Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Abdominal Discomfort

2.1.1. Pengertian
Abdominal discomfort (Ketidak nyamanan perut) adalah sensasi tidak menyenangkan

atau menyakitkan di perut. Saluran pencernaan menempati sebagian besar perut dan sering

menjadi sumber ketidaknyamanan perut, meskipun ketidaknyamanan perut juga dapat

disebabkan oleh kondisi dinding tubuh, kulit, pembuluh darah, atau saluran kemih. Kadang-

kadang, kondisi organ reproduksi atau dada dapat membuat perut tidak nyaman.

Ketidak nyamanan umum mungkin karena gas, gangguan pencernaan, atau infeksi.

Ketika lebih parah, terutama jika sembelit juga terjadi, obstruksi usus dapat hadir. Penyakit

atau kerusakan organ seperti usus buntu, kandung empedu, limpa, atau perut mungkin sumber

ketika rasa sakit lebih lokal. Daerah mungkin lembut untuk disentuh atau, dalam kasus usus

buntu yang pecah atau masalah yang sama, rasa sakit bisa berat dan seluruh perut mungkin

kaku.

2.1.2. Etiologi
Abdominal discomfort Sebagai suatu gejala atau sindrom, abdominal discomfort

dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan

abdominal discomfort.

Penyebab :

1. Dalam lumen saluran cerna

- Tukak peptik

- Gastritis

- Keganasan

2. Gastroparesis
3. Obat-obatan

- Anti inflamasi non steroid

- Teofilin

- Digitalis

- Antibiotik

4. Hepato - bilier

- Hepatitis

- Kolesistisis

- Kolelitiasis

- Keganasan

- Disfungsi sphincter Odli

5. Pankreas

- Pankreatitis

- Keganasan

6. Keadaan sistemik

- Diabetes melitus

- Penyakit tiroid

- Gagal ginjal

- Kehamilan

- Penyakit jantung sistemik

7. Gangguan fungsional

- Dispepsia fungsional

- Sindrom kolon iritatif.


2.1.3. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala dari dicomfort abdominal adalah:

1. Nyeri Perut (abdominal Discomfort)

2. Rasa perih di ulu hati.

3. Mual, kadang-kadang sampai muntah

4. Nafsu makan berkurang

5. Rasa cepat kenyang

6. Perut kembung

7. Rasa panas di dada dan perut

8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

2.1.4. PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti

nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang

sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada

lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat

mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam

pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga

intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

2.1.5. DIAGNOSIS

A. ANAMNESIS

Jika pasien mengeluh mengenai abdominal discomfort, dimulakan pertanyaan atau

anamnesis dengan lengkap.

Berapa sering terjadi keluhan abdominal discomfort?, sejak kapan terjadi keluhan?,

adakah berkaitan dengan konsumsi makanan? Adakah pengambilan obat tertentu dan
aktivitas tertentu dapat menghilangkan keluhan atau memperberat keluhan? Adakah pasien

mengalami nafsu makan menghilang?, muntah?, muntah darah?, BAB berdarah?, batuk atau

nyeri dada? Pasien juga ditanya, adakah ada konsumsi obat-obat tertentu? Atau adakah dalam

masa terdekat pernah operasi? Adakah ada riwayat penyakit ginjal, jantung atau paru?

Adakah pasien menyadari akan kelainan jumlah dan warna urin?

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra-abdomen atau intralumen

yang padat misalnya tumor, organomegali, atau nyeri tekan sesuai dengan adanya ransang

peritoneal/ peritonitis. Tumpukan pemeriksaan fisik pada bagian abdomen. Inspeksi akan

distensi,asites, parut, hernia yang jelas, ikterus, dan lebam. Auskultasi akan bunyi usus dan

karekteristik motilitasnya. Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan akan tenderness, nyeri,

pembesaran organ dan timpani. Pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi

yang tidak regular. Kemudian, lakukan pemeriksaan sistem tubuh badan lainnya. Perlu

ditanyakan perubahan tertentu yang dirasai pasien, keadaan umum dan kesadaran pasien

diperhatikan. Auskultasi bunyi gallop atau murmur di jantung. Perkusi paru untuk

mengetahui konsolidasi.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan untuk penanganan terbagi beberapa bagian, yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi(leukositosis),

pakreatitis (amylase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9,AFP).

Biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja,

dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda

infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak

berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia

tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu
diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan

karsinoma pankreas perlu diperiksaCA 19-9.

2. Barium enema untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada

orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau

mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan. Pemeriksaan ini dapat

mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya

tukak atau gambaran ke arah tumor.

3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa esofagus, lambung atau usushalus dan untuk

mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.Contoh tersebut kemudian

diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakahlambung terinfeksi oleh

Helicobacter pylori

. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus

terapeutik.

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila disertai oleh keadaan yang disebut

alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan

adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama, dan terjadi

pada usia lebih dari 45tahun.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

a. CLO (rapid urea test)

b. Patologi anatomi (PA)

c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian


4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda,

serologi. Helicobacter pylori, dan urea breath test (belumtersedia di Indonesia). Pemeriksaan

radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras

ganda. Pada refluks gastroesofageal akantampak peristaltik di esofagus yang menurun

terutama di bagian distal.

2.1.6. Diagnosis Banding

 Dispepsia non ulkus

 Gastro-oesophageal reflux disease.

 Ulkus peptikum.

 Obat-obatan:

Obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemenkalium, digoxin.

 Malabsorbsi Karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol).

 Cholelithiasis or choledocholithiasis.

 Pankreatitis Kronik.

 Penyakit sistemik (diabetes, thyroid, parathyroid, hypoadrenalism, connectivetissue

disease).

 Parasit intestinal.

 Keganasan abdomen (terutama kanser pancreas dan gastrik)

2.1.7. Penatalaksanaan

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,

ditetapkan skema, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog

atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi .


Pengobatan dengan beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasida

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi

asamlambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, danMg

triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis,untuk

mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat

sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan

diare karena terbentuk senyawa MgCl.

Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium

hidroksida. Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan fosfat;

magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering digunakan adalah

seperti Mylanta,Maalox, merupakan kombinasi Aluminium hidroksida dan magnesium

hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal kronik karena bisa

menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan kronik neurotoksik pada

pasien tersebut.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu

pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam

lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atauesensial seperti

tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain simetidin,

roksatidin, ranitidin, dan famotidin.


4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi

asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan

pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah 18jam jadi bisa dimakan antara 2 dan 5 hari supaya

sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal,

digunakan sebelum makan yaitusebelum sarapan pagi kecuali omeprazol.

5. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).

Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat

berfungsi meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki

mikrosirkulasi meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa,

serta membentuk lapisan protektif(site protective), yang bersenyawa dengan protein

sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa

menyebabkan konstipasi(2 –3%). Kontra indikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis

standard adalah 1 g per hari.

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan

ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan

mencegah refluks dan memperbaiki asamlambung (acid clearance)

7. Antibiotik untuk infeksi

Helicobacter pylori, Eradikasi bakteri membantu mengurangi simptom pada sebagian pasien

dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin (Amoxil),clarithromycin

(Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin).

Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti-

depresidan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan

yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi
2.2.1. Post Partum

Pengertian Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar

lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-

organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan

lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).

Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari

perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru

dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun

kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul

masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan dapat

membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum

ini sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini, 2009).

Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam masa postpartum Mengidentifikasi dan merespon

terhadap kebutuhan dan komplikasi yang terjadi pada saat-saat penting yaitu 6 jam, 6 hari, 2

minggu dan 6 minggu, dan Mengadakan kolaborasi antara orang tua dan keluarga.

Tahapan Masa Postpartum Adapun tahapan-tahapan masa postpartum adalah :

(1). Puerperium dini : Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-

jalan.

(2). Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital,

kirakira 6-8 minggu.

(3). Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama

apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Suherni, 2009).
Kebijakan Program Nasional Nifas Selama ibu berada pada masa nifas, paling sedikit

4 kali bidan harus melakukan kunjungan, dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi

baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.

Seorang bidan pada saat memberikan asuhan kepada ibu dalam masa nifas, ada beberapa

hal yang harus dilakukan, akan tetapi pemberian asuhan kebidanan pada ibu masa nifas

tergantung dari kondisi ibu sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan) Mencegah perdarahan masa nifas karena

atonia uteri; Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan; rujuk bila perdarahan

berlanjut; Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana

cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri; Pemberian ASI awal;

Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir; Menjaga bayi tetap sehatdengan cara

mencegah hipotermi; Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan

ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam

keadaan sehat.

Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan): Memastikan involusi uterus berjalan

normal; uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal,

tidak ada bau; Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal;

Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat; Memastikan ibu

menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit; Memberikan

konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan

merawat bayi sehari-hari.

Kunjunan ke-3 (2 minggu setelah persalinan), sama seperti kunjungan hari keenam.
Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan) Menanyakan pada ibu tentang

penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami; Memberikan konseling untuk KB secara dini

(Suherni, 2011).

2.2.2. Kebutuhan Dasar Perawatan Postpartum

Nutrisi dan cairan Pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat perhatian yang

serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat

mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup

kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui harus

memenuhi kebutuhan akan gizi seperti mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari,

makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang

cukup, dan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.

Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan

membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat

mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum telentang

ditempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah

diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum.

Eliminasi Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa BAK spontan. Jika dalam 8

jam postpartum belum dapat berkemih tau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka

dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu 8 jam

untuk kateterisasi.

Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah hari kedua postpartum. Bila

lebih dari tiga hari belum BAB bisaa diberikan obat laksantia. Ambulasi secara dini dan
teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi

serat sangat dianjurkan.

Personal higiene sangat penting dilakukan Pada masa post partum, seorang ibu sangat

rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah

terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting

untuk tetap dijaga (Saleha, 2009).

Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan

kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu

untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk menyusui bayinya nanti (Jannah,

2011).

Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti

dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri.

Banyaknya budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai

masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tersebut tergantung pada

pasangan yang bersangkutan (Jannah, 2011).

Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari

kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat

pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah,

memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperkuat otot panggul dan

membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Suherni, 2009).
2.2.3. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum

1. Perubahan Sistem Reproduksi Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang

meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan

plasenta (plasental site) sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus,

mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca

persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4

minggu kembali pada ukuran sebelum hamil).

Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul

rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada

hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila

ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan

untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik

(Suherni, 2009).

2. Perubahan pada Sistem Pencernaan Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah

melahirkan.Hal ini umumnya karena makan padat dan kurangnya berserat selama

persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua

jam setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa

nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena

meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya

untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).

3. Perubahan Perkemihan Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu,

tergantung pada

(1) Keadaan/status sebelum persalinan


(2) lamanya partus kala II dilalui

(3) besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari

hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya

edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi

(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan)

kemukosa. (Suherni, 2009).

4. Perubahan dalam Sistem Endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat

perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam

proses tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama

tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan

mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat

merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali

ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan

pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan.

Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam

14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang

mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang

normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume darah

normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di

samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan

peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus,

dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.

5. Perubahan Tanda- tanda Vital Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat

menjadi 38ºC, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan
hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam

melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi

selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium),

pembengkakan payudara, dan lainlain.

Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya

bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat

berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi,

bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan

yang lama. Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi

orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah

berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama.

Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan.

Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang

disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu

mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu

kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan

(Maryunani, 2009).

2.2.4. Adaptasi Psikologi Ibu Postpartum

Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masa nifas

juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan antara ibu dan

bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita untuk

menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau rooming in pada ibu nifas

agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi
fisik seperti menyusui, mengganti popok saja tapi juga dari segi psikologis seperti menatap,

mencium, menimang sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga.

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai

berikut :

(1). Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari

pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama

pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya

dari awal sampai akhir.

(2). Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah

melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung

jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah

tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu.

Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas

kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai

penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.

(3). Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase

ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan

ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga

untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah

meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam menjalani peran barunya.

2.2.5. Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum

Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan.

Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi dan bimbingan
pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas yang harus diperhatikan.

Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini adalah :

1. Demam tinggi hingga melebihi 38°C.

2. Perdarahan Vagina

3. Nyeri perut hebat

4. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya.

Komplikasi Yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum adalah

semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat genetalia pada

waktu persalinan dan nifas. Sementara itu yang dimaksud dengan Febris Puerperalis adalah

demam sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, kecuali

pada hari pertama. Tempat-tempat umum terjadinya infeksi yaitu rongga pelvic daerah asal

yang paling umum terjadi infeksi, Payudara, Saluran kemih, Sistem vena. Perdarahan

postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin.

Perdarahan nifas dibagi menjadi dua yaitu :

(1).Perdarahan dini, yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam

pertama persalinan. Disebabkan oleh: atonia uteri, traumdan laserasi, hematoma.

(2). Perdarahan lambat/lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam.

Faktor resiko: sisa plasenta, infeksi, sub-involusi.


2.2.6. Konsep Budaya Dalam Perawatan Post Partum

1. Konsep Budaya Budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari

buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan

dengan akal. Ada juga ahli yang mengatakan bahwa budaya berasal dari kata budi-daya yang

berarti daya dari budi. Jadi, kata budaya atau daya dari budi itu berarti cipta, karsa, dan rasa

(Mulyadi, 2000). Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaankebiasaan

yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Sedangkan manusia sebagai mahkluk Bio-Psiko-Sosial-Spritual yang utuh dan unik. Teori

kebutuhan manusia, memandang manusia sebagai keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir

karena pengetahuan sosial budaya penting sekali dikuasai oleh profesi bidan dalam

menjalankan tugasnya karena bidan dalam menjalankan tugasnya katena bidan akan

berhadapan dengan berbagai macam kelompok sosial dengan beragam latar belakang agama,

status pendidikan dan sebagainya.

Sosial budaya sangat berkaitan dengan cara pendekatan dalam melakukan perubahan

prilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan masalah-masalah kependudukan karena

proses perkawinan dapat mengakibatkan kelahiran dan kelahiran itu merupakan resiko yang

tinggi bagi ibu-ibu di seluruh dunia (Syafrudin, 2009). Penyebaran orang minangkabau jauh

dari daerah asalnya ini disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka yang merantau,

yang disebabkan oleh dua hal.

Pertama, ialah keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan

tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat dihubungkan sebenarnya dengan keadaan bahwa

seorang laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan tanah warisan bagi kepentingan diri

sendiri.
Kedua, ialah perselisihan-perselisihan yang menyebabkan bahwa orang yang merasa

dikalahkan akan meninggalkan kampung dan keluarga untuk menetap di tempat lain.

Keadaan ini kemudian ditambah dengan keadaan yang diciptakan oleh perkembangan yang

berlaku pada masa akhir-akhir ini. Pendukung kebudayaan Minangkabau dianggap sebagai

suatu masyarakat dengan sistem kekeluargaan yang ganjil di antara suku-suku bangsa yang

lebih dahulu maju di Indonesia, yaitu sistem kekeluargaan yang matrilineal. Inilah biasanya

dianggap sebagai salah satu unsur yang memberi identitas kepada kebudayaan Minangkabau,

yang terutama dipopulerkan oleh roman-roman Balai Pustaka, pada bagian pertama dari abad

ke-20 (Koentjaraningrat, 2007)

2. Konsep Budaya Minang Tentang Perawatan Postpartum Terbentuknya janin dan kelahiran

bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kelangsungan hidup manusia, namun

berbagai kelompok masyarakat dengan kebudayaannya di seluruh dunia memiliki aneka

persepsi, interprestasi dan respons perilaku dalam menghadapinya, dengan berbagai

implikasinya terhadap kesehatan. Fisiologis kelahiran secara universal adalah sama, namun

proses kelahiran ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok masyarakat,

karena itu hal-hal yang bekenaan dengan proses pembentukan janin hingga kelahiran bayi

serta pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan ibunya perlu dilihat dari aspek

biososiokulturalnya sebagai suatu kesatuan.

Menurut pendekatan biososiokulturalnya dalam kajian antropologi ini, kehamilan dan

kelahiran bukan hanya dilihat semata-mata dari aspek biologis dan fisiologisnya saja. Lebih

dari itu, fenomena ini juga harus dilihat sebagai suatu proses yang mencakup pemahaman dan

pengaturan hal-hal, seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan

kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung,

cara-cara pencegahan bahaya, penggunaan ramu-ramuan atau obat-obatan dalam proses


kelahiran, cara-cara menolong persalinan, dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan

mengenai pertolongan serta peraeatan bayi dan ibunya (Swasono, 2011).

Manusia hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Masing-masing suku dan bangsa itu

memiliki lingkungan sosial budayanya sendiri, yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu

ada yang amat besar, cukup besar, ada yang tidak begitu besar, ada yang agak kecil, dan ada

yang cukup halus (Prayitno, 2004).

Salah satu contoh pengaruh sosial budaya yang masih melekat adalah enggannya ibu

hamil untuk memeriksakan kesehatan ke sarana kesehatan yg sudah tersedia. Mereka masih

ada yang lebih memilih melahirkan di rumah yg di tolong oleh dukun, ada pula yang percaya

saat melahirkan bayinya lebih senang pergi ke ladang untuk melahirkan disana, serta

pantangan-pantangan makanan bagi ibu hamil dan bayinya. Hal kepercayaan mereka

terhadap budaya yang seperti ini mengakibatkan tingginya angka kematian ibu saat

melahirkan karena komplikasi serta angka kematian bayi dan balita akibat kurangnya asupan

giji melalui ibu dikarenakan banyaknya pantangan-pantangan makanan yang tidak boleh

dikonsumsi saat hamil (Syafrudin, 2010).

Orang Minangkabau merupakan suatu contoh dari masyarakat yang mementingkan aspek

sosial dari kelahiran. Bayi perempuan dianggap sebagai pelanjut dari parurik atau kaum.

(klen matrilineal) sedangkan bayi laki-laki kelak diharapkan untuk menjadi penjujung nama

kerabat separuiknya, dan menjadi pembela kaum wanita dan klennya. Masayarakat Minang

juga percaya bahwa ketika seorang wanita sedang hamil 7 bulan, keluarga suaminya (bako

sang calon bayi) datang berkunjung sambil membawa berbagai macam makanan berupa nasi

lengkap dengan lauk-pauk, ditambah dengan beberapa jenis kue. Tujuannya adalah untuk

menunjukkan “hati tulus dan muka jernih” terhadap kelahiran bayi.


Menurut norma yang ideal dalam kebudayaan minangkabau, hubungan antara kerabat

kedua orangtua sang bayi diperkuat melalui kebersamaan mereka dalam upacara menyambut

kelahirannya, masing-masing dalam porsi kewajibannya sendiri terhadap si bayi. Selain itu

pada suku Minang sekitar seminggu menjelang bayi lahir, para bako kembali datang

membawa beras segantang dan dua butir kelapa. Dimana, sebutir kelapa diserahkan untuk

menambah bahan pembuat lauk rendang daging, sedangkan yang lainnya ditujukan untuk di

tanam di kebun sang ibu. Hal ini melambangkan harapan para bako anak yang lahir nanti,

yang mereka sebut sebagai anak pisang, akan menjadi seorang yang muka dan hatinya bagai

air kelapa itu. Singkatnya, ia di harapkan akan berguna bagai masyarakat, seperti pohon

kelapa yang dari akarnya hingga pucuk daunnya bermanfaat bagi kehidupan manusia

(Swasono, 2011).

2.2.7. Fenomenologi

Penelitian fenomenologi bersifat induktif, pendekatan yang dipakai adalah deskriptif yang

dikembangkan dari filsafat fenomenologi. Fokus filsafat fenomenologi adalah pemahaman

tentang respons kehadiran atau keberadaan manusia, bukan sekedar pemahaman bagian-

bagian yang spesifik atau perilaku khusus. Tujuan penelitian fenomenologi adalah

menjelaskan pengalaman apa yang dialami oleh orang dalam kehidupan ini, termasuk

interaksi dengan orang lain. Contoh penelitian fenomenologi adalah studi mengenai daur

hidup masyarakat tradisional dilihat dari perspektif kebiasaan hidup sehat, misalnya

menggunakan air bersih, menu makanan, kepedulian terhadap usaha pengobatan anggota

keluarga yang sakit, dan lain-lain. Penelahaan masalah dilakukan dengan multiperspektif atau

multi sudut pandang (Emzir, 2011).


BAB III

Kesimpulan dan Saran

3.1. Kesimpulan

Abdominal discomfort (Ketidak nyamanan perut) adalah sensasi tidak menyenangkan

atau menyakitkan di bagian perut. Saluran pencernaan menempati sebagian besar perut dan

sering menjadi sumber ketidaknyamanan perut, meskipun ketidaknyamanan perut juga dapat

disebabkan oleh kondisi dinding tubuh, kulit, pembuluh darah, atau saluran kemih. Pada

kasus diatas, Abdominal Discomfort yang dialami pasien sebagai salah satu faktor

predisposis.

3.2. Saran

1. Memberikan edukasi kepada ibu tentang hygine setelah persalinan dan asupan makanan

yang bergizi.

2. Alat –alat harus sudah steril sebelum melakukan tindakan menghindari terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, A. W. Setiyohadi, B, Alwi, I, Simadibrata, M. K, Setiati, S. 2009, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi 5. Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FK UI.

Weber, 2007. Diferensiasi diagnosa ilmu penyakit dalam. Jakarta : EGC

Price, S. A., Wilson, L.M, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Vol. 2.

Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai