Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia


pada darah tepi dan penurunan selularitas sumsum tulang. Anemia aplastik
merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam tepi, akibat
terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sum-sum tulang.

Sistem limfoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga tetapi
relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya.
Aplasia ini dapat terjadi hanya satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik
(eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik)

Aplasia hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia


(anemia hipoplastik) yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut
agranulositosis (penyakit Schultz), sedangkan yang mengenai sistem
trombopoetik disebut amegakariositik trombositoponik purpura (ATP).

Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang ditandai dengan
adanya pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan tubuh). Defisit sel darah pada
sumsum tulang ini disebabkan karena kurangnya sel induk pluripoten sehingga
sumsum tulang gagal membentuk sel-sel darah. Kegagalan sumsum tulang ini
disebabkan banyak faktor. Mulai dari induksi obat, virus, sampai paparan bahan
kimia.

Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering digunakan antara lain
anemia hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif,
aleukia hemoragika, panmielofisis dan anemia paralitik toksik.

1
Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 – 5 kasus/juta
penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski
termasuk jarang, tetapi penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi
mengancam jiwa dan biasanya dapat menyebabkan kematian. Pada pria penyakit
anemia aplastik ini lebih berat dibanding wanita walaupun sebenarnya
perbandingan jumlah antara pria dan wanita hampir sama. Siapa saja berpeluang
mendapat anemia aplastik ini.

B. Etiologi

Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik


dimana penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang
diduga dapat memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini. Faktor-faktor
penyebab yang dimaksud antara lain:

a. Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan
sebagian besar diturunkan menurut hukum Mendel meliputi :
1. Anemia fanconi
2. Diskeratosis bawaan
3. Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang
4. Sindrom aplastik parsial
5. Sindrom Pearson
6. Sindrom Dubowitz dan lain-lain.

Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan


sumsum tulang yang mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel
darah). Menurut sumber referensi yang lain, penyakit-penyakit yang baru
saja disebutkan merupakan bentuk lain dari anemia.

2
b. Zat Kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis
obat berlebihan. Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik
misalnya benzen, arsen, insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut
biasanya terhirup ataupun terkena (secara kontak kulit) pada seseorang.

c. Obat-obatan
Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia
aplastik. Misalnya pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 – 3
bulan akan menyebabkan anemia aplastik setelah berumur 6 tahun. America
Medical Association juga telah membuat daftar obat-obat yang dapat
menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang dimaksud antara lain:
Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol,
Ethosuksimide, Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine,
Probenesid, Quinacrine, Obat-obat sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat
thiazide, Trimethadione. Pengaruh obat-obat pada sumsum tulang diduga
sebagai berikut :
1. Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga sebelumnya
(obat-obat anti tumor)
2. Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat diduga
sebelumnya.
3. Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)

d. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen.
Infeksi virus temasuk EBV, sitomegalovirus, herpes varisela zoster dan virus
hepatitis.

3
e. Radiasi
Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena
dapat mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan
kerusakan pada lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara
lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari
ledakan bom nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut
dan kronis maupun anemia aplastik.

f. Kelainan imunologik
Zat anti terhadap sel-sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat
menyebabkan anemia aplastik.

C. Patofisiologi

Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sum-sum


tulang dan penggantian sum-sum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara
kongenital maupun didapat. Dapat juga idiopatik (tanpa penyebab yang jelas) dan
merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan kehamilan dapat
mencetuskannya atau dapat pula disebabkan oleh obat, bahan kimia, atau
kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia sum-sum tulang
meliputi benzene dan turunan benzene (misalnya perekat pesawat terbang), obat
anti tumor seperti nitrogen mustard, antimetabolit, termasuk metotrexate dan 6-
merkaptopurin dan bahan toksik seperti arsen anorganik.

Berbagai bahan yang kadang juga menyebabkan aplasia atau hipoplasia


meliputi berbagai antimikrobial, anti kejang, obat antitiroid, obat hipoglikemik
oral, antihistamin, analgetik, sedative, phenothiazine, insektisida, dan logam
berat. Yang tersering adalah antimikrobial, chloramphenicol, dan arsenik organik,

4
anti kejang mephenytoin ( mesantoin ) dan trimethadione ( tridione ), obat
analgetik antiinflamasi phenylbutazone, sulfonamide, dan senyawa emas.

Dalam berbagai keadaan, anemia aplastik terjadi saat obat atau bahan
kimia masuk dalam jumlah toksik. Namun, pada beberapa orang dapat timbul
pada dosis yang dianjurkan untuk pengobatan. Apabila pajanannya segera
dihentikan dapat diharapkan penyembuhan yang segera dan sempurna.

Apapun bahan penyebabnya, apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda


hipoplasia muncul, maka depresi sum-sum tulang akan berkembang sampai titik
dimana terjadi kegagalan sempurna dan irreversibel, disinilah pentingnya
pemeriksaan angka darah sesring mungkin pada pasien yang mendapat
pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat
menyebabkan anemia aplastik.

Pada anemia aplastik, tidak terdapat mekanisme patogenik tunggal sel


induk hemopoetik yang multifoten berdeferensiasi menjadi sistem – sistem
eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik, limpoetik, dan monopoetik. Sejumlah
sel induk lainnya membelah secara aktif menghasilkan sel induk baru. Sebagian
darinya dalam fase istirahat setiap saat siap berdiferensiasi kedalam berbagai
sistem tersebut. Apapun penyebab anemia aplastik, kerusakan dapat terjadi pada
sel induk yang aktif maupun yang berada dalam fase istirahat.

D. Manifestasi klinis

Awitan anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap ditandai oleh


kelemahan, pucat, sesak napas pada saat latihan, dan manifestasi anemia lainnya.
Apabila granulosit juga terlibat, pasien biasanya mengalami demam, faringitis
akut, atau berbagai bentuk lain sepsis dan perdarahan. Tanda fisik selain pucat

5
dan perdarahan kulit, biasanya tidak jelas. Pemeriksaan hitung darah
menunjukkan adanya defisiensi berbagai jenis sel darah (pansitopenia). Sel darah
merah normositik dan normokromik artinya ukuran dan warnanya normal. Sering,
pasien tidak mempunyai temuan fisik yang khas : adenopati (pembesaran
kelenjar) dan hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa).

E. Evaluasi diagnostik

Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sum-sum tulang, aspirasi sum-
sum tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu
dilakukan biopsi untuk menentukan beratnya penurunan elemen sum-sum normal
dan penggantian oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem,
prekursor granulosit, eritrosit, dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia
(defisiensi semua elemen sel darah).

Kriteria anemia aplastik yang berat


1. Darah tepi :
a) Granulosit < 500/mm3
b) Trombosit < 20.000/mm3
c) Retikulosit < 1,0%

2. Sumsum tulang :
a) Hiposeluler < 25%

6
F. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Apusan menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan


granulosit. Mean corpuscular volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit
tidak ditemukan atau kurang dan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit
menurun. Keberadaan myeloid immature menandakan leukemia atau MDS sel
darah merah yang bernukleus menandakan adanya fibrosis sum-sum atau invasi
tumor platelet abnormal menunjukkan adanya kerusakan perifer atau MDS.

2. Sumsum Tulang

Sumsum tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika


diapuskan dan biopsi spesimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada
aplasia berat, apusan dari specimen aspirat hanya menunjukkan sel darah merah,
limfosit residual, dan sel strome, biopsy (dimana sebaiknya berukuran >1 cm)
sangat baik untuk menentukan selularitas dan kebanyakan menunjukkan lemak
jika dilihat dibawah mikroskop, dengan sel hematopoetik menempati <25%
sumsum yang kosong, sedangkan hematopoiesis dapat pula terlihat pada kasus
yang berat.

G. Penatalaksanaan pengobatan

Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan yaitu :

1. Transplantasi sum – sum tulang


Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia
aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar
ataupun saudara kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih
anak-anak.

7
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan
lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini
dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin tua. Artinya,
semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi penolakan sumsum
tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-host disease.
Kondisi pasien akan semakin memburuk. Dilakukan untuk memberikan
persediaan jaringan hematopoesis yang masih dapat berfungsi. Agar
transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor
dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa penyembuhan.

2. Terapi imuunosupresif

Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang


menderita anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-
obatan. Obat-obat yang termasuk terapi imunosupresif ini antara lain
antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG),
siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone.

Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam


dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi
transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif ini.
Dengan ATG diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang
memperpanjang aplasia sehingga memungkinkan sum – sum tulang mengalami
penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7
sampai 10 hari. Pasien yang berespon terhadap terapi biasanya akan sembuh
dalam beberapa minggu sampai 3 bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 6
bulan setelah penanganan. Pasien yang mengalami anemia berat dan ditangani
secara awal selama perjalanan penyakitnya mempunyai kesempatan terbaik
berespon terhadap ATG.

8
3. Terapi suportif

Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik.


Setiap bahan penyebab harus dihentikan. Pasien disokong dengan transfusi sel
darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi gejala. Selanjutnya
pasien tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap antigen sel darah
merah minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu
menaikkan jumlah sel. Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau
infeksi, meskipun antibiotik khusunya yang aktif terhadap basil gram negatif,
telah mengalami kemajuan besar pada pasien ini.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler untuk
pengiriman oksigen / nutrien ke sel
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vascular
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan jaringan
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakadekuatan
masukan besi, kegagalan atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah normal
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi dan
neurologis (anemia), defisit nutrisi
6. Resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat ( penurunan
hemoglobin atau penurunan granulosit ), prosedur invasif
7. Ansietas b.d prosedur diagnostik / transfusi
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d
kurang terpajan informasi / salah interpretasi informasi

9
10
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang


dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis

b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh badannya terasa lemah dan letih

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengalami lemah, letih, malaise, kehilangan produktivitas,


penurunan semangat kerja.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perdarahan, malnutrisi, obat-obatan, infeksi, luka bakar, gangguan


sistem imun.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Adakah dari anggota keluarga yang memungkinkan ada yang pernah


atau sedang menderita penyakit yang sama.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Apatis, lesu, kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan.

b. Tanda-tanda vital

c. Head to-toe
1. Kepala: kulit kepala nampak tidak kotor dan tidak berbau.
2. Rambut: hitam,penyebaran rambut merata dan bersih
3. Mata (penglihatan) : Konjungtiva anemis, mukosa pucat

11
4. Hidung (penciuman): tidak ada lesi
5. Telinga (pendengaran) : Peka terhadap rangsangan
6. Mulut dan gigi : Membran mukosa kering, turgor kulit buruk,
Inflamasi bibir
7. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8. Thoraks : Pada inspeksi dada simetris, Auskultasi bunyi nafas
dipsnea, Bunyi jantung takikardia kompensasi
9. Abdomen: Inspeksi tidak ada asites ,hepatomegali, ada nyeri tekan,
perkusi bunyi redup, distensi abdomen
10. Repoduksi: tidak lesi
11. Ekstremitas: pergerakan bebas tdak ada kelainan
12. Integumen: kulit pucat, petekie

3. Fungsional Gordon

a. Aktvitas / istirahat

1) Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum, toleransi terhadap


latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
2) Tanda : Takikardi, takipnea, dipsnea saat beristirahat, apatis, lesu,
kelemahan otot, ataksia, berjalan lambat.

b. Sirkulasi

1) Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi


jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia, disritmia).
2) Tanda : Pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut,
faring, bibir dan dasar kuku).

c. Integritas Ego

1) Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).


2) Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung. depresi
dan impulsif.

d. Eliminasi

1) Gejala : Penurunan haluaran urin, diare atau kontipasi


2) Tanda : Distensi abdomen

12
e. Makanan / cairan

1) Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera, gangguan


menelan , penurunan BB.
2) Tanda : Membran mukosa kering, turgor kulit buruk, Inflamasi bibir

f. Neurosensori

1) Gejala : Sakit kepala, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan


berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan, kelemahan,
keseimbangan buruk, kaki goyah saat berjalan.
2) Tanda : Peka terhadap rangsangan, gelisah, depresi, cenderung tidur,
apatis, kemampuan merespon dangkal, epistaksis, Gangguan koordinasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk


mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi
yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (SDM) normal.

c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen


(pengiriman) dan kebutuhan.

3. Intervensi keperawatan

a) Perubahan perusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan


untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam anak


menunjukkan perfusi yang adekuat

Kriteria Hasil :

a. Tanda-tanda vital stabil

13
b. Membran mukosa berwarna merah muda
c. Pengisian kapiler
d. Haluaran urine adekuat

Intervensi :

1. Ukur tanda-tanda vital, observasi pengisian kapiler, warna kulit/membrane


mukosa, dasar kuku.
2. Auskultasi bunyi napas.
3. Observasi keluhan nyeri dada, palpitasi.
4. Evaluasi respon verbal melambat, agitasi, gangguan memori, bingung.
5. Evaluasi keluhan dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh supaya
tetap hangat
6. Observasi hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap
7. Berikan transfusi darah lengkap/packed sesuai indikasi
8. Berikan oksigen sesuai indikasi.
9. Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk


mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (SDM) normal.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak mampu


mempertahankan berat badan yang stabil

Kriteria hasil :

a. Asupan nutrisi adekuat


b. Berat badan normal
c. Nilai laboratorium dalam batas normal
d. Albumin : 4 – 5,8 g/dL
e. Hb : 11 – 16 g/dL
f. Ht : 31 – 43 %
g. Trombosit : 150.000 – 400.000 µL
h. Eritrosit : 3,8 – 5,5 x 1012

Intervensi :

1. Observasi dan catat masukan makanan.


2. Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering

14
3. Observasi mual / muntah, flatus.
4. Bantu melakukan oral higiene, gunakan sikat gigi yang halus dan lakukan
penyikatan yang lembut.
5. Observasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, Trombosit,
Albumin.
6. Berikan diet halus rendah serat, hindari makanan pedas atau terlalu asam
sesuai indikasi.

c) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen


(pengiriman) dan kebutuhan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak


melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.

Kriteria hasil :

a. Tanda – tanda vital dalam batas normal


b. Dapat melakukan aktivitas sendiri
c. Tanda kelemahan tidak ada

Intervensi :

1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas normal


2. Awasi TD, nadi, pernapasan
3. Berikan lingkungan yang tenang
4. Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing

4. Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan

a. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat

b. Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dan berat badan stabil

d. Mengalami peningkatan toleransi aktivitas

15
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. EGC : Jakarta.


Doengoes, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC : Jakarta
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Media Aeskulapius :
Jakarta
Price, A.S & Wilson, M. L. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi
4. EGC : Jakarta
Robbins, Stanley L. 1995. Buku Ajar Patologi II. EGC : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. EGC : Jakarta
Staf pengajar PSIK-UH. 2008. Kumpulan Kuliah Keperawatan Anak. Makassar

16

Anda mungkin juga menyukai