Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

PNEUMOTHORAX

Disusun oleh :
dr. Heru Tri Purwanto

Pembimbing :
dr. Eko Widya Nugroho, Sp. EM
dr. Rahmat Abadi
dr. Lalu Bayu

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RS H. L. MANAMBAI ABDUL KADIR
SUMBAWA BESAR – NTB
2016-2017
Identitas Pasien
No Rekam Medis : 019457
Nama Pasien : Tn. AR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia Pasien : 65 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani

Primary Survey
KU : Lemas badan
A : paten
B : spontan, simetris, tachypnea,
RR 26x/m, SpO2 93%,
C : nadi 95x/m, reguler isi kuat, kulit normal, akral hangat
D : GCS E4M6V5

Terapi Primary Survey


- Triage P1
- Nasal canul O2 4 lpm
- Infus NS 20 gtt/m

Secondary Survey
Masuk Rumah Sakit :
Kamis, 15 Desember 2016, pukul 12.35 WITA

Metode Pemeriksaan : Autoanamnesis


Keluhan Utama : Lemas Badan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSHL Manambai dengan rujukan dari puskesmas.
Pasien mengeluhkan adanya lemas badan yang dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien sering mengeluhkan sering sesak saat melakukan sedikit aktifitas.
Pasien juga merasakan adanya batuk yang semakin memberat sejak 2 hari yang
lalu. Keluhan batuk awalnya sudah dirasakan pasien sejak lama. Batuk disertai
dahak tanpa disertai darah. Penurunan BB (+), penurunan nafsu makan (+),
keringat malam (+), pusing (+), mual (+), muntah (+). Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri dada yang dirasakan setiap pasien batuk. Keluhan nyeri dada kiri
yang disertai penjalaran (-). Pasien sering merasa sesak pada malam hari dan
tidur menggunakan 3 bantal. Kedua kaki dirasakan lebih bengkak dari biasanya
sejak 1 minggu yang lalu. BAB dalam batas normal. BAK>>

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Pasien mempunyai riwayat DM sejak 1 tahun. Pasien tidak mempunyai
riwayat pengobatan penyakit paru 6 bulan. Riwayat nyeri dada (-),
riwayat alergi (-), riwayat tumor (-), riwayat hipertensi (-), asma (-),
riwayat penyakit jantung (-), liver (-) dan ginjal (-).
- Pasien menyangkal pernah jatuh sebelumnya (trauma pada bagian dada
maupun bagian lainnya).

Riwayat Penyakit Keluarga:


Pasien menyangkal keluarganya memiliki riwayat penyakit DM, TB, hipertensi,
asma, alergi makanan maupun obat, riwayat sakit jantung, paru, liver serta ginjal,
riwayat tumor, memiliki gejala yang mirip ataupun serupa dengan pasien.
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5

Tanda vital:
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 95 x/menit; reguler, kuat angkat, isi cukup
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu Badan : 37,9 oC
Saturasi O2 : 93%

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik(- /-)


Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar
Thoraks:
- Inspeksi
 Dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis
Normochest, diameter ventrolateral : AP = 2 : 1
 Ictus cordis terlihat ICS V linea midclavicularis sinistra
- Palpasi
 Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra
 Fremitus taktil/vokal kanan < kiri
- Perkusi
 Hemithoraks kanan > hemithoraks kiri
 Perenjakan paru positif, batas jantung kanan pada ICS V
linea sternalis dextra
 Batas jantung kiri pada ICS VI satu jari medial linea
midclavicularis sinistra
 Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis
dextra

- Auskultasi
 S1(N) S2(N) normal reguler Murmur (-) Gallop (-)
 Vesikuler di kedua hemitoraks , Rh -/- Wh -/-
Abdomen
- Inspeksi : Permukaan datar, simetris.
- Auskultas : Bising usus ( + )
- Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomnen.
- Palpasi : Hepar, lien, dan ginjal tidak teraba adanya
pembesaran. Nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas :
Akral Hangat, CRT <2”, edema ekstremitas bawah (+ / +
 Resume:
Pasien datang ke IGD RSHL Manambai dengan rujukan dari
puskesmas. Pasien mengeluhkan adanya lemas badan yang dirasakan
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sering mengeluhkan sering sesak saat
melakukan sedikit aktifitas. Pasien juga merasakan adanya batuk yang
semakin memberat sejak 2 hari yang lalu. Keluhan batuk awalnya sudah
dirasakan pasien sejak lama. Penurunan BB (+), penurunan nafsu makan
(+), keringat malam (+), pusing (+), mual (+), muntah (+). Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri dada yang dirasakan setiap pasien batuk.
sering merasa sesak pada malam hari dan tidur menggunakan 3 bantal.
Kedua kaki dirasakan lebih bengkak dari biasanya sejak 1 minggu yang
lalu. BAB dalam batas normal. BAK>>. TD 140/90, nadi 95/m, RR 26/m,
suhu 37,9 SpO2 93%.
Pada pemeriksaan fisik regio thorax ditemukan fremitus
taktil/vokal kanan < kiri dan pada auskultasi didapatkan VBS ↓/+, nyeri
tekan epigastrium (+).

Kesan foto thoraks:

Pneumothoraks kanan, TB paru kiri dan pleuritis kiri dd/pleural fraction


kiri, elongasi aorta

 Pemeriksaan Penunjang:
- Darah Lengkap
- Foto Rontgen Thorax
- EKG

 Diagnosa Kerja :
Pneumothorax spontan sekunder et causa TB paru. + DM tipe II

 Terapi :
- O2 nasal canul 4 lpm
- Infus NS 20 gtt/m
- Pasang WSD
- Injeksi Ceftriaxone vial 1 gram/2 x 1 /IV
- Injeksi Omeprazole vial 40 mg/2 x 1/IV
- Injeksi Ketorolac amp 30 mg/prn/IV
- Injeksi Levemir 1x10 IU/SC
- Injeksi Novorapid 3x6 IU/SC
- Tab Codein 10 mg/3x1/PO
- Sach Vip Albumin 3x1 sach/PO

 Prognosis :
- Ad vitam : Dubia ad malam
- Ad fungsionam : Dubia ad malam
- Ad sanationam : Dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di
dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).
B. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu (2), (3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu
:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik
kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat


diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara
di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat
luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan
intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4).
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
(4)
ekspirasi tekanan menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound) (2).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura
melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga
(4)
pleura tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas (2).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka


pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada
sebagian kecil paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar
paru (> 50% volume paru).

C. Patofisiologi

Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis.


Di antara pleura parietalis danvisceralis terdapat cavum pleura. Cavum
pleura normal berisi sedikit cairan serous jaringan.Tekanan intrapleura
selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu
dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : fase inspirasi
dan fase eksprasi. Padafase inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12
cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekananintrapleura: -3 s/d -6
cmH2O. Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya
udara pada cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura
tidak terbentuk. Sehingga akan mengganggu padaproses respirasi.

Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya (6,7,9) :


1. Pneumotorak spontan Oleh karena : primer (ruptur bleb),
sekunder (infeksi, keganasan), neonatal
2. Pneumotorak yang di dapat Oleh karena : iatrogenik,
barotrauma, trauma
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis:
1. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock
2. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya dengan hubungan
luar menjadi :
1.Open pneumotorak
2.Closed pneumotorak

Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar


patofisiologi yang hampir sama.

Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak,


tension pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan
terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila
dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan
ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa
ikut mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru
menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar
masuk. Pada pneumotorak spontan,paru-paru kolpas, udara inspirasi ini
bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif.
Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya
menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal
kembali lagi ke posisi semula.Proses yang terjadi ini dikenal dengan
mediastinal flutter (6,7,9).

Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi


paru sisi sebaliknya masihbisa menerima udara secara maksimal dan
bekerja dengan sempurna.

Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-


shock atau shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya
udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan
lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak .Pada saat ekspirasi,
udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil
dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses
ini semakin berlanjut,hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi
menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak
pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup
terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas.Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau
shock oleh karena penekanan vena cava.Kejadian ini dikenal dengan
tension pneumotorak(6,7,9).

Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan


lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavumpleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser kemediastinal yang sehat. Terjadilah
mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi
dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang
sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka
yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena
cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya
dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.
Kejadian inidikenal dengan tension pneumotorak
D. Penghitungan Luas Pneumotoraks
Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan
jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang
bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus
(2)
.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter
kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka
rasio diameter kubus adalah :
83 512
______ ________
= = ± 50 %
3
10 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,


ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal,
ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal,
kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).
% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
__________________
= x 10
3

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan
luas hemitoraks (4).

(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

E. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah (2), (4), (5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks


tersebut, (2):
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang
lain serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.

F. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi

4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain (6):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan
tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut (3):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi
apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga
udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat
mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada
depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan


anak panah merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder.

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah
sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura
telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut
akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto
(2)
toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini
terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara
rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi
air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol (4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol (4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea
aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2
di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal (2).
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks

dengan alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

I. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru
diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi
antibiotik dan bronkodilator (4).
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema (3).

I. Rehabilitasi(4)
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
BAB III
KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh


udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang
menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat
proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak
napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara
spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat
primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat
iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka
pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada
hasil foto röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan
bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang
merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat diketahui
seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena
pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan
pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang
berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi
disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu
diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.


Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,
Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic.
Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax
(Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta :
Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56

Anda mungkin juga menyukai