Anda di halaman 1dari 25

SKENARIO 1

Mataku merah…..

Tn A berumur 25 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan mata kanan merah sejak 3
hari yang lalu. Tn A juga mengeluhkan mata kanan terasa gatal dan berair, serta kelopak mata
bengkak dan lengket ketika bangun tidur di pagi hari. Tn A juga mengeluh sering keluar belek
lengket berwarna hijau kekuningan.
Pasien tidak mengeluhkan pandangan mata kanannya kabur atau silau. Tn A sudah
memberikan tetes mata insto tapi tidak membaik. Pasien juga suka mengucek mata. Teman
sekantor pasien juga banyak yang sakit seperti pasien
Pada pemeriksaan didapatkan: VOD 6/6, pada konjungtiva bulbi hiperemia dan
konjungtiva palpebra didapatkan conjungtiva injeksi (+) dan pericorneal injeksi (-), didapatkan
secret, kornea jernih.

1
LANGKAH 1
KLARIFIKASI KATA SULIT

1. VOD 6/6
VOD adalah visual optikal dekstra/vissus oculi dekstra, 6/6 Berarti orang tersebut dapat
melihat benda normal dengan jarak perbandingan 6 meter berbanding 6 meter.Artinya masih
normal
2. Konjungtiva bulbi
Bagian yang melapisi bola mata dan terletak didepan sklera
3. Konjungtiva palpebra
Bagian konjungtiva yang melapisi kelopak mata
4. Konjungtiva injeksi
Terjadi akibat adanya Pelebaran arteri konjungtiva posterior bisa jadi karena adanya infeksi
bakteri, virus, parasit.
5. Sekret
Produk dari kelenjar konjungtiva bulbi dari sel goblet. Meningkat ketika terjadi infeksi
6. Pericorneal injeksi
Melebarnya pembuluh darah pericorneal akibat ada berbagai hal. Seperti Infeksi, Alergi dan
lain-lain
7. Belek
Bisa sebagai secret/ secret yang mengering, belek merupakan campuran dari lendir, minyak,
sel kulit mati yang biasanya terakumulasi disudut mata.

2
LANGKAH 2
DAFTAR MASALAH

1. Mengapa Tn A mengeluh mata merah sejak 3 hari lalu?


2. Mengapa Tn A juga mengeluhkan mata kanan terasa gatal dan berair?
3. Mengapa keluhan hanya bersifat unilateral saja?
4. Mengapa kelopak mata Tn A bengkak dan lengket ketika bangun dipagi hari?
5. Mengapa warna beleknya berwarna hijau kekuningan?
6. Kenapa pasien tidak mengeluhkan pandangan matanya kabur/silau?
7. Mengapa setelah diberi tetes mata insto tidak membaik?
8. Bagaimana hubungan pasien suka mengucek mata dengan keluhan?
9. Apa hubungan teman sekantor pasien menderita keluhan yang sama dengan px?
10. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik pasien?
11. Apa dx dan dd dari skenario ini?
12. Apa kemungkinan tatalaksana awal dan KIE yang diberikan dokter kepada pasien?
13. Apa hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan diatas?

3
LANGKAH 3
BRAINSTORMING

1. Mengapa mata merah sejak 3 hari lalu?


a) Adanya peradangan pada mata :Peradangan pada mata mengakibatkan aliran darah
yang menuju ke mata menjadi deras, sehingga nampak manifestasi mata memerah.
Biasanya yang mengakibatkan keluhan mata memerah adalah Konjungtivitis/
keratitis/iridoksiklitis
b) Pecahnya pembuluh darah.Akibat pembuluh darah pecah, mengakibatkan pembentukan
vaskular di mata meningkat sebagai mekanisme kompensasi.
c) Proses inflamasi yang disebabkan oleh bakteri dan virus, mengakibatkan pengaktifan
mediator kimia seperti neutrofil, eusinofil, dan makrofag . Akibat sitokin yang
dilepaskan karena proses inflamasi, mengakibatkan terjadinya dilatasi vaskuler
sehingga aliran darah ke mata menjadi deras dan mengakibatkan keluhan mata merah.
Secara umum mata memerah dklasifikasikan berdasarkan tempatnya yaitu :
1. Bola mata : Pecahnya pembuluh darah/Dilatasi pembuluh darah
2. Palpebra
d) Bertambahnya asupan pembuluh darah akibat adanya inflamasi atau pecahnya
pembuluh darah di mata
2. Mengapa Tn A juga mengeluhkan mata kanan terasa gatal dan berair?
a) Reaksi imunitas karena paparan zat asing seperti infeksi baik berupa bakteri maupun
virus atau juga bisa timbul karena reaksi alergi atau zat kimia. Karena kondisi itulah,
maka tubuh merespon dengan mengeluarkan air mata yang mengandung enzim lisozim
untuk menetralisir zat asing tersebut. Apabila zat asing tersebut tetap berada didalam
mata, maka mengakibatkan mata mengeluarkan air terus menerus untuk mengeluarkan
zat asing tersebut.
b) Infeksimengakibatkan reaksi Infamasi.Salah satu mekanisme pertahanan tubuh yaitu
menghasikan produksi mucin melalui Sel goblet untuk membunuh kuman bakteri.
Didalam mucin terdapat lisozim yang fungsinya seagai bekterisidal. Ketika terjadi
infeksi, maka produksi mucin hiperproduksi yang dibantu oleh apparatus lakrimalis
yang bertujuan untuk meng eliminasi zat asing
c) Terasa gatal : Akibat adanya Zat asing(allergen) masuk kedalam mata,mengakibatkan
terjadi Inflamasi>Adanya respon hipersensitivitas tipe 1 mengakibatkan pengaktifan
ikatan antra IgE-Basofil dan menghasikan produk Histamin. Histamin mengakibatkan
adanya Gatal dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga mengakibatkan respon
mengucek mata.

4
3. Mengapa keluhan hanya bersifat unilateral saja?
a) Untuk kasus Konjungtivitis,biasanya bersifat Idiopatik. Untuk kasus yang bilateral itu
biasanya: terkena zat kimia, Terkena racun serangga.
b) Karena Tn A memiliki kebiasaan mengucek mata, maka mata yang duluan terkena
adalah mata yang dikucek Tn A. Namun tidak menutup kemungkinan bsia bersifat
bilateral
c) Segmen Anterior tidak berhubungan dengan dekstra/sinistra.Tidak ada persilangan saraf
pada poros
4. Mengapa kelopak matanya bengkak dan lengket ketika bangun dipagi hari?
Bengkak:
1. Karena adanya imunitas yang bermigrasi ke palpebra. Akibat adanya proses inflmasi,
cairan intraseluler akan mengalami ekstravasasi keluar sehingga timbulah bengkak.
2. Permeabilitas intravaskuler meningkat
3. Saat mata tertutup, maka suhu tubuh sama dengan suhu mata
5. Mengapa warna beleknya berwarna hijau kekuningan?
Hijau kekuningan : Menandakan adanya infeksi Bakteri
Belek : Kering : Alergi, Kering tebal :Infeksi virus.
6. Kenapa pasien tidak mengeluhkan pandangan matanya kabur/silau?
a) Karena kerusakan tidak sampai ke bagian posterior mata
b) Konjungtiva tidak berhubungan dengan saraf.Segmen anterior mata tidak berhubungan
dengan visus mata.
c) Media refraksi masih normal. Bisa dilihat dari nilai VOD yang normal dan kornea yang
jernih
7. Mengapa setelah diberi tetes mata insto,pasien tidak membaik?
a) Insto untuk meredakan iritasi mata yang ringan. Pada pasien ini kemungkinan sudah
berat jadi tidak lama berefek
b) Kemungkinan mata merah bukan karena benda asing.
c) Insto hanya bersifat simptomatik bukan mengatasi penyebabnya.
8. Bagaimana hubungan paseien suka mengucek mata dengan keluhan?
Kucek mata bikin mata lebih iritasi lagi. Juga sebagai mediator penularan ke orang
lain. Dengan mengucek mata, maka tangan yang sebelumnya memegang mata yang terkena
infeksi, dapat menularkan ke orang lain lewat bersalaman
9. Apa hubungan teman sekantor px menderita keluhan yang sama dengan px?
Mengucek mata membuat mata lebih iritasi lagi. Juga sebagai mediator penularan ke orang
lain, sehingga kemungkinan pasien berjabat tangan dengan temannya lalu tertular

5
10. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik px?
a) VOD 6/6: Vissus mata kanan pasien normal. Pasien mampu melihat benda dengan jarak
6 meter dengan jelas menggunakan mata kanan
b) Konjungtiva bulbi hyperemia : Akibat adanya Alergi mekanis/ infeksi konjungtiva yang
disebabkan oleh virus/ bakteri/ parasit mengakibatkan adnya inflamasi yang
menyebabkan Asupan pembuluh darah menjadi meningkat dan mengakibatkan mata
memererah
c) Konjungtiva injeksi (+) : Pelebaran A. Konjungtiva posterior
d) Pericorneal injeksi (-) : Akan Bernilai positif kalau ada masalah pada segmen posterior
e) Sekret : Pada Konjungtivitis bacterial umumnya ditemukan sekret baik mukopurulen
ataupun serulen
f) Kornea jernih : Normal
11. Apa dx dan dd dari skenario ini?
Dx: Konjungtivitis et causa bakterial
DD : Skleritis, Blefaritis
12. Apa kemungkinan tatalaksana awal dan KIE yang diberikan dokter kepada px?
Tatalaksana awal :
a) Krim Antibiotik: Kloramfenikol ( Bakteri) 1 tetes 6x perhari
b) Acyclovir ( Virus).
c) Bilas dengan NS. Bagi konjungtivitis berat, bilas dengan normal saline
d) Tetes Adrenalin 1:1000.Biasanya digunakan untuk gangguan mata yang berhubungan
dengan gangguan vaskuler ( Tidak selalu dikasih)
e) Antihistamin:
Lakukan pemeriksaan Mikrobiologi apabila telah diberi pengobatan antibiotik
sebelumnya selama 3 hari dan tidak membaik.
KIE :
a) Beritahu pasien menggunakan pelindung mata :Kacamata
b) Gunakan obat yang sesuai keluhan: Gunakan obat yang diresepkan
c) Jaga higine personal
d) Kurangi kontak tangan dengan mata

13. Apa hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan diatas?
a) Tidak ada pengaruh karena bersifat personal, tergantung tingkat hygiene
b) Bisa menyerang semua usia. Konjungtivitis bisa terjadi pada kalangan muda maupun
tua

6
LANGKAH 4
PETA MASALAH

7
LANGKAH 5
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Definisi Konjungtivitis
2. Klasifikasi Konjungtivitis
3. Epidemiologi Konjungtivitis
4. Faktor Risiko Konjungtivitis
5. Etiologi Konjungtivitis
6. Patofisiologi Konjungtivitis
7. Kriteria Diagnosis Konjungtivitis
8. Diagnosis Banding Konjungtivitis
9. Pemeriksaan Penunjang Konjungtivitis
10. Tatalaksana dan KIE Konjungtivitis
11. Komplikasi Konjungtivitis
12. Prognosis Konjungtivitis
13. Integrasi Islam Konjungtivitis

8
LANGKAH 6
SELF DIRECTED LEARNING (SDL)

Mahasiswa melakukan SDL untuk mengumpulkan informasi baru agar mampu memahami
dan mencapai tujuan pembelajaran pada saat tutorial kedua.

9
LANGKAH 7
PEMBAHASAN TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Definisi Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau selaput lender yang menutupi belakang
kelopak mata dan bola mata yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme, iritasi, atau reaksi alergi.
Konjungtivitis ditularkan melalui kontak langsung dengan sumber infeksi. Penyakit ini menyerang
semua umur (PPK, 2014).

2. Klasifikasi Konjungtivitis
Klasifikasi dari konjungtivitis menurut Suhardjo dan Hartono (2007), dibagi menjadi
konjungtivitis karena agen infeksi, konjungtivitis alergi, konjungtivitis autoimun serta
konjungtivitis kimia atau iritatif.
a. Konjungtivitis agen infeksi
 Konjungtivitis bakterial sederhana
Konjungtiva bacterial dibagi menjadi 2 berdasarkan perjalanan waktunya, yaitu
konjungtivitis bacterial akut/subakut dan menahun. Penyebab konjungtivitis bakterial yang
paling sering adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
Staphylococcus pneumoniae (Suhardjo, 2007).
Gambaran klinis: kejadian akut, terdapat hyperemia, sensasi benda asing, sensasi
terbakar dan secret mukopurulen. Fotophobia muncul bila kornea terlibat. Saat bangun
tidur mata terasa lengket. Kejadiannya bilateral walaupun kedua mata tidak terinfeksi
secara bersamaan. Tidak terdapat gangguan visus (Suhardjo, 2007).
Terapi: antibiotik awal dengan tetes mata kloramfenikol (0.5-1%) 6 kali sehari
minimal diberikan selama 3 hari atau diberikan tetes mata antibiotik spektrum luas
(Suhardjo, 2007).
 Konjungtivitis Gonokokus pada orang dewasa
Konjungtivitis gonokokus disebabkan oleh infeksi Neiseria Gonorrhoeae. Bakteri
ini lebih sering ditemukan pada mukosa genital (Suhardjo, 2007).
Gejala klinis: secret purulen berlimpah, kemosis (konjungtiva sangat edema) mata
menutup dan terlihat bengkak. Bisa terdapat pseudomembran dan limfadenopati
preaurikular, maupun terjadi keratitis akibat penumpukan sel-sel polimorfonuklear. Jika
terjadi nekrosis jaringan dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan perforasi. Iris dapat
hanyut keluar diikuti dengan turunnya tekanan intraokular sehingga bola mata kempis.
Dapat pula terjadi endoftalmitis (vitreus dan aquous menjadi nanah), dan akhirnya
menyebabkan kebutaan (Suhardjo, 2007).

10
Terapi tergantung kondisi klinis. Rawat inap diperlukan untuk melakukan
pengawasan secara ketat. Kultur harus dilakukan untuk uji sensitivitas antibiotika
(Suhardjo, 2007).
 Konjungtivitis Klamidia
Konjungtivitis yang disebabkan infeksi Chlamydia trachomatis serotype D-K.
gejala klinis terjadi secara unilateral, kronis, sekret mukopurulen, terdapat folikel pada
forniks. Pada kasus yang berat folikel banyak terdapat pada palpebral superior, limbus dan
konjungtiva palpebral. Dapat terjadi kemosis, limfadenopati preaurikular, keratitis epitelial
marginal, infiltrat, dan mikropannus superior (Suhardjo, 2007).
Terapi dilakukan dengan pemberian salep tetrasiklin topikal empat kali sehari dan
pemberian sistemik doksisiklin, tetrasiklin, dan eritromsin (Suhardjo, 2007).
 Konjungtivitis Gonokokus dan Klamidia pada Neonatal
Konjungtivitis Gonokokus terjadi 1-3 hari setelah dilahirkan melalui jalan lahir,
sedangkan konjungtivitis Klamidia terjadi setelah 5-14 setelah dilahirkan. Konjungtivitis
pada neonatus umumnya disebabkan infeksi menular seksual yang diderita oleh orang tua
bayi. Gambaran klinis berupa sekret purulen, kemosis, terdapat
membrane/pseudomembran–pada konjungtivitis gonokokus; ditambah reaksi papilar—
pada konjungtivitis klamidia. Terapi dengan antibiotik topikal tetrasiklin/penicillin dan
sistemik pada kedua orang tua (Suhardjo, 2007).
 Konjungtivitis Adenovirus
 Konjungtivitis Herpes Simpleks
Konjungtivitis virus herpes simpleks biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi,
sekret mukoid, sakit, dan fotophobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial
tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang
bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang
muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat
sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan (Suhardjo, 2007).
Terapi konjungtivitis pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya
sembuh sendiri, namun perlu diberikan antivirus topikal maupun sistemik untuk mencegah
terkenanya kornea. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap
2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1
tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes
dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.7 Penggunaan atau pemberian

11
kortikosteroid pada konjungtivitis herpes dikontra indikasikan, karena dapat memperburuk
infeksi (Suhardjo, 2007).
 Konjungtivitis Hemoragika Akut
Konjungtivitis ini disebabkan oleh enterovirus-70 dari golongan pikornavirus
(piko-RNA-virus). Gambaran klinis, konjungtivitis ini terjadi bilateral, mengluarkan air
mata terus menerus, terdapat folikel pada palpebra, terdapat perdarahan subkonjungtiva.
Penyakit ini akan sembuh sendiri dalam waktu 7 hari, tidak ada pengobatan yang efektif
(Suhardjo, 2007).
b. Konjungtivitis Alergi
 Konjungtivitis Alergika Akut
Konjungtivitis biasanya disertai riwayat alergi pada pasien dan atau keluarganya.
Gambaran klinisnya gatal, lakrimasi, hiperemia, kemosis ringan, dan reaksi papilar yang
difus. Pada kasus yang berat dapat terjadi edema palpebra. Kornea tidak terkena. Kondisi
ini dapat dikendalikan dengan pemberian stabilisator sel mast topikal: sodium kromoglikat
2% dan iodoxamin 0.1% (Suhardjo, 2007).
 Konjungtivitis Vernalis
Penyakit ini, juga dikenal sebagai ―konjungtivitis musiman‖ atau ―konjungtivitis
musim kemarau‖, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang.7 Kondisi ini bersifat
rekuren, bilateral, mengenai anak-anak serta dewasa muda. Gambaran klinisnya: gatal,
lakrimasi, fotophobia, sensasi benda asing, rasa terbakar, secret mukus yang tebal, dan
ptosis. Palpebra terasa berat bila diangkat karena terdapat reaksi papilar raksasa pada
palpebra superior, sehingga lebi tepat disebut pseudoptosis. Enyakit ini dapat diikuti
dengan keratitis dan infeksi palpebra superior. Sebagai terapi dapat digunakan steroid—
tapi tidak boleh digunakan untuk jangka panjang. Selain steroid dapat pula diberikan
topical mast cell stabilizer (Suhardjo, 2007).
c. Konjungtivitis Autoimun
 Konjungtivitis sikatrisial
Penyakit ini biasanya diawali dengan konjungivitis kronis dan biasa muncul
bersama dengan manifestasi pada mulut, hidung, esophagus, vulva, dan kulit.
Konjungtiviris dapat memicu timbulnya jaringan parut sehingga terjadi perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan konjungtiva palpebra (simblefaron). Jaringan parut dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel goblet sehingga menimbulkan mata kering.
Terapi dilakukan dengan pemberian air mata buatan dan vitamin a topikal, serta obliterasi
pungta lakrimal (Suhardjo, 2007).

12
d. Konjungtivitis Kimiawi
Konjungtivitis kimiawi yang iatrogenik yang diikuti pembentukan parut, sering
kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-
obat lain yang disiapkan dalam bahan pengawet atau vehikel toksik atau yang
menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjungtiva saat lahir
sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang
akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada
pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtiva
(Suhardjo, 2007).

3. Epidemiologi Konjungtivitis
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis kelamin dan
strata sosial. Sampai saat ini belum data yang akurat mengenai insidensi konjungtivitis, namun
penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang paling umum. (ilyas, 2009).

Di Amerika Serikat, konjungtivitis diperkirakan mengenai 6 juta orang setiap tahunnya.


Prevalensi konjungtivitis virus merupakan konjungtivitis infeksi yang paling sering ditemukan baik
pada semua golongan populasi dan biasanya lebih sering pada musim panas (negara dengan empat
musim). Sedangkan konjungtivitis bakterial merupakan penyebab kedua terbanyak kejadiaan
konjungtivits dan mengenai 50%-75% kasus pada anak-anak. Konjungtivits alergi juga merupakan
penyebab konjungtivitis paling umum, mengenai 15% hingga 40% dari total populasi dan sering
pada musim gugur dan panas. Prevalensi konjungtivitis bervariasi tergantung penyebab yang
mendasari, usia pasien dan musim. (Ilyas, 2009).

Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke departemen mata, total kasus konjungtivitis dan
gangguan lain pada konjungtiva sebanyak 99.195 kasus dengan jumlah 46.380 kasus pada laki-laki
dan 52.815 kasus pada perempuan. Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan
terbanyak pada tahun 2009, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis konjungtivitis yang
paling banyak yang akurat. (Ilyas, 2002).

4. Faktor Risiko Konjungtivitis


Menurut Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasyenkes (2014), faktor risiko dari
konjungtivitis adalah sebagai berikut.
a. Daya tahan tubuh yang menurun
Daya tahan tubuh yang lemah, mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan
terkena berbagai macam penyakit salah satunya konjungtivitis. Berbagai macam
penyakit yang menyerang sistem imun antara lain : SLE dan HIV

13
b. Adanya riwayat atopi
Adanya riwayat alergi mengakibatkan seseorang menjadi lebih mudah mengalami
reaksi hipersensitivitas tipe 1 dimana nantinya akan mengakibatkan proses
inflamasi yang dapat memicu konjungtivitis alergi
c. Penggunaan kontak lens dengan perawatan yang tidak baik
Kontak lens adalah benda asing yang jika tidak dirawat menjadi media
pertumbuhan mikroorganisme.Selain itu, kontak lens yang merupakan benda asing
juga dapat mengakibatkan inflamasi padakonjungtivitis
d. Higiene personal yang buruk
Pemakaian alat-alat pribadi seperti handuk, sarung bantal, bantal, dan sapu tangan
secara bersama-sama dengan penderita konjungtivitas lainnya mengakibatkan
penularan konjungtivitis menjadi lebih mudah.
e. Adanya Kontak secara langsung dengan penderita lain
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata
yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis
dan keadaan imunodefisiensi

5. Etiologi Konjungtivitis
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut
dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria
kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia
dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri
subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi
pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla,
2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang
yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).

6. Patofisiologi Konjungtivitis
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun
pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora

14
normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun
melalui aliran darah. Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab
perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher, 2009).
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari
perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).
Konjungtiva mengandung epitel skuamosa yang tidak berkeratin dan substansia propria
yang tipis, kaya pembuluh darah. Konjungtiva juga memiliki kelenjar lakrimal aksesori dan sel
goblet. Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen. Alergen atau
antigen mengaktifkan sel Th 2 yang merangsang sel B kemudian berkermbang menjadi sel plasma
yang diproduksi IgE. Molekul IgE yang dilepas dan diikat oleh FceRI pada sel mast dan basofil
sehingga menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast sehingga memicu
pelepasan mediator farmakologis aktif ( histamil, brakidinin, dll) dari sel mast dan basofil, juga
mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan
leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa
gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva
(Baratawidjaja, 2014).
Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan kontaminasi
eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang berdekatan atau dari jalur
aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral
memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel
darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan
berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan
tinggi permeabilitas. Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi
konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder
adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang merangsang lakrimasi
(Yeung, 2019).
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor
lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari
substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus
menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke
duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan
eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva
(kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel – sel radang bermigrasi

15
dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel - sel ini kemudian bergabung dengan
fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan
tepian palpebra saat bangun tidur. Pembentukan eksudat konjunctiva bersama unsur sel akan
mencapai membran basal epitel sehingga eksudat radang mengumpul diantara serabut serabut
tarsus dan membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva yang disebut dengan hipertrofi pappilar
(Riordan, 2007).
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh – pembuluh
konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan
mengurang ke arah limbus. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri, dan tampilan
putih susu mengesankan konjungtivitis alergika. Hiperemia tanpa infiltrasi sel mengesankan iritasi
oleh penyebab fisik seperti angin, sinar matahari, asap dll., tetapi sesekali bisa muncul pada
penyakit yang berhubungan dengan ketidakstabilan vaskular (misal: acne rosacea) (Riordan, 2007).
Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila
yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini
merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia
dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti
kornea terkena (Riordan, 2007)

7. Kriteria Diagnosis Konjungtivitis


Menurut Kemenkes (2014), penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
a. Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan mata merah, rasa mengganjal, gatal dan berair, kadang
disertai sekret. Keluhan tidak disertai penurunan tajam penglihatan.
b. Hasil Pemeriksaan Fisik
1. Visus normal
2. Injeksi konjungtival
3. Dapat disertai edema kelopak, kemosis
4. Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen, atau purulen tergantung penyebab
5. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan folikel, papil atau papil raksasa, flikten,
membrane, atau pseudomembran.
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau
terbakar, sensasi penuh di sekeliling riata, gatal, dan fotofobia. Sensasi benda asing dan sensasi
tergores atau terbakar sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papilla yang biasanya
menyertai hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, kornea agaknya juga terkena (Vaughan,
2009).

16
Tanda-tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, eksudasi, pseudoptosis,
hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran dan membran, granuloma, dan adenopati pre-
aurikular (Vaughan, 2009).

Tabel 1. Pembedaan jenis-jenis konjungtivitis umum

Sumber: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17 (2010)

Pendekatan algoritmik menggunakan riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan


sederhana dengan penlight dan loupe dapat untuk mengarahkan diagnosis dan memilih terapi.
Konjungtivitis dan penyakit mata lain dapat menyebabkan mata merah, sehingga diferensial
diagnosis dan karakteristik tiap penyakit penting untuk diketahui (Christopher, 2015).

Gambar 1. Alogaritma Penanganan Konjungtivitis


Sumber: Conjunctivitis:a systemic review of diagnosis and treatment (2013)

17
8. Diagnosis Banding Konjungtivitis
Tabel 2. Diagnosis banding sebab-sebab umum mata meradang

Konjungtivitis Iritis Akut Glaukoma Akut Trauma atau


Akut Infeksi Kornea

Insidensi ++++ +++ ++ +++


Sekret Sedang sampai - - Encer atau
banyak sekali purulen
Ketajaman - Sedikit kabur Sangat kabur Biasanya kabur
penglihatan
Nyeri - ++ +++ +++
Injeksi Difus, ke arah Terutama Terutama Terutama
konjungtiva fornices sirkumkorneal sirkumkorneal sirkumkorneal
Kornea Jernih Biasanya jernih Berkabut Perubahan
kejernihan sesuai
penyebabnya
Ukuran pupil Normal Kecil Dilatasi sedang Normal atau kecil
dan terfiksasi
Respon cahaya Normal Buruk Tidak ada Normal
pupil
Tekanan Normal Normal Meningkat Normal
intraokular
Sediaan apus Organisme Tidak ada Tidak ada Organisme hanya
penyebab ditemukan pada
ulkus kornea
akibat infeksi

Sumber: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17 (2010)

Tabel 3. Pembedaan jenis-jenis konjungtivitis umum


Temuan Klinis dan Viral Bakteri Klamidia Alergika
Sitologi

Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat


Hyperemia Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Mata berair Banyak Sedang Sedang Minimal
Eksudasi Minimal Banyak Banyak Minimal
Adenopati preaurikular Sering Jarang Hanya sering pada Tak ada
konjungtivitis

18
inklusi
Pada kerokan dan eksudat Monosit Bakteri. PMN PMN, sel plasma, Eosinophil
yang dipulas badan inklusi
Disertai sakit tenggorokan Sesekali Sesekali Tak pernah Tak pernah
dan demam
Sumber: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17 (2010)

9. Pemeriksaan Penunjang Konjungtivitis


Pemeriksaan penunjang pada konjungtivitis dilakukan bila diperlukan. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan menurut IDI (2014), yaitu :

1. Sediaan langsung swab konjungtiva dengan pewarnaan gram atau giemsa


2. Pemeriksaan sekret dengan pewarnaan biru metilen pada kasus konjungtivitis gonore
Pada pewarnaan kerokan dan eksudat :
 konjungtivitis viral ditemukan monosit
 konjungtivitis bakteri ditemukan bakteri, PMN
 konjungtivitis klamidia ditemukan PMN, plasma sel badan inklusi konjungtivitis
atopik (alergi) ditemukan eosinofil

10. Tata Laksana Konjungtivitis


Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologinya.
Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi dengan antimikroba topikal
spektrum luas (misal: polymyxin-trimethoprim). Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan
gramnya menunjukkan diplokokus gram negatif, sugestif neisseria, harus segera dimulai terapi
topikal dan sistemik. Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxon 1 gram yang diberikan dosis tunggal per
intramuskular biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena, dibutuhkan
ceftriaxon parenteral, 1-2 gram per hari selama 5 hari (Riordan-Eva, 2008).
Selain itu, organisme penyebab tersering adalah Staphylococcus, Streptococcus,
Pneumococcus, dan Haemophilus. Kondisi ini biasanya sembuh sendiri meski obat tetes mata
antibiotik spektrum luas akan mempercepat kesembuhan. Apusan konjungtiva untuk kultur
diindikasikan bila keadaan ini tidak menyembuh. Selain itu, organisme penyebab tersering
konjungtivitis bakteri biasanya golongan bakteri gram positif (James et al, 2003).
Tabel 4. Pilihan antibiotik untuk konjungtivitis bakteri
No. Antibiotik Pilihan
1. Seftazidin
2. Kloramfenikol
3. Siprofloksasin

19
4. Asam Fusidat
5. Gentamisin
6. Neomisin
7. Ofloksasin
8. Tetrasiklin
Sumber: Lecture Notes: Oflalmologi Edisi Kesembilan (2003)
Sedangkan pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus
dibilas dengan larutan saline agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan higiene perorangan secara
khusus (Riordan-Eva, 2008).
Untuk konjungtivitis bakteri, antibiotik yang biasa digunakan yaitu kloramfenikol tetes
sebanyak 1 tetes 6 kali sehari atau salep mata 3 kali sehari selama 3 hari. Sedangkan pada alergi
menggunakan flumetolon tetes mata dua kali sehari selama 2 minggu. Pada konjungtivitis gonore
menggunakan kloramfenikol tetes mata 0,5-1% sebanyak 1 tetes tiap jam dan suntikan pada bayi
diberikan 50.000 U/kgBB tiap hari sampai tidak ditemukan kuman GO pada sediaan apus selama 3
hari berturut-turut. Pada konjungtivitis viral bisa menggunakan salep acyclovir 3%, 5 kali sehari
selama 10 hari (Kemenkes, 2014).

11. Komplikasi Konjungtivitis

Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani menurut Novitasari (2004) diantaranya:
1. glaukoma
2. katarak
3. ablasi retina
4. komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6. komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan

20
12. Prognosis Konjungtivitis
Konjungtivitis bakteri sangat baik selama tidak ada gejala sisa dan kornea tidak
terkena. Komplikasi berkembang pada pathogen seperti, Chlamydia trachomatis atau N
gonorrhoeae. Komplikasi berlanjut bias terjadi: sepsis dan meningitis dikarenakan N
gonorrhoeae. Infeksi Chlamidia pada bayi barulahir bias mengarah ke pneumonia dan atau
otitis media. (Vaughan, 2010)

13. Integrasi Islam Konjungtivitis


Surat An-Nahl: 78

Arti: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Disebutkan ketiga hal ini karena kelebihannya, meskipun anggota badan yang lain juga
merupakan pemberian Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Ketiga hal ini merupakan kunci bagi setiap
ilmu. Seorang hamba tidaklah mendapatkan ilmu kecuali melalui salah satu pintu ini. Oleh sebab
itu hendaklah setiap hamba untuk selalu menjaga kesehatan dari setiap anggota badan agar tidak
terdapat halangan untuk senantiasa menuntut ilmu.

Surat Ar- Rad: 11

Arti: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Disebutkan bahwa Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri menunjukkan suatu kewajiban untuk
melakukan perubahan pada suatu kelompok yang tertimpa suatu wabah penyakit sesuai dengan

21
skenario I. Hendaknya setiap teman atau karyawan yang bekerja satu kantor dengan pasien dapat
meningkatkan dan mengubah kebersihan diri masing-masing agar penularan penyakit dapat
terhenti dan penderita penyakit dapat segera disembuhkan.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada
Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk
mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala
urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah,
janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu,
tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki,
karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.

Mukmin yang sehat dapat dikatakan sebagai mukmin yang kuat, oleh sebab itu setiap
manusia hendaklah selalu menjaga kebersihan dan kesehatan tubuhnya agar senantiasa dapat
beribadah dengan maksimal kepada Allah SWT.

22
PETA KONSEP

23
SOAP
Subjek Tn A 25 tahun,
KU : Mata kanan merah sejak 3 hari yang lalu
RPS : Mata kanan gatal dan berarir, kelopak mata bengkak
lengket ketika bangun tidur, belek kuning kehijauan,visus
normal
Riwayat Terapi : Tetes mata insto tapi tidak membaik
Riwayat Kebiasaan : suka mengucek mata
Riwayat Sosial : temen sekantor punya keluhan sama
Objek VOD 6/6, pada konjungtiva bulbi hiperemia dan konjungtiva
palpebra didapatkan conjungtiva injeksi (+) dan pericorneal
injeksi (-), didapatkan secret, kornea jernih.
A1 Konjungtivitis bacterial, konjungtivitis chlamidia, konjungtivitis
viral, konjungtivitis alergi, iritis akut, glaucoma akut, trauma/
infeksi kornea
P1 Sediaan apusan, kultur,sensitivitas antibiotik

A2 Konjungtivitis bacterial OD (4A)


P2 Planning Terapi :
1. Bilas secret dengan NS
2. Kloramfenikol 1 tetes 6x sehari selama 3 hari.
KIE :
1. Cuci tangan setelah memegang mata bagi yang terinfeksi
2. Dilarang menggunakan handuk Bersama-sama
3. Menjaga higine personal

24
DAFTAR PUSTAKA

Amadi, A., et al., 2009. Common Ocular Problems in Aba Metropolis of Albia State, Eastern
Nigeria. Federal Medical Center Owerri.
Azari AA, Barney NP. Conjunctivitis:a systemic review of diagnosis and treatment. JAMA.
2013;310(6):1721-9.
Baratawidjaja Karnen, et al. 2014. Imunologi Dasar. Edisi 11. Jakarta: FK Universitas Indonesia.
Christopher K, Stear BA, Andrews CA, Stein JD. 2015. Seasonal trends and demographic variation
of viral conjunctivitis across the US. IOVS. 56(7):1877-9.
IDI. 2014. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer. Jakarta: IDI

Ilyas DSM, Sidarta,.2002. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Ilyas S. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Ed3. Jakarta: Balai penerbit FKUI
James, Bruce, dkk. 2003. Lecture Notes: Oftalmologi Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Jatla, K.K., 2009. Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado Denver Health Science Center.
Kemenkes. 2014. Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta.
Marlin, D.S., 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of Medicine.
Novitasari, Lusy. 2013/2014. Konjungtivitis FKUY. Available at
https://www.academia.edu/6174407/1_-_Konjungtivitis_-_Lusy (diakses tanggal 31
Oktober 2014)
Riordan Paul, et al. 2007. Vaughan and Asbury’s Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC.
Riordan-Eva, Paul dan John P. Whitcher. 2010. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Riordan-Eva, Paul. 2008. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Suhardjo, Prof. dr. SpM(K) & dr. Hartono, Sp.M(K). 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta.
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM.

Vaughan D. 2010. Oftalmologi Umum.Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Vaughan, Daniel G. dkk. 2009. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika.


Visscher, K.L., et al, 2009. Evidence-based Treatment of Acute Infective Conjunctivitis. Canadian
Family Physician.
Yeung Karen, Dahl Andrew. 2019. Bacterial Conjunctivitis (Pink Eye). Available on medcape

25

Anda mungkin juga menyukai