Anda di halaman 1dari 18

Refrat

Pembimbing :

Dr. Doddy Sismayadi, Sp.OG

Disusun oleh :

Siti Laelah
1102000238

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD GUNUNG JATI
CIREBON
2008
Bab I
PENDAHULUAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml atau


lebih setelah kala III selesai ( setelah plasenta lahir ). (1)
Perdarahan Post Partum merupakan penyebab utama kematian ibu
dalam persalinan (menurut Wiknjosatro H (1960) pendarhan post partum
merupakan penyebab utama kematian ibu dalam persalinan (menurut
Wiknjosatro H (1960) pendarahan post partum merupakan penyebab penting
kematian, maternal khususnya di Negara berkembang faktor yang
menyebabkan perdarahan post partum adalah :

- Grandemulti para
- Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun.
- Persalinan yang dilakukan dengan tindakan : pertolongan kala uri
sebelum waktunya pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan
dengan tindakan paksa persalinan dengan narkosa.

Dari laporan baik dinegara maju maupun negara berkembang, angka


kejadian berkisar antara 5% - 15%.

Menurut penyebabnya diperoleh sebaaran sebagai berikut :


 Atonia uteri : 50% - 60%
 Sisa plasenta : 23% - 24%
 Retensi plasenta : 16% - 17%
 Laserasi jalan lahir : 4% - 5%
 Kelainan darah : 0,5% - 0,8%(2)
Bab II
PERDARAHAN POSTPARTUM

Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi lebih dari 500-
600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.(6)
Pembagian perdarahan postpartum :
1. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi selama 24 jam setelah anak lahir.
Penyebab utamanya adalah :
 atonia uteri
 retention plasenta
 sisa plasenta
 robekan jalan lahir.
Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama

2. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang


terjadi setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.
Penyebab utamanya adalah :
 robekan jalan lahir
 sisa plasenta / membran.

ETIOLOGI
Perdarahan postpartum primer
Atonia uteri
Pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik, dan
ini merupakan sebab utama dari perdarahan postpartum. Uterus yang
teregang (hidramnion, kehamilan ganda atau kehamilan dengan janin
besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi
untuk terjadinya atonia uteri.
Laserasi jalan lahir
Perlukaan servik, vagina dan perineum dapat menimbulkan perdarahan
yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami
laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
Lain-lain
1. Retensi plasenta dan sisa plasenta atau selaput janin yang
menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh
darah yang tetap terbuka.
2. Ruptur uteri
3. Inversio uteri

Perdarahan postpartum sekunder


Tertinggalnya sebagian plasenta
Subinvolusi di daerah insersi plasenta
Dari luka bekas seksio sesarea

PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER

1. ATONIA UTERI
Yaitu : kegaglan mekanisme kontraksi dan retraksi serat-serat
moimetrium akibat gangguan fungsi miometrium. Salah satu penyebab
terjadinya perdarahan postpartum adalah gangguan pada mekanisme ini.
Perdarahan oleh karena atonia ini dapat terjadi dalam kala III ataupun
kala IV.

Faktor-faktor predisposisi yang dapat menimbulkan atinia uteri antara


lain :
a. Disfungsi uterus, menimbulkan atonia uteri primer, yang merupakan
disfungsi uteri instrinsik.
b. Penatalaksanaan yang salah pada kala III (kala uri), dimana kesalahan
yang paling sering adalah mencoba mempercepat kala III dengan
melakukan dorongan dan pemijitan uterus yang dapat menyebabkan
pemisahan sebagian plasenta sehingga terjadi perdarahan.
c. Anestesi umum atau lumbal yang dalam dan lama, merupakan faktor
yang sering menjadi penyebab, oleh karena terjadi relaksasi
miometrium yang berlebih.
d. Kerja uterus yang tidak efektif selama dua kala persalinan yang
pertama kemungkinan besar diikuti dengan kontraksi yang jelek dalam
kala III.
e. Over distensi uterus, uterus yang mengalami distensi secara
berlebihan akibat keadaan seperti bayi besar, kehamilan ganda,
polihidramnion cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek.
f. Kelelahan akibat partus lama, bukan hanya uterus yang lelah sehingga
cenderung untuk berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga
keadaan ibu yang kelelahan kurang mampu bertahan terhadap
kehilangan darah.
g. Multiparitas, uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung
bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
h. Mioma uteri, dapat mengakibatkan perdarahan oleh karena bisa
mengganggu kontraksi dan retraksi miometrium.

Gejala-gejala oleh karena atonia uteri :


 Perdarahan pervaginam, tampak darah yang berwarna merah tua
karena berasal dari vena
 Konsistensi rahim lunak
 Fundus uteri naik (bila pengaliran daarah keluar terhalang oleh bekuan
darah atau selaput janin)
 Terdapat tanda-tanda syok.

Diagnosis
Kecuali apabila penimbunan darah intra uterin dan intravagina mungkin
tidak teridentifikasi, atau pada beberapa kasus ruftur uteri dengan
perdarahan akibat atonia uteri dan akibat laserasi ditegakkan berdasarkan
kondisi uterus. Apabila perdarahan kemungkinan besar adalah laserasi.
Untuk memastikan peran laserasi sebagai penyebab perdarahan, harus
dilakukan inspeksi yang cermat terhadap vagina, servik, dan uterus.

Penanganan atonia uteri


Pengobatan perdarahan postpartum pada atonia uteri tergantung pada
banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri dibagi 3 tahap :
 Tahap I : Perdarahan yang tidak begitu banyak diatasi dengan cara :
a. Pemberian uterotonika
b. Massage rahim
 Tahap II : Bila perdarahan belum berhenti dam bertambah banyak :
a. Berikan infus dan transfusi darah
b. Lakukan kompresi bimanual uterus
 Tahap III: Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha
yang terakhir dilakukan adalah menghilangkan sumber
perdarahan, dapat ditempuh 2 cara :
a. Ligasi arteri uterina atau hipogastrika
b. Histerektomi
2. Laserasi jalan lahir
Laserasi jalan lahir dapat terjadi pada serviks, vagina dan perineum.
Setelah plasenta lahir harus di evaluasi keadaan uterus, serviks, vagina dan
perineum. Cavum uteri dan segmen bawah rahim dieksplorasi secara manual
untuk mendeteksi setiap tanda-tanda ruptur uteri. Serviks dan vagina harus
dilihat dengan hati-hati agar dapat di identifikasi setiap kemungkinan
laserasi. Laserasi serviks dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan
terutama mudah terjadi bila kelahiran sangat cepat dan bayi dipaksa
melewati serviks yang belum berdilatasi dengan sempurna, biasanya tempat
laserasi pada jam tiga dan jam sembilan. Perdarahan dapat juga terjadi
karena robekan vagina yang meluas ke sulkus dan forniks yang mungkin
terjadi pada saat persalinan pertama dan tak jarang pada persalinan
berikutnya.

Robekan perineum dapat dibagi atas tiga tingkatan :


1. Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan
atau tanpa mengenai perineum sedikit.
2. Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai
selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei
transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani.
3. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai muskulus sfingter ani kadang-kadang dinding
depan rektum ikut robek.

Kriteria diagnosis
 Perdarahan banyak
 Umumnya kontraksi uterus baik
 Fundus uteri keras

Penanganan
a) Lakukan penjahitan pada robekan jalan lahir
b) Lakukan laparatomi pada ruptur uteri

Pada robekan perineun tingkat I tidak dilakukan penjahitan, pada


robekan tingkat II Harus dijahit. Penderita berbaring pada posisi litotomi,
lakukan pambersihan lukadengan cairan antiseptik, luas robekan ditentukan
dengan seksama kemudian diberi anastesi lokal. Otot-otot diafragma
urogenitalis dihubungkan digaris tengah dengan jahitan dan kemudian luka
pada vagina dan pada kulit ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-
jaringan dibawahnya.
Menjahit robekan tingkat III harus teliti, mula-mula dinding depan
rektum yang dijahit kemudian fasia prarektal ditutup dan muskulus sfingter
ani yang robek dijahit. Bila ada robekan serviks ditarik keluar dengan cunam
Supaya batas antar robekan dapat dilihat dengan baik, jahitan pertama
dilakukan pada atas ujung luka baru kemudian diadakan jahitan terus
kebawah.

3. Retensi Plasenta
Yaitu plasenta belum lahir 30 menit setelah anak lahir. Retensi
sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan
retraksi penyebab sinus-sinus pembuluh darah tetap terbuka sehingga
terjadi perdarahan postpartum. Begitu bagian plasentaterlepas dari dinding
uterus, perdarahan terjadi dari tempat tersebut, sedangkan sebagian
plasenta yang masih melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan
berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas dan dikeluarkan. Tidak
ada korelasi antara banyaknya plasenta yang masih melekat dengan banyaknya
perdarahan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah derajat perlengketannya.

Sebab-sebab retensi plasenta :


I. Sebab fungsional :
His kkurang kuat (sebab terpenting)
Plasenta sukar terlepas karena :
- Tempatnya : inersi di sudut tuba
- Bentuknya : plasenta membranasea, plasenta anularis
- Ukurannya : plasenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut diatas disebut
Plasenta Adesiva.
II. Sebab patologi-anatomi
Plasenta accreta, yaitu bila villi chorialis menanamkan diri lebih dalam
kedinding rahim sampai ke batas atas lapisan otot rahim
Plasenta increta, yaitu bila villi chorealis sampai masuk kedalam lapisan
otot rahim
Plasenta percreta, yaitu bila villi chorealis menembus lapisan otot dan
mencapai serosa atau menembusnya.
Plasenta yang sudah terlepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar, disebabkan oleh karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi
pada bagian bawah uterus yang dapat menghalangi keluarnya plasenta
disebut dengan Inkarserasoi plasenta.

Penanganan perdarahan pada retensi :


1) Berikan oksitosin
2) Dicoba mengeluarkan uri menurut cara crede (1-2 kali)
3) Pengeluaran uri dengan tangan / manual (Rustam, 1994)
Pengeluaran dengan tangan kiri dianggap cara yang paling baik.

Teknik pelepasan plasenta secara manual :


– Alat kemaluan luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan
bawah penolong
– Setelah tangan memakai sarung tangan, maka labia mayor dibeberkan
dan tangan kanan secara obstetris kedalam vagina. Tangan luar
menahan fundus uteri
– Tangan dalam sekarang menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya
diregangkan oleh asisten
– Setelah tangan dalam sampai plasenta \, maka tangan pergi kepinggir
plasenta dan mencari pinggir yang sudah terlepas
– Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan
antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan
gerakan yang sejajar dengan dinding rahim
– Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dengan
perlahan-lahan ditarik keluar.
Apabila terdapat kesulitan dalam pelepasan plasenta akreta, dimana
hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan terdapat bahaya
perdarahan serta perforasi mengancam, maka diagnosa plasenta inkreta
dibuat, dan usaha mengeluarkan plasenta secara manual dihentikan, lalu
dilakukan histerektomi.
Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan bila:
– Ada sangkaan akan terjadi perdarahan postpartum
– Ada perdarahan yang banyak (>500cc)
– Ada retensi plasenta
– Dilakukan tindakan obstetri dalam narkose
– Ada riwayat perdarahan postpartum pada persalinan yang lalu

Jika masih terdapat sisa uriyang agak melekat dan pedarahan masih
ada, segera lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, jika diikuti
pemberian uterotonika dan antibiotik selama 3 hari berturut-turut, dan pada
hari ke-4 baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya. Jika disebabkan
oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.

4. Inversio Uteri
Adalah suatu keadaan dimana uterus berputar balik dengan fundus
memasuki cavum uteri dan terletak secara terbalik dalam rongga tersebut,
atau dapat melewati canalis servikalis dan menonjol kedalam vagina.
– Pada inversio uteri, uterus terputar balik,sehingga fundus uteri
terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini
disebut inversio uteri completa.
– Kalau hanya fundus menekuk kedalam dan tidak keluar ostium uteri, yang
disebut inversio uteri incompleta.
– Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva, disebut inversio
prolaps.
Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan
shock yang berat.

Etiologi
Inversio total uterus setelah janin hampir lahir selalu disebabkan oleh
tarikan kuat terhadap tali pusat yang melekat ke plasenta yang melekat ke
fundus. Inversio uteri inkomlet juga dapat terjadi. Yang ikut berperan dalam
inversio uteri adalah tali pusat yang kuat dan tidak mudah lepas dari plasenta
ditambah dengan tekanan pada fundus dan uterus yang lemas, termasuk
segmen bawah uterus dan serviks. Plasenta acreta mungkin berperan
walaupun inversio uteri dapat terjadi meski plasenta tidak terlalu melekat.

Perjalanan Klinis
Inversio uteri paling sering menimbulkan perdarahan akut yang
mengancam nyawa, dan bila tidak ditangani segera dapat mematikan. Dahulu
dinyatakan bahwa syok cenderung tidak sesuai dengan banyaknya darahyang
keluar. Evaluasi yang cermat terhadap efek transfusidarah dalam jumlah
besar pad kasus-kasus semacam itu tidak mendukung konsep tersebut,
tetaapi malah semakin menjelaskan bahwa perdarahan pada kasus ini sangat
deras, tetapi seringkali tidak diperhitungkan.

Diagnosis
1) Gejala-gajala syok, nyeri, perdarahan
2) Fundus uteri tidak teraba di bawah pusat
3) Massa lembek di vagina yang keluar dari serviks yang terbuka
4) Massa licin dalam vagina dengan tangkai masuk kedalam dengan
melewati lingkaran yaitu OUE yang sedikit tebuka.

Terapi
Tertundanya penanganan akan sangat meningkatkan angka kematian.
Sejumlah langkah perlu dilakukan segera dan secara stimultan :
1) Asisten, termasuk ahli anestesiologo,segera dipanggil.
2) Uterus yang baru mengalami inversi dengan plasenta yang sudah
terlepas mungkin dengan mudah dapat dikembalikan dengan cara
mendorong fundus dengn telapak tangan mengarah ke sumbu panjang
vagina
3) Sebaiknya dipasang dua sistim infus intravena, dan pasie diberikan
larutan ringer laktat serta darah untuk mengatasi hipovolemia
4) Apabila masih melekat, plasenta jangan dilepas sampai sistim infus
terpasang, cairan dialirkan dan anestesia sebaiknya halotan atau
enfluran telah diberikan. Obat tokolitik, misalnya terbutalin, ritodon,
atau magnesium sulfat, dilaporkan berhasil digunakan untuk relaksasi
uterus dan reposisi. Sementara itu, uterus yang mengalami inversio
apabila prolapsnya melebihi vagina, dimasukkan kedalam vagina.
5) Setelah plasenta dikeluarkan, telapak tangan diletakkan dibagian
tengah fundus dengan jari terekstensi untuk mengidentifikasi tepi-
tepi serviks. Kemudian dilakukan tekanan dengan tangan sehingga
fundus terdorong keatas melalui serviks
6) Segera setelah uterus dikembalikan ke posisi normalnya, obat yang
digunakan untuk relaksasi dihentikan dan secara bersamaan pasien
diberi oksitosin agar uterus berkontraksi, sementara uterus
berkontraksi sementara operator mempertahankan fundus dalam
posisi normal.
Pada awalnya kompresi bimanual akan membantu mengendalikan
perdarahan lebih lanjut sampai tonus uterus pulih. Setelah uterus
berkontraksi dengan baik, operator harus terus memantau uterus melalui
vagina untuk mencari tanda-tanda inversio lebih lanjut.
Intervensi bedah, umumnya uterus yang mengalami inversio dapat
dipulihkan keposisi yang normal dengan teknik-teknik di atas. Apabila uterus
tidak di reposisi dengan manipulasi vagina karena adanya cincin kontraksi
yang tebal, wajib dilakukan laparatomi. Secara bersamaan, fundus kemudian
dapat didorong dari bawah dan ditarik dari atas. Apabila cincin kontriksi
tetap menghambat reposisi, secara hati-hati serviks di insisi disebelah
posterior agar fundus terpajan. Setelah fundus direposisi, obat anestesik
yang digunakan untuk melepaskan miometrium dihentikan, infus oksitosin
dimulai, dan insisi uterus diperbaiki.

5. HEMATOM
Hematom masa nifas dapat diklasifikasikan sebagian :
 Hematom vulva
 Hematom vulvovagina
 Hematom paravagina
 Hematom retroperitonial
Hematom vulva paling sering berasal dari cabang-cabang arteri
pudenda, termasuk arteria labialis posterior, perinealis transversal, atau
rektalis posterior. Hematom paravagina mungkin disebabkan oleh cabang
desenden arteri uterina. Sangat jarang pembuluh yang robek terletak diatas
fasia panggul. Pada kasus demikian, hematom terbentuk diatasnya. Pada
stadium awal, hematom membentuk pembengkakan bulat yang menonjol ke
dalam bagian atas saluran vagina dan mungkin hampir menutupi lumennya.
Apabila berlanjut, perdarahan dapat merembes kearah retroperineum dan
membentuk suatu tumor yang teraba di atas ligamentum pouperti, atau ke
arah atas dan akhirnya mencapai batas bawah diafragma, cabang arteri
uterina mungkin terlibat dalam hematom tipe ini.

Diagnosis
Hematom vulva mudah didiagnosa berdasarkan nyeri perineum hebat
dan kemunculan mendadak benjolan yang tegang, fluktuatif, dan sensitif
dengan ukuran beragam serta perubahan warna kulit diatasnya. Apabila
terbentuk didekat vagina, kadang-kadang massa mungkin tidak terdeteksi,
tetapi gejala penekanan, apabila bukan nyeri, atau ketidakmampuan berkemih
seyogyanya mendorong segera dilakukan pemeriksa vagina. Pada pemeriksaan,
ditemukan benjolan fluktuatif bulat yang menginvasi lumen. Apabila meluas
keatas diantara lembar-lembar ligamentum latum, hematom mungkin lolos
deteksi, kecuali apabila sebagian benjolan dapat diraba pada palpasi abdomen
atau terjadi hipovolemia. Keadaan tersebut menghawatirkan karena hematom
yang besar pernah dilaporkan menyebabkan kematian.

Terapi
Hematom vulva yang kecil teridentifikasi setelah pasien keluar dari
kamar bersalin dapat dibiarkan. Namun apabila nyeri parah, atau apabila
hematom terus membesar, terapi terbaik adalah insisi segera. Insisi
dilakukan di titik distersi maksimum disertai evakuasi darah dan bekuan
serta ligasi titik-titik perdarahan. Rongga kemudian dapat dioblisasi dengan
jahitan matras. Setelah hematom dikeringkan sering tidak ditemukan titik-
titik perdarahan. Pada kasus seperti ini, vagina bukan rongga hematomnya
ditampon selama 12 sampai 24 jam. Pada hematom traktus genitalia,
kehilangan darah hampir selalu jauh lebih besar dari pada yang diperkirakan
secara klinis. Hipovolemia dan anemia berat harus dicegah dengan pergantian
darah secara adekuat. Pada sekitar separuh wanita dengan hematom yang
memerlukan pembedahan untuk memperbaikinya diperlukan transfusi.
Hematom subperitoneum dan supravagina lebih sulit di terapi. Hematom jenis
ini dapat dievakuasi dengan insisi perineum, tetapi apabila terjadi hemostatis
komplet, yang sulit dicapai dengan insisi, disarankan tindakan laparatomi.
Hematoma sering menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah yang
cukup besar. Perawatan hematom post partum meliputi insisi, eksplorasi,
mengikat sumber perdarahan dan tamponade/drainase.

6. RUFTUR UTERI
Adalah robekan dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau robeknya peritoneum viseral.
Kejadian ini merupakan salah satu petaka yang terbesar dalam ilmu
kebidanan. Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30%.
Secara teori robekan rahim dapat dibagi sebagai berikut :
I. Spontan :
 Karena dinding rahim lemah seperti pada luka SC, myom anukleasi,
hypoplasia uteri.
 Mungkin juga karena curettage, pelepasan plasenta manual dan
sepsis postpartum atau abortum.
 Dinding rahhim baik, tapi ruptur terjadi karena bagian depan
tidak maju misalnya panggul sempit, dan kelainan letak.
 Campuran
II. Violent :
 Karena trauma, kecelakaan
 Karena pertolongan versi dan ekstraksi, ekspresi

Secara praktis pembagian sebagai berikut memenuhi :


1) Robekan spontan pada rahim utuh
2) Robekan Violent
3) Robekan bekas luka SC

1. Robekan spontan
Lebih sering terjadi pada multipara dari pada primipara. Munkin
disebabkan karena dinding rahhim pada multipara sudah lemah. Ruptur juga
lebih serng terjadi pada orang yang berumur. Sebab-sebab yang penting ialah
panggul sempit, letak lintang, hydrocephalus, tumor yang menghalangi jalan
lahir, presentasi dahi atau muka.

Gejala-gejala ruptur uteri sebagai berikut :


 pada saat kontraksi yang kuat, pasien tiba-tiba merasa nyeri yang
mengiris diperut bagian bawah
 SBR nyeri sekali bila di palpasi
 His berhenti
 Ada perdarahan pervaginam walaupun biasanya tidak banyak
 Bagian-bagian anak mudah diraba, kalau anak masuk kedalam rongga
perut
 Kadang-kadang disamping anak teraba tumor ialah rahim yang sudah
mengecil
 Pada taucher ternyata bagian depan mudah ditolak keatas dan kadang-
kadang tidak teraba lagi karena masuk kedalam rongga perut
 Bunyi jantung anak tidak ada
 Biasanya pasien jatuh dalam syok
 Kalau ruptur sudah lama maka terjadi seluruh perut nyeri dan
kembung
 Adanya kencing berdarah dapat membantu kita menentukan diagnosa,
kalau gejala kurang jelas

2. Ruptur uteri violent


Dapat terjadi karena kecelakaan, akan tetapi lebih sering disebabkan
oleh versi dan ekstraksi, kadang-kadang disebabkan dekapitasi, versi secara
Braxton Hicks, ekstraksi bokong atau forceps yang sulit. Karena itu
sebaiknya setelah versi dan ekstraksi dan operasi kebidanan lainnya yang
sulit, dilakukan eksplorasi dari vacum uteri.

3. Ruptur uteri pada bekas luka sectio


Ruptur uteri karena luka bekas sectio makin sering terjadi dengan
meningkatnya penggunaan SC. Ruptur semacam ini lebih sering terjadi pada
luka bbekas SC yang klasik dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur
luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada saat akhir persalinan,
sedangkan luka bekas SC profunda biasanya bisa terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptur uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah
mengalami SC jangan terlalu cepat hamil lagi, sekurang-kurangnya dapat
beristirahat selama 3 tahun, untuk memberi kesempatan pada luka untuk
sembuh dengan baik.

Terapi
a. Atasi syok dengan segera, berikan infus cairan intravena, transfusi
darah, oksigen dan antibiotik
b. Laparatomi, tindakan histerektomi atau histerografi bergantung pada
bentuk, jenis dan luas robekan.

PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER

Perdarahan postpartum sekunder biasanya terjadi pada 6-10 hari


setelah persalinan. Sebab tersering adalah sisa plasenta. Sebab lain yaitu :
infeksi, gangguan involusi pada insersi plasenta, terbukanya jahitan episiotomi
atau terbukanya luka seksio sesarea.

Gejala klinis :
 Perdarahan, dapat berlangsung terus menerus atau berlangsung terus
menerus atau berulang
 Palpasi : fundus uteri masih dapat teraba lebih basar dari yang
diperkirakan
 Pemeriksaan dalam : uterus membesar, lunak. Ostium uteri keluar
darah.

Perawatan perdarahan postpartum sekunder terbagi menjadi 3 kategori :


1. Perdarahan sedikit :
 Tirah baring dirumah
 Pemberian obat oral golongan uterotonika
 Antibiotik, bila dicurigai terdapat infeksi
2. perdarahan sedang :
 Diberikan oksitosin intravena (20 ui dalam 500cc ringer laktat)
 Bila perdarahan sudah dapat dihentikan dan tidak didapat bukti
adanya sisa plasenta tertinggal, tidak perlu kurettase
 Antibiotik parenteral, bila terdapat gejala infeksi
3. perdarahan banyak :
 Bila perdarahan tertampung > 300cc
 Diberikan cairan intravena dan tranfusi darah
 Kurettase, bila perdarahan tidak berhenti dengan pemberian
oksitosin atau bila terdapat sisa plasenta yang tertinggal
 Bila perdarahan tidak berhenti juga, dilakukan laparatomi untuk
melakukan histerektomi atau ligasi arteri hipogastrika.
Bab IV
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu.
Seperempat dari kematian ibu yang disebebkan oleh perdarahan,yang
disebut dengan perdarahan postpartum.
Selain dari pada itu, anemia yang disebabkan perdarahan
postpartum dapat mengurangi daya tahan ibu sehingga sangat
mempengaruhi morbiditas nifas.
Untuk mengetahui etiologi perdarahan postpartum diperlliksn
pemeriksaan lengkap yang meliputi amamnesa, pemeriksaan umum,
pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.

Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :


1. Perdarahan postpartum primer
2. Perdarahan postpartum sekunder

Prinsip penanganan perdarahan postpartum adalah dengan :


1. Menghentikan perdarahan secepatnya
2. Menjaga jangan sampai syok
3. Mengganti darah yang hilang
Untuk wanita Indonesia yang pada umumnya kecil badannya, tiap
perdarahan yang melebihi 500cc sedapat-dapatnya diberi tranfusi
darah yang hendaknya tidak kurang dari setengah darah yang hilang.

SARAN
1. Wanita hamil sebaiknya rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter,
terutama bagi yang mempunyai predisposisi untuk terjadinya
perdarahan postpartum.
2. Untuk mengurangi volume darah yang hilang, sebaiknya setelah anak
lahir diberikan Ergometrin iv. Sehingga terhindar dari bahaya syok dan
komplikasi lain yang menyebabkan kematian ibu.
3. Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas yang memungkinkan untuk
transfusi darah yang segera dilakukan dan guna memperkecil
terjadinya infeksi setelah melahirkan.
4. Memimpin kala II dan III dengan baik sehingga terjadinya perdarahan
postpartum dapat dicegah.
5. lakukan pemantauan secara ketat pada ibu postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
1. W. Hanifa, 1989. Ilmu bedah kebidanan, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahardjo. Jakarta. Hal 188 – 197.
2. W. Hanifa, Prof, Dr, ilmu bedah kebidanan, edisi pertama, cetakan
kelima, 2000.
3. Cunningham, F.G, Gant, N.F, Perdarahan Postpartum, Williams
Obstetri, Edisi 21, ECG, Jakarta, 2006.
4. Manuaba, I.B, perdarahan postpartum, Penuntun kepaniteraan klinik
Obstetri & Ginekologi, ECG, Jakarta, 1996, Cetakan II.
5. W. Hanifa, Gangguan Dalam Kala III Persalinan, Ilmu Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo, Jakarta, 1991, Edisi
III.
6. Mochtar, R, Sinopsis Obstetri Jilid I, Penerbit Buku Kedokteran,
ECG, cetakan V, 1994.
7. Sastrawinata. S, Perdarahan Postpartum, Obstetri Postpartum,
Bagian Obstetri & Ginekologi FK. UNPAD, Elstar Offset, Bandung,
1982.

Anda mungkin juga menyukai