta berjumlah 29 orang dan dibagi
menjadi 5 kelompok kecil dan SMA Negeri Tuah Gemilang dari 25 peserta dibagi menjadi 4
kelompok kecil untuk melakukan simulasi sebagai Kader KRR di lingkunagan sekolah.
Selama penyampaian materi peserta pelatihan sangat antusias dalam memperhatiakan dan saling
memberi masukan tentang hal yang telah mereka ketahui melalui media informasi seperti televisi,
tenaga kesehatan, media massa. Diskusi sangat bermanfaat bagi semua pserta dimana dapat
menambah pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Misalnya dalam hal
merawat kebersihan organ reproduksi wanita selama menstruasi.
Menurut [8], Konsep perawatan genetalia eksterna pada hari biasa dan selama menstruasi
adalah sebagai berikut: cuci tangan sebelum dan setelah menyentuh vagina, basuhlah vagina dari
arah depan (vagina) menuju anus, keringkan daerah vagina dan sekitarnya menggunakan handuk
lembut atau tissue tanpa parfum, ganti celana dalam 2-3 kali sehari, gunakan celana dalam yang
bersih dan 100% berbahan katun, cukurlah rambut vagina setidaknya 7 hari sekali dan maksimal 40
hari sekali untuk mengurangi kelembapan di dalam vagina, gunakan pembalut yang nyaman tidak
menimbulkan alergi atau iritasi.
Setelah penyampaian materi dilanjutkan dengan simulasi atau bermain peran sebagai kader
KRR. Simulasi berjalan dengan baik lebih kurang selama tiga jam di setiap sekolah. Dari hasil
simulasi dapat dilihat bahwa seluruh peserta dapat memainkan perannya dengan sangat baik.
Peserta dapat memahami peran sebagai Kader KRR sesuai dengan tugas pokoknya. Setelah
mengikuti pelatihan setiap kader KRR diberikan pin pengenal sebagai Kader di sekolah masing-
masing.
81
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Registrasi peserta
Penyampaian Materi
82
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Penyampaian Materi
Penyampaian Materi
83
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
84
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
85
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Penyerahan kenang-kenangan
86
Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN
Vol.1 No.2, 2018 2614-7106
Penyerahan kenang-kenangan
Foto bersama
87
Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Foto bersama
Foto bersama
5. Kesimpulan
Kegiatan pengabdian berupa pelatihan Kader KRR ini terlaksan dengan
lancer dan diterima dengan sangat baik oleh pihak sekolah dan kalangan
siswa. Kegiatan ini sangat bermanfaat dan meningkatkan pengetahuan
siswa tentang kesehatan reproduksi remaja. Siswa yang telah dilantik
menjadi kader KRR lebih memahami tugas dan perannya sebagai kader
KRR di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
[1] S. W. Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013.
[2] Harahap, kesehatan Reproduksi. Bagian
Kedokteran komunitas dan kedokteran
pencegahan. Fakultas kedokteran Universitas
Sumatra Utara, 2007.
[3] D. P. Indriastuti, Hubungan Antara Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi dengan Perilaku Higienis Remaja Putri Pada
Saat Menstruasi. 2009.
[4] A. Imron, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja. Jogjakarta: ArRuzz
Media, 2012.
[5] Y. dkk Widyastuti, Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitra maya, 2009.
[6] E. B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu 88
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta: Erlangga, 2010.
[7] D. K. RI, “Profil kesehatan Indonesia 2009,” 2010.
[8] A. Anurogo, Dito Dan Wulandari, Cara Jitu Mengatasi Haid. Yogyakarta:
Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Andi, 2011.
Achmad Hidayatullah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMSurabaya
Email: achmadhidayatullah08@gmal.com
ABSTRAK
http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/Axiologiya/index DOI:
http://dx.doi.org/10.30651/aks.v1i1.296
90
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
dan pemuda. Salah satu keluarahan
yang memiliki potensi bagus untuk Solusi Yang Ditawarkan
dikembangkan adalah keluaraha genteng Untuk mengatasi permasalahan-
RW 3. Jumlah pemuda dan anak-anak permasalahan yang telah ada diatas,
sekolah di kelurahan ini juga banyak. maka diperlukan penagwalan-
Selama ini selepas pulang dari sekolah, pengawalan gunan memberikan
anak-anak diwadahi dalam pembelajaran penguatan terhadap proses pelaksanaan
TPA yang diadakan di balai RW. pendidikan pembelajaran di kelurahan
Pembelajaran luar sekolah tersebut akan RW 3 kecamatan genteng surabaya.
berkembang dengan baik jika banyak Pengawalan tersebut tentu diharapkan
pihak yang turut aktif berpartsipasi. Tim mendapat sambutan dan reson yang baik
pengabdian LPPM UMSurabaya dari segala pihak di kelurahan, sehingga
mencoba memberikan sentuhan agar proses pedidika luar sekolah di tempat ini
proses pendampingan belajar siswa bisa dapat terlaksana dengan baik. Beberapa
dilaksanakan dengan baik. kegiatan yang bisa dilakukan dalam
Observasi awal menunjukkan rangka memberikan penguatan adalah :
bahwa keluarahan RW 3 ini memiliki a. Parenting
beberapa potensi yang mendukung untuk Parenting ini merupakan pemberian
terciptanya proses pendidikan luar penyuluhan terhadap oang tuan
sekolah dengan baik. Fasilitas dan tentang pentingnya kontrol terhadap
potensi ini menjadi bagian penting dalam anak mengenai pertumbuhan fisik
usaha pengembangan pendidikan di dan pertumbuhan jiwa anak. Untuk
kelurahan RW 3. membangun kesadaran terhadap
orang tua akan pentingnya
Permasalahan Mitra memperhatikan anak, maka perlu
Permasalahan di kelurahan RW diberikan motivasi, atau tips
ini adalah belum adanya kesadaran bagaimana mengenal dunia anak
siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar yang lebih modern saat ini. Serta
luar sekolah atau kegiatan-kegiatan berbagai kemungkinan yang harus
sosial. Adapun TPA yang ada di dihadapi oleh anak.
keluarahan saat ini belum bisa maksimal. b. Mengadakan taman belajar anak
Siswa lebih semangat belajar di tempat Selama ini kegiatan belajar
semacama bimbel, namun wadah bimbel mengajar yang berjalan adalah
yang selama ini ada di balai RW kurang bimbel dan tpa. Sedangkan TPA
maksimal karena pengajarnya hanya
telah terlaksana dengan rutin,
satu orang. Sedangkan potensi
berikutnya adalah adanya kaum muda
sedangkan bimbel yang diadakan
yang terwadahi dalam karang taruna. masih belum terlaksana dengan
Namun karang taruna ini juga telah lama baik. Oleh karena itu perlu
kurang aktif. Selain itu kurang peran aktif dilakukan penguatan pengelolaan
orang tuan sehingga diperlukan dan pendampingan. Juga perlu
sentuhan, agar orang tua punya dilakukan kerjasama dengan
semangat untuk mendorong proses karang taruna agar lebih peduli
pendidikan di luar sekolah guna terhadap anak-anak yang masih
menumbuhkan karakter siswa. membutuhkan role model
Permasalahan lainnya adalah
untuk perkembangan. Oleh
manajemen pengelolaan dari pendidikan
yang diadakan di balai seperti bimbel dan
karena itu tim pengabdian
TPA yang selama ini Sehingga memberikan bantuan tambahan
diperlukan pengawalan agar lembaga tenaga pengajar untuk
bimbel ini bisa berjalan dengan baik. memberikan dampingan
terhadap taman belajar ini.
Harapannya dengan memberikan
dampingan dan
tambahan pengajar, kegiatan
taman belajar anak ini bisa
menjadi kegiatan rutin warga dan 91
terlaksana dengan baik.
46
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
Waktu dan Pelaksanaan
dalam pengabdian ini berupa
Pelaksanaan pengabdian ini
pendampingan, pengawalan, ceramah
dilakukan di kelurahan genteng RW III
dan diskusi. Tentunya dengan model
kecamatan genteng surabaya. Pusat
ceramah dalam konteks pengetahuan
kegiatan pengabdian ini adalah balai
teori, sedangkan pengawalan dan
RW. Kegiatan ini juga dilakukan selama
pendampingan dilakukan dalam bentuk
satu bulan. Pelaksanaannya dilakukan
aksi nyata pengabdian. Selain itu
serangkaian, pendampingan taman
diberikan berbagai model permainan dan
belajar anak dilaksanakan 4 hari dalam
lomba guna mengemas upaya pelibatan
seminggu setelah ashar. Sedangkan
semua pihak dengan cara yang
parenting dilaksanakan satu kali di balai
menyenangkan.
RW.
47
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
48
93
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
narkoba, free sex dan kenakalan remaja
lainnya. Kegiatan siswa pada umumnya berbagai jenjang, maka sistem
adalah bermain setelah pulang dari pebelajaran tidak bisa diseragamkan.
sekolah. Sedangkan orang tua umumnya Akan tetapi dibuat kelompok berdasarkan
memiliki kesibukan kerja untuk daerah jenjang sekolah degan satu orang
perkotaan. Sehingga ada wacana Full pengajar. Sebagian siswa yang masih
Day School oleh mentri pendidikan dan dalam usia anak-anak belajar membaca
kebudayaan Muhajir Effendi, dalam dan menggambar. Sedangkan mereka
rangka membangun karakter anak, yang yang telah masuk jenjang kelas 4-6
kurang mendapat perhatian dengan baik. sampai sekolah menengah pertama
Dengan asumsi, tidak hanya belajar mereka belajar tentang kesulitan mereka
dikelas, tetapi anak-anak dibimbing untuk dalam matapelajaran di sekolah.
membangun karakter melalui kegiatan Untuk menjadikan taman belajar
ekstrakurikuer. ini lebih hidup, maka kegiatan ini
Program taman belajar anak ini diadakan 4 kali dalam seminggu, yaitu
memberi kegiatan baru bagi anak-anak mulai hari senin sampai kamis. Kegiatan
dan remaja genteng untuk mengisi waktu pertama diadakan pukul 14.00-17.30
luang mereka pada sore hari dengan sedangkan untuk kegiatan taman belajar
belajar dan bermain. Pada sesi kedua dilaksanakan pada pukul
pendampingan taman belajar ini, 18.00-19.30 WIB. Selain itu, kita juga
Universitas Muhammadiyah Surabaya bekerja sama dengan orang tua dari
memberikan bantuan tim pengajar yang siswa agar terlibat aktif mendorong anak-
berjumlah sepuluh orang dari berbagai anak mengikuti kegiatan taman belajar
fakultas. Adapun mengenai yang dilaksanakan di balai RW ini. Untuk
matapelajaran yang diberikan beragam. mengetahui permasalahan dari taman
belajar ini, kami memberikan pelatihan
pengelolaan dan administratif terhadap
pengurus di balai. Ada pola komunikasi
yang dibangun dengan orang tua siswa.
Ketika salah seorang anak didik tidak
datang, maka orang tua memberikan
kabar terhadap taman belajar.
Pelatihan manajemen pengelola-
Gambar 1. Pendampingan taman belajar anak an taman belajar ini kami laksanakan dua
setiap sore hari di balai. kali, yaitu pada 09 agustus -10 agustus
2016. Dengan adanya pelatihan ini,
harapannya manajemen pengelolaan
Metode yang digunakan saat tamaba belajar menjadi lebih bagus.
proses pendampingan belajar siswa Selain itu adanya pelibatan orang tua
adalah partisipatoris kolektif. Satu orang siswa dalam partisipasi program ini, akan
pengajar mempunyai tanggung jawab memberikan warna baru untuk
terhadap tiga siswa. Mereka melakukan perkembangan taman belajar
transformasi pembelajaran dalam setiap kedepannya
kelompok, kemudian siswa bertanya
tentang kesulitan yang mereka alami
saat belajar. Pendampingan terhadap karang
taruna
Karang taruna merupakan
elemen penting dalam masayarakat. Jika
karang taruna mengalami ke vakuman
maka kegiatan di masyarakat juga akan
mati. Karang taruna merupakan
organisasi kepemudaan yang tumbuh
Gambar 2. Suasana taman belajar anak di balai RW 3 atas kesadaran, dan rasa tanggung
jawab sosial dari generasi muda, ia
Karena siswa yang belajar dibalai memiliki tanggung
ini cukup beragam karena berasal dari
94
49
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
50
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
dan organisasi kepemudaan. Anak-anak
lebih senang bermain game online Pendidikan Islam Vol. 8, Nomor 2,
dengan gadget. Dengan waktu luang
yang cukup banyak, sebenarnya Oktober 2014
memberikan peluang bagi mereka untuk Musyaddad, Khoirul. 2013. Problematika
membangun karakter, dengan asumsi Pendidikan Di Indonesia. Edu-Bio;
mendapatkan dukugan dan arahan dari
orang tua. Surabaya sebagai kota besar Vol. 4, Tahun 2013.
memiliki potensi yang rentan terhadap
permasalahan anak. Seperti di kelurahan Raharjo, Sabar Budi. 2012. Evaluasi
genteng surabaya. Potensi yang ada Trend Kualitas Pendidikan Di
belum bisa dimanfaatkan dengan baik.
Indonesia. Jurnal Penelitian dan
Adanya taman belajar yang selama ini
dilaksanakan di balai RW kurang Evaluasi Pendidikan. Tahun 16,
mendapatkan perhatian dari berbagai Nomor 2, 2012
pihak. Adanya karang taruna, merupakan
potensi yang sangat bagus. Pengabdian Suhartin. 2004. Mengatasi Kesulitan-
yang dilakukan dalam konteks ini yaitu
memberikan parenting kepada orang tua Kesulitan dalam Pendidikan Anak.
dan anak, menghidupkan dan Jakarta : Gunung Mulia
memberikan perbaikan pengelolaan
taman belajar, dan kerjsama untuk Zainuddin Maliki. 2010. Sosiologi
menghidupkn kembali karang taruna
sebagai entitas penting dalam pendidikan Pendidikan. Yogyakarta : Gajah
di masyarakat. Dengan terlaksananya Mada University Pers.
program pengabdian ini, permasalahan
pendidikan anak menjadi lebih baik, dan
masayarakat menjadi peka terhadap
masalah anak dan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Makro
Sosial dan Ekonomi Jawa Timur
Tahun 2006-2010.jSurabaya: BPS.
36
MATAPPA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
didik yang tidak memberikan apresiasi yang STKIP Andi Matappa seperti Salmiati,
positif terhadap peran dan fungsi bimbingan dan S.Pd.,M.Pd, Hasbahuddin, S.Pd.,M.Pd, dan
konseling di sekolah. Muh. Ilham Bakhtiar, S.Pd.,M.Pd.
Fenomena tersebut di atas, secara Untuk memecahkan masalah yang telah
umum terjadi di sekolah. siswa pada umunya diidentifikasi dan dirumuskan di atas, maka
lebih nyaman bercerita kepada teman sebaya pelaksanakan kegiatan pelatihan konselor
dibandingkan datang keruangan bimbingan dan sebaya dilaksanakan dengan menggunakan
konseling untuk mengkonsultasikan metode pelatihan dan pendampingan, dimana
permasalahan yang meraka hadapi. Hal ini pelaksanaan kedua metode tesebut dilakukan
menunjukkan bahwa ketika remaja dihadapkan dengan cara: a) Ceramah/Pemberian Informasi;
pada suatu permasalahan dalam proses Kegiatan ini dimulai dengam pemberian
pencapaian tugas perkembangannya, remaja informasi kepada peserta berkaitan dengan
tersebut membutuhkan sahabat yang mampu materi kegiatan dengan menggunakan metode
menemani tugas perkembangannya dengan cemarah. Kegiatan ini dilakukan dengan
baik dan dapat menyelesaikan masalah yang harapan siswa memiliki pemahaman yang baik
dialaminya secara bersama-sama melalui teman terkait dengan konselor sebaya agar terjadi
sebaya. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kesepahaman antara pemateri dengan peserta.
strategi pengelolaan bimbingan konseling yang Hal ini akan memudahkan nantinya dalam
baru untuk membantu siswa dalam pelaksanaan latihan/simulasi. b) Role Play;
memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Suatu bentuk permainan yang dirancang
Salah satu strategi yang dapat digunakan sedemikian rupa yang disusun dalam suatu
adalah dengan membentuk kelompok konselor skenario untuk memberi kesempatan kepada
sebaya. Hal ini dapat dipahami karena periode peserta melakukan suatu peran tertentu
remaja merupakan periode yang sangat dekat sehingga memperoleh pengalaman yang tidak
dengan peer group, membutuhkan pengakuan simbolik semata. Didalam role play, peserta
dari kelompok atau teman sebaya dan dituntut mampu menghayati suatu peran
membutuhkan identitas baru yang bisa tertentu, mencoba dan merasakan menjadi
meningkatkan harga dirinya (Hurlock, 2002). seseorang tertentu dalam suatu proses,
sehingga dapat lebih memahami prosesnya dan
METODE memiliki gambaran aplikasinya. Dalam kegiatan
role play peserta ditempatkan pada situasi
Kegiatan pelatihan konselor sebaya
dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bontoa menjadi konselor dan konseli untuk
Kabupaten Maros. Pelaksanaan kegiatan mendapatkan pengalaman baru dan nyata
tentang proses konseling sebaya. c) Focused
bertempat di Aula SMA Negeri 6 Bontoa, pada
Group Discussion (FGD); Suatu teknik diskusi
hari Sabtu, 27 Januari 2018.
Kelompok sarasan dalam kegiatan kelompok yang digunakan untuk mendapatkan
pelatihan konselor sebaya adalah siswa SMN gambaran dari berbagai pendapat atau opini
Negeri 6 Bontoa sebanyak 10 orang siswa yang terhadap permasalahan yang dihadapi. Para
diwakili oleh 2 orang siswa dari setiap kelas peserta dibagi dalam 3 kelompok untuk diminta
yang ada di SMA Negeri 6 Bontoa. Pemilihan mengemukakan pendapat-pendapatnya pada
siswa yang menjadi perwakilan setiap kelas suatu masalah tertentu secara terarah, tanpa
berdasarkan pada hasil analisi data sosiometri harus memecahkan masalah tersebut. Dalam
yang disebar terlebih dahulu sebelum kegiatan waktu antara 30 menit peserta diminta
pelatihan konselor sebaya berlangsung. Selain mendiskusikan masalah yang sudah dirancang
oleh pemateri (trainer), sehingga peserta
hasil analisis data sosiometri, salah satu yang
menjadi pertimbangan siswa yang menjadi mempunyai pemahaman baru tentang berbagai
sasaran dalam kegiatan pelatihan konselor masalah dari berbagai sudut pandang yang
sebaya adalah siswa yang memiliki indeks berbeda dari setiap peserta. d) Simulasi dan
Latihan; Hampir sama dengan role play, tetapi
prestasi yang tinggi dibandingkan dengan
teman-teman yang lainnya yang ada di dalam peserta memerankan dirinya sendiri. Didalam
kelas dan diharapkan adanya keterwakilan simulasi, proses pelaksanaannya adalah
siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan siswa memerankan suatu situasi nyata yang akan
yang berjenis kelamin perempuan. Adapun yang dihadapi peserta dimasa yang akan datang.
menjadi instruktur dalam kegiatan ini adalah Seorang peserta diminta untuk melakukan
dosen-dosen Prodi Bimbingan dan Konseling proses konseling sebaya, dimana salah seorang
37
Vol 1 No 1, Maret 2018
Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
peserta berperan Achmad
sebagai seorang konselor dan kelompok konselor sebaya, kelompok konselor
satu peserta lainnya berperan sebagai konseli akan diberi kesempatan melakukan kegiatan
yang memiliki suatu permasalahan, konseling sebaya di sekolah, f) Evaluasi; Tim
sedangankan peserta lain berpera sebagai pengabdian masyarakat bersama-sama
penonton. Proses simulasi itu berlangaung mengadakan evaluasi terhadap kegiatan
secara bergiliran, sehingga semua peserta akan pelatihan dan pendampingan kegiatan, evaluasi
terlibat dalam proses simulasi. e) Refleksi; juga dilakukan secara bersama-sama dengan
Kegiatan ini merupakan bagian dari evaluasi kelompok konselor sebaya untuk melihat
kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui kemajuan dan penerapan konseling sebaya di
tingkat pemahaman peserta terkait dengan sekolah dan perumusan pengembangan
materi kegiatan konselor sebaya. Dalam kegiatan dan perluasan kelompok di masa
kegiatan ini, pemateri melontarkan pertanyaan depan.
kepada peserta terkait dengan rangkaian
pelaksanaan kegiatan berkaitan dengan kesan
dan pesan terhadap pelaksanaan kegiatan HASIL DAN PEMBAHASAN
konselor sebaya.
Langkah-langkah kegiatan konselor
sebaya melalui beberapa tahapan yaitu : a) Kegiatan pelatihan konselor sebaya telah
Persiapan; Tim pengabdian penjelasan kepada dilaksanakan dengan baik sesuai rencana yang
pihak sekolah mengenai rencana program atau telah disiapkan. Pelaksanaan Kegiatan dimulai
kegiatan pembentukan kelompok konselor dengan melalui tahapan sebagai berikut:
sebaya. b) Sosialisasi; Tim pengabdian Persiapan Kegiatan ini memerlukan
masyarakat menjelaskan tentang berbagai waktu yang lebih lama dalam persiapan
kegiatan yang akan diikuti dan juga berkaitan pelaksanaannya untuk menjamin tingkat
dengan mekanisme pelaksanaan kegiatan, kesuksesan dalam seluruh program kegiatan
mulai dari proses pendaftaran, penentuan tersebut. Adapun persiapan yang dilakukan
peserta yang akan dilibatkan dalam meliputi : a) Menentukan lokasi (sekolah yang
pelaksanaan kegiatan konselor sebaya dan menjadi mitra pengabdian masyarakat) dan
membuat kesepakatan dengan masing-masing menentukan peserta yang menjadi sasaran
peserta untuk terlibat secara aktif serta pelaksanaan kegiatan konselor sebaya. b)
bertanggung jawab dalam mengembangkan Melakukan sosialisasi terhadap mitra kegiatan
dan untuk memastikan keberlangsungan kegiatan ini
merealisasikan dengan mengungkapkan time schedule dan hal-
pelaksanaan konselor sebaya yang akan hal yang menjadi konsekuensi kegiatan
terbentuk atau bisa menjadi suatu komunitas tersebut,
(agen) perubahan di sekolah. c) Pelatihan c) Melakukan koordinasi dan TOT (training for
dasar; Siswa yang telah terdaftar sebagai calon trainer) tentang pelatihan konseling sebaya
konselor sebaya akan di assessment dulu kepada tim mahasiswa yang akan membantu
tentang motivasi dan karakteristik program pengabdian ini secara berkelanjutan.
kepribadiannya serta kemampuan dasarnya Tim mempersiapkan 5 mahasiswa untuk
sebagai calon konselor, siswa akan diundang menjadi trainer dan pendamping kegiatan
mengikuti pelatihan dasar konseling sesuai konseling sebaya, d) Mempersiapkan materi
dengan agenda kegiatan yang telah disepakati, pelatihan dan pembuatan modul konseling
kegiatan pelatihan ini tidak dilakukan dalam satu sebaya yang akan diberikan kepada seluruh
kali pelatihan tetapi bertahap dengan tujuan peserta dan mitra kegiatan.
terbentuknya kemampuan konseling secara Pelaksanaan Dalam tahap pelaksanaan
menyeluruh sesuai dengan kebutuhan, semua kegiatan pengabdian masyarakat ini sesuai
peserta akan mendapatkan sertifikat mengikuti dengan rencana pelaksanaan dan kesepakatan
pelatihan bimbingan dan konseling dan setelah dengan mitra kegiatan. Tahapan kegiatan
selesai pelatihan para peserta diminta belajar tersebut antara lain: a) Pembuatan modul
aplikasi di sekolah. d) Pelatihan lanjutan; Tim konseling sebaya; Kegiatan ini bertujuan untuk
pengabdian memberikan pelatihan lanjutan memberikan bekal kepada peserta agar dapat
dengan fokus pada pembentukan keterampilan melakukan kegiatan konseling sebaya dengan
dan kemampuan seorang konselor, materi lebih praktis. Modul ini berisikan tentang
pelatihan akan disesuaikan dengan para siswa petunjuk praktis dalam melakukan konseling
di sekolah sesuai dengan hasil evaluasi pasca sebaya disertai dengan gambar praktek
pelatihan dan praktek di lapangan. e) konseling dan lampiran contoh proses
Pendampingan; Tim pengabdian mengadakan konseling. Disamping itu modul juga dilengkapi
pendampingan kepada dengan contoh kasus masalah remaja beserta
petunjuk cara menyelesaikannya melalui
konseling
38
MATAPPA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
sebaya. Modul ini diberikan kepada seluruh dimaksudkan untuk memberikan penguatan
peserta dan pengurus panti asuhan sebagai secara psikososial agar konselor sebaya dapat
mitra kegiatan pengabdian ini. Diharapkan dengan mandiri dan percaya diri melakukan
modul ini dapat dijadikan referensi bagi kegiatan konseling. Selain itu kegiatan
pelaksanaan konseling sebaya untuk pendampingan juga digunakan untuk melakukan
memudahkan pengembangan kelompok sharing terhadap permasalahan yang dihadapi
konseling sebaya di Kota Malang. b) Pelatihan konseli dan permasalahan individu dalam
dasar; Kegiatan berikutnya adalah melakukan melakukan kegiatan konseling. Program
pelatihan dasar konseling sebaya untuk mitra pendampingan dilakukan selama 3 kali sesuai
kegiatan. Tujuan dari kegiatan ini adalah: dengan kesepakatan mitra untuk memberikan
Memperkenalkan program konseling sebaya pendampingan terhadap kegiatan konseling di
sebagai alternatif pemecahan masalah (problem lokasi masing– masing. Kegiatan ini juga
solving) bagi para remaja, Memberikan dimaksudkan untuk menjalin komunikasi yang
pengetahuan dan pemahaman tentang proses lebih baik antara konselor, tim pengabdian
konseling sebaya, Membentuk karakteristik (mentor) dan pihak kampus, agar kerjasama
dasar seorang konselor sebaya, Meningkatkan yang dilakukan ini dapat berkesinambungan
kepekaan terhadap lingkungan sekitar, untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Membantu pengurus panti asuhan dalam Disamping itu kegiatan ini juga untuk melakukan
mengelola berbagai permasalahan yang ada di tindakan prevensi terhadap perilaku negatif yang
tempat tersebut melalui program konseling mungkin muncul dalam diri siswa dan
sebaya. c) Pelatihan lanjutan, Sesuai dengan memberikan pencerahan terhadap
tujuan dilakukannya kegiatan pengabdian ini perkembangan informasi psikososial di luar.
dan hasil evaluasi dari pelatihan dasar konseling Faktor Pendorong dan Penghambat.
sebaya, maka dibutuhkan adanya pelatihan Berdasarkan evaluasi pelaksanaan dan hasil
lanjutan. Kegiatan ini bertujuan untuk; kegiatan dapat diidentifikasi faktor pendukung
Meningkatkan kompetensi dan keterampilan dan penghambat dalam melaksanakan program
peserta dalam kegiatan konseling sebaya, pengabdian pada masyarakat ini. Secara garis
Membentuk karakter remaja (konselor sebaya) besar faktor pendukung dan penghambat
yang sesuai dengan kebutuhan program tersebut adalah sebagai berikut:
konseling, Menyebarluaskan teknik konseling Faktor pendukung; a) Tersedia tenaga
sebaya sebagai salah satu alternatif pemecahan ahli yang memadai dalam pengembangan
masalah bagi remaja. Pelatihan lanjutan modul pelatihan konselor sebaya, b) Antusiasme
dibutuhkan dalam rangka melakukan identifikasi siswa yang cukup tinggi untuk mengikuti
permasalahan yang dirasakan dan dijumpai kegiatan konselor sebaya, c) Dukungan kepala
dalam aplikasi kegiatan konseling sebaya. sekolah SMA Negeri 6 Bontoa yang menyambut
Disamping itu pelatihan ini juga diharapkan oleh baik pelaksanaan kegiatan pelatihan dan
mitra kegiatan untuk meningkatkan penguasaan membantu tim pengabdi mengorganisasikan
materi dan aplikasi konseling sebaya agar dapat waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan, d)
diterapkan dengan baik sesuai kaidah di tempat Ketersediaan dana pendukung dari fakultas
masing-masing, sehingga dalam kegiatan ini guna penyelenggaraan kegiatan pengabdian
banyak dilakukan role play dan simulasi pada masyarakat ini.
kegiatan konseling. d) Pendampingan; Program Faktor penghambat; a) Siswa peserta
pendampingan merupakan kegiatan yang pelatihan masih banyak yang belum memiliki
disusun sebagai sebuah paket kegiatan untuk pengetahuan awal tentang konselor sebaya, b)
memastikan bahwa peserta melakukan kegiatan Keterbatasan waktu untuk pelaksanaan
konseling dan memiliki kemampuan dasar yang pelatihan sehingga beberapa materi tidak dapat
dibutuhkan saat melakukan konseling sebaya. disampaikan secara detil, c) Daya tangkap para
Disamping itu kegiatan ini juga untuk peserta yang bervariasi, ada yang cepat namun
menjembatani informasi terbaru berkaitan juga ada yang lambat sehingga waktu yang
dengan permasalahan yang dihadapi oleh digunakan kurang maksimal.
teman- teman sebayanya dan permasalahan Hasil kegiatan pelatihan konselor
individual saat melakukan kegiatan konseling, sebaya secara garis besar mencakup beberapa
sehingga tim pengabdian masyarakat dapat komponen antara lain: a) Keberhasilan target
menyusun langkahlangkah baru dan membantu jumlah peserta pelatihan, b) Ketercapaian tujuan
penyelesaian masalah yang dihadapi oleh pelatihan, c) Ketercapaian target materi yang
peserta dan mitra. Program pendampingan
39
Vol 1 No 1, Maret 2018
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
telah direncanakan, d) Kemampuan peserta sekolah relatif kurang memadai sehingga siswa
dalam penguasaan materi tidak mempunyai pemahaman yang benar
Target peserta kegiatan telah tentang unit tersebut. c) Pelatihan telah mampu
direncanakan sebelumnya adalah 10 orang atau memberikan kesempatan individu memperbaiki
2 orang perwakilan setiap kelas dari karakter (positif) sesuai dengan kompetensi
keseluruhan jumlah kelas yang ada di SMA yang dibutuhkan oleh seorang konselor.
Negeri 6 Bontoa. Dalam pelaksanaannya, Karakter tersebut antara lain : mau
kegiatan ini diikuti oleh 10 orang siswa yang mendengarkan, empati, suka menolong (tidak
menjadi perwakilan dari setiap kelas siswa di egois), proaktif, kreatif dalam menyelesaikan
SMA Negeri 6 Bontoa. Hal ini menunjukkan masalah dan kesediaan untuk memikirkan masa
bahwa kegiatan pelatihan konselor sebaya depan dengan lebih jelas (Prakoso & Wahyuni,
dikatakan berhasil/sukses. 2015). Kompetensi yang dimiliki mampu
Ketercapaian pendampingan konselor mencegah timbulnya perilaku negatif lainnya
sebaya secara umum sudah baik, namun yang dimiliki oleh sebagian remaja. d)
keterbatasan waktu yang disiapkan Timbulnya kemampuan baru dalam aspek
mengakibatkan tidak semua materi kegiatan psikososial yang selama ini kurang berkembang
pelatihan konselor sebaya dapat disampikan yaitu memahami diri dan orang lain serta mau
secara detil. Namun dilihat dari hasil latihan terlibat dalam masalah yang dihadapi orang lain.
para peserta yang secara garis besarnya Di pihak sekolah mulai muncul gerakan
mereka sudah dapat melaksanakan konselor mengembangkan kegiatan lain selain konseling,
sebaya sesuai dengan tahapak dan teknik yaitu mengoptimalkan kegiatan bimbingan untuk
pelaksanaan konseling maka dapat disimpulkan menjembatani dan menghilangkan persepsi
tujuan pelaksanaan kegiatan pelatihan konselor negatif terhadap bimbingan dan konseling dan
sebaya dapat tercapai. terbentuknya komunitas konselor sebaya yang
Ketercapaian terget materi pada dapat menjadi agen perubahan bagi teman-
kegiatan pelatihan konselor sebaya cukup baik, temannya di sekolah.
karena materi pelatihan konselor sebaya telah
dapat disampaikan secara keseluruhan. Materi
pelatihan yang telah disampaikan adalah: a)
Konsep dasar konselor sebaya, b) Konsep
dasar masalah dan jenis-jenisnya, c)
Keterampilan dasar konseling, d) Bimbingan dan
konseling kelompok
Kemampuan peserta dilihat dari
penguasaan materi masih kurang dikarenakan
waktu yang singkat dalam penyampaian materi
dan kemampuan para peserta yang berbeda-
beda. Hal ini disebabkan jumlah materi yang
banyak hanya disampaikan dalam waktu sehari
sehingga tidak cukup waktu bagi para peserta
untuk memahami dan mempraktekkan secara
lengkap semua materi yang diberikan. Kendati Gambar 1: Pembukaan Kegiatan
demikian kegiatan ini masih dilanjutkan dengan
kegiatan pendampingan oleh mahasiswa yang
ikut dilibatkan dalam Tim pengabdian kepada
masyarakat, sehingga peserta dapat
melanjutkan proses latihan konselor sebaya.
Melalui proses pendampingan tersebut
memberikan kontribusi positif bagi peserta
kegiatan. Adapun kontribusi yang dimaksudkan
antara lain: a) Kegiatan yang dilakukan telah
mampu memberikan kontribusi positif terhadap
remaja telah mampu membuka wawasan baru
terhadap fungsi dan peran bimbingan konseling
di sekolah. b) Sosialisasi keberadaan bimbingan
dan konseling yang telah dilakukan pihak Gambar 2: Tim Memberikan materi kepada
peserta
40
MATAPPA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
Achmad Hidayatullah /Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.1, No.1, Februari 2017 Hal 45 – 51
41
Gambar 3: Tim Memberikan materi kepada peserta
42
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran yakni:
a) Waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian perlu ditambah agar tujuan kegiatan dapat tercapai
sepenuhnya, tetapi dengan konsekuensi penambahan biaya pelaksanaan. Oleh karena itu biaya
pengabdian kepada masyarakat sebaiknya tidak sama antara beberapa tim pengusul proposal,
mengingat khalayak sasaran yang berbeda pula. b) Adanya kegiatan lanjutan yang berupa pelatihan
sejenis selalu diselenggarakan secara periodik sehingga dapat menciptakan suatu komuniatas
konselor seabaya di sekolah- sekolah sekaligus sebagai bagian penyelenggaran layanan bimbingan
dan konseling di sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Aryani, F. (2013). Program Konselor Sebaya.
Makassar: UNM
Agnis, D. S & dkk. 2014. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku
Bullying Siswa di Sekolah. Jurnal Sosietas Vol. 5 No. 1. h. 3
Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkembangan, terj. Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Mardiana, Annisa Rizka. 2012. Studi Tentang Persepsi Siswa Pada Layanan Bimbingan Dan
Konseling Dismk Se-Kecamatan Sukomanunggal Surabaya. Jurnal BK UNESA,
Volume 3 Nomer 1,72-8072
Shohib, M, dkk. 2016. Pendampingan Kelompok Sebaya di Kota Batu. Jurnal Dedikasi. Volume 13,
34-38
Wahyudin. 2013. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dengan
Minat untuk Melakukan Konseling di Sekolah SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta,
43