Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan salah satu peristiwa terhebat dalam kehidupan setiap

wanita, terutama bagi kalangan ibu primigravida yang belum memiliki pengalaman

persalinan sebelumnya. Pada masa tersebut, ibu primigravida membutuhkan banyak

dukungan dan motivasi untuk realisasi dan penerimaan persalinan sebagai fenomena

fisiologis normal yang dialami wanita (Devilata & Swarna, 2015).

Masa-masa menuju persalinan dapat memicu peningkatan kecemasan pada

ibu primigravida. Kecemasan pada awalnya cenderung tinggi pada trimester I,

kemudian menurun pada trimester II dan akan meningkat lagi pada trimester III

(Schetter, 2014). Sesuai dengan hasil penelitian Silva (2017), kecemasan yang terjadi

pada 26,8% wanita hamil lebih tinggi pada trimester III (42,9%).

Madhavanprabhakaran, et.al (2013), prevalensi kecemasan pada trimester III yaitu

kecemasan sedang (77%) dan kecemasan berat (22%) terutama pada ibu

primigravida.

Hasil penelitian lain yang dilakukan di Indonesia oleh Husna (2013) diperoleh

hasil yaitu terdapat perbedaan kecemasan pada ibu nullipara dengan ibu multipara.

Pada kelompok nullipara terdapat kecemasan ringan (48%) dan kecemasan sedang

(52%). Sedangkan pada kelompok multipara hanya terdapat kecemasan ringan

(100%).

Perasaan cemas yang muncul disebabkan karena kehawatiran akan kelancaran

proses persalinan, bayi lahir sebelum waktunya, cemas bayi yang dilahirkan abnormal,

1
2

cemas apakah organ vital ibu akan cidera saat persalinan nanti dan cemas terhadap

nyeri selama persalinan (Menajang, Pondaag & Kundre, 2017), serta ibu cemas terjadi

komplikasi persalinan pada dirinya maupun bayi (Astuti, et al. 2017). Menurut

Sundeen (2008), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan

ibu hamil yaitu usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan paritas ibu hamil, ekonomi,

dukungan keluarga serta dukungan suami (Handayani, 2015).

Meskipun wajar terjadi pada ibu primigravida, kecemasan yang tidak diatasi

akan membawa dampak buruk bagi fisik maupun psikis pada ibu dan bayi. Ibu yang

mengalami kecemasan berlebihan dapat memicu terjadinya kontraksi rahim sehingga

dapat meningkatkan resiko keguguran dan kenaikan tekanan darah hingga terjadinya

preeclampsia. Selain terjadinya kondisi tersebut, kecemasan dan stress yang berlebihan

dapat menyebabkan berkurangnya sirkulasi oksigen ke rahim, meningkatkan denyut

jantung janin menjadi abnormal (Noor, et al. 2015) dan bayi lahir premature (Sari &

Novriani, 2017). Ibu primigravida yang mengalami kecemasan akan rawan mengalami

ketidakseimbangan emosi setelah persalinan seperti terjadinya depresi postpartum dan

tidak kuatnya ikatan (bonding) antara ibu dengan bayi (Handayani, 2015).

Kecemasan yang dialami juga dapat menjadi penyebab persalinan lama dan

kematian janin. Persalinan yang lama merupakan salah satu penyebab tingginya angka

kematian ibu dan bayi di Indonesia. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI), Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 359 per

100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami

penurunan yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Berdasarkan Survey

Penduduk Antar Sensus (SUPAS), AKI dan AKB pada tahun 2015 mengalami

penurunan yaitu AKI 305 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 22,33 per 1.000

kelahiran hidup (Laporan Tahunan Direktorat Kesehatan Keluarga, 2016). Angka ini
3

sedikit menurun namun belum terlalu signifikan karena belum dapat dikatakan

mencapai target Millenium Development Goals tahun 2015 yaitu untuk Angka Kematian

Ibu (AKI) adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk Angka

Kematian Bayi (AKB) adalah 23 kematian per 1.000 kelahiran hidup (Rahmach &

Purhadi, 2014).

Ketika simptom kecemasan yang muncul tidak dapat diatasi dan menjadi

semakin berat, maka kecemasan akan rentan berkembang menjadi suatu gangguan

kecemasan. Oleh karena itu ibu hamil perlu menangani kecemasan yang dialami.

Penanganan kecemasan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, yaitu

farmakologis dan non farmakologis dengan tujuan untuk menurunkan atau

mengurangi kecemasan, menimbulkan perasaan nyaman dan meningkatkan rasa

percaya diri. Secara farmakologis, dapat diberikan obat anti cemas (anxiolytic) dan

obat-obat anti depresan sebagai penurun kecemasan dan membantu untuk tidur.

Namun penggunaan obat-obatan dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan

dapat beresiko mengalami efek samping setelah persalinan (Resmaniasih, 2014).

Sehingga perlu penanganan lain yang tidak memiliki efek samping bagi keadaan ibu

dan janin. Penanganan kecemasan dapat dilakukan dengan terapi non farmakologis

yaitu distraksi dan relaksasi (Potter & Perry, 2010). Dan salah satu relaksasi yang

dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan adalah terapi menulis ekspresif.

Menurut Pennebaker dan Beall (1986, dalam Schroder, 2017) menulis

ekspresif adalah menuliskan pemikiran dan perasaan terdalam seseorang tentang

peristiwa tertentu. Meskipun merupakan intervensi sederhana, dengan

mengungkapkan pengalaman emosional selama 15-20 menit tanpa memperhatikan

penggunaan diksi, tata bahasa, ejaan dan tanda baca. Menulis ekspresif telah terbukti

berkaitan dengan sejumlah hasil positif yang ditimbulkan termasuk dalam


4

peningkatan fungsi kekebalan tubuh. Menurut Baike dan Wilhelm (2005 dalam

Melathy & Astuti, 2014), dampak langsung dari menulis ekspresif adalah dapat

meningkatkan dan memperbaiki suasana hati (mood), fungsi imun tubuh, memperbaiki

fungsi paru pada penderita asma, menurunkan tingkat nyeri pada penderita kanker,

menurunkan tekanan darah, mengurangi kecemasan dan ketegangan, mengurangi

gejala depresi dan mengurangi dampak psikis setelah trauma. Pennebaker dan Seagal

(1999, dalam Sindoro, 2016) mengatakan bahwa proses dalam terapi menulis

ekspresif setara dengan proses psikoterapi (konseling) karena klien dapat

mengungkapkan masalah-masalah yang menjadi beban pikiran. Pennebaker

mengungkapkan dengan menulis peristiwa emosional yang penuh tekanan akan

membantu klien memahami masalah tersebut sehingga dapat mengurangi dampak

stress terhadap kesehatan.

Pada saat menulis, otak kiri yang berkaitan dengan rasional dan analisis akan

terasah. Sedangkan saat otak kiri sedang dilatih, maka otak kanan dapat dengan

leluasa untuk mencipta, mengintuisi dan merasakan. Singkatnya dengan menulis,

klien dapat menggunakan seluruh daya otak untuk lebih memahami diri sendiri,

orang lain serta lingkungan sekitarnya dengan baik. Menulis ekspresif dapat menjadi

metode yang mudah flexibel karena klien tidak harus berbicara langsung dengan

orang lain mengenai masalahnya dan terapi ini tidak membutuhkan waktu yang

panjang serta biaya yang mahal (Rohmadani, 2017).

Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan melakukan

wawancara dan pemberian kuesioner DASS 42 terhadap 10 orang ibu hamil

primigravida trimester III di Puskesmas Gribig, Malang menunjukkan bahwa ada

kecemasan tingkat ringan hingga berat yang dialami oleh ibu primigravida trimester

III yang akan mengalami persalinan. Dari 10 orang ibu hamil, sebanyak 5 orang
5

mengatakan bahwa perasaan cemas timbul karena khawatir dengan rasa sakit dari

kontraksi dan nyeri persalinan karena belum pernah mengalami sebelumnya, 2 orang

mengatakan cemas dengan kelancaran proses persalinan dan khawatir tidak bisa

melakukan persalinan normal setelah mendengar cerita-cerita tidak menyenangkan

dari orang lain, 2 orang mengatakan takut dengan keselamatan bayi setelah

persalinan dan mengalami cacat fisik atau mental serta 1 orang lainnya mengatakan

khawatir dengan biaya persalinan yang mahal.

Maka berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin meneliti tentang “Efektivitas

Terapi Menulis Ekspresif terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Primigravida

Trimester III dalam Menghadapi Persalinan”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas diatas, maka rumusan

masalahnya adalah “Apakah terapi menulis ekspresif efektif terhadap penurunan

kecemasan ibu primigravida trimester III dalam menghadapi persalinan?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui keefektifan dari pemberian terapi menulis ekspresif terhadap

penurunan kecemasan ibu primigravida trimester III dalam menghadapi persalinan.

1.3.1 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu primigravida trimester III sebelum

diberikan terapi menulis ekspresif.

2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu primigravida trimester III setelah

diberikan terapi menulis ekspresif.


6

3. Menganalisis efektivitas terapi menulis ekspresif untuk menurunkan

kecemasan ibu primigravida.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi penulis yaitu dapat menambah ilmu pengetahuan

yang dimiliki peneliti tentang efektivitas terapi menulis ekspresif terhadap penurunan

kecemasan ibu primigravida trimester III.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai bahaya dari kecemasan

kehamilan dan manajemen kecemasan non farmokologi dengan terapi menulis

ekspresif. Khususnya pada ibu primigravida trimester III.

1.4.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Bagi profesi keperawatan diharapkan dapat menjadi literatur tambahan dalam

melakukan tindakan keperawatan manajemen kecemasan dengan menggunakan terapi

menulis ekspresif pada ibu primigravida trimester III.

1.4.4 Bagi Penelitian Selanjutnya

Dapat digunakan sebagai pedoman atau referensi dalam melakukan penelitian

selanjutnya dengan menggunakan variabel yang berbeda.

1.5 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang

akan dilakukan peneliti :

Meston, Lorenz, dan Stephenson (2013) yaitu, Effect of expressive writing on

sexual dysfunction, depression, and PTSD in women with a history of childhood sexual abuse:

Result from a randopmized clinical trial bertujuan untuk menguji pengaruh dari intervensi
7

berbasis tulisan ekspresif terhadap psikopatologi, fungsi seksual, kepuasan dan distress

pada wanita yang memiliki riwayat pelecehan seksual pada masa kecil. Subyek dari

penelitian ini adalah wanita-wanita yang mengalami riwayat pelecehan seksual pada

masa kecil (CSA) yang memiliki tingkat depresi yang tinggi, Post Traumatic Stress

Disorders (PTSD) dan masalah seksual pada saat dewasa. Peserta dibagi menjadi 2

kelompok yaitu, kelompok fokus skema seksual dan fokus trauma. Peserta pada

masing-masing kelompok akan diminta oleh terapis untuk mengetikkan tulisan

mengenai pengalamannya pada sebuah komputer selama 30 menit. Penilaian hasil

menggunakan alat ukur kuesioner yaitu Clinician-Administered PTSD Scale (CAPS),

Structured Clinical Interview for the DSM-IV-TR (SCID-I), dan Beck Depression Inventory-II

(BDI-II). Hasil dari penelitian ini adalah menulis ekspresif efektif dalam menurunkan

gejala depresi, PTSD dan gangguan seksual wanita dengan riwayat pelecehan seksual

(CSA) pada masing-masing kelompok intervensi. Namun kelompok dengan instruksi

untuk menuliskan dampak dan pengalaman pelecehan seksual mereka secara sigifikan

cenderung lebih mungkin pulih dari disfungsi seksual karena wanita-wanita pada

kelompok skema seksual lebih dapat memfokuskan diri mereka terhadap identitas

seksual dan sistem kepercayaan mereka setelah mengalami trauma tersebut, sehingga

mereka merasa tidak hanya harus mengatasi ingatan traumatis itu sendiri namun juga

harus memikirkan bagaimana efek kontingensi dari perkembangan seksual mereka

selanjutnya.

Schroder, Moran dan Moses (2017), yaitu The effect of expressive writing on the

errorrelated negativity among individuals with chronic worry. Tujuan dari penelitian ini untuk

menguji apakah ekspresif writing dapat menurunkan Error Related Negativity (ERN)

pada mahasiswa yang mengalami kecemasan kronis. Peserta dari Midwestern University

diskrining menggunakan Penn State Worry Questionnaire (PSWQ) yang nantinya akan
8

berpartisipasi dengan eksperimen. Sampel akhir sebanyak 44 wanita yang sesuai

dengan kriteria inklusi, peserta dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok menulis

dan kelompok kontrol. Peserta dalam kelompok menulis diberikan waktu selama 8

menit untuk menuliskan mengenai kekhawatiran yang dirasakan, kemudian peserta

diberikan waktu 4 menit untuk istirahat dan merenungkan kembali apa yang telah

dituliskan. Hasil penelitian dilihat melalui aktivitas perekaman Electroencephalogram

(EEG), dan pada EEG terlihat bentuk gelombang yang khas dari interaksi antara tipe
2
respon dan kelompok menulis, F (1, 38) = 4,76, p = .04, η p =, 11. Sehingga

disimpulkan bahwa ada penurunan ERN yang signifikan pada kelompok menulis

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Fitria, et al (2016) yaitu Menulis Ekspresif untuk Anak Jalanan: “Suatu

Metode Terapi Menulis dalam Diary melalui Modul Eksperimen”. Penelitian ini

mengunakan metode kuantitatif-eksperimen dengan desain penelitian One Groups

Pretest-Postest Design. Tujuan dari penelitian adalah untuk menguji modul menulis

ekspresif yang dirancang oleh peneliti untuk menangani kecemasan sosial anak panti

asuhan yang tinggal di UPTD Rumoh Seujahtera Aneuk Nanggroe. Skala yang

digunakan adalah SKS-R (Skala Kecemasan Sosial Remaja). Hasil dari penelitian ini

setelah dilakukan pemberian modul menulis adalah ada penurunan angka yang

dibuktikan secara signifikan pada nilai t-hitung 3, 474 (t-stat > t-tab 2,433) dan

peluang kesalahan sebesar p = 0,003 (p < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

penggunaan modul menulis ekspresif diary efektif menurunkan kecemasan sosial anak

jalanan baik yang mengalami kecemasan sosial sedang maupun berat.

Anda mungkin juga menyukai