Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS JANUARI 2019

SOLUTIO PLASENTA

Disusun Oleh:

Aulia Agma darwis


N 111 17 081

Pembimbing :
dr. Abd Faris, Sp.OG(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
DIBAGIAN DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta
adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir.
Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan
pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi
normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang
hebat. Hebatnya perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.
Insidens solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Frekuensi solusio
plasenta di Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1 %. Saat ini
kematian maternal akibat solusio plasenta mendekati 6 %. Di negara sedang
berkembang penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan,
persalinan, nifas atau penanganannya (direct obstetric death) adalah perdarahan,
infeksi, preeklamsi/eklamsi. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab
perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap kematian maternal
dan perinatal di Indonesia. Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan
pasti, tetapi pada kasus-kasus berat terdapat korelasi dengan penyakit hipertensi
vaskuler menahun, dan 15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor-faktor lain
yang ikut memegang peranan penting yaitu kekurangan gizi, anemia, paritas
tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Solusio Plasenta


A. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta
dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan
sebelum janin lahir.1,2 Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio
plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya
korpus uteri sebelum janin lahir.3

Gambar 1. Solusio plasenta (placental abruption)

B. Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus
marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solusio parsialis), atau bisa seluruh
permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan
yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan
miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan
akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina
(revealed hemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya, walaupun jarang,
perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed hemorrhage) jika:
-
Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim

3
-
Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
-
Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah ketuban pecah
karenanya
-
Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen
bawah rahim.4
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya
gambaran klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas,
yaitu solusio plasenta ringan, solusio plasenta sedang dan solusio plasenta
berat. Yang ringan biasanya baru di ketahui setelah plasenta lahir dengan
adanya hematoma yang tidak luas pada permukaan maternal atau adanya
ruptura sinus marginalis. Pembagian secara klinik ini baru definitif bila
ditinjau retrospektif karena solusio plasenta sifatnya berlangsung progresif
yang berarti solusio plasenta yang ringan bisa berkembang mejadi lebih berat
dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita bisa menjadi buruk apabila
perdarahannya cukup banyak pada kategori concealed hemorrhage.4
Berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan5:
a. Kelas 0 : Asimptomatik. Diagnosis ditegakkan secara retrospektif
dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan
pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori
ini.
b. Kelas 1 : Gejala klinis ringan dan terdapat pada hampir 48 % kasus.
Gejala meliputi: tidak ada perdarahan pervaginam sampai perdarahan
pervaginam ringan; uterus sedikit tegang; tekanan darah dan denyut
jantung maternal normal; tidak ada koagulopati; dan tidak ditemukan
tanda-tanda fetal distress.
c. Kelas 2 : Gejala klinik sedang dan terdapat + 27 % kasus. Perdarahan
pervaginam bisa ada atau tidak ada; ketegangan uterus sedang sampai
berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik; takikardi materna dengan
perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung; terdapat fetal
distress, dan hipofibrinogenemi (150-250 mg/dl).
d. Kelas 3 : Gejala berat dan terdapat pada hampir 24% kasus, perdarahan
pervaginam dari tidak ada sampai berat; uterus tetanik dan sangat nyeri;

4
syok maternal; hipofibrinogenemi (<150 mg/dl); koagulopati serta
kematian janin.
Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam5:
a. Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed). Terjadinya perdarahan
pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak
terdapat ketegangan uterus, atau hanya ringan.
b. Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed). Tidak terdapat
perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal
distress berat. Tipe ini sering disebut Perdarahan Retroplasental.
c. Solusio plasenta tipe campuran (mixed) Terjadi perdarahan baik
retroplasental atau pervaginam; uterus tetanik.
Berdasarkan jumlah perdarahan yang terjadi5:
a. Solusio plasenta ringan: perdarahan pervaginam <100 ml.
b. Solusio plasenta sedang: perdarahan pervaginam 100-500 ml,
hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi
fetal distress.
c. Solusio plasenta berat: perdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus
tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati5.
Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus:
a. Solusio plasenta ringan: kurang dari ¼ bagian bagian plasenta yang
terlepas. Perdarahan kurang dari 250 ml.
b. Solusio plasenta sedang: Plasenta yang terlepas ¼ - 2/3 bagian.
Perdarahan <1000 ml, uterus tegang, terdapat fetal distress akibat
insufisiensi uteroplasenta.
c. Solusio plasenta berat: Plasenta yang terlepas > 2/3 bagian , perdarahan
>1000 ml., terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok
maternal serta koagulopati.
C. Etiologi
Belum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa keadaan
tertentu yang menyertai: hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia

5
ibu < 20 atau >35 tahun, multiparitas, tali pusat yang pendek, defisiensi asam
folat, perdarahan retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.5

D. Patofisiologi
Sesungguhnya solusio plasentra merupakan hasil akhir dari suatu proses
yang bermula dari suatu keadan yang mampu memisahkan vili-vili korialis
plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi
perdarahan. Oleh karena itu patosiologinya bergantung pada etilogi. Pada
trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang
disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
menyebabkan pembekuan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau
dalam vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat
yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan
sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas
kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan
demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri ataspembentukab
hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan
kerusakan pada bagian plasenta kecuali terdapat hematom pada bagian
belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan
hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria spiralis dalam
desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan
oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang
terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak
sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput
ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina
(revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi
mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria
spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal
terperangkap di dalam uterus (concealed hemorrhage).

6
E. Gambaran Klinik
Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan
berat ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Belum
ada uji coba yang khas untuk menentukan diagnosisnya. Gejala dan tanda
klinisnya yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang
berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), rasa nyeri perut dan uterus
tegang terus-menerus mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan
tidak menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda
persalinan prematur saja. Oleh karena itu, kewaspadaan atau kecurigaan yang
tinggi diperlukan dari pihak pemeriksa.5
1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman
dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang
sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih
mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena
dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas
permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio
plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit
perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi
perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin
telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup
mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang
terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk
diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal
tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.

7
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-
tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.
Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan
pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.4,5

F. Diagnosis
Berdasarkan gejala dan tanda klinik yaitu perdarahan melalui vagina,
nyeri pada uterus, kotraksi tetanik pada uterus, dan pada solusio plasenta yang
berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan KTG.
Namun adakalanya pasien datang dengan gejala mirip persalinan prematur ,
ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak dengan perut tegang, tetapi
janin telah meninggal. Diagnosis definitif hanya bisa ditegakkan secara
resrospektif yaitu setelah partus dengan melihat adanya hematoma
retroplasenta.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk membedakannya
dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan
USG tidak memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran
retroplasenta yang normal mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta
pada solusio plasenta. Kompleksitas gambar normal retroplasenta,
kompleksitas vaskular rahimsendiri, desidua dan mioma semuanya bisa mirip
dengan solusio plasenta dan memberikan hasil pemeriksaan positif palsu. Di
samping itu solusio plasenta sulit dibadakan dengan plasenta itu sendiri.
Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa menbantu karena
gambaran ultrasonografi dari darh yang telah membeku akan berubah
menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian menjadi
hipogenik dalam waktu 1-2 minggu.4

8
G. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang
terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti
anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, ganguan pembekuan
darah, gagal ginjal mendadak, dan uterus Couvelaire disamping komplikasi
sindroma insufiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian
perinatal yang tinggi. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita
yang terhindar dari kematian setelah penderita syok yang berlangsung lama
yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat
solusio plasenta.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
koplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25 % perempuan yang pernah
menderita solusio plasenta sebelumnya.
Fungsi plasenta akan terganggu apabila peredaran darah keplasenta
mengalami penurunan yang berarti. Sirkulasi darah keplasenta menurun
manakala ibu mengalami perdarahan banyak dan akut seperti pada syok.
Syok pada solusio plasenta diperkirakan terjadi akibat pelepasan
tromboplastin dari desidua dan plasenta masuk kedalam sirkulasi maternal
dan mendorong pembentukan koagualsi intravaskular beserta gambaran klinik
lain sindroma emboli cairan ketuban termasuk hipotensi.4

H. Penanganan
Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat
dirumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk lansung lakukan
pemeriksaan darah lengkap lansung Hb dan golongan darah serta gambaran
pembekuan darah dengan memeriksa waktu pembekuan darah, waktu
protrombin, kadar fibrinogen dan kadar hancuran fibrinogen dalam plasma.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna terutama untuk membedakanya
dengan plasenta previa dan memastikan janin masih hidup.4

9
Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya
gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang,
janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu
persalinan spontan. Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus,
gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri.
Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.6,7
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus
oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta
dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000
ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya
cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi
dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang
mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik. Persalinan juga dapat dipercepat dengan infus oksitosin
yang memperbaiki kontraksi uterus.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi
dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen
tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan
fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan
pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi
darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan
terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu
tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus

10
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio
sesaria. Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan
tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio
sesaria, tindakan histerektomi perlu dilakukan.4,8,9

I. Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil
dan lebih buruk lagi bagi janin. Solusio plasenta ringan masih mempunyai
prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedangmempunyai prognosis yang
lebih buruk terutama terhadap janinnya karena morbiditas ibuyang lebih
berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk terhadap ibu
lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin
telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasi.
Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga tergantung pada
kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi
darah yang banyak dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat
menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.4

BAB III

11
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 35 tahun
Alamat : BTN Palupi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah 1 kali (tahun 1991)
Tanggal masuk RS : 19 November 2018

B. Anamnesis
Keluhan utama :
Perdarahan pervagina Sejak pukul 23.00 WITA (18 November 2018)
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien G6P5A0 datang ke IGD Kebidanan RS Wirabuana Palu dengan
keluhan perdarahan pervagina disertai nyeri hebat pada perut tembus
belakang. Pasien mulai merasakan pengeluaran darah pervaginam pada pukul
23.00 WITA (18 Novmber 2018) ,perdarahan berupa darah segar. Pasien
merasakan pergerakan janin berkurang dan pergerakan janin terakhir
dirasakan pada pukul 03.00 tanggal 19 November 2018. Pasien juga . Mual
(-), muntah(-), pusing (+), BAB (-), BAK (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat operasi (-), Hipertensi (-), diabetes(-), penyakit jantung (-), alergi (-),
keputihan (-).

Riwayat obstetric :
Pasien dengan status G6P5A0. Kehamilan pertama hingga keenam pasien
melahirkan dibantu oleh dukun dengan hasil kehamilan aterm dan jenis
persalinan spontan. Pasien tidak ingat berat badan lahir masing-masing anak.
Riwayat kontrasepsi :
a. Pil KB (-)
b. IUD (-)
c. Suntik KB (-)

Riwayat kehamilan sekarang :

12
Total periksa selama kehamilan 5 kali. Pemeriksaan 5 kali dengan bidan. Hari
pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 27 Maret 2018 dan taksiran persalinan
tanggal 1 Januari 2019. Usia kehamilan 33 minggu.

Riwayat Haid:
1. Haid pertama kali pada usia 13 tahun
2. Menstruasi teratur
3. Lama menstruasi 5-7 hari
4. Haid terakhir tanggal 27 Maret 2018
5. Jumlah darah haid 3 kali mengganti pembalut setiap hari

Riwayat perkawinan :
Menikah 1x tahun 1991

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, asma disangkal.

Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit Sedang Tek. Darah :100/70 mmHg
Kesadaran: composmentis Nadi : 88 x/menit
BB : 56 Kg Respirasi : 22 x/menit
TB : 158 cm Suhu : 36,8 ºC
 Kepala – Leher :
Bentuk normal, Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra
(-/-), pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) Mulut sianosis (-)

 Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris bilateral kanan dan kiri
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-),
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
kiri pada ICS 5 linea axillaris anterior.
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/- basal paru, wheezing -/-.
Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
I : Kesan cembung
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani (+), shifting dullness (-)
P : Nyeri tekan epigastium (+)
PEMERIKSAAN OBSTETRI
Pemeriksaan luar
Inspeksi : pembesaran abdomen (+)

13
Palpasi : nyeri tekan (+) pada bagian perut bawah
Leopold I : Teraba bagian bokong (lunak) dari janin pada bagian fundusuteri.
Leopold II: Teraba bagian punggung (keras dan memanjang) pada sisi kiri
Leopold III: Teraba bagian kepala (keras dan melenting) pada sisi bawah
Leopold IV: Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul.
DJJ : Sulit dinilai
Pemeriksaan Dalam (VT) : Tidak Dilakukan

 Ekstremitas :
Akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Leukosit : 10 x103/μL
Eritrosit : 4,69 x106/μL
Hemoglobin : 9,8 g/dL
Platelet : 249 x103/μL
Hematokrit : 31,8 %
CT : 8 menit
BT : 3 menit
HbsAg : Non reaktif
Anti-HIV : Non reaktif

RESUME
Pasien G6P5A0 datang ke IGD Kebidanan RS Wirabuana Palu dengan
keluhan perdarahan pervagina disertai nyeri hebat pada perut tembus
belakang,perdarahan berupa darah segar. Pasien juga merasakan pergerakan
janin berkurang, mual (+), muntah(+), pusing (+). Hari pertama haid terakhir
(HPHT) tanggal 27 Maret 2018 dan taksiran persalinan tanggal 1 Januari
2019. Usia kehamilan 33 minggu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
100/70 mHg, Nadi 82x/m, Respirasi 18x/m, Suhu 36,5 C. Pada pemeriksaan
leopold, Leopold I: Teraba bagian bokong (lunak) dari janin pada bagian
fundusuteri. Leopold II: Teraba bagian punggung (keras dan memanjang)
pada sisi kiri abdomen. Leopold III: Teraba bagian kepala (keras dan
melenting) pada sisi bawah abdomen. Leopold IV: Bagian terbawah janin
belum masuk pintu atas panggul. DJJ : Sulit dinilai, HIS : Sulit dinilai.

C. Diagnosis
G6P5A0 gravid 33 minggu dengan Solutio Plasenta , Kontraktil Uterus

D. Tatalaksana

14
- Bed rest
- Resusitasi cairan dengan Infus NaCl 0,9%
- Tranfusi
- Oksigen 5 liter/menit
- Dilakukan tindakan seksio sesarea
Laporan seksio sesarea klasik:
 Pasien dibaringkan di meja operasi. Dilakukan tindakan antiseptik
pada daerah operasi dan sekitarnya dengan alkohol dan betadine.
Kemudian ditutup duk steril.
 Dilakukan insisi pada pfanentil 1 cm di atas simfisis sampai 2 jari
dibawah pusat.
 Fascia diperlebar ke arah kranial dan kaudal secara tumpul.
 Otot dipisahkan secara tumpul ke kanan dan kiri, kemudian
peritoneum parietal dibuka.
 Plika vesikouterina dipisahkan dan diinsisi berbentuk semilunar
dan disisihkan ke kaudal.
 Segmen bawah rahim diinsisi berbentuk semilunar kemudian
diperlebar dan diperdalam secara tumpul.
 Bayi dilahirkan dengan cara meliksir kepala bayi.
 Plasenta dilahirkan praabdominal lengkap. Dilakukan prosedur
sterilisasi.
 Segmen bawah rahim dijahit jelujur terkunci dengan polisob no. 1
 Kontrol perdarahan negatif.
 Plika vesikouterina dijahit jelujur terkunci dengan plain 2.0.
 Otot dijahit satu-satu dengan plain 2.0.
 Fascia dijahit jelujur dengan benang polisob no. 1.
 Subkutis dijahit subkutikuler dengan benang plain 1.0.
 Kutis dijahit dengan benang silk black no. 1.
 Operasi selesai dikerjakan.
 Perdarahan terkontrol sekitar 750 cc.
 Keadaan ibu tidak stabil setelah operasi sehingga di rawat di ICU.
- Terapi post operasi
 Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
 Transfusi darah hingga Hb ≥ 10 mg/dl
 Infus RL + drip syntocynon 10 IU 20 tpm
 Methergin 1 ampul intravena
 Ketorolac 30 mg setiap 12 jam drip
 Ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam intravena

E. Prognosis
- Ibu : dubia ad bonam

15
- Bayi : ad malam
F. Dokumentasi

G. Follow up
19 November 2018

16
S : nyeri luka operasi (+), perdarahan luka bekas operasi (-), pusing
(+), mual/muntah (-)
O :
keadaan umum : tampak sakit berat
kesadaran : compos mentis
tekanan darah : 90/60 mmHg
nadi : 92x/menit
napas : 26x/menit
suhu : 36,30C
abdomen : TFU tepat setinggi umbilikus,
kontraksi uterus baik
A : post SC a/i solusio plasenta,Kontraktil uterus,IUFD
P : - observasi keadaan umum
- observasi tanda vital
- observasi perdarahan
- oksigen 3 liter/menit
- transfusi darah
- infus RL
- injeksi ketorolac
- injeksi kalnex
- injeksi metronidazole
- injeksi Ranitidine
20 November 2018
S : nyeri luka operasi (+), perdarahan luka bekas operasi (-), pusing
(+), mual/muntah (-)
O :
keadaan umum : tampak sakit berat
kesadaran : compos mentis
tekanan darah : 100/70 mmHg
nadi : 80x/menit
napas : 30x/menit
suhu : 36,30C
abdomen : TFU tepat setinggi umbilikus,
kontraksi uterus baik
A : post SC H-1 a/i solusio plasenta,kontraktil uterus,IUFD
P : - observasi keadaan umum
- observasi tanda vital
- observasi perdarahan
- infus RL
21 November 2018
S : nyeri luka operasi (+), perdarahan luka bekas operasi (-), pusing
(-), mual/muntah (-)
O :
keadaan umum : tampak sakit berat
kesadaran : compos mentis

17
tekanan darah : 110/80 mmHg
nadi : 76x/menit
napas : 20x/menit
suhu : 36,30C
abdomen : TFU tepat setinggi umbilikus,
kontraksi uterus baik
A : post SC H-2 a/i solusio plasenta,Kontraktil Uterus,IUFD
P : - observasi keadaan umum
- observasi tanda vital
- observasi perdarahan
- aff infus
- aff kateter
- obat oral : Cefixime,zmeloxicam,Metronidazole,Sangobiad
22 November 2018
S : nyeri luka operasi (+), perdarahan luka bekas operasi (-), pusing
(-), mual/muntah (-)
O :
keadaan umum : tampak sakit berat
kesadaran : compos mentis
tekanan darah : 110/70 mmHg
nadi : 86x/menit
napas : 20x/menit
suhu : 36,30C
abdomen : soepel, TFU tepat setinggi umbilikus,
kontraksi uterus baik
A : post SC H-3 a/i solusio plasenta,Kontraktil Uterus,IUFD
P : - observasi keadaan umum
- observasi tanda vital
- observasi perdarahan
- aff infus
- aff kateter
- obat oral : Cefixime,zmeloxicam,Metronidazole,Sangobiad
- Ganti Perban

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, permasalahan yang dialami oleh Ny. M yaitu:


a. Multiparitas
b. Solusio plasenta
c. Intrauterine fetal death (IUFD)

A. Multiparitas
Paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Multiparitas dan
grandemulti merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan antepartum
dan perdarahan post partum, dikarenakan kelemahan dan kelelahan otot
rahim. Perubahan patologik terjadi pada uterus dengan bertambahnya paritas.
Pada penelitian Nelson dan Sandmeyer pada spesimen histerektomi dari
wanita dengan paritas tinggi (para 8 atau lebih) diperoleh gambaran dinding
uterus yang rapuh dan kurang elastis dengan serat - serat miometrium yang
jarang serta peningkatan hialinisasi dan fibrosis.10
Pada ibu multipara juga akan terjadi kemunduran dan cacat pada
endometrium yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas implantasi

19
plasenta pada persalinan sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi
berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin, plasenta akan
mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis akan menembus dinding
uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi plasenta adhesiva sampai
perkreta.11

B. Solusio plasenta
Pada kasus, pasien Ny. M, 36 tahun datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam berupa darah segar dalam jumlah yang banyak disertai nyeri
abdomen yang hebat. Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang
sama berupa perdarahan pervaginam dalam jumlah yang sedikit pada usia
kehamilan 6 bulan. Pada kasus ini pasien mengalami perdarahan antepartum
berupa solusio plasenta. Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau
keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah
kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. Perdarahan yang terjadi dalam
banyak kejadian akan merembes anatara plasenta dan miometrium untuk
seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh
jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina (revealed hemorrhage).
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran
klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio
plasenta ringan, solusio plasenta sedang dan solusio plasenta berat.1,2,5
Berdasarkan gejala klinik pada pasien berupa perdarahan hebat disertai
dengan nyeri dan tegang pada perut, dan kemungkinan terjadinya IUFD maka
pasien masuk dalam klasifikasi kelas III atau solusio plasenta berat. Pada
kelas III gejala yang ditemukan berat dan terdapat pada hampir 24% kasus,
perdarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat; uterus tetanik dan sangat
nyeri; syok maternal; hipofibrinogenemi, koagulopati serta kematian janin.
Pada solusio plasenta berat kejadian terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu
telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat
tegang seperti papan dan sangat nyeri. Pada keadaan-keadaan di atas besar

20
kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguan fungsi ginjal.5,8
Etiologi solusio plasenta belum diketahui dengan jelas, namun terdapat
beberapa keadaan tertentu yang dapat menyertai diantaranya adalah
hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu < 20 atau >35 tahun,
multiparitas, tali pusat yang pendek, defisiensi asam folat, perdarahan
retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.5
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang
terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti
anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, ganguan pembekuan
darah, gagal ginjal mendadak, dan uterus Couvelaire disamping komplikasi
sindroma insufiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian
perinatal yang tinggi.4

C. IUFD (intrauterine fetal death)


Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
koplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi
bagi janin. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,
mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk terhadap ibu
lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin
telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasi.
Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga tergantung pada
kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi
darah yang banyak dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat
menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.4

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Slava VG. Abruptio Placentae. [Serial Online]. Diunduh dari


http://www.emedicine.com /emerg/topic12.htm.
2. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS. 2017: 3-8.
3. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.
Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21th edition. Prentice Hall
International Inc Appleton. Lange USA. 2014; 819-41.
4. Chalik TMA. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persaliinan. Di
dalam: Saifuddin, A.B. (ed), Ilmu Kebidanan. Ed ke-4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2016. 492-521.
5. Suyono et al., Hubungan Antara Umur Ibu Hamil dengan Frekuensi
Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. CDK. 2017; 34 (5):
233-238.
6. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva:
WHO. 2013; 518-20.
7. Moses S. Placental Abruption/Abruptio Placentae. Emerg [Serial Online].
Diunduh dari http://www. fpnotebook.com /OB13.htm.
8. Israr YA. Karakteristik Kasus Solusio Plasenta di Bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31
Desember 2006. Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 2017.
9. Blumenfelt M, Gabbe S. Placental Abruption. In: Sciarra Gynecology and
Obstetrics; Revised Ed, 1997. Philadelphia: Lippincott Raven Publ. 2017;
1-17.

22
10. Sulastri, Badriyah, Rahardjo S. Pengaruh Faktor Resiko Terhadap
Perdarahan Ibu Post Partum Di RS Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 2011; 2 (1): 2086-3098.
11. Gurewitsch GD, Diament P, Fong J, Huang G, Popovtzer A, Weinstein,
Chervenak FA. The Labor Curve Of The Grand Multipara: Does Progress
Of Labor Continue To Improve With Additional Childbearing?. Am J
Obstet Gynecol. 2012; 186: 1331-8.

23

Anda mungkin juga menyukai