DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI.........................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1. Anatomi Pleura...................................................................................3
2.2. Fisiologi Pleura..................................................................................4
2.3. Pneumothoraks...................................................................................5
2.3.1. Definisi....................................................................................5
2.3.2. Etiologi....................................................................................5
2.3.3. Patofisiologi ............................................................................6
2.3.4. Klasifikasi................................................................................7
2.3.5. Gejala Klinis..........................................................................11
2.3.6. Diagnosa................................................................................11
2.3.7. Penatalaksanaan.....................................................................19
2.3.8. Komplikasi............................................................................22
2.3.9. Edukasi..................................................................................22
2.3.10 Prognosis..............................................................................23
BAB 3 STATUS PASIEN..................................................................................25
BAB 4 FOLLOW UP RUANGAN...................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 33
BAB 1
PENDAHULUAN
Paru merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh. Paru berfungsi
sebagai alat pernafasan dimana paru merupakan tempat terjadinya pertukaran
antara gas O2 dengan gas CO2. Banyak permasalahan yang bisa terjadi pada paru
yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap sistem pernafasan, salah satunya
pneumotoraks.
Trauma membunuh sekitar 150.000 orang setiap tahun dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat utama. Menurut data terbaru, lebih dari 10%
trauma dan kecelakaan menyebabkan kematian dan gangguan fisik yang berat.
Trauma toraks melingkupi seperempat dari kematian, dan dua-pertiga dari
kematian ini terjadi setelah pasien mencapai rumah sakit. Salah satu jenis trauma
thoraks yang mengancam jiwa adalah pneumothoraks.1
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara dalam rongga pleura.
Meskipun tekanan intrapleural negatif di sebagian besar siklus pernapasan, udara
tidak masuk ke dalam rongga pleura karena jumlah dari semua tekanan parsial gas
dalam rata-rata darah kapiler hanya 93,9 kPa (706 mmHg). Oleh karena itu, jika
udara hadir dalam ruang pleura, dapat dipastikan telah terjadi satu diantara tiga hal
berikut yaitu komunikasi antara ruang alveolar dan pleura, komunikasi langsung
atau tidak langsung antara atmosfer dan ruang pleura atau adanya organisme yang
memproduksi gas dalam rongga pleura2.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Pneumothoraks
2.3.1. Definisi
Pneumotoraks adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura
antara paru-paru dan dinding dada.6 Hal ini dapat terjadi secara spontan pada
orang tanpa kondisi paru-paru kronis (primer) serta pada mereka dengan penyakit
paru-paru (sekunder), dan banyak pneumothoraks terjadi setelah trauma fisik
dada, cedera ledakan, atau sebagai komplikasi dari perawatan medis.7
2.3.2. Etiologi
1. Tension Pneumothoraks
Penyebab tersering tension pneumotoraks adalah komplikasi penggunaan
ventilator dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang memiliki
kerusakan pada pleura visceral. Tension Pneumothoraks juga dapat timbul
sebagai komplikasi dari pneumotoraks sederhana akibat dari cedera
thoraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru yang tidak
menutup. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat
menyebabkan tension pneumotoraks. Tension Pneumothoraks juga dapat
terjadi pada fraktur tulang belakang thorax yang mengalami pergeseran.8
2. Pneumothoraks Terbuka
Defek atau luka yang besar pada dinding dada menyebabkan
pneumothoraks terbuka. Tekanan didalam rongga pleura akan segera
menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika luka pada dinding dada lebih
besar dari 2/3 diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir
melalui luka karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil
dibandingkan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga
menyebabkan hipoksia atau hiperkapnia9.
2.3.3. Patofisiologi
Pada orang normal, tekanan di rongga pleura adalah negatif sehubungan
dengan tekanan alveolar selama siklus pernapasan. Seluruh tekanan gradien antara
alveoli dan ruang pleura atau disebut tekanan transpulmonary adalah hasil dari
elastisitas yang melekat dari paru-paru. Selama pernapasan spontan tekanan
pleura juga negatif terhadap tekanan atmosfer. Ketika terjadi komunikasi antara
alveolus atau rongga udara lain yang ada didalam paru dengan rongga pleura,
maka udara akan mengalir dari alveolus ke dalam rongga pleura sampai tidak ada
lagi perbedaan tekanan diantara keduanya9.
1. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks terjadi ketika terdapat gangguan yang melibatkan
pleura visceral, pleura parietal, atau cabang trakeobronkial. Gangguan
terjadi ketika terbentuknya sistem aliran katup satu arah, sehingga
memungkinkan aliran udara ke dalam rongga pleura, namun udara tidak
bisa mengalir kembali keluar. Volume udara yang nonabsorbable ini terus
meningkat di rongga pleura pada saat inspirasi. Akibatnya, tekanan
meningkat dalam hemithoraks yang terkena dampak, sehingga paru
ipsilateral kolaps dan menyebabkan hipoksia. Tekanan lebih lanjut
menyebabkan pergeseran mediastinum ke sisi kontralateral dan terus
menekan paru-paru kontralateral dan pembuluh darah yang memasuki
atrium kanan jantung. Hal ini menyebabkan memburuknya hipoksia dan
aliran darah balik vena9.
Para peneliti masih memperdebatkan mekanisme yang tepat dari
kolapsnya sistem kardiovaskular, tetapi secara umum kondisi tersebut
dapat berkembang dari kombinasi efek mekanik dan hipoksia. Efek
mekanik bermanifestasi sebagai kompresi pada vena cava superior dan
inferior karena pendorongan mediastinum dan tekanan intrathoraks
meningkat. Hipoksia menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah
paru melalui vasokonstriksi. Jika tidak diobati akan menyebabkan
hipoksemia, asidosis metabolik, dan penurunan cardiac output yang dapat
menyebabkan serangan jantung dan kematian1.
2. Traumatic Pneumothoraks
Sebuah traumatik pneumothoraks dapat terjadi oleh karena adanya
penetrasi ke rongga dada ataupun adanya trauma dada non penetrating.
Dengan terjadinya trauma tembus pada dada, luka memungkinkan udara
masuk ke rongga pleura langsung melalui dinding dada atau melalui pleura
visceral dari cabang trakeobronkial. Pada trauma dada non penetrating,
pneumothoraks dapat berkembang karena pleura visceral terkoyak
dikarenakan adanya patah atau dislokasi tulang rusuk. Kompresi dada
secara tiba-tiba meningkatkan tekanan alveolar, yang dapat menyebabkan
pecahnya alveolar. Apabila alveolus pecah, maka udara memasuki ruang
interstitial dan berpindah menuju baik pleura visceral ataupun
mediastinum. Sebuah pneumothoraks terjadi ketika baik pleura visceral
maupun pleura mediastinal pecah, sehingga memungkinkan udara masuk
kedalam rongga pleura1.
2.4.4. Klasifikasi
Berdasarkan Penyebab
Pneumothoraks Spontan
o Primer (tidak diketahui dengan pasti penyebabnya)
Pneumothoraks spontan primer diperkirakan terjadi karena ruptur
dari bleb emfisematous di subpleura, yang biasanya terletak pada
apeks paru-paru. Bleb dapat ditemukan pada lebih dari 75% pasien
yang menjalani thorakoskopi sebagai terapi dari pneumotoraks
spontan primer. Patogenensis terjadinya bleb subpelural ini masih
belum jelas. Bleb-bleb seperti ini dihubungkan dengan abnormalitas
congenital, inflamasi dari bronkiolus, dan gangguan pada ventilasi
kolateral. Angka kejadian pneumothoraks spontan berhubungan
dengan tingkat merokok seseorang. Sangat mungkin bahwa penyakit
yang diinduksi oleh merokok pada saluran napas kecil berkontribusi
terhadap terbentuknya bleb subpleural. Pasien dengan pneumotoraks
primer spontan biasanya memiliki profil tubuh yang lebih tinggi dan
kurus. Selain itu, terdapat suatu kecenderungan berkembangnya
pneumothoraks primer spontan karena faktor herediter.10
o Sekunder (latar belakang penyakit paru)
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyebab tersering
pada pasien dengan pneumothoraks spontan sekunder, walau
sebenarnya hampir semua penyakit paru-paru telah diasosiasikan
dengan pneumothoraks spontan sekunder. Pada suatu penelitian
dengan 505 pasien dengan pneumothoraks spontan sekunder, 348
pasien memiliki PPOK, 93 memilki tumor, 25 sakoidosis, 9
tuberkulosis, 16 memiliki infeksi paru lainnya, dan 13 memiliki
penyakit lain. Pada pasien dengan PPOK, insidensi terjadinya
pneumothoraks spontan sekunder meningkat dengan progresifitas
keparahan PPOK. Salah satu penyebab tersering dari pneumothoraks
spontan sekunder adalah infeksi Pneumocystis jirovecii pada pasien
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Selain itu,
terdajat insidensi tinggi pneumothoraks spontan pada pasien dengan
kistik fibrosis10.
Pneumothoraks Traumatik
Pneumothoraks traumatik adalah pneumotorhaks yang terjadi akibat
suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan
robeknya pleura, dinding dada maupun paru10.
Iatrogenik (akibat tindakan medis)
Aksidental (terjadi karena kesalahan/komplikasi tindakan) terjadi
pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial,
biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentralis, barotrauma
(ventilasi mekanik) 10.
Bukan iatrogenik (akibat jejas kecelakaan)
Insidensi terjadinya pneumothoraks setelah adanya jejas tumpul
tergantung dari derajat keparahan trauma. Pneumothoraks traumatik
dapat terjadi karena trauma dada penetrasi maupun tidak penetrasi.
Pada trauma dada penetrasi, mekanisme pneumothoraks dapat
dengan mudah dimengerti karena luka terbuka menyebabkan udara
masuk ke dalam rongga pleura melalui rongga dada atau melalui
pleura viseralis dari pohon trakeobronkial. Pada trauma dada tanpa
penetrasi, suatu pneumothoraks dapat terjadi apabila pleura viseralis
mengalami laserasi secara sekunder karena adanya fraktur atau
dislokasi iga. Walaupun demikian, pada mayoritas pasien dengan
pneumothoraks sekunder akibat trauma tumpul tidak terdapat
asosiasi dengat fraktur iga. Pada kasus seperti itu, dipikirkan bahwa
kompresi dada tiba-tiba, secara mendadak meningkatkan tekanan
alveolar, yang dapat menyebabkan ruptur alveolar. Apabila sudah
terjadi rupture alveolar, udara dapat memasuki ruang interstitial dan
berjalan ke pleura viseralis atau mediastinum. Suatu pneumothoraks
terjadi baik saat ruptur pleura viseral maupun parietal yang
memperbolehkan udara untuk memasuki rongga pleura10.
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang :
a. Anamnesis15
- Pneumothoraks spontan biasanya muncul saat istirahat.
- Tanyakan dan periksa faktor resiko: perokok, usia 18-40 tahun,
bertubuh tinggi dan kurus, atau kehamilan.
- Riwayat penyakit paru, baik akut maupun kronis. Tanyakan juga
mengenai trauma, jenis trauma, mekanisme, waktu terjadi, dan
sebagainya.
- Tanyakan riwayat pneumothoraks sebelumnya untuk kemungkinan
rekurensi.
- Eksplorasi gejala dan tanda dari manifestasi klinis pneumohtoraks.
b. Pemeriksaan Fisik16
- Pasien tampak sesak ringan-berat tergantung kecepatan udara yang
masuk. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek dengan mulut
terbuka.
- Sesak napas dengan/ tanpa sianosis
- Penderita tampak sakit ringan-berat. Badan tampak lemah dan dapat
disertai syok. Bila pneumothoraks baru terjadi penderita berkeringat
dingin.
c. Pemeriksaan Penunjang16,17
Foto Thoraks
Bagian pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang
sesuai dengan lobus paru. Adakala rongga ini sangat sempit sehingga
hampir tidak tampak, sehingga perlu diamati dengan teliti.
Sebaliknya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak sepeti
massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps
paru yang sangat luas. Besar kolaps paru tidak berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada, pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi pneumothoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
Analisa Gas Darah
Pemeriksaan laboratorium ini untuk mengetahui keadaan hipoksemia
dan hiperkarbia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
Ultrasonografi paru19,20
Pemeriksaan ultrasonografi pleura dilakukan menggunakan probe
curved linear. Pemeriksaan dilakukan pada regio intrakosta kedua
sampai kelima pada bagian anterior dan lateral dada dengan penanda
garis parasternal, midclavicular, dan midaksila. Probe digerakkan secara
longitudinal dan transversal untuk memvisualisasikan permukaan paru.
Ultrasonografi dapat mendeteksi pneumotoraks dengan sensitivitas
98,1% dan spesifisitas 99,2%. Pergerakan jaringan paru (ocean) dengan
dinding dada yang statis (shore) disebut dengan seashore. Pada paru
normal, terdapat adanya pergerakan antara pleura visceral dan parietal
yang disebut sebagai lung sliding. Apabila terdapat udara pada
intrapleural, adesi pleura, efusi, dan gangguan parenkim, pneumotoraks
dapat terjadi sehingga lung sliding akan menghilang.
Pemeriksaan ultrasonografi paru normal
o Lung sliding: digambarkan sebagai garis hyperechoic yang bergerak
selama pernafasan yang menggambarkan pergerakan kedua lapisan
pleura.
o Seashore sign: merupakan tanda dinamis dari paru normal.
Digambarkan sebagai garis-garis parallel yang merepresentasikan
dinding toraks diatas garis pleura dan pola granular yang
merupakan gambaran dibawah garis pleura yang menggambarkan
parenkim paru normal.
o “A” line: garis hyperechoic horizontal, parallel terhadap garis pleura,
merupakan penanda paru normal. A line merupakan refleksi dari
kontak soft tissue dengan permukaan paru yang berisi udara.
Tanda patologis
o “B” line: muncul minimal 3 buah, berupa garis hyperechoic
vertikal. Jumlah dari B line yang muncul tergantung pada derajat
hilangnya aerasi paru dan intensitas B line meningkat dengan
pergerakan ispirasi. Adanya B line menyingkirkan dugaan
pneumothorax. B line dapat muncul tunggal ataupun multipel,
terlokalisasi atau menyebar pada seluruh dinding dada anterior.
o Lung point: merupakan tanda spesifik untuk diagnosis
pneumotoraks. Lung point merupakan transisi antara tanda
pneumothorax (hilangnya lung sliding dan A line) dengan tanda
paru normal (adanya lung sliding). Pada kondisi pneumothorax,
terjadi hilangnya pergerakan 2 lapisan pleura karena adanya
udara pada rongga pleura.
2.3.7. Penatalaksanaan
1. Tension Pneumothoraks
Tension Pneumothoraks membutuhkan dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran
besar (14-16 G) pada sela iga 2 garis midklavikula pada hemithoraks yang
terkena. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothoraks menjadi
pneumothoraks sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi
definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada pada sela iga
ke 5 di anterior garis midaxilaris9.
2. Pneumotoraks spontan18
Pasien dengan pneumotoraks spontan primer yang kecil dan tanpa keluhan
dapat ditangani cukup dengan observasi dan suplementasi oksigen.
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
direabsorbsi. Laju reasorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto
toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.
Tindakan aktif seringkali diperlukan untuk pasien dengan pneumotoraks
spontan yang luas dan dengan keluhan sesuai kriteria BTS atau apabila
dari index Light didapatkan luas pneumotoraks ≥ 15% atau 20%. Studi
lain menyebutkan tindakan diperlukan untuk kasus pneumotoraks dengan
luas >30% untuk PSP dan 20% untuk SSP berdasarkan metode Rhea.
Tatalaksana awal yang paling disarankan untuk mayoritas pasien dengan
PSP luas adalah aspirasi manual. Dengan prosedur ini, jarum 14-16 G
dengan kateter polyethylene internal ditusukkan pada sela antar iga kedua
sejajar garis midklavikula setelah pemberian anestesi lokal. Kemudian,
jarum dihubungkan dengan three-way dan spuit 60 ml yang dilanjutkan
dengan aspirasi manual hingga tidak ada udara yang keluar atau terasa
tahanan. Observasi selama 4 jam dilanjutkan dengan foto toraks.
Pneumotoraks spontan sekunder selalu disertai dengan penyakit paru yang
mendasari sehingga adanya kebocoran udara yang terbentuk sulit untuk
menutup secara spontan dan membutuhkan intervensi aktif. Selain itu,
pneumotoraks berulang pada pasien dengan penyakit paru dapat bersifat
mengancam jiwa sehingga tatalaksana kasus pneumotoraks spontan
sekunder tidak cukup hanya mengeluarkan udara dari rongga pleura tetapi
juga mengatasi penyakit dasarnya. Keberhasilan aspirasi manual pada
pneumotoraks spontan sekunder masih diragukan.
3. Pneumothoraks Terbuka
Penilaian dan tatalaksan awal pasien dengan trauma toraks terdiri dari
primary survey, resusitasi fungsi vital, secondary survey yang teliti dan
penanganan definitif. Mengingat hipoksia adalah manifestasi paling serius
pada trauma toraks maka intervensi awal ditujukan untuk mencegah atau
memperbaiki hipoksia. Secondary survey dilakukan berdasarkan
anamnesis trauma dan kecurigaan tinggi akan adanya trauma yang
spesifik. Primary survey pada pasien trauma toraks dimulai dari saluran
pernafasan. Permasalahan utama harus segera diatasi saat teridentifikasi12.
Pada trauma dada ada 3 faktor penyebab yang menyebabkan nyawa
korban terancam yaitu, perdarahan, penurunan cardiac output, dan distress
pernapasan. Pada perdarahan sangat sulit untuk diidentifikasi, akibat
trauma tumpul atau trauma tajam yang mengenai pembuluh darah pada
rongga toraks. Penurunan cardiac output mungkin diakibatkan
penekananan yang disebabkan oleh udara yang menumpuk pada rongga
pleura dan mendesak mediastinum sehingga menekan dari cabang vena
cava, penurunan dari aliran darah balik vena sehingga cardiac output
menurun. Distress respirasi disebabkan oleh desakan dari penumpukan
udara pada rongga pleura sehingga paru-paru yang terdesak akan menjadi
kolaps. Pada penderita dengan dengan trauma dada, fokus utama yang kita
perhatikan pada breathing, gejala harus dapat ditangani pada awal
penilaian13.
Bantuan hidup dasar yang diberikan, pertama, melihat lapang tidaknya
jalan napas (airway), dengan melakukan manuver head tilt, chin lift, dan
jaw thrus jika korban dicurigai mengalami cedera cervical. Disini dilihat
apakah ada sumbatan jalan napas, yang diakibatkan oleh trauma, dilihat
pergerakan napas korban ada atau tidak, terdapat sumbatan atau tidak dari
jalan napas korban seperti benda asing atau cairan, sehingga sumbatan
jalan napas dari benda asing dapat dihilangkan. Setelah itu kita berlanjut
pada breathing, disini kita evaluasi dari pergerakan dada korban apakah
simetris atau tidak, kita lihat juga distensi dari pembuluh darah vena pada
leher, luka yang terbuka, penderita biasanya akan terlihat gelisah akibat
kesulitan bernapas. Pemberian oksigen terapi sangat diperlukan pada
keadaan ini, karena pemberian terapi oksigen 100% dapat meningkatkan
absropsi udara pada pleura, oksigen terapi 100% diberikan untuk
menurunkan tekanan alveolar terhadap nitrogen, sehingga nitrogen dapat
dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui sistem vaskular, terjadi
perbedaan tekanan antara pembuluh kapiler jaringan dengan udara pada
rongga pleura, sehingga terjadi peningkatan absorpsi dari udara pada
rongga pleura13.
Pada pneumothoraks terbuka, terdapat luka yang menganga pada dinding
dada dan udara masuk melalui perlukaan tersebut. Penanganan awal yang
dapat dilakukan ialah penutupan luka terbuka tersebut dengan lapisan
penutup steril yang cukup lebar menutupi tepi defek dan diplester pada
tiga sisi membentuk efek flutter-type valve. Saat inspirasi, kassa akan
menutup defek dan mencegah udara luar masuk, sedangkan saat ekspirasi
bagian terbuka kassa akan membuka sehingga udara keluar dari rongga
pleura. Karena jika kita tutup pada ke empat sisinya, pneumothoraks
terbuka ini akan berubah menjadi pneumothoraks terdesak/tension
pneumothorax, akibat udara yang masuk tidak dapat keluar, dan
terperangkap di rongga pleura13.
Tata laksana berikutnya adalah pemasangan pipa torakostomi digunakan
pada pneumothoraks dengan gejala klinis sulit bernapas yang sangat berat,
nyeri dada, dan hipoksia. Pada penggunaannya pipa torakostomi
disambungkan dengan alat yang disebut WSD (water seal drainage). WSD
mempunyai 2 komponen dasar yaitu, ruang water seal yang berfungsi
sebagai katup satu arah berisi pipa yang ditenggelamkan dibawah air,
untuk mencegah air masuk kedalam pipa pada tekanan negatif rongga
pleura. dan ruang pengendali suction. WSD dilepaskan bila paru-paru
sudah mengembang maksimal dan kebocoran udara sudah tidak ada.
Pemasangan WSD ialah tidak berdekatan dengan lokasi defek. Lokasi
ideal pemasangan WSD adalah setingkat puting payudara, yakni sela iga V
sebelah anterior pada linea midaksilaris ipsilateral11.
Pada sirkulasi (circulation) kita menilainya dengan meraba denyut nadi,
untuk mengevaluasi kemungkinan tanda-tanda syok pada korban (denyut
nadi cepat dan lemah, akral dingin, laju pernafasan,dll) jika denyut nadi
tidak teraba langsung berikan kompresi sebanyak 30 kali dengan
memberikan 2 kali napas bantuan13.
Pemberian terapi cairan secara intravena dilakukan untuk resusitasi awal
pada penderita pneumotoraks dengan keadaan syok, dengan pemasangan
kateter intravena ukuran besar (minimum 16 gauge) dengan pemberian
larutan elektrolit isotonik, untuk menstabilkan volume vasukuler dengan
mengganti cairan pada ruang interstisial dan intraseluler13.
2.3.8 Komplikasi3
2.3.9. Edukasi20
2.3.10 Prognosis3
BAB 3
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
No Rekam Medis : 028544
Nama Pasien : Tn. Andi Sunardi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia Pasien : 29 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Primary Survey
KU : penurunan kesadaran
A : paten
B : spontan, simetris, tachypnea,
RR 40x/m, SpO2 98%,
C : nadi 130x/m, reguler isi kuat, kulit normal, akral hangat
D : GCS E1M5V1
Secondary Survey
Masuk Rumah Sakit :
Kamis, 18 November 2017, pukul 11.20 WITA
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit Berat
Kesadaran : Sopor
GCS : E1M5V1
Tanda vital:
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 130 x/menit; reguler, kuat angkat, isi cukup
Pernafasan : 40x/menit
Suhu Badan : 40 oC
Saturasi O2 : 98%
Auskultasi
S1(N) S2(N) normal reguler Murmur (-) Gallop (-)
Vesikuler di kedua hemitoraks, Rh +/+ Wh -/-
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, simetris.
Auskultas : Bising usus ( + )
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomnen.
Palpasi : Hepar, lien, dan ginjal tidak teraba adanya
pembesaran. Nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas :
Akral Hangat, CRT <2”, edema ekstremitas bawah (-/ -)
Neurologis:
RF: N/ meningkat
RP: +/-
Motorik : Lateralisasi kiri
Resume:
Pasien datang ke IGD RSHL Manambai dengan keluhan kejang
disertai penurunan kesadaran. Kejang sebanyak 11 kali, setelah kejang
pasien tidak sadar penuh. Malam sebelumnya pukul 23.00 pasien
menyelam mencari ikan dengan kedalaman 15 meter selama 30 menit. dan
naik ke permukaan karena nyeri kepala hebat. Sampai di darat pasien
kejang sebanyak 2 kali, muntah (+) sebanyak 2 kali. Riw kejang
sebelumnya tidak dijumpai.
TD 110/70, nadi 130/m, RR 40/m, suhu 40 SpO2 98%.
Pada pemeriksaan fisik regio thorax ditemukan terdapat rhonki di
hemitoraks kiri dan kanan. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai refleks
fisiologis kanan normal, kiri meningkat. Refleks patologis kanan (-), kiri
(+), Meningeal sign: kaku kuduk (-). Motorik: lateralisasi kiri.
Pemeriksaan Penunjang:
- Lab
- Foto Rontgen Thorax
- EKG
- USG
Laboratorium IGD
BGA
PH
PCO2
PO2
BE
TCO2
SO2
GINJAL
Ureum 35 mg/dL <50 mg/dL
Kreatinin 1.7 mg/dL 0,50–0,90 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 142.3mEq/L 135–155 mEq/L
Kalium (K) 3.94 mEq/L 3,6–5,5 mEq/L
Klorida (Cl) 109.3 mEq/L 96–106 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 238 mg/dL <200 mg/dL
Pembacaan foto thoraks:
Kesan: Gambaran kontusio paru kiri dengan fraktur costa III kiri lateral.
Emfisema subkutis regio shoulder kiri.
USG:
Area I, II kiri Lung Sliding (-)
Diagnosa Kerja :
Observasi status epileptikus ec Decompression Sickness type III
Terapi :
- O2 15 lpm via NRBM
- Inj Diazepam 1 Amp IV (11.25)
- Infus NS 2000 RL (11.30)
- Drip Phenytoin 20 cc dalam 100cc NS 50 tpm (11.30)
- Drip PCT 1000 mg IV
- Injeksi Omeprazole 1 Amp IV (12.25)
- Rujuk Pasien untuk terapi oksigen hiperbarik
Prognosis :
- Ad vitam : Dubia ad malam
- Ad fungsionam : Dubia ad malam
- Ad sanationam : Dubia ad malam
Status pasien
• Usia : 26 tahun
• Alamat : Sumbawa
Primary Survey
A : terpasang ETT
Pemeriksaan fisik
• Tanda vital:
– TD 110/70 mmHg
– RR Ventilator
– T 38 drajat
• Kepala leher: konjungtiva anemis (-), ikterik (-), JVP normal. Pupil Reflek
cahaya (+/+) Isokor
• Thoraks : retraksi (-) Suara vesikuler (+/+), ronki (+/+) , whezing (-),
ekspirasi memanjang (-). Suara jantung tambahan (-)
• Abdomen: Soepel(+), bunyi usus kesan normal, Nyeri tekan (-), Jejas (-),
timpani (+)
• Status neurologi
• Diagnosis kerja
– Rencana
– IVFD RL 20 tpm
– Stop Sedasi
– Ventilator
– Laboratorium
GINJAL
Ureum 27,5 mg/dL <50 mg/dL
Kreatinin 0,72 mg/dL 0,50–0,90 mg/dL
BGA
PH 7,460 135–155 mEq/L
PCO2 31,0 3,6–5,5 mEq/L
PO2
HCO3
BE
SO2 109.3 mEq/L 96–106 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 170 mg/dL <200 mg/dL
3.1.5. Follow Up
6-9 Oktober 2017
S Nyeri dada kanan (+) sesak napas (+)
O Hemodinamik Stabil
Thorax :
I: Asimetris, ketinggalan gerak pada hemitorax kiri
P: Nyeri tekan (+) hemithorax (S), teraba krepitasi pada ICS III,
teraba emfisema subkutis
P: Hemithorax dextra sonor, Hemithorax sinistra redup
A: hemithorax dextra vesikuler, hemithorax sinistra vesikuler
menurun, Rh(-/-), Wh (-/-)
A Fr costae III lateral (S) + Contusio Pulmonum
P IVFD RL 20gtt/I
IVFD petidine : ketorolac (100:60) / 24 jam
Inj Ceftriaxone 2gr
Inj.Omeprazole 40mg/24 jam
10 Oktober 2017
S Sesak (-), nyeri dada (-)
O Hemodinamik stabil
A Fr costae III lateral (S) + Contusio Pulmonum
P Cefixime Tab 2x1
As Mefenamat Tab 3x1
DAFTAR PUSTAKA