Anda di halaman 1dari 3

1.

Siklamat

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk
keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis
adalah bahan tambahan makanan yang ditambahkan dalam makanan atau minuman untuk
menciptakan rasa manis. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa, aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, pengawet, memperbaiki sifat- sifat kimia sekaligus merupakan
sumber kalori bagi tubuh. Rasa manis dapat dirasakan pada ujung sebelah luar lidah. Rasa
manis dihasilkan oleh berbagai senyawa organik termasuk alkohol, glikol, gula dan turunan
gula. Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis
buatan (sintetis). Pada mulanya pemanis buatan diproduksi dengan tujuan komersil untuk
memenuhi ketersediaan produk makanan dan minuman bagi penderita diabetes (kencing
manis) ataupun orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah, tetapi kenyataannya
penggunaan siklamat semakin meluas pada beragam produk, karena harganya yang lebih
murah, menimbulkan rasa manis tanpa rasa ikutan (after taste) dan memiliki tingkat
kemanisan 30 kali gula (Handayani, 2015)

Siklamat biasanya digunakan dalam bentuk garam seperti natrium siklamat atau
kalsium siklamat. Di kalangan pedagang pengecer, natrium siklamat dikenal dengan nama
dagang “sodium” atau “biang gula” . Nama lain dari siklamat adalah natrium sikloheksisulfat
atau natrium siklamat dengan nama dagang antara lain: assugrin, suracyl, atau sucrose.
Siklamat bersifat mudah larut dalam air dan tahan terhadap panas. Berbeda dengan sakarin
yang memiliki rasa manis dengan rasa pahit, siklamat hanya berasa manis tanpa adanya rasa
pahit. Siklamat memiliki tingkat kemanisan 30 kali dari sukrosa. Nilai kalori: 0 kkal/g atau
setara dengan 0 kJ/g, dan ADI: 0-11 mg/kgBB. Di Indonesia pemakaian siklamat sering
disalahgunakan dan penggunaanya melebihi batas yang diijinkan. Dalam standar pemanis
buatan (SK Kepala Badan POM No: HK.00.05.5.1.4547/2004) dan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, batas maksimum
penambahan siklamat pada produk minuman adalah 250-3000 ppm (Wibowotomo, 2008).

Siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan, diantaranya tremor


(penyakit syaraf), migrain, dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi,
asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi, dan gangguan seksual, kebotakan, dan
kanker otak.
2. Rhodamin B

Rhodamin B merupakan salah satu pewarna yang dilarang digunakan sebagai bahan
tambahan pewarna pada makanan. Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C1NC1 dengan
berat molekul sebesar 479.000. Zat Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu
kemerah-merahan, sangat larut dalam air dan akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan
dan berfluorensi kuat. Rhodamin B adalah zat pewarna sintesis yang digunakan pada industri
tekstil dan kertas, zat pewarna sintesis ini sangat berbahaya apabila terhirup, mengenai mata
dan kulit serta tertelan. Pengaruh buruk bagi kesehatan antara lain menimbulkan iritasi pada
saluran pencernaan dan air seni menjadi berwarna merah atau merah muda. Pada kondisi
yang lebih akut dapat mengganggu fungsi hati dan menimbulkan kanker hati (Wijaya, 2011).

Pemakaian bahan pewarna sintesis dalam pangan walaupun mempunyai dampak


positif bagi produsen dan bagi konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih
menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang
atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negative terhadap kesehatan manusia.
Penggunaan pewarna sintesis oleh para pedagang makanan tradisional di pasar-pasar atau
dikantin atau kios pada makanan disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap bahaya
pewarna sintesis yang dilarang. Selain itu pertimbangan harga relatif murah sehingga para
pedagang menggunakan pewarna yang tidak diizinkan tersebut (Abdurrahmansyah, 2017).

Sifat polar Rhodamin B karena memiliki gugus karboksil dengan pasangan electron
bebas dan gugus amina pada struktur molekulnya. Gugus karboksil dan amina ini akan
membentuk ikatan hydrogen intermolecular dengan pelarut polar sehingga mudah larut dalam
pelarut polar seperti alcohol. Sehingga digunakan campuran eluen polar agar dapat
mengelusikan Rhodamin B dengan baik. Berikut struktur dari Rhodamin B :

Gambar 1.1 Rumus Kimia Rhodamin-B (Sumber: Wisnu, 2008)


3. Zat Besi (Fe)

Zat besi (Fe) merupakan salah atu mineral yang terkandung dalam sayuran bayam. Zat
besi (Fe) adalah mikromineral yang sangat penting dalam tubuh karena berfungsi dalam
pembentukan sel darah merah. Zat besi dalam pembentukan sel darah merah yakni proses
sisntesis hemoglobin (Hb) dan pembentukan antibodi. Kekurangan zat besi akan
mengakibatkan anemia yang merupakan masalah gizi di indonesia. Selain itu, dapat
menurunkan daya kekebalan tubuh karena hubungan erat dengan penurunan fungsi enzim
pembentuk antibodi (Ramli, 2008)

Zat besi merupakan unsur yang sangat penting untuk membentuk hemoglobin (Hb)
yaitu suatu zat warna yang terdapat dalam darah merah yang berguna untuk mengangkut
oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) dalam tubuh. Tubuh manusia menggunakan zat besi
dengan hemat. Bila terjadi perombakan butir- butir darah merah, maka zat besi (Fe) yang
terlepas akan diambil kembali oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin (Hb) yang baru.

Sumber:

Abdurrahmansyah, dkk. 2017. Analisis Zat Pewarnan Rhodamin B Pada Saus Cabai Yang
Beredar di Kampus Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Jurnal Biota
Vol.3 No.1.

Handayani, Tutut; Anita Agustina. 2015. Penetapan Kadar Pemanis Buatan (Na- Siklamat)
Pada Minuman Serbuk Instan Dengan Metode Alkalimetri. Klaten: Stikes
Muhammadiyah Klaten.

Ramli. 2007. Analisis Kadar Kalsium (Ca) dan Besi (Fe) pada Bawang Merah yang Beredar
di Pasaran Secara Spektroskopis Serapan Atom. Makassar: UNM Makassar.

Wibowoutomo, Budi, 2002, Pengembangan Metode Penetapan Kadar Siklamat Kromatografi


Kinerja Tinggi Guna Diimplementasikan Dalam Kajian Paparan. Teknologi dan
Kejuruan, PT Kalma Media, Jakarta.

Wijaya, D. 2011. Waspadai Zat Aditif Dalam Makananmu. Yogyakarta : Buku Biru.
Wisnu, C. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bina
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai