Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH INFEKSI OPORTUNISTIK

Mata Ajar
Dosen : Juniarsih

DISUSUN OLEH :

SARI ISTIQOMAH (1601026)

S1- Ilmu Keperawatan A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN 2016/2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit terkadang dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit lain. Bahkan


penyakit penyerta, seringkali terdiagnosis lebih dari satu gejala klinis. Dan tak sedikit
dari penyakit penyerta itu sama gawatnya dengan penyakit utama. Oleh karenanya tak
heran bila penatalaksanaanya semakin rumit, baik dari diagnosa, terapi hingga
membengkaknya biaya pengobatan.
Prof. Dr. Herdiman Theodorus Pohan, SpPD-KPTI, DTM&H, pada orasi
pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, di Auditorium FKUI, 21 Januari lalu. Menurutnya
infeksi oportunistik didefinisikan sebagai suatu infeksi yang timbul akibat penurunan
kekebalan tubuh. Infeksi ini dicetuskan oleh mikroba maupun karena reaktivasi
infeksi laten, yang dalam keadaan normal terkendali oleh sistem kekebalan tubuh..
Gambaran klinis penderita AIDS sangat bervariasi, dari gambaran klinis ringan
hingga berat yang berpotensi menyebabkan kematian. Penderita AIDS dapat
mengalami infeksi oportunistik ataupun mengalami keganasan/neoplasma seperti
sarkoma kaposi atau limfoma yang berujung kematian. "Infeksi oportunistik
menyebabkan kematian pada lebih dari 90 persen Odha."

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari IO

2. Agar mengerti dasar dari IO

3. Agar mengetahui jenis – jenis IO

4. Agar mengetahui cara mencegah IO

5. Agar mengetahui bagaimana Pengobatan IO ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Oportunistik ( IO )


Infeksi oportunistik adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang
biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang normal, tetapi dapat menyerang orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
buruk. Mereka membutuhkan “kesempatan” untuk menginfeksi seseorang.Dalam
tubuh anda terdapat banyak kuman – bakteri, protozoa, jamur dan virus. Saat sistim
kekebalan anda bekerja dengan baik, sistim tersebut mampu mengendalikan kuman-
kuman ini. Tetapi bila sistim kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau oleh
beberapa jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai lagi dan dapat menyebabkan
masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaat dari lemahnya pertahanan
kekebalan tubuh disebut “oportunistik”. Kata “infeksi oportunistik” sering kali
disingkat menjadi “IO”.

B. Dasar IO
Kita dapat terinfeksi IO, dan "dites positif" untuk IO tersebut, walaupun tidak
mengalami penyakit tersebut. Misalnya, hampir setiap orang dengan HIV akan
menerima hasil tes positif untuk sitomegalia (Cytomegalovirus atau CMV). Tetapi
penyakit CMV itu sendiri jarang dapat berkembang kecuali bila jumlah CD4 turun di
bawah 50, yang menandakan kerusakan parah terhadap sistem kekebalan. Untuk
menentukan apakah terinfeksi IO, darah dapat dites untuk antigen (potongan kuman
yang menyebabkan IO) atau untuk antibodi (protein yang dibuat oleh sistem
kekebalan untuk memerangi antigen). Bila antigen ditemukan artinya terinfeksi.
Ditemukan antibodi berarti pernah terpajan infeksi. Mungkin pernah menerima
imunisasi atau vaksinasi terhadap infeksi tersebut, atau sistem kekebalan anda
mungkin telah "memberantas" infeksi dari tubuh, atau mungkin terinfeksi. Jika
terinfeksi kuman yang menyebabkan IO, dan jika jumlah CD4 cukup rendah
sehingga memungkinkan IO berkembang, dokter akan mencari tanda penyakit aktif.
Tanda ini tergantung pada jenis IO.
Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengalami IO jika sistem
kekebalannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker
dapat menekan sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker
dapat mengalami IO. HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat
berkembang. Jika anda terinfeksi HIV dan mengalami IO, mungkin AIDS.
C. Jenis – jenis IO
Ada beberapa jenis IO yang paling umum, yaitu :

1) Kandidiasis (Thrush)
Kandidiasis adalah infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang dengan
HIV. Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut kandida.
Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistim kekebalan
tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa menyebabkan
penyakit pada mulut, tenggorokan dan vagina. Infeksi oportunistik ini dapat
terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum infeksi oportunistik lain yang lebih
berat. Pada mulut, penyakit ini disebut thrush.
Bila infeksi menyebar lebih dalam pada tenggorokan, penyakit yang timbul
disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa, atau bintik
merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit menelan, mual,
dan hilang nafsu makan. Kandidiasis berbeda dengan sariawan, walaupun orang
awan sering menyebutnya sebagai sariawan. Kandidiasis pada vagina disebut
vaginitis. Penyakit ini sangat umum ditemukan. Gejala vaginitis termasuk gatal,
rasa bakar dan keluarnya cairan kental putih.
Pengobatan Kandidiasis : Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menjaga
supaya kandida tetap seimbang. Bakteri yang biasa ada di tubuh juga dapat
membantu mengendalikan kandida. Beberapa antibiotik membunuh bakteri
pengendali ini dan dapat menyebabkan kandidiasis. Mengobati kandidiasis tidak
dapat memberantas raginya. Pengobatan akan mengendalikan jamur agar tidak
berlebihan. Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan
pada tempat infeksi. Pengobatan sistemik mempengaruhi seluruh tubuh. Banyak
dokter lebih senang memakai pengobatan lokal terlebih dahulu. Ini menimbulkan
lebih sedikit efek samping dibanding pengobatan sistemik. Selain itu risiko
kandida menjadi resistan terhadap obat lebih rendah. Obat-obatan yang dipakai
untuk memerangi kandida adalah obat antijamur. Hampir semua namanya diakhiri
dengan '-azol'.

Pengobatan lokal termasuk:

a. olesan
b. supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis
c. cairan lozenge yang dilarutkan dalam mulut

Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat.


Pengobatan yang paling murah untuk kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat
ini dioleskan di tempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Obat yang
sangat murah ini dapat diperoleh dari puskesmas atau apotek tanpa resep.
Pengobatan sistemik diperlukan jika pengobatan lokal tidak berhasil, atau jika
infeksi menyebar pada tenggorokan (esofagitis). Beberapa obat sistemik tersedia
dalam bentuk pil. Efek samping yang paling umum adalah mual, muntah dan sakit
perut. Kurang dari 20 persen orang mengalami efek samping ini. Kandidiasis
dapat kambuhan. Beberapa dokter meresepkan obat anti-jamur jangka panjang. Ini
dapat menyebabkan resistansi. Ragi dapat bermutasi sehingga obat tersebut tidak
lagi berhasil. Beberapa kasus parah tidak menanggapi obat-obatan lain.
Amfoterisin B mungkin dipakai. Obat ini yang sangat manjur dan beracun, dan
diberi secara intravena (disuntik). Efek samping utama obat ini adalah masalah
ginjal dan anemia (kurang darah merah). Reaksi lain termasuk demam, panas
dingin, mual, muntah dan sakit kepala. Reaksi ini biasa membaik setelah beberapa
dosis pertama.

2) Virus Sitomegalia (CMV)

Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi oportunistik. Virus


ini sangat umum. Antara 50 persen sampai 85 persen masyarakat Amerika Serikat
adalah CMV-positif waktu mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk Indonesia
belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat menahan virus ini agar tidak
mengakibatkan penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV
dapat menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan
oleh bebagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART) sudah
mengurangi angka penyakit CMV pada Odha sampai dengan 75 persen. Namun,
kurang-lebih 5 persen Odha masih mengembangkan CMV. Penyakit yang paling
lazim disebabkan CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah kematian sel pada
retina, bagian belakang mata. Ini secara cepat dapat menyebabkan kebutaan jika
tidak diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksikan
beberapa organ sekaligus. Risiko CMV tertinggi waktu jumlah CD4 di bawah 50.
CMV jarang terjadi dengan jumlah CD4 di atas 100. Tanda pertama retinitis CMV
adalahmasalah penglihatan seperti titik hitam yang bergerak. Ini disebut 'floater'
(katung-katung) dan mungkin menunjukkan adanya radang pada retina. Anda juga
mungkin akan melihat cahaya kilat, penglihatan yang kurang atau terdistorsi, atau
titik buta. Beberapa dokter mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui
adanya retinitis CMV. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah
CD4 anda dibawah 200 dan anda mengalami masalah penglihatan apa saja,
sebaiknya anda langsung menghubungi dokter. Beberapa Odha yang baru saja
mulai memakai ART dapat mengalami radang dalam mata, yang menyebabkan
kehilangan penglihatan. Masalah ini disebabkan oleh sindrom pemulihan
kekebalan. Sebuah penelitian baru beranggapan bahwa orang dengan CMV aktif
lebih mudah menularkan HIV-nya pada orang lain.
Pengobatan CMV : Pengobatan pertama untuk CMV meliputi infus setiap
hari. Karena harus diinfus setiap hari, sebagian besar orang memasang 'keran' atau
buluh obat yang dipasang secara permanen pada dada atau lengan. Dulu orang
dengan penyakit CMV diperkirakan harus tetap memakai obat anti-CMV seumur
hidup. Pengobatan CMV mengalami kemajuan dramatis selama beberapa tahun
terakhir ini. Saat ini ada tujuh jenis pengobatan CMV yang telah disetujui oleh
FDA di AS. ART dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Pasien dapat
berhenti memakai obat CMV jika jumlah CD4-nya di atas 100 hingga 150 dan
tetap begitu selama tiga bulan.

Namun ada dua keadaan yang khusus:

a. Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang parah


pada mata Odha walaupun mereka tidak mempunyai penyakit CMV
sebelumnya. Dalam hal ini, biasanya pasien diberikan obat anti-CMV
bersama dengan ART-nya.
b. Bila jumlah CD4 turun di bawah 50, risiko penyakit CMV meningkat.

3) MAC (Mycobacterium Avium Complex)

Mycobacterium Avium Complex(MAC) adalah penyakit berat yang disebabkan


oleh bakteri umum. MAC juga dikenal sebagai MAI (Mycobacterium Avium
Intracellulare). Infeksi MAC bisa lokal (terbatas pada satu bagian tubuh) atau
tersebar luas pada seluruh tubuh (DMAC). Infeksi MAC sering terjadi pada paru,
usus, sumsum tulang, hati dan limpa. Bakteri yang menyebabkan MAC sangat
lazim. Kuman ini ditemukan di air, tanah, debu dan makanan. Hampir setiap orang
memiliki bakteri ini dalam tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
mengendalikan MAC, tetapi orang dengan sistem kekebalan yang lemah dapat
mengembangkan penyakit MAC. Hingga 50 persen Odha mengalami penyakit
MAC, terutama jika jumlah CD4 di bawah 50. MAC hampir tidak pernah
menyebabkan penyakit pada orang dengan jumlah CD4 di atas 100.
Tanda dan gejalah MAC : Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi, panas
dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia (kurang
sel darah merah). Jika MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat
menyebabkan infeksi darah, hepatitis, pneumonia, dan masalah berat lain. Gejala
seperti ini juga merupakan gejala banyak infeksi oportunistik lain. Jadi, dokter
kemungkinan akan memeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk mencari bakteri
MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang tumbuh
padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, perlu beberapa minggu. Bahkan jika
anda terinfeksi MAC, sulit menemukan bakteri MAC. Jika jumlah CD4 anda di
bawah 50, dokter mungkin mengobati anda seolah-olah anda MAC, walaupun
tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi MAC sangat umum terjadi tetapi
sulit didiagnosis.
Pengobatan MAC : Bakteri MAC dapat bermutasi dan menjadi resisten
terhadap beberapa obat yang dipakai untuk mengobatinya. Dokter memakai
kombinasi obat antibakteri (antibiotik) untuk mengobati MAC. Sedikitnya dua
obat dipakai: biasanya azitromisin atau klaritromisin ditambah hingga tiga obat
lain. Pengobatan MAC harus diteruskan seumur hidup, agar penyakit tidak
kembali (kambuh). Orang akan bereaksi secara berbeda terhadap obat anti-MAC.
anda dan dokter mungkin harus mencoba berbagai kombinasi sebelum anda
menemukan satu kombinasi yang berhasil untuk anda dan menyebabkan efek
samping sedikit mungkin. Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya
adalah:

a. Amikasin: masalah ginjal dan telinga; disuntikkan.


b. Azitromisin: Mual, sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau
diinfus.
c. Siprofloksasin: mual, muntah, diare; bentuk tablet atau
diinfus;
d. Klaritromisin: mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk
kapsul atau diinfus. Catatan: Dosis maksimum 500mg per
hari.
e. Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan; bentuk
tablet.
f. Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk tablet. Banyak
interaksi obat.
g. Rifampisin: demam, panas dingin, sakit tulang atau otot;
dapat menyebab air seni, keringat dan air ludah menjadi
berwarna merah-oranye (dapat mewarnai lensa kontak);
dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi obat.

4) PCP (Pneumonia Pneumocystis)

Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling


umum terjadi pada orang HIV-positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85 persen
orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP
menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua
penyakit PCP dapat dicegah dan diobati. PCP disebabkan oleh jamur yang ada
dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis
carinii, tetapi para ilmuwan kini menggunakan nama Pneumocystis jiroveci,
namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP.
Sistim kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP
menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa dengan sistim
kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru,
menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di
bawah 200 mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang
dengan jumlah CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko.
Sebagian besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah,
kehilangan berat badan, dan kemungkinan akan kembali mengalami penyakit PCP
lagi. Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak.
Siapa pun dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun, semua
Odha dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas pencegahan PCP
dengan dokter.
Pencegahan PCP : Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan memakai
terapi antiretroviral (ART). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat
mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP.
ART dapat meningkatkan jumlah CD4 anda. Jika jumlah ini melebihi 200 dan
bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin anda dapat berhenti memakai obat
pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP murah dan
mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan
pengobatan sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300. Anda harus
berbicara dengan dokter anda sebelum anda berhenti memakai obat apa pun yang
diresepkan.
Pengobatan PCP : Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai untuk mencegah
PCP pada pasien kanker dengan sistim kekebalan yang lemah. Tetapi pada 1985
sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat mencegah PCP
pada Odha. Keberhasilan dalam pencegahan dan pengobatan PCP sangat dramatis.
Persentase Odha yang mengalami PCP sebagai penyakit yang mendefinisikan
AIDS dipotong kurang lebih separoh, seperti juga PCP sebagai penyebab
kematian Odha.Obat yang dipakai untuk mengobati PCP mencakup
kotrimoksazol, dapson, pentamidin, dan atovakuon.

1. Kotrimoksazol (TMP/SMX) adalah obat anti-PCP yang


paling efektif. Ini adalah kombinasi dua antibiotik:
trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMX).
2. Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan
hampir seefektif kotrimoksazol melawan PCP.
3. Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol
untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara
intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif.
4. Atovakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus
PCP ringan atau sedang yang tidak dapat memakai
kotrimoksazol atau pentamidin.

Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga
murah, dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari satu pil sehari. Namun,
bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separo orang
yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-
kadang demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai
gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak
muncul lagi. Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi.
Pasien mulai dengan dosis obat yang sangat rendah dan kemudian
meningkatkan dosisnya hingga dosis penuh dapat ditahan. Mengurangi dosis
dari satu pil sehari menjadi tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi
kotrimoksazol, dan tampak sama berhasilnya. Karena masalah alergi yang
disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan efek samping dari beberapa obat
antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau
lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyebabnya
dapat lebih mudah diketahui.

Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol, dan


harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak
lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di
Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan nebulizer,
mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara
langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45
menit. anda dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang
memakai pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang
yang memakai pil antibiotik.

5) Toksoplasmosis

Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit


Toxoplasma gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan
mengambil semua nutrisi dari induknya. Parasit tokso sangat umum ditemukan
pada tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemu
dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut
dapat masuk ke tubuh waktu anda menghirup debu. Hingga 50 persen penduduk
terinfeksi tokso. Sistim kekebalan tubuh yang sehat dapat mencegah agar tokso
tidak mengakibatkan penyakit ini. Tokso tampaknya tidak menular dari
manusia ke manusia. Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah
infeksi pada otak (ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh
lain. Tokso dapat menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi
waktu jumlah CD4 di bawah 100. Gejala pertama tokso termasuk demam,
kekacauan, kepala nyeri, disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran
dan kejang-kejang. Tokso biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadap T.
gondii. Perempuan hamil dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada
bayinya.
Tes antibodi tokso menunjukkan apakah anda terinfeksi tokso. Hasil
positif bukan berarti anda menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes
negatif berarti anda tidak terinfeksi tokso. Pengamatan otak (brain scan) dengan
computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI
scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip
dengan pengamatan untuk infeksi oportunistik yang lain. MRI scan lebih peka
dan mempermudah diagnosis tokso.
Pengobatan Toksoplasmosis : Tokso diobati dengan kombinasi
pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
Parasit tokso membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat
pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat pemakaiannya.
Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-5g sulfadiazin per
hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat
mengakibatkan anemia. Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat
(semacam vitamin B) untuk mencegah anemia.
Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Lebih dari 80 persen
orang menunjukkan perbaikan dalam 2-3 minggu. Tokso biasanya kambuh
setelah peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso seharusnya terus
memakai obat antitokso dengan dosis pemeliharaan yang lebih rendah. Jelas
orang yang mengalami tokso sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART)
secepatnya, dan bila CD4 naik di atas 200 lebih dari enam minggu, terapi tokso
sudah diselesaikan dan bila tidak ada gejala tokso lagi, terapi pemeliharaan
tokso dapat dihentikan.

6) Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB


biasanya mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga
mempengaruhi organ tubuh lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di
bawah 200. TB adalah penyakit yang sangat parah di seluruh dunia. Hampir
sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB, tetapi sistem kekebalan tubuh yang
sehat biasanya dapat mencegah penyakit aktif.
Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri TB dalam paru. Ada dua jenis TB aktif. TB primer baru
terjadi setelah anda terinfeksi TB untuk pertama kali. Keaktifan kembali TB
terjadi pada orang yang sebelumnya terinfeksi TB. Jika sistem kekebalan
tubuhnya melemah, TB dapat lolos dari tuberkel dan mengakibatkan penyakit
aktif. Kebanyakan kasus TB pada orang dengan HIV diakibatkan keaktifan
kembali infeksi TB sebelumnya. TB aktif dapat menyebabkan gejala berikut:
batuk lebih dari tiga minggu; hilang berat badan; kelelahan terus menerus;
keringat basah kuyup pada malam hari; dan demam, terutama pada sore hari.
Gejala ini mirip dengan gejala yang disebabkan PCP, tetapi TB dapat terjadi
pada jumlah CD4 yang tinggi. TB ditularkan melalui udara, waktu seseorang
dengan TB aktif batuk atau bersin. Anda dapat mengembangkan TB secara
mudah jika anda pada tahap infeksi HIV lanjut. Anda dapat terinfeksi TB pada
jumlah CD4 berapa pun.
TB dan HIV: pasangan yang buruk . Banyak jenis virus dan bakteri
hidup di tubuh anda. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan
kuman ini agar mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan
sistem kekebalan, kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO).
Angka TB pada Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk
orang yang tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena
HIV. TB dapat merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan
memperburuk infeksi HIV. Karena itu, penting bagi orang dengan HIV untuk
mencegah dan mengobati TB.
Bagaimana cara mendiagnosis TB??? Ada tes kulit yang sederhana
untuk TB. Sebuah protein yang ditemukan pada bakteri TB disuntik pada kulit
lengan. Jika kulit anda bereaksi dengan bengkak, itu berarti anda kemungkinan
terinfeksi bakteri TB. Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem
kekebalan anda, anda mungkin tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit,
walaupun anda terinfeksi TB. Kondisi ini disebut 'anergi'. Oleh karena masalah
ini, dan karena kebanyakan orang di Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes
kulit sekarang jarang dipakai di sini. Jika anda anergi, pembiakan bakteri dari
dahak (lihat alinea berikut) adalah cara terbaik untuk diagnosis TB aktif.
Pengobatan TB : Jika anda terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami
penyakit aktif, kemungkinananda diobati dengan isoniazid (INH) untuk
sedikitnya enam bulan, atau dengan INH plus satu atau dua obat lain untuk tiga
bulan. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2001 menunjukkan bahwa terapi
kombinasi lebih efektif dibandingkan INH sendiri. INH dapat menyebabkan
masalah hati, terutama pada perempuan. Jika mengalami TB aktif, diobati
dengan antibiotik. Karena bakteri TB dapat menjadi kebal (resisten) terhadap
obat tunggal, anda akan diberi kombinasi antibiotik. Juga, TB sulit
disembuhkan, dan obat tersebut harus dipakai untuk sedikitnya enam bulan.
Jika anda tidak memakai semua obat, TB dalam tubuh anda mungkin jadi
resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak efektif lagi. Ada jenis TB yang
sudah resistan pada beberapa antibiotik. Ini disebut TB yang resistan terhadap
beberapa obat atau MDR-TB. Hingga saat ini, Prevalensi MDR-TB di
Indonesia belum jelas; surveillans akan segera dilakukan oleh Depkes. Kendati
masalah ini, lebih dari 90 persen kasus TB dapat disembuhkan dengan
antibiotik.

Masalah obat :Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati TB dapat


merusak hati atau ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral yang dipakai
untuk memerangi HIV. Bisa jadi sulit untuk memakai obat untuk TB dan HIV
sekaligus. INH dapat menyebabkan neuropati perifer, seperti juga beberapa
ARV, jadi dapat terjadi masalah bila obat ini dipakai bersamaan. Juga, banyak
obat anti-HIV berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk memerangi TB.
Rifampisin atau rifabutin umumnya dipakai untuk mengobati TB. Obat ini
dapat mengurangi kadar ARV dalam darah anda di bawah tingkat yang
diperlukan untuk mengendalikan HIV.
ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang
mengakibatkan efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika
anda memakai protease inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa
kasus, tetapi mungkin dosisnya harus diubah. Ada pedoman khusus untuk
dokter jika anda memakai obat untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Juga,
jika jumlah CD4 anda di bawah 100, anda sebaiknya memakai rifabutin
sedikitnya tiga kali seminggu. Ini mengurangi risiko TB-nya menjadi resistan
terhadap rifabutin. Untuk alasan ini, TB biasanya disembuhkan sebelum ART
dimulai. Namun mungkin ini mustahil bila jumlah CD4 sangat rendah.

A. Pencegahan IO

Sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin


kita telah membawa beberapa dari infeksi ini. Mengurangi risiko infeksi baru
dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang diketahui
yang menyebabkan IO. Meskipun anda terinfeksi beberapa IO, anda dapat memakai
obat yang akan mencegah pengembangan penyakit aktif. Pencegahan ini disebut
profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah IO adalah untuk memakai ART. Lihat
lembaran informasi masing-masing IO untuk informasi lebih lanjut tentang
menghindari infeksi atau mencegah pengembangan penyakit aktif.

B. Pengobatab IO

Infeksi oportunistik kerap melibatkan banyak patogen dan menyerang secara


bersamaan. Berbagai gejala klinis pun terdiagnosa, menambah runyam pengobatan
pasien HIV/AIDS. Dengan demikian, diperlukan strategi dalam diagnosis dan
pengobatan , termasuk dengan antimikroba yang seringkali harus diberi secara
kombinasi. "Pemilihan obat antimikroba idealnya disesuaikan dengan diagnosis dan
patogen penyebab infeksi, namun dalam praktik klinik seringkali terapi diberi
secara empirik, oleh karenanya kesulitan dan keterbatasan secara diagnosa," jelas
Ketua Tim Standar Profesi Penyakit Dalam dan Standar Peralatan Penyakit Dalam
ini. Lebih lanjut, Herdiman menjelaskan, pengobatan infeksi oportunistik pada
Odha tidak dapat dipisahkan dengan pemberian ARV. Kedua komponen terapi ini
mesti diberikan secara beriringan dan sinergis, sebab keduanya akan saling
mendukung efektifitas masing-masing. Terapi ARV ditujukan untuk pemulihan
daya tahan tubuh melalui meningkatnya jumlah CD4. dengan begitu, peningkatan
imunitas pasien akan membantu keberhasilan terapi antimikroba, yang pada
akhirnya menurunkan risiko terjadinya infeksi oportunistik. Namun ada kalanya,
pengobatan infeksi oportunistik harus didahulukan, dan kemudian dilanjutkan
pemberian ARV.
BAB III
KESIMPULAN

Infeksi oportunistik adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang biasanya
tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, tetapi
dapat menyerang orang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. Ada beberapa jenis IO
yang paling umum yaitu Kandidiasis (Thrush), Virus Sitomegalia (CMV), MAC
(Mycobacterium Avium Complex), PCP (Pneumonia Pneumocystis), Tuberkulosis
(TB), Toksoplasmosis.
Mengurangi risiko infeksi baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari
sumber kuman yang diketahui yang menyebabkan IO. Cara terbaik untuk mencegah IO
adalah untuk memakai ART. Pengobatan infeksi oportunistik pada Odha tidak dapat
dipisahkan dengan pemberian ARV. Pemilihan obat antimikroba idealnya disesuaikan dengan
diagnosis dan patogen penyebab infeksi
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Infeksi_oportunistik. Diakses pada tanggal 20


mei 2017.

https://alilanthoq.wordpress.com/2010/06/30/apa-itu-infeksi-oportunistik/. Diakses
pada tanggan 20 mei 2017

www.aidsinfonet.org/uploaded/factsheets/87_ind_500.pdf. Diakses pada tanggal 20 mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai