TINJAUAN TEORI
2.1. DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam
grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family
flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN
4. Masing masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit
pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama
terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga
merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita
banyak yang meninggal. 4
4
mengisap cairan tumbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan
yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia
dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari.
Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-
17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk
memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat
infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap
(beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah
benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab.
Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk
betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit
diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam
waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan
akhirnya menjadi nyamuk dewasa. 5
2.4. EPIDEMIOLOGI
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Peningkatan kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukkan bagi nyamuk betina, yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui
berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue, yaitu: 1). Vektor:
perkembangbiakkan vektor; kebiasaan menggigit; kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2). Penjamu:
5
terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan
kepadatan penduduk. 5
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
6
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut
dengan antibodi dependent enchancement (ADE)
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T 14 helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL- 6, dan IL-10
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit 15 sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
endotel dan terjadi kebocoran plasma. 5
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks
virusantibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (> 5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal
ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme
7
kompensasi 16 terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur intrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex). 6
Patogenesis DBD
Secondary heterologous dengue infection
Kompleks virus-antibodi
Agregasi trombosit Aktivasi komplemen
Aktivasi koagulasi
Penghancuran Pengeluaran platelet
trombosit oleh RES Aktivasi faktor
faktor III
Hageman Anafilatoksin
Trombositopenia Koagulopati konsumtif
(DIC) Sistem kinin
Peningkatan
Kinin permeabilitas
Penurunan faktor
kapiler
pembekuan FDP meningkat
Gangguan
fs.trombosit Perdarahan masif Syok
Gejala klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD). Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4 - 6
8
hari (rentang 3 - 14 hari), timbul gejala prodomal yang tidak khas seperti: nyeri
kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.6
1) Kepadatan penduduk, lebih padat lebih mudah untuk terjadi penularan DBD,
oleh karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter.
2) Mobilitas penduduk, memudakan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.
3) Kualitas perumahan, jarak antar rumah, pencahayaan, bentuk rumah, bahan
bangunan akan mempengaruhi penularan. Bila di suatu rumah ada nyamuk
penularnya maka akan menularkan penyakit di orang yang tinggal di rumah
tersebut, di rumah sekitarnya yang berada dalam jarak terbang nyamuk dan
orang-orang yang berkunjung kerumah itu.
4) Pendidikan, akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan
dan cara pemberantasan yang dilakukan.
5) Penghasilan, akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke puskesmas
atau rumah sakit.
6) Mata pencaharian, mempengaruhi penghasilan
7) Pola hidup, kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam
masalah akan mengurangi resiko ketularan penyakit.
8) Perkumpulan yang ada, bisa digunakan untuk sarana PKM
9) Golongan umur, akan memperngaruhi penularan penyakit. Lebih banyak
10) golongan umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih
besar.
11) Suku bangsa, tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing, hal
ini juga mempengaruhi penularan DBD.
12) Kerentanan terhadap penyakit, tiap individu mempunyai kerentanan tertentu
terhadap penyakit, kekuatan dalam tubuhnya tidak sama dalam menghadapi
9
suatun penyakit, ada yang mudah kena penyakit, ada yang tahan terhadap
penyakit.
10
2.7.3 Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
kebocoran plasma
kebocoran plasma
kebocoran plasma
gelisah)
*DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD).
11
2.8. PENEGAKAN DIAGNOSA
2.8.1 Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2 - 7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
2. Mialgia / artralgia
3. Ruam kulit
5. Leukopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD / DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama. 7
12
4. Terdapat minimal satu tanda - tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD. 7
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT -PCR (Reverse
Trancriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak. 6
13
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
h. Golongan darah dan crossmatch (uji cocok serasi) : bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
j. Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilance.
14
k. NS 1 : antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63% - 93,4%
dengan sensitivitas 100% sama tingginya dengan sensitivitas gold standar
kultur virus. Hasil negatif antigen NS 1 tidak menyingkirkan adanya
infeksi virus dengue.
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. 7
2.9 PENATALAKSANAAN
2.9.1 Pengobatan
15
Penderita harus segera dirawat bila ditemukan gejala-gejala berikut :
h. hipotensi.
16
Protokol 1 Pasien Tersangka DB
Manifestasi perdarahan pada pasien DBD pada fase awal mungkin masih
belum tampak, demikian pula hasil pemeriksaan darah tepi (Hb, Ht, leukosit dan
trombosit) mungkin masih dalam batas-batas normal, sehingga sulit
membedakannya dengan gejala penyakit infeksi akut lainnya.
Perubahan ini mungkin terjadi dari saat ke saat berikutnya. Maka pada
kasus-kasus yang meragukan dalam menentukan indikasi rawat diperlukan
observasi/pemeriksaan lebih lanjut. Pada seleksi pertama diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan Hb, Ht, dan
jumlah trombosit.
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit
dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol ke
poliklinik Rumah Sakit dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien
rnemburuk agar segera kembali ke Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan.
17
Sedangkan pada kasus yang meragukan indikasi rawatnya, maka untuk
sementara pasien tetap diobservasi di Puskesmas dengan anjuran minum yang
banyak, serta diberikan infus ringer laktat sebanyak 500cc dalamempat jam.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht dan trombosit. 7
1. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/pl
1. Nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari
100.000/ul.
Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif (uji tourniquet positif
petekie, purpura, epistaksis ringan, perdarahan gusi ringan) dan tanpa syok di
ruang rawat; pemberian cairan ringer laktat merupakan pilihan pertama.
18
Cairan lain yang dapat dipergunakan antara lain cairan dekstrosa 5%
dalam ringer laktatatau ringer asetat, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%,
dekstrosa5% dalam larutan garam atau NaCl 0,9%. Jumlah cairan yang diberikan
dengan perkiraan selama 24 jam, pasien mengalami dehidrasi sedang, maka pada
pasien dengan berat badan sekitar 50 - 70 kg diberikan ringer laktat per-infus
sebanyak 3.000 cc dalam waktu 24jam. 5
Pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg pemberian cairan infus dapat
dikurangi dan diberikan 2.000cc/24 jam, sedangkan pasien dengan berat badan
lebih dari 79 kg dapat diberikan cairan infus sampai dengan 4.000 cc/24 jam.
Jumlah cairan infus yang diberikan harus diperhitungkan kembali pada pasien
DBD dewasa dengan kehamilan terutama pada usia kehamilan 28 - 32 minggu
atau pada pasien dengan kelainan jantung/ginjal atau pada pasien lanjut usia lanjut
serta pada pasien dengan riwayat epilepsi. 5
Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa tanpa
perdarahan masif dan tanda renjatan tersebut sudah memadai, maka pemeriksaan
Hb, Ht dan trombosit dilakukannya setiap 12 jam untuk pasien dengan jumlah
trombosit kurang dari 100.000/pl, sedangkan untuk pasien DBD dewasa dengan
jumlah trombosit berkisar 100.000 - 150.000/pl, pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit dilakukan setiap 24 jam. 5
19
dengan didapatkannya tanda - tanda syok, maka pemeriksaan tanda - tanda vital
tersebut harus lebih diperketat. Mengenai tanda-tanda syok sedini mungkin sangat
diperlukan, karena penanganan pasien DSS lebih sulit dan disertai dengan risiko
kematian yanglebih tinggi. Tanda - tanda syok dini yang harus segera dicurigai
apabila pasien tampak gelisah, atau adanya penurunan kesadaran, akral teraba
lebih dingin dan tampak pucat, serta jumlah urin yang menurun kurang
dari0,5ml/kgBB/jam. Gejala-gejala diatas merupakan tanda-tanda berkurangnya
aliran/perfusi darah ke organ vital tersebut. 7
Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan tekanan
sistolik kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat
dan kecil. Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan syok harus segera
diberikan. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan
massif (perdarahan dengan jumlah darah 4 - 5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah
trombosit <100.000/pl, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular disseminata
(KID). 7
2. Pada umumnya Hb, Ht dan jumlah trombosit dalam batas normal serta stabil
dalam 24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit
belum mencapai normal (diatas 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan.
Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau
trombosit belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke Poli klinik dalam
waktu 1 x 24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar
segera dibawa ke UGD kembali.
20
hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskezia),
perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak dan perdarahan
tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 - 5 ml/kgBB/jam. 8
Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan ringer
laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa renjatan lainnya 500 ml setiap 4 jam.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering
mungkin dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok sedini
mungkin.Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostasis harus segera
dilakukandan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4 - 6
jam. 8
Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD sangat
penting, karena angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat dibandingkan pasien
DBD tanpa syok. SSD dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD
mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk
21
kurangnya kewaspadaan terhadap tanda syok dini, dan pengobatan SSD yang
tidak adekuat. 8
Pada kasus SSD, ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan pertama
yang sebaiknya diberikan karena mengandung Na laktat sebagai korektor basa.
Pilihan lainya adalah NaCl 0,9%. Selaian resustasi cairan, pasien juga
diberioksigen 2 - 4 liter/menit, dan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
elektrolit natrium, kalium, klorida serta ureum dan kreatinin. 7
Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian ringer laktat selanjutnya dapat
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 60 - 120 menit
berikutnya. Bila keadaan klinis stabil, maka pemberian cairan ringer selanjutnya
sebanyak 500 cc setiap 4 jam. Pengawasan dini kemungkinan terjadi syok
berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadinya
syok, oleh karena selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, juga sifat
cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah
setelah 1 jam dari saat pemberiannya. Oleh karena itu apabila hemodinamik masih
belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30% dianjurkan untuk memakai kombinasi
kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4 : 1 atau 3 : 1, sedangkan bila nilai Ht
kurang dari 30 vol% hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (packed red
cells). 8
Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid dan
ternyata syok masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segera diberikan
22
cairan koloid. Bila hematokrit kurang dari 30 vol % dianjurkan diberikan juga sel
darah merah. Cairan koloid diberikan dalam tetesan cepat 10 - 20 ml/kgBB/jam
dan sebaiknya yang tidak mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan
darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama
karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri.
Oleh sebab itu, koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000 - 1500 ml dalam 24 jam.8
1. Dekstran.
2. Gelatin.
Dekstran
Gelatin
23
Hydroxy Ethyl Starch (HES)
Pada kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat
diatasi, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan
kecepatan sekitar 4 - 6 jam setiap 500cc. Bila syok belum dapat diatasi, selain
ringer laktat juga dapat diberikan obat-obatan vasopresor seperti dopamin,
dobutamin, atau epineprin. Bila dari pemeriksaan hemostasis disimpulkan ada
KID maka heparin. Bila dari pemeriksaan hemostasis disimpulkan ada KID, maka
heparin dan transfusi komponen darah diberikan sesuai dengan indikasi seperti
tersebut diatas. 8
24
dilakukan secara teliti dan seksama untuk menentukan kemungkinan adanya
perdarahan yang tersembuyi disertai dengan KID, maka pemberian heparin dapat
diberikan seperti pada protokol 4. Tetapi bila tidak didapatkan tanda - tanda
perdarahan, walaupun hasil pemeriksaan hemostasis menunjukkan adanya KID,
maka heparin tidak diberikan, kecuali bila ada perkembangan ke arah perdarahan.8
2.9.2 Pencegahan
25