Anda di halaman 1dari 17

KEJANG DEMAM

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat

kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium (Hasan, 2012).

Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah

satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi

atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan

dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau

penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur

kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan

dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam

(Mansjoer, 2011).

2. Etiologi

Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,

demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,

pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu

tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi

dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2014).

Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia

(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia,

dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh

1
gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya

dihilangkan (Corwin, 2011).

Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar


anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi
faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari
38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya
kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2012).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak
kogenital, faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit
demam, gangguan metabolisme, trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan
penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak
dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden, 2012)

3. Manifestasi klinis

Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara

lain klien kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan klien

panas dan berkeringat, mukosa bibir kering (Ngastiyah, 2012).

4. Patofisiologi

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan

sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida.

Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron terjadi

keadaan sebaliknya.

Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka

terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat

dirubah dengan adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

2
b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis,

kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena

penyakit atau keturunan.

Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari

ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya

sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya sehingga

terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang

rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang kejang

tinggi baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.

5. Pemeriksaan penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang


demam adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari.
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang
demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi
yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus
dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan
dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

3
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
< 200 mq/dl)
b. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus
untuk transiluminasi kepala.

6. Penatalaksanaan medic
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
· Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
· Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
· Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
· Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang
demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter
melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang
demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari.
Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan
dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
· Bebaskan jalan napas
· Beri zat asam
· Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
· Pertahankan tekanan darah

4
B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta

menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan

klien (Gaffar,2012). Dalam upaya pengumpulan data sebagai langkah awal

dari proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian adalah

pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Sedangkan tujuan dari

pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data–data, mengelompokkan

dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan.

Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian

yang akurat dan lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat

penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan

respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar praktek

keperawatan dari American Nursing Association.

Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan

data yang berisikan mengenai status kesehatan klien untuk mengelola

kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapis)

atau profesi kesehatan lainnya .

Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung

dari klien, yaitu data tersebut diperoleh dari klien yang sadar maupun klien

tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi misalnya data tentang

kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data sekunder adalah data yang

diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter, catatan perawat, serta

5
dari pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan

diagnostik lainnya, dari keluarga atau dari kerabat dekat.

Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi,

konsultasi, validasi data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah

pengumpulan data melalui hasil pengamatan (melihat, meraba atau

mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka asuhan keperawatan.

Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan

cara–cara untuk pengobatan dan penanganan penyakit klien.

Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan

klien, seperti inspeksi kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot

bantu pernafasan, inspeksi adanya lesi pada kulit dan sebagainya.

Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari tengah

kejari tengah yang lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ tubuh.

Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien seperti

lokasi pada rongga abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau untuk

mengetahui adanya massa.

Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan

stetoskop, misalnya auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising

usus, mendengarkan suara paru – paru, bunyi jantung.

Adapun pengkajian untuk mengumpulkan data–data yang akurat terhadap

Kejang Demam yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan

keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.

Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :

a. Identitas pasien dan keluarga

6
1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa

dan alamat

2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku

dan bangsa

3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan

bangsa.

b. Kesehatan fisik

1) Pola nutrisi

Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat

disertai muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi makan

sehari – hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa, frekuensi

makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan.

2) Pola eliminasi

3) Pola tidur

Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya

tidur serta kebiasaan sebelum tidur

4) Pola hygiene tubuh

Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku

dan rambut

5) Pola aktifitas

Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.

c. Riwayat kesehatan yang lalu

1) Riwayat prenatal

Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan

kehamilan, keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat –

obatan yang diminum saat hamil.

2) Riwayat kelahiran

7
Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau

premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan,

ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.

3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi

Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa,

pernahkah menderita penyakit yang gawat.

Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada

keluarga yang pernah menderita kejang.

4) Tumbuh kembang

Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak

sesuai dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial.

5) Imunisasi

Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur

pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa alasannya.

d. Riwayat penyakit sekarang

1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah

24 jam pertama setelah demam

2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu

badan meningkat

3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan

apabila pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk

mengatasi kejang.

4) Riwayat sosial ekonomi keluarga

Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota

keluarga dan masyarakat sekitarnya.

5) Riwayat psikologis

8
Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua

sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi.

e. Pemeriksaan fisik

1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala

2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 C, nadi cepat,

pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)

3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise

4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit

5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta

kebersihannya

6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra

7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media

Akut / Kronis

8) Hidung umumnya tidak ada kelainan

9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis

10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada

11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan

12) Jantung : Umumnya normal

13) Abdomen : Mual – mual dan muntah

14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak

15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.

Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut

dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data

khusus (Carpenito, 2012). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data

psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data yang

bersifat khusus, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen

dan sebagainya.

9
2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret.

b. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.

c. Resiko jatuh berhubungan dengan kejang, usia.

3. Perencanaan

1) Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret


Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Intervensi :
a. Observasi vital sign tiap 2-4 jam.
Rasional : Untuk mengetahui KU pasien
b. Beri oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Membantu mencukupi kebutuhan oksigen
c. Pemberian bronkodilator.
Rasional : Mengurangi obstruksi pada saluran nafas.

2) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.


Tujuan : Mengurangi skala nyeri.
Intervensi :
a. Kaji nyeri secara komprehensif.
P : Provokatif.
Q : Qualitas.
R : Region.
S : Skala
T : Timing
Rasional : untuk mengetahui nyeri secara komprehensif
b. Pemberian obat analgesic
Rasional : untuk mengurangi atau meminimalkan rasa nyeri
c. Kolaborasi pemberian terapi
Rasional : mengurangi rasa nyeri.

3) Diagnosa : Resiko cidera berhubungan dengan kejang, usia.

10
Tujuan : mencegah pasien jatuh.
Intervensi :
a. Manajemen lingkungan.
Memasang pengaman tempat tidur.
b. Manajemen kejang.
Longgarkan pakaian pasien.
c. Manajemen airway.
Berikan oksigen bila perlu
Monitor vital sign.
d. Pencegahan kejang.
Pasang side rail pada tempat tidur.
4. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana

setelah dilakukan validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual

dan teknikal (Gaffar, 2011, 49).

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien vulnus scissum untuk

memenuhi antara lain : mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan luka,

meningkatkan kondisi kesehatan dan koping individu dan keluarga serta

mencegah komplikasi cedera selanjutnya.

Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan

sebelumnya dan disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien. Dalam

melaksanakan tindakan keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi

yang sesuai dengan kebutuhan klien saat itu, tidak semata – mata berdasarkan

prioritas masalah yang direncanakan sebelumnya serta disesuaikan dengan

waktu pelaksanaan tindakan. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan

penulis juga melaksanakan tindakan observasi dan pengumpulan data untuk

melihat perkembangan klien selanjutnya.

implementasi :

11
a. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa

perintah dokter, tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan

standar praktik American Nursing Association , undang–undang praktik

perawat negara bagian dan kebijakan institusi perawat kesehatan.

b. Tindakan keperawatan kolaboratif,

diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawatan

kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan

untuk mengatasi masalah – masalah klien.

c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan

respons klien terhadap tindakan keperawatan, dokumentasi merupakan

pernyataan dari kejadian atau aktifitas yang otentik dengan

mempertahankan catatan – catatan yang tertulis. Dokumentasi

merupakan wahana untuk komunikasi dari salah satu profesional ke

profesional lainnya tentang status klien. Dokumentasi klien memberikan

bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang

diimplementasikan oleh perawat.

5. Evaluasi

Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap

asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 2011). Evaluasi asuhan

keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk

menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan.

Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam

meliputi pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak

menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan

cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan sesudah kejang dan

pengatahuan orang tua bertambah.

12
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus

menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi

tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang

dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian tujuan

jangka panjang.

Komponen tahapan evaluasi :

a. Pencapaian kriteria hasil

Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk

pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan

datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum

tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan

keperawatan.

b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan

Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat

terjadi di seluruh proses keperawatan.

1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.

2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua

3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga

4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap

empat.

5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk (2012), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media


Aesculapius, Jakarta

Doenges, Marillyn E, dkk (2015), Penerapan Proses Keperawatan dan


Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta

Doenges, Marillyn E, et all (2012), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,


EGC, Jakarta

14
Gaffar, La Ode Jumadi (2011), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC,
Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM PADA ANAK

Dosen Pembimbing :

Setianingsih,S.Kep.Ns.MPH

15
Di Susun Oleh:

Sari istiqomah (1601026)

SI KEPERAWATAN 2A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMDIYAH KLATEN

TAHUN AJARAN 2017/2018

Pathway

Gangguan elektrolit, bangkitan aliran listrik jaringan tubuh.

Susunan saraf pusat terganggu

16
Hambatan pada pusat pernafasan

Hipoksia

Kebutuhan glukosa susunan saraf

Pernafasan gangguan kesadaran,epiepsi


kronik

Sekret
Resiko jatuh Nyeri

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

17

Anda mungkin juga menyukai