Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting bagi populasi
dunia dan TB genitourinaria (GUTB) merupakan salah satu TB ekstra paru yang paling
umum.1 Manifestasi klinis TB ginjal cenderung sulit diketahui belakangan ini, yang dapat
menyebabkan misdiagnosis dan risiko kehilangan fungsi ginjal.2
Kejadian TB meningkat, terutama pada negara berkembang. Menurut World
Health Organization (WHO), sekitar sembilan juta kasus baru terjadi setiap tahunnya di
seluruh dunia.3 Sebagian besar kasus di Asia (55%), Afrika (31%), diikuti oleh daerah
Mediterania timur (6%), Eropa (5%), dan Amerika (3%). Brazil adalah salah satu dari 20
negara dengan jumlah kasus paling besar, dengan data kasus baru sekitar 72.194 kasus
pada tahun 2007, dengan tingkat kejadian 38 kasus/100.000 orang.
Indonesia merupakan negara terbanyak ke-5 penderita TB setelah India, Cina,
Afrika Selatan dan Nigeria.4 Survey kesehatan rumah tangga tahun 1995 mendapatkan
tuberculosis sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskuler
dan penyakit saluran nafas serta nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.5
TB genitourinaria menggambarkan 27% dari kasus TB ekstaraparu, berdasarkan
data dari Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. TB genitourinaria adalah bentuk ketiga
tersering dari TB ekstraparu setelah TB pleura dan TB limfatik dan terjadi secara
hematologi pada TB paru hamper di semua kasus.

B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan TB dengan GGK?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit TB dengan GGK?
3. Bagaimana patofisiologi klinis TB dengan GGK?
4. Bagaimana manifestasi TB dengan GGK?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik TB dengan GGK?
6. Bagaimana penatalaksanaan TB dengan GGK?
7. Bagaimana konsep keperawatan dari penyakit TB dengan GGK?

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 1


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan TB dengan GGK?
2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari penyakit TB dengan GGK?
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi klinis TB dengan GGK?
4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi TB dengan GGK?
5. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik TB dengan GGK?
6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan TB dengan GGK?
7. Untuk mengetahui bagaimana konsep keperawatan dari penyakit TB dengan GGK?

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Medis
1. Definisi

Gagal ginjal kronik sebagai abnormalitas struktur dan fungsi ginjal selama
lebih dari tiga bulan yang berimplikasi pada kesehatan pasien. Penilaian kerusakan
ginjal dari gejala klinis pasien tidak sensitif dan spesifik bisa menunjukkan derajat
penurunan fungsi ginjal. Penyakit gagal ginjal kronik menyebabkan penurunan fungsi
ekskresi, endokrin, dan metabolik. Gromerulous filtration rate (GFR) adalah indeks
terbaik untuk menilai fungsi ginjal.
Gagal ginjal kronik menyebabkan penurunan fungsi imun diperberat dengan
terapi imunosupresif. Gagal ginjal kronik dinilai dari beberapa faktor, yaitu protein
urin, kelainan sedimen urin, gangguan elektrolit, abnormalitas jaringan ginjal,
kelainan radiologi ginjal, dan riwayat transplantasi ginjal. Penurunan GFR kurang dari
60 ml / menit / 1,73 m2 menunjukkan gagal ginjal kronik Kriteria penilaian gagal
ginjal kronik dapat dilihat pada tabel satu dibawah ini.
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 golongan gejala
respiratorik yaitu batuk 2 minggu atau lebih, sesak, nyeri dada, batuk darah, dan
gejala sistemik yaitu demam, malaise, keringat malam, dan berat badan turun.1-3
Terapi tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup
dan produktivitas, mencegah kekambuhan dan kematian, meminimalkan penularan

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 3


kuman Mycobacterium tuberculosis (Mtb), mencegah perkembangan dan penularan
resistensi obat anti tuberkulosis (OAT).
Tuberkulosis dapat menginfeksi setiap organ tubuh diluar paru (tuberkulosis
ekstra paru) terjadi pada 10-42% pasien tergantung dari ras, usia, penyakit komorbid,
genotip kuman Mtb dan status imun pasien. Pasien gagal ginjal kronik (GGK), terapi
dialisis, dan transplantasi ginjal beresiko tinggi terinfeksi tuberkulosis.
Imunodefisiensi dan terapi imunosupresif pada pasien penyakit ginjal meningkatkan
kerentanan reaktivasi infeksi laten tuberkulosis atau terinfeksi tuberkulosis. Gejala
timbul tidak khas membuat diagnosa tuberkulosis pada pasien penyakit ginjal sering
terlambat.

2. Etiologi
TBC disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosis. M. tuberculosis
termasuk familie mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu
diantaranya adalah mycobacterium, yang salah satu spesiesnya adalah M.tuberculosis.
M. tuberculosis yang paling berbahaya pada manusia adalah typehumanis. sejenis
kuman berbentuk batang. Basil TBC mempunyai dinding sel lipid (lemak), sehingga
tahan asam, Oleh karena itu, kuman ini disebut pula basil Tahan asam (BTA). Kuman
ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin karena sifatnya yang
dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini
juga bersifat aerob.
Tuberculosis ginjal dan saluran kemih disebabkan oleh organisme
mikrobakterium tuberkulosa. Organisme ini biasanya berjalan dari paru-paru melalui
aliran darah ke ginjal. Mikroorganisme kemudian menjadi dorman di ginjal selama
bertahun-tahun.

3. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka
terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui
system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainya (ginjal, tulang, korteks
serebri), dan area paru-paru lainya (lobus atas). System imun berespon dengan
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak
bakteri, limfosit spesifik tuberculosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 4


normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awalbiasanya terjadi 2 sampai 10
minggu setelah pemajanan (Smeltzer, Suzanne C, etal.2001).
Pada awalnya, bagian ginjal yang terinfeksi adalah korteks dan medulla
renalis. Kerusakan jaringannya bersifat progresif. Infeksi dapat menyebar melalui
mukosa ke saluran kemih. Infeksi pada ureter dapat menyebabkan striktur.
Struktur akan menyebabkan obstruksi. Suplai darah pada jaringan ginjal dapat
terganggu karena kerusakan jaringan oleh gumpalan tuberkel. Terganggunya
suplai darah dapat menyebabkan iskemia. TB ekstra paru dapat menular, tapi
penularannya tidak seperti TB paru yang melalui kontak langsung lewat udara
yang tercemar bakteri tuberkulosis. TB ekstra paru menular melalui darah dan
cairan tubuh yang terinfeksi bakteri tuberkulosis. Biasanya penularan terjadi
melalui transfusi darah.
Tuberkulosis ginjal disebabkan oleh arganisme microbakterium
tuberculosis. Organism ini biasanya berjalan dari Paru melalaui aliran Darah ke
Ginjal. Mikroorganisme kemudian menjadi dorman di Ginjal selama bertahun-
tahun. Proses tuberculosis biasanya dimulai dari Glomelurus dan kemudian
menyebar keseluruh nefron menyebabkan duktus renal progresif. Ketika piala ginjal
terinfeksi, organism menyebar ke bawah kekandung kemih dan pada pria juga
menginfeksi prostat, epididimis dan testis. (brunner dan suddarth) buku KBM.

4. Manifestasi Klinik
Pada Gagal Ginjal dapat gejala-gejala yang ditemukan dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik pasien adalah sebagai berikut :
a. Kencing terasa kurang dibandingkan dengan biasanya.
b. Kencing berubah warna, berbusa, atau sering bangun malam hari untuk kencing.
c. Sering bengkak di kaki, perlangan ,dan muka karena ginjal tidak bisa membuang
air yang berlebihan.
d. Lekas capai atau lemah, akibat kotoran tidak bisa dibuang oleh ginjal.
e. Sesak nafa, akibat air mengumpul di paru-paru. Keadaan ini sering disaalahartikan
sebagai asma atau kegagalan jantung.
f. Nafas bau Karena adanya kotoran yang mengumpul di ronga mulut.
g. Rasa pegal di punggung
h. Gatal di bagian ekstremitas bawah

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 5


i. Kehilangan nafsu makan , mual dan muntah.

Sebanyak 30% sampai 50% pasien gagal ginjal kronis mengalami infeksi TB.
Gejala batuk lebih dari dua minggu, berat badan menurun, keringat malam,
pembesaran kelenjar limfe pada pasien gagal ginjal kronis harus dicurigai adanya
infeksi TB. Pasien GGK dengan dialisis dengan riwayat kontak pasien terinfeksi TB
positif ataupun negatif rentan terinfeksi TB daripada populasi umum karena itu
pemeriksaan infeksi TB pasien GGK dianjurkan untuk mencegah perkembangan TB
aktif dan kontaminasi sekunder lain.
Diagnosis penyakit TB pasien GGK sulit ditegakkan karena gejala klasik TB
mirip dengan gejala klinis GGK. Diagnosis TB tertunda 12 bulan sejak awal dialisis
pada 50% pasien GGK karena gejala TB ekstrapulmonal dan gejala klinis tidak khas
TB paru. TB ekstra paru timbul sekitar 50% lebih banyak pada pasien dialisis di
bandingkan pasien non GGK. Penelitian Fang et al. pasien GGK terinfeksi TB sekitar
48% menunjukkan kelainan gambaran radiologis pada paru. Tabel dua dibawah ini
menunjukkan gejala TB yang timbul pada pasien GGK.
Gambar Kelainan yang timbul pada pasien GGK dengan infeksi TB.
Organ %
Paru 48,4
Paru dan ekstra paru 11,2
Ekstra paru : 51,6
Peritoneum 16,1
Pleura 13,0
Kelenjar limfe 9,7
Saluran urogenital 6,5
Persendian 3,2
Otot 1,6
Sistem saraf pusat 1,6
Hepar 1,6

5. Pemeriksaan Diagnostik
Croflon, John, et al. (2002) mengajukan beberapa jenis pemeriksaan untuk
menegakkan diagnose tuberculosis renal pada orang dewasa yaitu Pemerisaan dahak
pada sediaan langsung :
a. Pemeriksaan dilakukan dengan metode pewarnaan Ziehl-Neelsen (ZN) atau
dipusat-pusat kesehatan yang lebih lengkap dengan menggunakansinar ultraviolet.

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 6


b. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan ini mempunyai arti penting untuk menegakkan diagnosis.
Bahannya bisa berupa dahak/sputum, cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, fese, dan jaringan biopsy (termasuk biopsi jarum halus).
Cara pengambilan dahak 3 kali disebut dengan sistem SPS, yaitu Sewaktu-
Pagi-Sewaktu, atau dapat pula setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan
pemeriksaan sputum ditampung dalam pot bermulut lebar, berpenampang 6 cm
yang tidak mudah pecah dan tidak bocor. Baham pemeriksaan hasil biopsi jarum
halus dibuat menjadi sediaan apus kering di gelas objek sebelum dikirimkan ke
laboratorium.
Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan
fluorosens pewarnaan auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur
dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan menggunakan media
Lowenstein-jensen, ataupun media agar.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:
1) 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif
2) 1 positif + 2 negatif à ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif à BTA
positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

c. Tes resintesi obat hanya dapat dilakukan di laboratium khusus.

d. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai
lesi TB aktif adalah:
1) Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3) Bayangan bercak milier
4) Efusi pleura unilateral atau bilateral

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 7


Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:
1) Fibrotik
2) klasifikasi chest x-ray tuberculosis
3) Schwarte atau penebalan pleura

e. Uji tuberculin
Uji tuberkulin (tes Mantoux) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB
anak maupun dewasa. Sebanyak 0,1 ml tuberkulin jenis PPD-RT 23 2 TU atau
PPD-S 5 TU disuntikan intrakutan di bagian volar lengan bawah. Setelah 48-72
jam, daerah suntikan dibaca dan dilaporkan diameter indurasi yang terjadi dalam
satuan milimeter. Perlu diperhatikan bahwa diameter yang diukur adalah diameter
indurasi bukan diameter eritema! Untuk meminimalkan kesalahan pengukuran,
lakukan palpasi secara halus pada daerah indurasi, lalu tentukan tepinya.
Hasil uji tuberkulin dapat dipengaruhi oleh status BCG . Pengaruh BCG
terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah
penyuntikan. Jadi, ketika membaca uji tuberkulin pada anak di atas 5 tahun, status
BCG dapat dihiraukan.
Uji tuberkulin dinyatakan positif apabila diameter indurasi ≥5 mm pada anak
dengan faktor risiko seperti menderita HIV dan malnutrisi berat; dan ≥10 mm
pada anak lain tanpa memandang status BCG. Pada anak balita yang telah
mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin disebabkan oleh
BCG selain oleh infeksi TB. Bila indurasi ≥15 mm lebih mungkin karena infeksi
TB daripada BCG.

f. Interferon gamma
Dasar pemikirannya adalah bahwa Mycobacterium tuberculosis dalam
makrofag akan dipresentasikan ke sel Th (Thelper) 1 melalui major
histocompatibility complex (MHC) kelas II. Sel Th1 selanjutnya akan mensekresi
IFN g yang akan mengaktifkan makrofag sehingga dapat menghancurkan kuman
yang telah difagosit. Sitokin IFN-g yang disekresi oleh Th1 tidak hanya berguna
untuk meningkatkan kemampuan makrofag melisiskan kuman tetapi juga

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 8


mempunyai efek penting lainnya yaitu merangsang sekresi tumor necrosis factor
(TNF) a oleh sel makrofag.
Hal ini terjadi karena substansi aktif dalam komponen dinding sel kuman yaitu
lipoarabinomannan (LAM) yang dapat merangsang sel makrofag memproduksi
TNF-a. Respons DTH pada infeksi TB ditandai dengan peningkatan sensitiviti
makrofag tidak teraktivasi terhadap efek toksik TNF-a. IFN g inilah yang
kemudian dideteksi sebagai petandan telah terjadi rekasi imun akibat infelsi
tuberculosis.
1) pemeriksaan utogram intravena. Untuk melihat adanya pembentukan rongga
dan pengapuran di ginjal/kandung kemih
2) Pemeriksaan Lab untuk melihat adanya Basil TB dalam darah. Biasanya
pasien ini mendapatkan basil TB lewat tranfusi darah.

Pemeriksaan Diagnostik pada pasien TB dengan GGK:


Pemeriksaan rontgen toraks dilakukan dan hasil gambaran rontgen toraks
harus dibandingkan dengan rantgen sebelumnya, jika tampak kelainan baru
dikonsultasikan pada dokter paru. Pasien GGK dengan hemodialisis atau dialisis
peritoneal tidak memerlukan pemeriksaan rutin menggunakan tes kulit tuberkulin
(TST) atau tes IGRA karena dapat menghasilkan tes negatif palsu.
Pemeriksaan sputum BTA, kultur dan sensitifitas kuman Mtb penting
dilakukan. Hasil biopsi histologis terdapat granulomata dengan atau tanpa kaseasi
atau nekrosis membantu diagnosis Tb dengan sebagian spesimen biopsi harus
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi kultur kuman Mtb. Pemeriksaan sputum BTA
pasien GGK dilakukan pada tiga spesimen dahak pagi. Bronkoskopi dilakukan pada
pasien GGK dicurigai terinfeksi TB jika tidak dapat mengeluarkan dahak.

6. Penatalaksanaan
Terapi TB pasien GGK memperhatikan farmakologi obat anti tuberkulosis
baik yang diekskresikan ginjal dan proses dialisis. Rejimen OAT 6 sampai 9 bulan
atau lebih tergantung pemberian terapi imunosupresi dengan dosis Hemodialisis
mengeluarkan sebagian obat antituberkulosis diberikan setelah proses dialisis. Efek
samping OAT timbul pada 46% pasien GGK lebih banyak dibanding pasien TB non
GGK seperti efek samping neurologik, neuropati optik, dan hepatitis dimonitor secara
berkala terutama pada pasien usia tua.

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 9


Hemodialisa dan peritoneal dialisa mempengaruhi dosis OAT pasien GGK.
Interval dosis menjadi tiga kali per minggu disesuaikan jadwal dialisis dapat
mengurangi risiko akumulasi dan toksisitas obat. Pemberian obat empat sampai enam
jam sebelum dialisis mengurangi toksisitas etambutol dan pirazinamid. Mekanisme
dialisis peritoneal berbeda dengan hemodialisis. Penyesuaian dosis tidak diperlukan
untuk isoniazid, rifampicin, atau pirazinamid.
Terapi OAT diberikan pada pasien GGK oleh ahli paru untuk dilakukan
pengawasan penyakit, efek samping terapi, dan keputusan pemberian dosis maupun
lama terapi. Rekomendasi terapi OAT pada pasien GGK menurut American Thoracic
Society dan European Respiratory Society adalah sebagai berikut :
a. Rifampisin diekskresikan melalui hepatobilier dan sekitar 10-30% diekskresikan
melalui urin dalam bentuk tetap (formylrifampicin). Peningkatan konsentrasi
dalam tubuh tidak mencapai level toksik sehingga dapat diberikan dosis sama
seperti pasien normal. Terapi dialisa pasien GGK tidak mempengaruhi dosis
rifampisin dalam tubuh. Efek samping pemberian rifampisin pasien GGK jarang
terjadi.
b. Isoniasid diekskresikan melalui hepatobilier sehingga dapat diberikan dosis
normal pada pasien GGK. Studi farmakokinetik isoniazid pada gagal ginjal
menunjukkan waktu paruh isoniazid meningkat sekitar 45% pada pasien dialisa
tetapi tidak menyebabkan efek samping signifikan mengharuskan pengurangan
dosis. Isoniasid menimbulkan efek samping neurotoksisitas pasien GGK pada
minggu pertama awal terapi sehingga perlu ditambahkan piridoksin sebagai
suplemen terapi.
c. Pirazinamid diekskresikan melalui hepar dan hasil metabolitnya diekskresikan
melalu ginjal. Hiperurisemia adalah efek samping pirazinamid merupakan
masalah pasien GGK sehingga dosis diturunkan sesuai tingkat keparahan dari
GGK. Pirazinamid diberikan tiga kali seminggu setelah dialisa.
d. Etambutol diekskresi melalui ginjal sehingga pemberiannya dihindari pada pasien
GGK. Etambutol diberikan tiga kali seminggu pada pasien GGK dengan kasus
MDR TB dan diawasi oleh ahli paru. Pemeriksaan mata dilakukan berkala karena
efek samping okuler sering dilaporkan. Pasien GGK dengan GFR dibawah 10
ml/menit tidak boleh diberikan etambutol karena meningkatkan efek sampingnya
e. Ciprofloksasin diekskresikan melalui hepar dan ginjal sehingga pengawasan efek
samping obat harus dilakukan.

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 10


f. Moxifloksasin dapat diberikan tanpa perubahan dosis setelah dialisis.
g. Streptomycin, amikacin, capreomycin diekskresikan melalui ginjal. Pemberiannya
harus dimonitor konsentrasinya dalam serum pasien diberikan tiga kali seminggu
setelah dialisis.
h. Cycloserine mempunyai efek samping neurotoksisitas tinggi pada pasien GGK
diberikan tiga kali seminggu setelah dialisa.
i. Paraaminosalicylic acid (PAS) diekskresikan dalam bentuk awal di urin dapat
menyebabkan asidosis sehingga harus dihindari. Pemberian granule PASER
mengurangi efek samping PAS karena retensi natrium dapat dihindari. Pemberian
PAS tidak lebih dari 4 gram per hari.

A. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Tanggal pengkajian :
No. Med. Rec :
Diagnose Medis : TB dengan GGK

b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
2) Aktivitas dan Istirahat
kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan
tidur pada malam hari

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 11


3) Integritas Ego
Adanya factor, masalah keuangan, rumah, perasaan tidak berdaya /
tidak ada harapan, Integritas Ego, tak ada kekuatan,Menolak, ansietas, takut,
marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4) Makanan / nutrisi
kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,berat badan dibawah
jumlah berat badan ideal, kurus, pucat, Anorexia.
5) Cairan kelemahan, lemas.
6) Eliminasi
Frekuensi urine,perubahan warna urine,hematuria, sering berkemih.
7) Nyeri / rasa ketidaknyaman nyeri,Malaise,gelisah,meringis,
berhati-hati pada area sakit.
8) Pernafasan
riwayat tuberculosis pada individu yang terinfeksi,nyeri pada saat
bernafas.
9) Keamanan
adanya kondisi penekanan imun,demam
10) Interaksi Sosial
perasaan isolasi,menarik diri dari lingkungan social, Kesulitan
menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b/d pelepasan mediator nyeri
b. Ansietas b/d piuria
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d gangguan fungsi ginjal b/d
peningkatan laju metabolism respons sistemik invasi kuman tuberculosis kedalam
tubuh
d. Gangguan eliminasi urine b/d sering BAK, disuria, hematuria sekunder dari iritasi
saluran kemih

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 12


3. Intervensi

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


Hasil (NOC)
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan - Lakukan pengkajian
Definisi : Pengalaman tindakan keperawatan nyeri secara
sensori dan emosional yang selama 2x24 jam, komprehensif
tidak menyenangkan yang diharapakan nyeri termaksud lokasi,
muncul akibat kerusakan berkurang: dengan karakteristik, durasi,
jaringan yang actual atau frekuensi, kualitas dan
potensial atau digambarkan factor presipitasi
Kriteria Hasil :
dalam hal kerusakan - Observasi reaksi
 Mampu mengontrol
sedemikian rupa nonverbal dari
nyeri (tahu
(international Association ketidaknyamanan
penyebab nyeri,
for the study of Pain) - Gunakan teknik
mampu
awitan yang tiba-tiba atau komunikasi teraupetik
menggunakan teknik
lambat dari iintensitas untuk mengetahui
nonfarmakologi
ringan hingga berat dengan pengalaman nyeri
untuk mengurangi
akhir yang dapat pasien
nyeri , mencari
diantisipasi atau diprediksi - Kaji kultur yang
bantuan)
dan berlangsung <6 bulan mempengaruhi respon
 Melaporkan bahwa
nyeri
nyeri berkurang
- Evaluasi pengalaman
dengan
nyeri masa lampau
menggunakan
- Evaluasi bersama
manajemen nyeri
pasien dan tim
 Mampu mengenali
kesehatan lain tentang
nyeri (skala,
ketidakefektifan control
intensitas, frekuensi
nyeri masa lampau
dan tanda nyeri)
- Bantu pasien dan
 Menyatakan rasa
keluarga untuk mencari
nyama setelah nyeri
dan menemukan
berkurang
dukungan

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 13


- Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
- Kurangi factor
presipitasi nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
- Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan
control nyeri
- Tingkatkan istrahat
- Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
- Monitor penerimaan
pasien tentang
menejemen nyeri

2 Ansietas Setelah dilakukan Anxiety Reduction


Definisi : Perasaan tidak tindakan keperawatan (penurunan kecemasan)
nyaman atau kekhawatiran selama 2x24 jam, - Gunakan pendekatan

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 14


yang samar yang disertai diharapakan nyeri yang menenangkan
respon autonom (sumber berkurang dengan: - Nyatakan dengan
sering kali tidak spesifik jelas harapan terhadap
Kriteria Hasil :
atau tidak diketahui oleh pelaku pasien
 Klien mampu
individu) perasaan takut - Jelaskan semua
mengidentifikasi
yang disebabkan oleh prosedur dan apa
dan mengungkapkan
antisipasi terhadap bahaya. yang dirasakan
gejala cemas
Hal ini merupakan isyarat selama prosedur
 Mengidentifikasi,
kewaspadaan yang - Pahami prespektif
mengungkapkan dan
memperingatkan individu pasien terhadap
menunjukan teknik
akan adanya bahaya dan situasi stress
untuk control cemas
kemampuan individu untuk - Temani pasien untuk
 Vital sign dalam
bertindak menghadapi memberikan keamana
batas normal
ancaman. dan mengurangi takut
 Postur tubuh,
- Dorong keluarga
ekspresi wajah,
untuk menemani anak
bahasa tubuh bdan
- Dengarkan dengan
tingkat aktivitas
penuh perhatian
menunjukkan
- Identifikasi tingkat
berkurangnya
kecemasan
kecemasan
- Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, katakutan,
persepsi
- Intruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi berikan obat
untuk mengurangi
kecemasan

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 15


3 Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan -
dari kebutuhan tindakan keperawatan
Definisi : selama 2x24 jam,
diharapakan nyeri
berkurang dengan:

Kriteria Hasil :
 Mamapu mengontrol


4 Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan - Lakukan penilaian
Definisi : Disfungsi pada tindakan keperawatan kemih yang
eliminasi urin selama 2x24 jam, komprehensif
diharapakan nyeri berfokus pada
berkurang dengan: inkontinensia
(misalnya, output
Kriteria hasil :
urin, pola berkemih
 Kandung kemih
kemih, fungsi
kosong secara penuh
koknitif, dan masalah
 Tidak ada residu
kencing praeksisten)
urin >100-200 cc
- Memonitor efek dari
 Intake cairan dalam
obat-obatan yang
rentang normal
diresepkan, seperti
 Bebas dari ISK
calcium channel
 Tidak ada spasme
blockers dan
bladder
antikolinergik
 Balance cairan
- Menyediakan
seimbang
penghapusan privasi
menjalankan air atau
disiram toilet
- Merangsang refleks
kantung kemih
dengan menerapkan

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 16


dingin untuk perut,
membelai tinggi
batin, atau air
- Sediakan waktu yang
cukup untuk
pengosongan kandung
kemih (10 menit)
- Gunakan spirit
wintergreen di pispot
atau urinal
- Masukan kateter
kemih, sesuai
- Anjurkan
pasien/keluarga untuk
merekam output urin
sesuai
- Instruksikan cara-cara
untuk menghindari
konstipasi atau
impaksi tinja
- Memantau asupan
dan pengeluaran
- Memantau tingkat
dispense kantung
kemih dengan palpasi
dan inpeksi
- Membantu dengan
toilet secara berkala
- Memasukkan pipa
kedalam lubang tubuh
untuk sisa
- Menerapkan
kateterisasi intermiten

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 17


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit TB tidak hanya menyerang paru-paru namun juga dapat menyarang
organlain seperti selaput otak, selaput jantung, persendian, kulit, usus, ginjal dan saluran
kemih.pasien TB dengan riwayat ginjal bermasalah dapat menimbulkan komplikasi
berupa renal tuberculosis ( tuberculosis ginjal ). Untuk memastikan pasien tb dengan
fungsi ginjal yang abnormal perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks dan perlu
pengobatan dengan dosis yang tepat sesuai dengan fungsi ginjalnya.

B. Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit TB Renal
menjadi bekal dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas
ini.

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 18


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2 edisi 8, EGC,
Jakarta.

Doengoes,M.E.,(2000), Dokumentasi & Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,


EGC, Jakarta.

Depkes RI, (2002), Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Anonim, Jakarta.

Guyton, A.C., (2008), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta.

Mansyur,A., (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Media Aeskulapius, Jakarta.

Elizabeth De Francesco Daher, Geraldo Bezerra da Silva Junior, Elvino Jose Gruarda Barros.
Renal Tubercyulosis in the Modern Era. The American Socyety Of Topical Medicine and
Hygiene. Brazil Am. J. Trop. Med. Hyg., (88), 2013, pp.54-64

Nurarif, Aminhuda and Hardikusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medis dan NANDA Nic-Noc. Edisi Refisi jilid 1 Yogyakarta: mediaction
publishing yogyakrta.

Tuberkulosis dengan Gagal Ginjal Kronik Page 19

Anda mungkin juga menyukai