PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting bagi populasi
dunia dan TB genitourinaria (GUTB) merupakan salah satu TB ekstra paru yang paling
umum.1 Manifestasi klinis TB ginjal cenderung sulit diketahui belakangan ini, yang dapat
menyebabkan misdiagnosis dan risiko kehilangan fungsi ginjal.2
Kejadian TB meningkat, terutama pada negara berkembang. Menurut World
Health Organization (WHO), sekitar sembilan juta kasus baru terjadi setiap tahunnya di
seluruh dunia.3 Sebagian besar kasus di Asia (55%), Afrika (31%), diikuti oleh daerah
Mediterania timur (6%), Eropa (5%), dan Amerika (3%). Brazil adalah salah satu dari 20
negara dengan jumlah kasus paling besar, dengan data kasus baru sekitar 72.194 kasus
pada tahun 2007, dengan tingkat kejadian 38 kasus/100.000 orang.
Indonesia merupakan negara terbanyak ke-5 penderita TB setelah India, Cina,
Afrika Selatan dan Nigeria.4 Survey kesehatan rumah tangga tahun 1995 mendapatkan
tuberculosis sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskuler
dan penyakit saluran nafas serta nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.5
TB genitourinaria menggambarkan 27% dari kasus TB ekstaraparu, berdasarkan
data dari Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. TB genitourinaria adalah bentuk ketiga
tersering dari TB ekstraparu setelah TB pleura dan TB limfatik dan terjadi secara
hematologi pada TB paru hamper di semua kasus.
B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan TB dengan GGK?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit TB dengan GGK?
3. Bagaimana patofisiologi klinis TB dengan GGK?
4. Bagaimana manifestasi TB dengan GGK?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik TB dengan GGK?
6. Bagaimana penatalaksanaan TB dengan GGK?
7. Bagaimana konsep keperawatan dari penyakit TB dengan GGK?
A. Konsep Medis
1. Definisi
Gagal ginjal kronik sebagai abnormalitas struktur dan fungsi ginjal selama
lebih dari tiga bulan yang berimplikasi pada kesehatan pasien. Penilaian kerusakan
ginjal dari gejala klinis pasien tidak sensitif dan spesifik bisa menunjukkan derajat
penurunan fungsi ginjal. Penyakit gagal ginjal kronik menyebabkan penurunan fungsi
ekskresi, endokrin, dan metabolik. Gromerulous filtration rate (GFR) adalah indeks
terbaik untuk menilai fungsi ginjal.
Gagal ginjal kronik menyebabkan penurunan fungsi imun diperberat dengan
terapi imunosupresif. Gagal ginjal kronik dinilai dari beberapa faktor, yaitu protein
urin, kelainan sedimen urin, gangguan elektrolit, abnormalitas jaringan ginjal,
kelainan radiologi ginjal, dan riwayat transplantasi ginjal. Penurunan GFR kurang dari
60 ml / menit / 1,73 m2 menunjukkan gagal ginjal kronik Kriteria penilaian gagal
ginjal kronik dapat dilihat pada tabel satu dibawah ini.
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 golongan gejala
respiratorik yaitu batuk 2 minggu atau lebih, sesak, nyeri dada, batuk darah, dan
gejala sistemik yaitu demam, malaise, keringat malam, dan berat badan turun.1-3
Terapi tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup
dan produktivitas, mencegah kekambuhan dan kematian, meminimalkan penularan
2. Etiologi
TBC disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosis. M. tuberculosis
termasuk familie mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu
diantaranya adalah mycobacterium, yang salah satu spesiesnya adalah M.tuberculosis.
M. tuberculosis yang paling berbahaya pada manusia adalah typehumanis. sejenis
kuman berbentuk batang. Basil TBC mempunyai dinding sel lipid (lemak), sehingga
tahan asam, Oleh karena itu, kuman ini disebut pula basil Tahan asam (BTA). Kuman
ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin karena sifatnya yang
dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini
juga bersifat aerob.
Tuberculosis ginjal dan saluran kemih disebabkan oleh organisme
mikrobakterium tuberkulosa. Organisme ini biasanya berjalan dari paru-paru melalui
aliran darah ke ginjal. Mikroorganisme kemudian menjadi dorman di ginjal selama
bertahun-tahun.
3. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka
terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui
system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainya (ginjal, tulang, korteks
serebri), dan area paru-paru lainya (lobus atas). System imun berespon dengan
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak
bakteri, limfosit spesifik tuberculosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan
4. Manifestasi Klinik
Pada Gagal Ginjal dapat gejala-gejala yang ditemukan dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik pasien adalah sebagai berikut :
a. Kencing terasa kurang dibandingkan dengan biasanya.
b. Kencing berubah warna, berbusa, atau sering bangun malam hari untuk kencing.
c. Sering bengkak di kaki, perlangan ,dan muka karena ginjal tidak bisa membuang
air yang berlebihan.
d. Lekas capai atau lemah, akibat kotoran tidak bisa dibuang oleh ginjal.
e. Sesak nafa, akibat air mengumpul di paru-paru. Keadaan ini sering disaalahartikan
sebagai asma atau kegagalan jantung.
f. Nafas bau Karena adanya kotoran yang mengumpul di ronga mulut.
g. Rasa pegal di punggung
h. Gatal di bagian ekstremitas bawah
Sebanyak 30% sampai 50% pasien gagal ginjal kronis mengalami infeksi TB.
Gejala batuk lebih dari dua minggu, berat badan menurun, keringat malam,
pembesaran kelenjar limfe pada pasien gagal ginjal kronis harus dicurigai adanya
infeksi TB. Pasien GGK dengan dialisis dengan riwayat kontak pasien terinfeksi TB
positif ataupun negatif rentan terinfeksi TB daripada populasi umum karena itu
pemeriksaan infeksi TB pasien GGK dianjurkan untuk mencegah perkembangan TB
aktif dan kontaminasi sekunder lain.
Diagnosis penyakit TB pasien GGK sulit ditegakkan karena gejala klasik TB
mirip dengan gejala klinis GGK. Diagnosis TB tertunda 12 bulan sejak awal dialisis
pada 50% pasien GGK karena gejala TB ekstrapulmonal dan gejala klinis tidak khas
TB paru. TB ekstra paru timbul sekitar 50% lebih banyak pada pasien dialisis di
bandingkan pasien non GGK. Penelitian Fang et al. pasien GGK terinfeksi TB sekitar
48% menunjukkan kelainan gambaran radiologis pada paru. Tabel dua dibawah ini
menunjukkan gejala TB yang timbul pada pasien GGK.
Gambar Kelainan yang timbul pada pasien GGK dengan infeksi TB.
Organ %
Paru 48,4
Paru dan ekstra paru 11,2
Ekstra paru : 51,6
Peritoneum 16,1
Pleura 13,0
Kelenjar limfe 9,7
Saluran urogenital 6,5
Persendian 3,2
Otot 1,6
Sistem saraf pusat 1,6
Hepar 1,6
5. Pemeriksaan Diagnostik
Croflon, John, et al. (2002) mengajukan beberapa jenis pemeriksaan untuk
menegakkan diagnose tuberculosis renal pada orang dewasa yaitu Pemerisaan dahak
pada sediaan langsung :
a. Pemeriksaan dilakukan dengan metode pewarnaan Ziehl-Neelsen (ZN) atau
dipusat-pusat kesehatan yang lebih lengkap dengan menggunakansinar ultraviolet.
d. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai
lesi TB aktif adalah:
1) Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3) Bayangan bercak milier
4) Efusi pleura unilateral atau bilateral
e. Uji tuberculin
Uji tuberkulin (tes Mantoux) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB
anak maupun dewasa. Sebanyak 0,1 ml tuberkulin jenis PPD-RT 23 2 TU atau
PPD-S 5 TU disuntikan intrakutan di bagian volar lengan bawah. Setelah 48-72
jam, daerah suntikan dibaca dan dilaporkan diameter indurasi yang terjadi dalam
satuan milimeter. Perlu diperhatikan bahwa diameter yang diukur adalah diameter
indurasi bukan diameter eritema! Untuk meminimalkan kesalahan pengukuran,
lakukan palpasi secara halus pada daerah indurasi, lalu tentukan tepinya.
Hasil uji tuberkulin dapat dipengaruhi oleh status BCG . Pengaruh BCG
terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah
penyuntikan. Jadi, ketika membaca uji tuberkulin pada anak di atas 5 tahun, status
BCG dapat dihiraukan.
Uji tuberkulin dinyatakan positif apabila diameter indurasi ≥5 mm pada anak
dengan faktor risiko seperti menderita HIV dan malnutrisi berat; dan ≥10 mm
pada anak lain tanpa memandang status BCG. Pada anak balita yang telah
mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin disebabkan oleh
BCG selain oleh infeksi TB. Bila indurasi ≥15 mm lebih mungkin karena infeksi
TB daripada BCG.
f. Interferon gamma
Dasar pemikirannya adalah bahwa Mycobacterium tuberculosis dalam
makrofag akan dipresentasikan ke sel Th (Thelper) 1 melalui major
histocompatibility complex (MHC) kelas II. Sel Th1 selanjutnya akan mensekresi
IFN g yang akan mengaktifkan makrofag sehingga dapat menghancurkan kuman
yang telah difagosit. Sitokin IFN-g yang disekresi oleh Th1 tidak hanya berguna
untuk meningkatkan kemampuan makrofag melisiskan kuman tetapi juga
6. Penatalaksanaan
Terapi TB pasien GGK memperhatikan farmakologi obat anti tuberkulosis
baik yang diekskresikan ginjal dan proses dialisis. Rejimen OAT 6 sampai 9 bulan
atau lebih tergantung pemberian terapi imunosupresi dengan dosis Hemodialisis
mengeluarkan sebagian obat antituberkulosis diberikan setelah proses dialisis. Efek
samping OAT timbul pada 46% pasien GGK lebih banyak dibanding pasien TB non
GGK seperti efek samping neurologik, neuropati optik, dan hepatitis dimonitor secara
berkala terutama pada pasien usia tua.
A. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Tanggal pengkajian :
No. Med. Rec :
Diagnose Medis : TB dengan GGK
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
2) Aktivitas dan Istirahat
kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan
tidur pada malam hari
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b/d pelepasan mediator nyeri
b. Ansietas b/d piuria
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d gangguan fungsi ginjal b/d
peningkatan laju metabolism respons sistemik invasi kuman tuberculosis kedalam
tubuh
d. Gangguan eliminasi urine b/d sering BAK, disuria, hematuria sekunder dari iritasi
saluran kemih
Kriteria Hasil :
Mamapu mengontrol
4 Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan - Lakukan penilaian
Definisi : Disfungsi pada tindakan keperawatan kemih yang
eliminasi urin selama 2x24 jam, komprehensif
diharapakan nyeri berfokus pada
berkurang dengan: inkontinensia
(misalnya, output
Kriteria hasil :
urin, pola berkemih
Kandung kemih
kemih, fungsi
kosong secara penuh
koknitif, dan masalah
Tidak ada residu
kencing praeksisten)
urin >100-200 cc
- Memonitor efek dari
Intake cairan dalam
obat-obatan yang
rentang normal
diresepkan, seperti
Bebas dari ISK
calcium channel
Tidak ada spasme
blockers dan
bladder
antikolinergik
Balance cairan
- Menyediakan
seimbang
penghapusan privasi
menjalankan air atau
disiram toilet
- Merangsang refleks
kantung kemih
dengan menerapkan
A. Kesimpulan
Penyakit TB tidak hanya menyerang paru-paru namun juga dapat menyarang
organlain seperti selaput otak, selaput jantung, persendian, kulit, usus, ginjal dan saluran
kemih.pasien TB dengan riwayat ginjal bermasalah dapat menimbulkan komplikasi
berupa renal tuberculosis ( tuberculosis ginjal ). Untuk memastikan pasien tb dengan
fungsi ginjal yang abnormal perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks dan perlu
pengobatan dengan dosis yang tepat sesuai dengan fungsi ginjalnya.
B. Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit TB Renal
menjadi bekal dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas
ini.
Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2 edisi 8, EGC,
Jakarta.
Elizabeth De Francesco Daher, Geraldo Bezerra da Silva Junior, Elvino Jose Gruarda Barros.
Renal Tubercyulosis in the Modern Era. The American Socyety Of Topical Medicine and
Hygiene. Brazil Am. J. Trop. Med. Hyg., (88), 2013, pp.54-64