Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

SCABIES

OLEH :
Finallita Wulandari 09310133

PEMBIMBING:
dr. Silvia T. Bangun, M.Ked, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2015
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : M.A.K
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Batak
Alamat : Laubaleng
No rekam medik : 121726
Kunjungan pertama ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kabanjahe,
tanggal 07 Juli 2015.

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 07 Juli 2015 pukul 11.50 WIB)


Keluhan Utama:
Bercak merah di sela-sela jari, telapak dan punggung tangan, serta
pergelangan pada kedua tangan, disertai gatal, dan nyeri yang dirasa sejak 1
bulan lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kabanjahe dengan
keluhan bercak merah di sela-sela jari, telapak dan punggung tangan, serta
pergelangan pada kedua tangan, disertai gatal, dan nyeri sejak 1 bulan lalu.
Keluhan dirasakan terus-menerus terutama saat pasien berkeringat dan lebih
sering pada malam hari. Pasien mengaku awalnya terasa panas dan gatal pada
tangan namun saat itu mulai muncul bintil-bintil kecil yang berisi cairan
berwarna kekuningan dan sedikit bercampur darah yang terdapat di sela sela
jari tangan, bintil bintil yang di rasakan sangat gatal, pasien manggaruk
sampai pecah dan tidak di sadari keluhan yang sama menyebar ke telapak dan
punggung tangan.
Rasa gatal ini disertai rasa nyeri atau perih. Pasien menyangkal rasa gatal
bertambah apabila mengonsumsi makanan/obat tertentu atau bersentuhan
dengan bahan-bahan tertentu. Pasien menyangkal adanya bercak merah atau
bintil-bintil serupa di bagian tubuh lain.
Pasien mengaku keluhan ini mulai terasa saat pasien tinggal di pesantren.
Keluhan gatal dan timbul bintil-bintil pernah di alami oleh teman sekamar
pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat penyakit menahun seperti darah tinggi, kencing manis dan
jantung disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga :


- Pasien mengaku ada anggota keluarga yang lain mengalami hal yang sama.

Riwayat Pengobatan :
- Pasien sudah pernah berobat ke tenaga medis sebelumnya namun
keluhan tetap dirasakan.

Riwayat Higiene :
- Pasien mandi dua kali sehari.
- Pasien mengganti pakaian setiap satu kali sehari.
- Pasien mengaku seprei kadang sering lupa untuk di ganti dan kasur tidak
pernah di jemur.
- Pasien mengaku sering tidur di kasur teman sekamarnya di pesantren.

Riwayat sosial ekonomi:


Pasien adalah seorang anak dari keluarga dengan ekonomi menengah.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Pernapasan : 22 x/menit
Head to Toe
Kepala
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-),
palpebra edema (-).
Hidung : bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-
tulang dalam perabaan baik.
Telinga : nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran
baik.
Mulut : tonsil tidak ada pembesaran, perdarahan gusi (-),
tidak ada rhagaden.
Tenggorokan : faring tidak hiperemis
Thoraks : bentuk dada simetris, sela iga tidak melebar,
retraksi dinding dada tidak ada.
Jantung : murmur (-), gallop (-).
Paru-paru : vesikuler (+) normal, ronchi (-), wheezing (-).
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien
tak teraba, bising usus dalam batas normal.
Ekstremitas atas : pitting edema (-), turgor normal. Kulit : di status
dermatologis.
Ekstremitas bawah : pitting edema (-), varises (-), turgor normal.
Kelenjar Getah Bening : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening pada
axilla dan inguinal dan tidak ada nyeri pada
penekanan.
Status Dermatologikus
Lokasi : Regio palmaris dan dorsum manus dextra et sinistra, interdigitalis
manus dextra et sinistra.
Efluoresensi dan distribusi : Tampak bercak eritem bersisik dengan ukuran
lentikular, batas tidak tegas, tepi tidak teratur,
penyebarannya diskret, dan terdapat bercak
hiperpigmentasi, terdapat skuama, erosi dan
ekskoriasi disertai krusta.

A B

Gambar 1. Regio Palmaris Manus Dextra (A) et Sinistra (B)


Bercak eritem multipel berukuran lentikuler, batas tidak tegas, tepi tidak teratur,
penyebarannya diskret,disertai skuama, erosi, ekskoriasi dan krusta berwarna
kuning kehitaman.

A B
Gambar 2. Regio Dorsum Manus Dextra (A) et Sinistra (B)
Bercak hiperpigmentasi multipel berukuran miliar sampai lentikuler, batas tidak
tegas, tepi tidak teratur, penyebarannya diskret,disertai skuama halus, dan pustul.

IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan Kerokan Kulit
- Burrow ink test
- Uji tetrasiklin
- Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

V. DIAGNOSIS BANDING
- Scabies
- Dermatitis atopik
- Prurigo

VI. DIAGNOSIS KERJA


Scabies
VII. PENATALAKSANAAN
Umum :
- Menjelaskan kepada pasien bahwa ini merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh infeksi parasit tungau dan menular baik secara
lansung (kontak kulit ke kulit seperti berjabat tangan atau tidur
bersama), maupun tidak langsung (pakaian, handuk, spresi, sarung).
- Menyarankan agar pasien menjaga kebersihan badan dengan mandi
2 kali sehari
- Menyarankan agar seluruh pakaian dicuci dengan menggunakan air
hangat
- Menyarankan agar kasur, bantal, sprei,dan benda-benda lain yang
tidak bisa di cuci dapat dijemur
- Memberikan edukasi agar penyakit tidak berulang dengan rajin
melakukan pengobatan dan keluarga/ teman yang dicurigai harus
diobati
- Menyarankan agar pasien kontrol seminggu lagi untuk melihat hasil
terapi dan perkembangan penyakit
Khusus :
- Sistemik :
Anti histamin : Cetrizine 1 x 10 mg/hari
Antibioti : Eritromisin 3 x 250 mg
- Topikal : krim Permetrin 5%, 1x per minggu (malam hari) dan
didiamkan selama 8-12 jam sampai besok pagi dan mandi seperti
biasa.

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad cosmeticum : bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Scabies merupakan salah satu penyakit zoonosis yang menyerang kulit,
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya,
dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh
penetrasi tungau/kutu/mite parasit obligat pada manusia, Sarcoptes scabiei var.
hominis ke dalam lapisan epidermis. Sarcoptes scabiei ini dapat ditemukan di
dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi. Kejadian
scabies pada manusia banyak di jumpai pada daerah tropis terutama di kalangan
anak-anak dari lingkungan masyarakat yang hidup berkelompok dalam kondisi
berdesak-desakan dengan tingkat hygiene, sanitasi dsan soSial ekonomi yang
relatif rendah.1
Pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von Hebra, bapak
dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Benomo pada
tahun 1667, kemudian oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada
sukarelawan selama perang dunia II.2

II. DEFINISI
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap kutu Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Sinonimnya adalah
kudis, The itch, gudik, budukan, gatal agogo.1

III. EPIDEMIOLOGI
Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia,
tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang
buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.
Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan
Seksual).3
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi
dapat menyerang semua umur. Populasi yang padat, yang umum terjadi di negara-
negara terbelakang dan hampir selalu terkait dengan kemiskinan dan faktor
kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong penyebaran scabies.4
Infeksi scabies terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke kulit maupun
kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan
lain-lain).4

IV. ETIOLOGI
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis.
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang oleh bentuk larva. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, super family Sarcoptes. Kutu scabies memiliki 4 pasang kaki dan
berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang. 3
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor,
dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
dengan alat perekat.1,5

Gambar 3. Morfologi Sarcoptes scabiei.5


Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup
dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai
jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12
hari.2
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan
mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi.2
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih
kurang 7-14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,
contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya
masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang.3

Gambar 4. Sarcoptes scabiei betina dan telurnya.6


V. PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan
sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada
pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret
dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.
Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,
krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas
dari lokasi tungau.2
Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan
kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya.
Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan
membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini akan
bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di
dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah invasi
pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi
hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.3

Gambar 5. Siklus hidup Sarcoptes scabiei.7


Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala selama
bulan pertama setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah sejumlah
kutu (biasanya kurang dari 20) telah dewasa dan telah menyebar dengan cara
bermigrasi atau karena garukan pasien, hal ini akan berkembang dari rasa gatal
awal yang terlokalisir menjadi pruritus generalisata.8
Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari
beberapa milimeter menjadi beberapa centimeter. Terowongan ini tidak meluas ke
lapisan bawah epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies Norwegia,
kondisi dimana terdapat kulit yang bersisik, menebal, terjadi imunosupresan, atau
pada orang-orang tua dengan jumlah ribuan kutu yang menginfeksi. Telur-telur
kutu ini akan dikeluarkan dengan kecepatan 2-3 telur perharinya dan massa feses
(skibala) terdeposit pada terowongan. Skibala ini dapat menjadi iritan dan
menimbulkan rasa gatal.9
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat
terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.
Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali
pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau.
Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan
immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.3,6
Reaksi hipersensitivitas akibat adanya benda asing mungkin menjadi
penyebab lesi. peningkatan titer IgE dapat terjadi pada beberapa pasien scabies,
bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe langsung akibat
reaksi dari kutu betina ini. Kadar IgE menurun dalam satu tahun setelah terinfeksi.
Eosinofil kembali normal segera setelah dilakukannya perawatan. Fakta bahwa
gejala yang timbul jauh lebih cepat ketika terjadi reinfeksi mendukung pendapat
bahwa gejala dan lesi scabies adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas.9
Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit-ke-
kulit. Namun transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode tidak langsung
lainnya sangat langka tetapi mungkin terjadi pada Norwegian scabies (misalnya,
dalam host immunocompromised). Transmisi antara anggota keluarga. Transmisi
seksual juga terjadi.7

VI. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis
berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda
utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :8,10
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa
hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. 5,8 Hal ini disebabkan
karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan
panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah.11
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu
pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat
menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan
ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh
parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa/carier bagi individu lain.12
c. Adanya terowongan (kunikulus)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis.12
Gambar 6. Terowongan pada penderita scabies.11

Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian depan dan
lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. 3
Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik (pustul, ekskoriasi,
dan lain-lain).11

Gambar 7. Gambaran klasik Scabies.5

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas


pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah terowongan yang tipis dan
kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna
putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan
ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku.
Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas
menggaruk pasien yang hebat.3

Gambar 8. Distribusi makro lesi primer scabies pada orang dewasa.4

Gambar 9. Distribusi makro lesi primer scabies pada anak.4

d. Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan
besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan
ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat
ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada
umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. 13
Diagnosa positif hanya didapatkan bila menemukan tungau dengan
menggunakan mikroskop, biasanya posisi tungau determined dalam liang,
dapat menggunakan pisau untuk teknik irisan ataupun denggan menggunakan
jarum steril, tungau ini mayoritas dapat ditemukan pada tangan, pergelangan
tangan dan lebih kurang pada daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada
anak – anak tungau banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan
menggaruk, pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret.14

Gambar 10. Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei.15

Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang
tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan
kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan. . Beberapa
bentuk skabies antara lain :
a. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah
yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.12

b. Skabies pada bayi dan anak


Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan
kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul pruritis
eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan daerah lateral
badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu
setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bula bisa timbul
terutama pada telapak tangan dan jari.3 Lesi skabies pada anak dapat
mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan,
telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima,
sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah. 12
Lesi yang timbul dalam bentuk vesikel, pustul, dan nodul, tetapi distribusi
lesi tersebut atipikal. Eksematisasi dan impetigo sering didapatkan, dan
dapat dikaburkan dengan dermatits atopik atau acropustulosis. Rasa gatal
bisa sangat hebat, sehingga anak yang terserang dapat iritabel dan kurang
nafsu makan.7

Gambar 11. Skabies pada


anak.5

c. Skabies nodular
Skabies nodular adalah
varian klinik yang terjadi
sekitar 7% dari kasus skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan
berukuran 2-20 mm yang sangat gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang
tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodul yang lama
tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.15
d. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan
tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Akan tetapi dengan
penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat
setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan
lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun
seluler.12

Gambar 12. Lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan regimen
imunosupresan.5
e. Norwegian scabies (Skabies berkrusta)
Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata berupa krusta
dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada kulit kepala berambut,
telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku, lutut dapat pula disertai kuku
distrofik bentuk ini sangat menular tetapi gatalnya sangat sedikit. Dapat
ditemukan lebih dari satu juta populasi tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan
pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imun misalnya AIDS,
penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.3,12

Gambar 13. Norwegian scabies yang bermanifestasi sebagai kulit yang


terekskoriasi, likenifikasi, hiperkeratosis.3

f. Skabies yang ditularkan melalui hewan.


Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
scabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan
genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering
kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan.
Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat
sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var.
binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.5
g. Skabies karena terbaring di tempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat
tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.5
3. Pemeriksaan Penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit
ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari
empat cardinal sign.12 Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan
tungau dan produknya yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril yang bertujuan
untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan
di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah
mikroskop.12
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya
kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai
parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.12
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah
tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan
lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam
terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang
khas berupa garis menyerupai bentuk S.12
d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian
dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial menggunakan pisau dan
berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang
kemudian diperiksa dibawah mikroskop.12 Biopsi irisan dengan pewarnaan
Hematoksilin and Eosin (H.E).
Gambar 14. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E.7,10

e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.12
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang berguna untuk
membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma. Dermoskopi juga dapat
menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini
dapat mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang
diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki.
Banyak laporan kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam
mendiagnosis scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat
berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada
pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies
nodular.16

Gambar 15. Scabies yang teridentifikasi dengan Dermoskopi.16

VII. DIAGNOSIS BANDING


Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the great
immitator karena dapat menyerupai banyak kelainan kulit dengan keluhan gatal.1
1. Insect bite (gigitan serangga) :
Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm berkelompok
dan tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies lebih suka memilih
area tertentu yaitu menghindari area yang memiliki banyak folikel
pilosebaseus.8,17
Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dan sengatan
serangga tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan dan sengatan
serangga saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa terowongan yang tipis
dan kecil seperti benang berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel.3,17
Gigitan serangga biasanya hanya mengenai satu anggota keluarga saja,
sedangkan skabies menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.12,18
Gambar 16. Tampak gigitan serangga berupa bulla. 17

2. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian
teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo, penyebabnya belum
diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor stress emosional menjadi salah
satu pemicu sehingga sulit untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau
akibat dari prurigo sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau
Sarcoptes scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).8,18

Gambar 17. Tampak prurigo nodularis di daerah lengan. 18

3. Dermatitis
4. Pedikulosis korporis

VIII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur
pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi yang
pernah diberikan sebelumnya.3
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus
dioleskan skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah
diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap
menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan
beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan
menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin
maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan
ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid
yang lengkap.3
1. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies : 6
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang
yang terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
c. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
d. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
e. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas
f. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
g. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
h. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu
2. Penatalaksanaan secara khusus
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat
berupa topikal maupun oral antara lain :
a. Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat
baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena
efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan
keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme
di kulit dan deksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis
tunggal digunakan selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali dalam 1
minggu selama 2 minggu, apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin tidak dapat diberikan pada
bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek
samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa
studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari lindane
dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.(11,18)
b. Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan,
sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%)
dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat
sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini
adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan
di negara yang membutuhkan terapi massal.13,15
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi.13

c. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada
tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%.
Benzyl benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara
kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan
untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil
dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate
lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara
berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate digunakan
dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.6
d. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena atau gameksan/
gammexane, adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat
tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput
lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada
jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan
kematian tungau, lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan
feses.6
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari
leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion. Setelah
pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini
untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane selama 6 jam
sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta
tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.12
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-
tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual,
pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak
mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah
seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.6
e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah
diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah
mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam, kemudian
dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila
digunakan jangka panjang.12
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan terhadap
skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat keracunan
terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai
efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.6
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak
mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo
parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada
manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk
skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus
tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Efek
samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.12
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan
2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.12
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam,
pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.12 Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat
tinggi.6
3. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa
pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali
sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki
diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan
diawali dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane
dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi dengan skabisid
diobati dengan keratolitik.12
4. Penatalaksanaan skabies nodular
Skabies nodular merupakan salah satu karakteristik skabies yang kronik
mengenai beberapa bagian tubuh seperti genitalia pria dan aksilla. Skabies
seperti ini ditangani dengan anti skabitik disertai dengan pemberian steroid.6
5. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral khususnya
eritromisin atau ampisilin, amoksisilin.12
6. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal
yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi
dengan anti skabies yang adekuat. Misalnya Antihistamin klasik sedatif ringan
untuk menguranggi gatal, misalnya Klorfeniramin maleat. Kortikosteroid
(diberikan 1-2 minggu) sampai lesi mereda. Pada bayi, aplikasi hidrokortison
1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada
lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa
dapat digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.12
Tabel 1. Pengobatan Skabies 3

Jenis Obat Dosis Keterangan


Krim Dioleskan selama 8-14 Terapi lini pertama di Amerika
Permethrin jam, diulangi selama 7 Serikat dan kehamilan kategori
5% hari. B.
Merupakan obat pilihan untuk
saat ini, tingkat keamanannya
cukup tinggi, mudah
pemakaiannya dan tidak
mengiritasi kulit.
Dapat digunakan di kepala dan
leher anak usia kurang dari 2
tahun. Penggunaannya dengan
cara dioleskan pada seluruh
tubuh (leher ke bawah) lebih
kurang 8 jam kemudian dicuci
bersih.
Tidak dianjurkan untuk bayi
kurang dari 2 bulan.
Losion Dioleskan selama 8 jam Krim/lusio.
Lindane 1% setelah itu dibersihkan, Efektif terhadap semua
olesan kedua diberikan 1 stadium.
minggu kemudian. Jarang membuat iritasi.
Tidak dapat diberikan pada
anak umur 2 tahun atau < 6
tahun kebawah, wanita selama
masa kehamilan dan laktasi
karena toksis terhadap SSP.
Krim Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus
Crotamiton berturut-turut, lalu tetapi efektifitasnya tidak
10% diulangi dalam 5 hari. sebaik topikal lainnya.
Krim/losio, merupakan obat
pilihan.
Jauh kan dari mukosa.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari Salep/krim.
presipitat 5- lalu dibersihkan. Hanya efektif pada stadium
10% dewasa.
Aman untuk anak kurang dari 2
bulan dan wanita dalam masa
kehamilan dan laktasi, tetapi
tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data
efisiensi obat ini masih kurang.
Penggunaan tidak boleh kurang
dari 3 hari.
Losion Dioleskan selama 24 jam Krim/losio.
Benzyl lalu dibersihkan Efektif namun dapat
Benzoat menyebabkan dermatitis pada
10% wajah.
Sring iritatif dan kadang makin
gatal setelah dipakai.
Ivermectin Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang
200 υg/kg diulangi selama 10-14 tinggi dan aman. Dapat
hari digunakan bersama bahan
topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus skabies
berkrusta dan skabies resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk mematikan tungau, rasa gatal dapat


bertahan dan dirasakan selama 6 minggu sebagai reaksi eksematous. Pasien dapat
diobati dengan pengobatan eksema biasa dengan emolien dan kortikosteroid
topikal dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder
Staphylocccus aureus. Antipruritus topikal crotamiton sering membantu jika kulit
gatal dengan hanya sedikit reaksi peradangan. Pasien harus disarankan bahwa
erupsi dari skabies membutuhkan waktu untuk proses penyembuhan dan
sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan skabisid yang berlebihan.19

IX. KOMPLIKASI
Di utara Australia, dilaporkan angka kematian meningkat 50 % selama lebih
dari 5 tahun, dengan penyebab utamanya yaitu infeksi bakterial sekunder, yang
sering disebabkan oleh Streptococcus aureus, Streptococcus β-hemolitikus grup A,
atau peptostreptococci. Beberapa laporan kasus didapatkan vaskulitis
leukositoklastik akibat scabies, dan satu kasus tercatat adanya antikoagulan
lupus.20 Impegtiginisasi sekunder adalah komplikasi umum ditemukan dan
berespon baik terhadap pemberian antibiotik topikal ataupun oral, tergantung
tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi
terutama pada skabies Norwegian Scabies.3 Glomerulonefritis juga pernah
dilaporkan sebagai komplikasi dari scabies.20 Post-streptococcal
glomerulonephritis bisa terjadi karena scabies-induced pyodermas yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogens.3
X. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu. 3
Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies,
jika diobati dengan benar (pemilihan dan cara pemakaian obat), dan faktor
predisposisi dihilangkan, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan eksema
akan sembuh.1,19

XI. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang
kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.3
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk
dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari
diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus dibersihkan (vacuum
cleaner).3
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi


V, Jakarta : FKUI. 2007.

2. Handoko,Ronny P.2008.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.ED: V FKUI

3. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.

4. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care;
An Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11

5. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.

6. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate


Med J. 2005; 81: p. 8 - 10.

7. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-1723.

8. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell;
2010. p. 38.36 – 38.38.

9. Handoko,PR. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit


kulit dan kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-123

10. Granholm JM, Olazowaki J. Scabies prevention and control manual.


Michigan department of community health. 2005; 1: p. 10.

11. Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical
dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London.
Mosby; 2004. p. 500.

12. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas
kedokteran universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.

13. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19:
p. 12-16.
14. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and
bites. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the
skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p.
453

15. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771

16. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of
Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.

17. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors. Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84

18. Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of
dermatology. 8th ed. USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 – 22.43.

19. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals.


2005; 331: p. 619, 622.

20. Leone PE. Scabies and Pediculosis Pubis : An Update of Treatment


Regiments and General Review. CID journals. 2007; 44: p. 153-59.

Anda mungkin juga menyukai