SCABIES
OLEH :
Finallita Wulandari 09310133
PEMBIMBING:
dr. Silvia T. Bangun, M.Ked, Sp.KK
I. IDENTIFIKASI
Nama : M.A.K
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Batak
Alamat : Laubaleng
No rekam medik : 121726
Kunjungan pertama ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kabanjahe,
tanggal 07 Juli 2015.
Riwayat Pengobatan :
- Pasien sudah pernah berobat ke tenaga medis sebelumnya namun
keluhan tetap dirasakan.
Riwayat Higiene :
- Pasien mandi dua kali sehari.
- Pasien mengganti pakaian setiap satu kali sehari.
- Pasien mengaku seprei kadang sering lupa untuk di ganti dan kasur tidak
pernah di jemur.
- Pasien mengaku sering tidur di kasur teman sekamarnya di pesantren.
A B
A B
Gambar 2. Regio Dorsum Manus Dextra (A) et Sinistra (B)
Bercak hiperpigmentasi multipel berukuran miliar sampai lentikuler, batas tidak
tegas, tepi tidak teratur, penyebarannya diskret,disertai skuama halus, dan pustul.
V. DIAGNOSIS BANDING
- Scabies
- Dermatitis atopik
- Prurigo
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad cosmeticum : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Scabies merupakan salah satu penyakit zoonosis yang menyerang kulit,
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya,
dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh
penetrasi tungau/kutu/mite parasit obligat pada manusia, Sarcoptes scabiei var.
hominis ke dalam lapisan epidermis. Sarcoptes scabiei ini dapat ditemukan di
dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi. Kejadian
scabies pada manusia banyak di jumpai pada daerah tropis terutama di kalangan
anak-anak dari lingkungan masyarakat yang hidup berkelompok dalam kondisi
berdesak-desakan dengan tingkat hygiene, sanitasi dsan soSial ekonomi yang
relatif rendah.1
Pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von Hebra, bapak
dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Benomo pada
tahun 1667, kemudian oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada
sukarelawan selama perang dunia II.2
II. DEFINISI
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap kutu Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Sinonimnya adalah
kudis, The itch, gudik, budukan, gatal agogo.1
III. EPIDEMIOLOGI
Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia,
tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang
buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.
Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan
Seksual).3
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi
dapat menyerang semua umur. Populasi yang padat, yang umum terjadi di negara-
negara terbelakang dan hampir selalu terkait dengan kemiskinan dan faktor
kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong penyebaran scabies.4
Infeksi scabies terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke kulit maupun
kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan
lain-lain).4
IV. ETIOLOGI
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis.
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang oleh bentuk larva. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, super family Sarcoptes. Kutu scabies memiliki 4 pasang kaki dan
berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang. 3
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor,
dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
dengan alat perekat.1,5
VI. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis
berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda
utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :8,10
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa
hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. 5,8 Hal ini disebabkan
karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan
panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah.11
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu
pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat
menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan
ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh
parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa/carier bagi individu lain.12
c. Adanya terowongan (kunikulus)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis.12
Gambar 6. Terowongan pada penderita scabies.11
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian depan dan
lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. 3
Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik (pustul, ekskoriasi,
dan lain-lain).11
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang
tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan
kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan. . Beberapa
bentuk skabies antara lain :
a. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah
yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.12
c. Skabies nodular
Skabies nodular adalah
varian klinik yang terjadi
sekitar 7% dari kasus skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan
berukuran 2-20 mm yang sangat gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang
tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodul yang lama
tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.15
d. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan
tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Akan tetapi dengan
penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat
setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan
lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun
seluler.12
Gambar 12. Lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan regimen
imunosupresan.5
e. Norwegian scabies (Skabies berkrusta)
Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata berupa krusta
dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada kulit kepala berambut,
telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku, lutut dapat pula disertai kuku
distrofik bentuk ini sangat menular tetapi gatalnya sangat sedikit. Dapat
ditemukan lebih dari satu juta populasi tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan
pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imun misalnya AIDS,
penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.3,12
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.12
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang berguna untuk
membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma. Dermoskopi juga dapat
menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini
dapat mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang
diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki.
Banyak laporan kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam
mendiagnosis scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat
berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada
pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies
nodular.16
2. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian
teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo, penyebabnya belum
diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor stress emosional menjadi salah
satu pemicu sehingga sulit untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau
akibat dari prurigo sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau
Sarcoptes scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).8,18
3. Dermatitis
4. Pedikulosis korporis
VIII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur
pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi yang
pernah diberikan sebelumnya.3
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus
dioleskan skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah
diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap
menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan
beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan
menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin
maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan
ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid
yang lengkap.3
1. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies : 6
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang
yang terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
c. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
d. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
e. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas
f. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
g. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
h. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu
2. Penatalaksanaan secara khusus
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat
berupa topikal maupun oral antara lain :
a. Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat
baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena
efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan
keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme
di kulit dan deksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis
tunggal digunakan selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali dalam 1
minggu selama 2 minggu, apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin tidak dapat diberikan pada
bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek
samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa
studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari lindane
dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.(11,18)
b. Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan,
sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%)
dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat
sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini
adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan
di negara yang membutuhkan terapi massal.13,15
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi.13
c. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada
tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%.
Benzyl benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara
kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan
untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil
dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate
lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara
berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate digunakan
dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.6
d. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena atau gameksan/
gammexane, adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat
tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput
lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada
jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan
kematian tungau, lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan
feses.6
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari
leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion. Setelah
pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini
untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane selama 6 jam
sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta
tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.12
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-
tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual,
pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak
mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah
seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.6
e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah
diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah
mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam, kemudian
dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila
digunakan jangka panjang.12
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan terhadap
skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat keracunan
terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai
efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.6
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak
mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo
parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada
manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk
skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus
tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Efek
samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.12
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan
2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.12
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam,
pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.12 Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat
tinggi.6
3. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa
pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali
sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki
diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan
diawali dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane
dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi dengan skabisid
diobati dengan keratolitik.12
4. Penatalaksanaan skabies nodular
Skabies nodular merupakan salah satu karakteristik skabies yang kronik
mengenai beberapa bagian tubuh seperti genitalia pria dan aksilla. Skabies
seperti ini ditangani dengan anti skabitik disertai dengan pemberian steroid.6
5. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral khususnya
eritromisin atau ampisilin, amoksisilin.12
6. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal
yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi
dengan anti skabies yang adekuat. Misalnya Antihistamin klasik sedatif ringan
untuk menguranggi gatal, misalnya Klorfeniramin maleat. Kortikosteroid
(diberikan 1-2 minggu) sampai lesi mereda. Pada bayi, aplikasi hidrokortison
1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada
lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa
dapat digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.12
Tabel 1. Pengobatan Skabies 3
IX. KOMPLIKASI
Di utara Australia, dilaporkan angka kematian meningkat 50 % selama lebih
dari 5 tahun, dengan penyebab utamanya yaitu infeksi bakterial sekunder, yang
sering disebabkan oleh Streptococcus aureus, Streptococcus β-hemolitikus grup A,
atau peptostreptococci. Beberapa laporan kasus didapatkan vaskulitis
leukositoklastik akibat scabies, dan satu kasus tercatat adanya antikoagulan
lupus.20 Impegtiginisasi sekunder adalah komplikasi umum ditemukan dan
berespon baik terhadap pemberian antibiotik topikal ataupun oral, tergantung
tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi
terutama pada skabies Norwegian Scabies.3 Glomerulonefritis juga pernah
dilaporkan sebagai komplikasi dari scabies.20 Post-streptococcal
glomerulonephritis bisa terjadi karena scabies-induced pyodermas yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogens.3
X. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu. 3
Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies,
jika diobati dengan benar (pemilihan dan cara pemakaian obat), dan faktor
predisposisi dihilangkan, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan eksema
akan sembuh.1,19
XI. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang
kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.3
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk
dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari
diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus dibersihkan (vacuum
cleaner).3
DAFTAR PUSTAKA
3. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
4. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care;
An Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11
5. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.
8. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell;
2010. p. 38.36 – 38.38.
11. Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical
dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London.
Mosby; 2004. p. 500.
12. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas
kedokteran universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.
13. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19:
p. 12-16.
14. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and
bites. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the
skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p.
453
15. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771
16. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of
Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.
17. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors. Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84
18. Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of
dermatology. 8th ed. USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 – 22.43.