Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. DEFINISI

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa
petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena,
hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan. 4

2.2 ETIOLOGI

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam
grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family
flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN
4. Masing masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit
pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama
terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga
merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita
banyak yang meninggal. 4

2.3. VEKTOR PENYAKIT

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan


dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik-
bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan

4
mengisap cairan tumbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan
yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia
dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari.
Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-
17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk
memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat
infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap
(beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah
benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab.
Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk
betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit
diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam
waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan
akhirnya menjadi nyamuk dewasa. 5

2.4. EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar diwilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat,


dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per100.000
penduduk (1989 - 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa
hingga 35 per100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD
cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. 5

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Peningkatan kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukkan bagi nyamuk betina, yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui
berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue, yaitu: 1). Vektor:
perkembangbiakkan vektor; kebiasaan menggigit; kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2). Penjamu:

5
terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan
kepadatan penduduk. 5

2.5. CARA PENULARAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes


aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah
orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam
darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang 12 didalam darahnya
mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam
berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari
sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus
dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus
akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk
didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita,
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi
ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya.
Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue itu
menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap
kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air
liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku.
Bersama air liur inilah virus dengue 13 dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. 5

2.6. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

6
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut
dengan antibodi dependent enchancement (ADE)
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T 14 helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL- 6, dan IL-10
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit 15 sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
endotel dan terjadi kebocoran plasma. 5
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks
virusantibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (> 5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal
ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme

7
kompensasi 16 terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur intrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex). 6

Patogenesis DBD
Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody respons

Kompleks virus-antibodi

Agregasi trombosit   Aktivasi komplemen
Aktivasi koagulasi
Penghancuran Pengeluaran platelet
trombosit oleh RES Aktivasi faktor
faktor III
Hageman Anafilatoksin
Trombositopenia Koagulopati konsumtif
(DIC) Sistem kinin
Peningkatan
Kinin permeabilitas
Penurunan faktor
kapiler
pembekuan FDP meningkat
Gangguan
fs.trombosit Perdarahan masif Syok

2.7. GEJALA KLINIS DAN FAKTOR RESIKO

2.7.1 Gejala Klinis

Gejala klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD). Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4 - 6

8
hari (rentang 3 - 14 hari), timbul gejala prodomal yang tidak khas seperti: nyeri
kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.6

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2 - 7 hari, yang


diikuti oleh fase kritis selama 2 - 3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan adekuat. 6

2.7.2 Faktor Resiko DBD

1) Kepadatan penduduk, lebih padat lebih mudah untuk terjadi penularan DBD,
oleh karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter.
2) Mobilitas penduduk, memudakan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.
3) Kualitas perumahan, jarak antar rumah, pencahayaan, bentuk rumah, bahan
bangunan akan mempengaruhi penularan. Bila di suatu rumah ada nyamuk
penularnya maka akan menularkan penyakit di orang yang tinggal di rumah
tersebut, di rumah sekitarnya yang berada dalam jarak terbang nyamuk dan
orang-orang yang berkunjung kerumah itu.
4) Pendidikan, akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan
dan cara pemberantasan yang dilakukan.
5) Penghasilan, akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke puskesmas
atau rumah sakit.
6) Mata pencaharian, mempengaruhi penghasilan
7) Pola hidup, kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam
masalah akan mengurangi resiko ketularan penyakit.
8) Perkumpulan yang ada, bisa digunakan untuk sarana PKM
9) Golongan umur, akan memperngaruhi penularan penyakit. Lebih banyak
10) golongan umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih
besar.
11) Suku bangsa, tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing, hal
ini juga mempengaruhi penularan DBD.
12) Kerentanan terhadap penyakit, tiap individu mempunyai kerentanan tertentu
terhadap penyakit, kekuatan dalam tubuhnya tidak sama dalam menghadapi

9
suatun penyakit, ada yang mudah kena penyakit, ada yang tahan terhadap
penyakit.

Sedangkan faktor yang dianggap dapat memicu kejadian DBD adalah :

1) Lingkungan. Perubahan suhu, kelembaban nisbi, dan curah hujan


mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vektor penular
penyakit bertambah danvirus dengue berkembang lebih ganas. Siklus
perkawinan dan pertumbuhan nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk
dewasa akan dipersingkat sehingga jumlah populasi akan cepat sekali naik.
Keberadaan penampungan air artifisial kontainer seperti bak mandi, vas
bunga, drum, kaleng bekas, dan lain-lain akan memperbanyak tempat
bertelur nyamuk. Penelitian oleh Ririh dan Anny (2005) tentang “Hubungan
Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Daerah Endemis Surabaya”
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelembaban, tipe kontainer,
dantingkat pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan jentik nyamuk
Aedes Aegypti. 3
2) Perilaku. Kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan
lingkungan tempat tinggal, sehingga terjadi genangan air yang menyebabkan
berkembangnya nyamuk. Kurang baik perilaku masyarakat terhadap PSN
(mengubur, menutup penampungan air), urbanisasi yang cepat, transportasi
yang makin baik, mobilitas manusia antar daerah, kurangnya kesadaran
masyarakat akan kebersihan lingkungan, dan kebiasaan berada di dalam
rumah pada waktu siang hari. 3

10
2.7.3 Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Tabel. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue3

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih -Leukopenia


Serologi

Tanda : sakit kepala, nyeri retro -Trombositopenia,


Dengue

-orbital, mialgia, artralgia tidak ditemukan

kebocoran plasma

DBD I Gejala di atas ditambah uji -Trombositopenia

bendung positif (<100.000µl), bukti

kebocoran plasma

DBD II Gejala di atas ditambah -Trombositopenia

perdarahan spontan (<100.000µl), bukti

kebocoran plasma

DBD III Gejala di atas ditambah -Trombositopenia

kegagalan sirkulasi (kulit (<100.000µl), bukti

dingin dan lembab serta kebocoran plasma

gelisah)

DBD IV Syok berat disertai dengan -Trombositopenia

tekanan darah dan nadi (<100.000µl), bukti

terukur kebocoran plasma

*DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD).

Tabel. 2.1. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

11
2.8. PENEGAKAN DIAGNOSA
2.8.1 Demam Dengue (DD)

Merupakan penyakit demam akut selama 2 - 7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

1. Nyeri retro – orbital

2. Mialgia / artralgia

3. Ruam kulit

4. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)

5. Leukopenia

Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD / DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama. 7

2.8.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua


hal dibawah ini dipenuhi :

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2 - 7 hari, biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

a. Uji bendung positif

b. Petekie, ekimosis, atau purpura

c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),


atau perdarahan dari tempat lain

d. Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000µl).

12
4. Terdapat minimal satu tanda - tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai


dengan umur dan jenis kelamin.

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,


dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau


hipoproteinemia.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD. 7

2.8.3 Sindrom Syok Dengue (SSD)

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan


manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah.7

2.8.4 Diagnosis Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien

tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,


hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. 7

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT -PCR (Reverse
Trancriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak. 6

13
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

a. limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit


plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.

b. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3 – 8.

c. Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya


peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke - 3 demam.

d. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer,


atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.

e. Protein / albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran


plasma.

f. SGOT / SGPT dapat meningkat.

g. Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal; Elektrolit :


sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

h. Golongan darah dan crossmatch (uji cocok serasi) : bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.

i. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue,


IgM : terdeteksi mulai hari ke 3 - 5, meningkat sampai minggu ke - 3,
menghilang setelah 60 - 90 hari. IgG : pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke - 14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi
hari ke - 2.

j. Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilance.

14
k. NS 1 : antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63% - 93,4%
dengan sensitivitas 100% sama tingginya dengan sensitivitas gold standar
kultur virus. Hasil negatif antigen NS 1 tidak menyingkirkan adanya
infeksi virus dengue.

2.8.5 Diagnosis Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. 7

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4 - 6 hari (rentang 3 - 14


hari), timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah. 7

2.9 PENATALAKSANAAN

2.9.1 Pengobatan

Untuk mengatasi demam sebaiknya diberikan asetaminofen. Salisilat tidak


digunakan karena akan memicu perdarahan dan asidosis. Asetaminofen diberikan
selama demam masih mencapai 39ºC, paling banyak 6 dosis dalam 24 jam.
Kadang-kadang diperlukan obat penenang pada anak-anak yang sangat gelisah.
Kegelisahan ini bisa terjadi karena dehidrasi atau gangguan fungsi hati. Haus dan
dehidrasi merupakan akibat dari demam tinggi, tidak adanya nafsu makan
dan muntah. Untuk mengganti cairan yang hilang harus diberikan cairan yang
cukup melalui mulut atau melalui vena.Cairan yang diminum sebaiknya
mengandung elektrolit seperti oralit. Cairan lain yang bisa juga diberikan pada
pasien penderita DBD adalah jus buah-buahan. 7

15
Penderita harus segera dirawat bila ditemukan gejala-gejala berikut :

a. takikardi, denyut jantung.

b. kulit pucat dan dingin.

c. denyut nadi melemah.

d. terjadi perubahan derajat kesadaran, penderita terlihat ngantuk atau


tertidur terus menerus.

e. urine sangat sedikit.

f. peningkatan konsentrasi hematokrit secara tiba - tiba.

g. tekanan darah menyempit sampai kurang dari 20 mmHg.

h. hipotensi.

Pada tanda-tanda tersebut berarti penderita mengalami dehidrasi yang


signifikan (>10% berat badan normal), sehingga diperlukan penggantian cairan
segera secara intravena. Cairan pengganti yang diberikan biasanya garam
fisiologis, ringer laktat atau ringer asetat, larutan garam fisiologis dan glukosa
5%, plasma dan plasma substitute. Pemberian cairan pengganti harus diawasi
selama 24 - 48 jam, dan dihentikan setelah penderita ter-rehidrasi, biasanya
ditandai dengan jumlah urine yang cukup, denyut nadi yang kuat dan perbaikan
tekanan darah. Infus juga harus diberikan kalau kadar hematokrit turun sampai
40%, bila pemberian cairan intravena diteruskan setelah tanda - tanda ini dicapai,
akan terjadi overhidrasi, mengakibatkan jumlah cairan berlebih dalam pembuluh
darah, edema paru - paru dan gagal jantung. 7

Oksigen diberikan pada penderita dalam keadaan syok. Transfusi darah


hanya diberikan pada penderita dengan tanda-tanda perdarahan yang signifikan. 7

16
Protokol 1 Pasien Tersangka DB

Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan


pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau
Istalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dan tempat perawatan lainnya untuk dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat. 8

Manifestasi perdarahan pada pasien DBD pada fase awal mungkin masih
belum tampak, demikian pula hasil pemeriksaan darah tepi (Hb, Ht, leukosit dan
trombosit) mungkin masih dalam batas-batas normal, sehingga sulit
membedakannya dengan gejala penyakit infeksi akut lainnya.

Perubahan ini mungkin terjadi dari saat ke saat berikutnya. Maka pada
kasus-kasus yang meragukan dalam menentukan indikasi rawat diperlukan
observasi/pemeriksaan lebih lanjut. Pada seleksi pertama diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan Hb, Ht, dan
jumlah trombosit.

Indikasi rawat pasien DBD dewasa pada seleksi pertama adalah :

1. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan.

2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok.

3. DBD tanpa perdarahan masif dengan.

a. Hb, Ht, normal dengan trombosit < 100.000/pl.

b. Hb, Ht yang meningkat dengan trombositopenia < 150.000/pl.

Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit
dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol ke
poliklinik Rumah Sakit dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien
rnemburuk agar segera kembali ke Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan.

17
Sedangkan pada kasus yang meragukan indikasi rawatnya, maka untuk
sementara pasien tetap diobservasi di Puskesmas dengan anjuran minum yang
banyak, serta diberikan infus ringer laktat sebanyak 500cc dalamempat jam.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht dan trombosit. 7

Pasien dirujuk apabila didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/pl

2. Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit kurang dari150.000/pl.

Pasien dipulangkan apabila didapatkan nilai Hb, Ht dalam batas normal


dengan jumlah trombosit lebih dari 100.000/pl dan dalam waktu 24 jam kemudian
diminta kontrol ke Puskesmas/Poliklinik atau kembali ke IGD apabila keadaan
menjadi memburuk. Apabila masih meragukan, pasien tetap diobservasi dan tetap
diberikan infus ringer laktat 500cc dalam waktu empat jam berikutnya. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht dan jumlah trombosit. 7

Pasien dirawat bila didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut :

1. Nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari
100.000/ul.

2. Nilai Hb, Ht tetap/meningkat dibanding nilai sebelumnya dengan jumlah


trombosit normal atau menurun.

Selama diobservasi perlu dimonitor tekanan darah, frekuensi nadi dan


pernafasan serta jumlah urin minimal setiap 4 jam.

Protokol 2 DBD Tanpa Perdarahan Masif dan Syok

Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif (uji tourniquet positif
petekie, purpura, epistaksis ringan, perdarahan gusi ringan) dan tanpa syok di
ruang rawat; pemberian cairan ringer laktat merupakan pilihan pertama.

18
Cairan lain yang dapat dipergunakan antara lain cairan dekstrosa 5%
dalam ringer laktatatau ringer asetat, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%,
dekstrosa5% dalam larutan garam atau NaCl 0,9%. Jumlah cairan yang diberikan
dengan perkiraan selama 24 jam, pasien mengalami dehidrasi sedang, maka pada
pasien dengan berat badan sekitar 50 - 70 kg diberikan ringer laktat per-infus
sebanyak 3.000 cc dalam waktu 24jam. 5

Pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg pemberian cairan infus dapat
dikurangi dan diberikan 2.000cc/24 jam, sedangkan pasien dengan berat badan
lebih dari 79 kg dapat diberikan cairan infus sampai dengan 4.000 cc/24 jam.
Jumlah cairan infus yang diberikan harus diperhitungkan kembali pada pasien
DBD dewasa dengan kehamilan terutama pada usia kehamilan 28 - 32 minggu
atau pada pasien dengan kelainan jantung/ginjal atau pada pasien lanjut usia lanjut
serta pada pasien dengan riwayat epilepsi. 5

Pada pasien dengan usia 40 tahun atau lebih pemeriksaan


elektrokardiografi merupakan salah satu standar prosedur operasional yang harus
dilakukan. Selama fase akut jumlah cairan infus diberikan pada hari berikutnya
setiap harinya tetap sama dan pada saat mulai didapatkan tanda-tanda
penyembuhan yaitu suhu tubuh mulai turun, pasien dapat minum dalam jumlah
cukup banyak (sekitar dua liter dalam 24 jam) dan tidak didapatkannya tanda-
tanda hemokonsentrasi serta jumlah trombosit mulai meningkat lebih dari
50.000/pl, maka jumlah cairan infus selanjutnya dapat mulai dikurangi. 5

Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa tanpa
perdarahan masif dan tanda renjatan tersebut sudah memadai, maka pemeriksaan
Hb, Ht dan trombosit dilakukannya setiap 12 jam untuk pasien dengan jumlah
trombosit kurang dari 100.000/pl, sedangkan untuk pasien DBD dewasa dengan
jumlah trombosit berkisar 100.000 - 150.000/pl, pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit dilakukan setiap 24 jam. 5

Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, dan jumlah


urin dilakukan setiap 6 jam, kecuali bila keadaan pasien semakin memburuk

19
dengan didapatkannya tanda - tanda syok, maka pemeriksaan tanda - tanda vital
tersebut harus lebih diperketat. Mengenai tanda-tanda syok sedini mungkin sangat
diperlukan, karena penanganan pasien DSS lebih sulit dan disertai dengan risiko
kematian yanglebih tinggi. Tanda - tanda syok dini yang harus segera dicurigai
apabila pasien tampak gelisah, atau adanya penurunan kesadaran, akral teraba
lebih dingin dan tampak pucat, serta jumlah urin yang menurun kurang
dari0,5ml/kgBB/jam. Gejala-gejala diatas merupakan tanda-tanda berkurangnya
aliran/perfusi darah ke organ vital tersebut. 7

Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan tekanan
sistolik kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat
dan kecil. Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan syok harus segera
diberikan. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan
massif (perdarahan dengan jumlah darah 4 - 5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah
trombosit <100.000/pl, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular disseminata
(KID). 7

Pasien DBD dengan trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak


diberikantransfusi suspensi trombosit. Pasien dapat dipulangkanapabila:

1. Keadaan umum/kesadaran dan hemodinamik baik, serta tidak demam.

2. Pada umumnya Hb, Ht dan jumlah trombosit dalam batas normal serta stabil
dalam 24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit
belum mencapai normal (diatas 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan.

Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau
trombosit belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke Poli klinik dalam
waktu 1 x 24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar
segera dibawa ke UGD kembali.

Protokol 3 DBD dengan Perdarahan Spontan dan Masif, tanpa Syok

Perdarahan spontan dan masif pada pasien DBD dewasa misalnya


perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberi tampon

20
hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskezia),
perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak dan perdarahan
tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 - 5 ml/kgBB/jam. 8

Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan ringer
laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa renjatan lainnya 500 ml setiap 4 jam.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering
mungkin dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok sedini
mungkin.Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostasis harus segera
dilakukandan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4 - 6
jam. 8

Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-


tanda KID. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen
Plasma (FFP) diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT
danPTT yang memanjang), Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb
kurangdari 10 g%. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan
perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000
disertai atau tanpa KID. 8

Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostasis diulang 24 jam


kemudian, sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan hemostase dikerjakan
bila masih ada perdarahan. Penderita DBD dengan gejaia-gejala tersebut diatas,
apabila dijumpai di Puskesmas perlu dirujuk dengan infus. Idealnya menggunakan
plasma expander (dextran) 1 - 1,5 liter/24jam. Bila tidak tersedia, dapat
digunakan cairan kristaloid. 7

Protokol 4 DBD dengan Syok dan Perdarahan Spontan

Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD sangat
penting, karena angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat dibandingkan pasien
DBD tanpa syok. SSD dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD
mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk

21
kurangnya kewaspadaan terhadap tanda syok dini, dan pengobatan SSD yang
tidak adekuat. 8

Pada kasus SSD, ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan pertama
yang sebaiknya diberikan karena mengandung Na laktat sebagai korektor basa.
Pilihan lainya adalah NaCl 0,9%. Selaian resustasi cairan, pasien juga
diberioksigen 2 - 4 liter/menit, dan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
elektrolit natrium, kalium, klorida serta ureum dan kreatinin. 7

Pada fase awal ringer laktat diberikan sebanyak 20 ml/kgBB/jam (infuse


cepat/guyur) dapat dilakukan dengan memakai jarum infus yang besar/nomor12),
dievaluasi selama 30-120 menit. Syok sebaiknya dapat diatasisegera/secepat
mungkin dalam waktu 30 menit pertama. Syok dinyatakan teratasi bila keadaan
umum pasien membaik, kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik, tekanan
sistolik 100 mmHg atau lebih dengan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi
nadi kurang dari 100/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan
kulit tidak pucat, serta diuresis 0,5 - 1ml/kgBB/jam. 7

Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian ringer laktat selanjutnya dapat
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 60 - 120 menit
berikutnya. Bila keadaan klinis stabil, maka pemberian cairan ringer selanjutnya
sebanyak 500 cc setiap 4 jam. Pengawasan dini kemungkinan terjadi syok
berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadinya
syok, oleh karena selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, juga sifat
cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah
setelah 1 jam dari saat pemberiannya. Oleh karena itu apabila hemodinamik masih
belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30% dianjurkan untuk memakai kombinasi
kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4 : 1 atau 3 : 1, sedangkan bila nilai Ht
kurang dari 30 vol% hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (packed red
cells). 8

Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid dan
ternyata syok masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segera diberikan

22
cairan koloid. Bila hematokrit kurang dari 30 vol % dianjurkan diberikan juga sel
darah merah. Cairan koloid diberikan dalam tetesan cepat 10 - 20 ml/kgBB/jam
dan sebaiknya yang tidak mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan
darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama
karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri.
Oleh sebab itu, koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000 - 1500 ml dalam 24 jam.8

Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai


keunggulan dan kekurangannya, yaitu :

1. Dekstran.

2. Gelatin.

3. Hydroxy ethyl starch (HES).

Dekstran

Larutan 10% dekstran 40 dan larutan 6% dekstran 70 mempunyai


sifatisotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan larutan tersebut akan
menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan ekstravaskular.
Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6 - 8 jam,sedangkan efek
volume 10% Dekstran 40 dipertahankan selama 3 - 5 jam. 7

Kedua larutan tersebut dapat menggangu mekanisme pembekuan darah dengan


cara mengganggu fungsi trombosit dan menurunkan jumlah fibrinogenserta faktor
VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak
boleh diberikan pada pasien dengan KID. 7

Gelatin

Haemasel dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang mempunyai sifat


isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2 - 3 jam
dan tidak mengganggu mekanisme pembekuan darah.

23
Hydroxy Ethyl Starch (HES)

6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah larutan


isotonik dan isoonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan
hiponkotik. Efek volume 6%/10% HES 200/0,5menetap dalam 4 - 8 jam,
sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama8 - 12
jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikankurang
dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan
hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin danwaktu
tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan. 7

Pada kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat
diatasi, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan
kecepatan sekitar 4 - 6 jam setiap 500cc. Bila syok belum dapat diatasi, selain
ringer laktat juga dapat diberikan obat-obatan vasopresor seperti dopamin,
dobutamin, atau epineprin. Bila dari pemeriksaan hemostasis disimpulkan ada
KID maka heparin. Bila dari pemeriksaan hemostasis disimpulkan ada KID, maka
heparin dan transfusi komponen darah diberikan sesuai dengan indikasi seperti
tersebut diatas. 8

Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukan setiap 4 - 6 jam.


Pemeriksaan hemostasis ulangan pada kasus dengan KID dilakukan 24 jam
kemudian sejak dimulainya pemberian heparin, sedangkan pada kasus tanpa KID ;
pemeriksaan hemostasis ulangan hanya dilakukan bila masih terdapat perdarahan.
Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD mengingat kemungkinan
infeksi sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Indikasi
lain pemakaian antibiotik pada DBD, bila didapatkannya infeksi sekunder di
tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak
mempunyai efek terhadap sistem pembekuan. 8

Protokol 5 DBD Dewasa dengan Syok Tanpa Perdarahan

Pada prinsipnya pelaksanaan protokol 5 ini sama dengan protokol 4 hanya


pemeriksaan secara klinis maupun laboratorium (Hb, Ht, trombosit) perlu

24
dilakukan secara teliti dan seksama untuk menentukan kemungkinan adanya
perdarahan yang tersembuyi disertai dengan KID, maka pemberian heparin dapat
diberikan seperti pada protokol 4. Tetapi bila tidak didapatkan tanda - tanda
perdarahan, walaupun hasil pemeriksaan hemostasis menunjukkan adanya KID,
maka heparin tidak diberikan, kecuali bila ada perkembangan ke arah perdarahan.8

2.9.2 Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan langkah 3M plus:

1. Menguras bak air.

2. Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak


nyamuk.

3. Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.

Plus: jangan menggantung baju,memelihara ikan, hindari gigitan nyamuk,


membubuhkan ABATE. 8

25

Anda mungkin juga menyukai