Anda di halaman 1dari 5

TRAUMA VASKULAR INTRAKRANIAL

Cedera arteri intracranial umumnya berhubungan dengan trauma tembus atau fraktur

dasar tengkorak. Arteri yang sering cedera adalah internal carotid artery terutama pada pintu

masuknya canal carotid pada petrous bone atau pintu keluarnya sinus kavernosus di prosesus

clinoid anterior. Cedera traumati pada arteri intracranial termasuk diseksi, pseudoaneurism,

dan carotid cavernosa fistula (CCF).

Cedera carotid cavernosus fistula adalah aliran arteriovenosa shunt yang berkembang

didalam sinus kavernosa sebagai akibat robekan bagian kavernosa dari internal carotid artery.

Peningkatan tekanan vena menyebabkan dilatasi sinus kavernosus dan aliran balik vena

melalui vena oftalmic superior dan inferior. Cedera carotid cavernosus fistula dapat muncul

berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah trauma awal. Pada pasien dengan ccf, CT

dengan kontras dapat menunjukkan pembesaran vena oftalmikus superior dan sinus

kavernosus. Selain itu terdapat pembesaran ototekstraokuler, proptosis, dan pembengkakakn

jaringan lunak preseptal. Satu sisi CCF dapat muncul dengan gejala bilateral dikarenakan

vena intercavernosus communican

TRAUMA VASKULAR EKSTRAKRANIAL

Cedera vascular tumpul Biasanya terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor.

Mekanisme cedera yang paling umum akibat deselerasi yang cepat. Internal carotid arteri

(ICA) diasumsikan meregang ke lateral dari vertebra cervical 3 dan 4 dengan pembentukan

robekan intimal yang dapat berkembang menjadi diseksi di dinding arteri. Dalam kebanyakan

kasus ica servikal mempengaruhi ica distal bulbus karotis dan tidak meluas ke intracranial.

Mekanisme yang terlibat dalam cedera ICA termasuk pukulan langsung ke kepala, leher, dan

wajah, patah tulang dasar tengkorak, trauma tumpul intraoral dan hiperfleksi leher.
Pada diseksi carotid dan vertebral, onset tertunda sering terjadi dengan gejala

berkembang setelah berjam-jam atau bahkan berminggu-minggu sejak cedera awal. Cervical

CT angiography merupakan modalitas pilihan untuk diagnosis BCVI. Pseudoaneurisma

muncul sebagai bahan kontras dikantung tertutup diluar dinding arteri yang terluka. Dengan

pembedahan, CT angiography biasanya menunjukkan penyempitan yang parah dan

ketidakteraturan lumen pembuluh darah Membentuk “string like appearance”. Diameter arteri

meningkat. Cedera cerebrovascular lebih sering terjadi pada luka tembus dibandingkan

trauma tumpul dengan angka sekitar 25%. Trauma tumpul dan trauma tembus menyebabkan

lesi serupa yaitu mengakibatkan pembentukan pseudoaneurism, arteriovenosus fistulae,

arterial transection dan dissection.

CEDERA SEKUNDER

1. Post traumatic brain swelling

Pembengkakkan otak yang massif dengan hipertensi cranial yang parah merupakan

kondisi yang paling parah dari semua cedera sekunder. Pembengkakan otak pasca

trauma adalah peningkatan volume otak akibat peningkatan kadar air jaringan.

Pembengkakakn otak merupakan akibat dari edema serebral baik intraseluler maupun

ekstraseluler. Pembengkakan otak mungkin fokal atau menyebar dan terjadi pada 10-

20% kasus pasien dengan TBI. Anak-anak dan dewasa muda sangat beresiko menjadi

seperti ini. Delayed onset is tipical dengan edema serebral muncul24-48 jam setelah

trauma awal.

Kranitomi dekomresif adalah pengobatan pilihan tetapi prognosisnya tetap

buruk. Komplikasi meliputi herniasi korteks melalui defek tulang, efusi subdural,

hidrosefalus, kejang dan sindrom “trephined” atau “sinking skin flap syndrome”
Temuan di CT termasuk efek massa dan pengurangan sulcus. Pada tahap awal

pembengkakan otak, normal atenuasi otak yaitu diferensiasi materi abu-putih relative

terjaga. Apabila terjadi peningkatan edema semuanya menjadi abu-abu. Falx dan

darah yang bersikulasi menuju pembuluh otak tampak hiperdens terhadap hemisfer

cerebral yang bengkak . otak kecil dan batang otak menunjukkan peningkatan

atenuasi.

2. Brain herniation

Adalah perpindahan jaringan otak dari satu kompartemen ke yang lainnya akibat efek

massa yang disebabkan cedera intra kranial primer.

a) Subfalcine herniasi adalah tipe tersering dari herniasi otak yang disebabkan

perpindahan gyrus ingulate anterior dibawah falx cerebri. Subfalcine herniasi

juga dikenal sebagai “midline shift” yang dikaitkan dengan perpindahan ke

bawah dari korpus kalosum. Penekanan ventrikel lateral karena efek adanya

massa dan dilatasi dari ventrikel kontralateral akibat obstruksi dari foramen

monro merupakan temuan di CT. dalam kasus yang parah, kompresi

pericallosal arteri dapat menyebabkan anterior cerebral arteri

(ACA)mengalami infarction.

b) Descending transtentorial herniation (DTH) adalah jenis herniasi otak kedua

yang paling umum dan terdiri dari caudal descent dari jaringan otak melalui

tentorial incisura, kedua akibat massa pada lobus frontal, parietal, oksipital.

Pada DTH, uncus dari lobus temporal berpindah dari free margin tentorium

kedalam cistern suprasellar ipsilateral. Ketika efek massa meningkat

hipokampus juga mengalami herniasi medial melewati tentorium menuju

cistern quadrigeminal ipsilateral, mendorong otak tengah melawan tentorial

kontralateral.
Saat herniasi berkembang, baik uncus dan hipokampus berpindah

menuju inferior melalui insisura tentorial. Perpindahan otak tengah dapat

mengakibatkan kompresi batang otak kontralateral terhadap sisi berlawanan

incisura (Kernohan notch).

Komplikasi DTH termasuk kerusakan pada saluran kortikospinal dan

kortikobulbar, kompresi arteri serebral posterioir dan saraf oculomotor yang

mengakibatkan hemiparesis, infark dan kelumpuhan saraf ke3 ipsilateral.

Kompresi atau peregangan cabang perforasi dari arteri basiler dapat terjadi,

dan mengakibatkan infark mid brain hemoragik sekunder yang dikenal sebagai

“Duret Hemoragic”.

CT aksial menunjukkan penipisan mbient dan lateral suprasellar cistern

dari perpindahan medial uncus dan hipokampus.

3. Post traumatic cerebral infarction

Infark serebral pasca trauma erupakan komplikasi dari Traumatic Brain Injury yang

jarang namun klinisnya berat. Selain herniasi serebral, penyebab potensial infark

lainnya yaitu vasospasme, peningkatan tik, hipoksia dan hipoperfusi yang meluas dan

iskemik akibat hematom intracerebral.

KESIMPULAN

Pencitraan memainkan peran utama dalam manajemen pasien TBI. CT adalah Teknik

pencitraan pilihan dalam pengaturan trauma kepala akut.memungkinkan deteksi yang akurat

sheingga pengobatan perdarahan ekstra dan intra aksial, hidrosefalus, efek massa dan cedera

vascular. CT juga akurat dalam mendeteksi cedera sekunder dan oleh karena itu penting

sebagai tindak lanjutnya. Dalam keadaan akut MRI disediakan untuk pasien dengan
gangguan neurologis berat meskipun tidak ada kerusakan otak strukturalpada CT. MRI dalah

modalitas pencitraan pilihan pada TBI subakut dan kronis dan sepertinya lebih baik daripada

CT dalam memprediksi hasil.

Anda mungkin juga menyukai