Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan

orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial

untuk melakukan interaksi sesama manusia. Kebutuhan sosial yang dimaksud

adalah rasa dimiliki oleh orang lain, pengakuan dari orang lain, penghargaaan

orang lain, serta pernyataan diri. Interaksi yang dilakukan tidak selamanya

memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu

sehingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan individu

untuk berinteraksi dengan orang lain. (Hamid, Achir Yani. 2000).

Untuk mengatasi gangguan interaksi pada klien jiwa, therapi aktivitas Commented [T1]: d

kelompok sering diperlukan dalam praktek keperawatan kesehatan jiwa karena

merupakan keterampilan therapeutik. Therapi aktivitas kelompok merupakan

bagian dari therapi modalitas yang berupaya meningkatkan psikotherapi

dengan sejumlah klien dalam waktu yang bersamaan. (Keliat, Budi Anna.

2006).

Terapi Aktivitas Kelompol (TAK) adalah upaya memfasilitasi

kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Salah

satu gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa adalah gangguan

sensori persepsi: Halusinasi dan merupakan salah satu masalah keperawatan

yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah salah

satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori

1
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan

perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak

ada. Dampak dari halusinasi yang diderita klien diantaranya dapat

menyebabkan klien tidak mempunyai teman dan asyik dengan fikirannya

sendiri. Salah satu penanganannya yaitu dengan melakukan Terapi Aktivitas

Kelompok yang bertujuan untuk mengidentifikasi halusinasi dan mengontrol

halusinasi yang dialaminya. (Hamid, Achir Yani. 2000).

Dari beberapa kasus gangguan jiwa yang ada di RSJ DR. Radjiman

Wediodiningrat khususnya Ruang Kenanga sebagian besar pasien menderita

halusinasi. Dari 12 pasien terdapat 6 rang dengan gangguang sensori persepsi

halusinasi Oleh karena itu maka kami menganggap dengan Therapy Aktivitas

Kelompok (TAK) klien dengan gangguan sensori persepsi dapat tertolong

dalam hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya namun tentu saja klien

yang mengikuti therapy ini adalah klien yang sudah mampu mengontrol

dirinya dari halusinasi sehingga pada saat TAK klien dapat bekerjasama dan

tidak mengganggu anggota kelompok yang lain.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Klien mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota

kelompok dan memotivasi proses pikir dan afektif.

2. Tujuan Khusus

 Klien mampu mengidentifikasi dan mengklasifikasi stimulus

eksternal yang diberikan melalui gambar.

2
 Klien mampu menyampaikan pesan kepada orang lain.

 Klien mampu menyebutkan identitas dirinya.

 Klien mampu menyebutkan identitas klien lain.

 Klien mampu berespon terhadap klien lain dengan mendengarkan

klien lain yang sedang berbicara.

 Klien mampu memberikan tanggapan pada pertanyaan yang

diajukan.

 Klien mampu menterjemahkan perintah sesuai dengan permainan.

 Klien mampu mengikuti aturan main yang telah ditetapkan.

 Klien mampu mengemukakan pendapat mengenai therapi aktivitas

kelompok yang dilakuk.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)

1. Defenisi

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu

dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama

(Stuart & Laraia, 2001).

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan

sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain

yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas

kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental

Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2009). Terapi kelompok

adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan

stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2009).

2. Manfaat TAK

Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :

a. Umum

1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing)

melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

2. Membentuk sosialisasi

4
3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran

tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan

perilak defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.

4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis

seperti kognitif dan afektif. (Yosep, 2007)

b. Khusus

1. Meningkatkan identitas diri.

2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.

3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan

sehari-hari.

4. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri,

keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan

meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan

pemecahannya. (Yosep, 2007)

3. Tahapan dalam TAK

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh

dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu:

Fase prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase

terminasi kelompok (Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).

1. Fase Prakelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah

anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang

digunakan. Menurut Yosep (2009), jumlah anggota kelompok yang

5
ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah

minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat

untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak

terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2009).

2. Fase Awal Kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru,

dan peran baru. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga

fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Dalam Stuart dan Laraia

(2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan

norming.

a. Tahap orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-

masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati

kontrak dengan anggota.

b. Tahap konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu

memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan

membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah

perilaku perilaku yang tidak produktif (Keliat, 2005).

c. Tahap kohesif

Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi

dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2005).

3. Fase Kerja Kelompok

6
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil

dan realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok

menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai

percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2009).

4. Fase Terminasi

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman

kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.

Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

B. TAK: Stimulasi Persepsi Halusinasi

Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas

kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi

sensori, terapi aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok

sosialisasi (Keliat, 2005).

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang

menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau

kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2005).

Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah membantu

pasien yang mengalami kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien

dengan gangguan persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang

inisiatif atau ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal

(Yosep, 2009).

Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai

kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan

7
stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat

mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan

menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami (Keliat,

2005).

1. Pengertian halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukanpada

klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan

Skizofrenia. Dari seluruh klien schizophrenia 70 % di antaranya

mengalami halusinasi.

Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di

mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Halusinasi

merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk

halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi

yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat

yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai

keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya

pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula

pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras

seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-

gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap

tubuh atau di luar tubuhnya.

8
Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat

tiduran, ancaman dan lain-lain. halusinasi secara umum dapat ditemukan

pada pasien gangguan jiwa seperti Skizoprenia, Depresi, Delirium dan

kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi

lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa

ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi

penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu

bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang

tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya

(PPDGJ III, 2001). Menurut Emil Kraepelin, 1986 gangguan ini disebut

Demensia prekoks yang dalam perjalanannya memperlihatkan adanya

deteriorasi dibedakan menjadi katatonik, hebefrenik dan paranoid (Adi

Soekarto,1997). Gejala-gejala yang karakteristiknya meliputi proses

psikologik yang multipel dan dapat digolongkan kedalam: isi dan bentuk

pikir, persepsi, afek, insight, kemauan, hubungan dengan dunia luar,

perilaku psikomotorik.

Salah satu dari gejala pasien dengan skizofrenia adalah gangguan

persepsi. Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsang yang

datang dari luar dan rangsang dari luar itu dapat berupa rangsang

penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan rabaan (taktil) atau

dapat disebut juga sebagai halusinasi. Pada pasien dengan skizofrenia

dapat terjadi berbagai bentuk halusinasi tetapi terutama adalah halusinasi

9
pendengaran, yang meliputi suara orang yang berasal dari luar kepalanya.

Suara itu mungkin sudah dikenal dan sering sebagai hinaan atau cacian

secara tunggal atau banyak.

Halusinasi terbagi atas 4 macam tingkatan, yang pertama adalah

halusinasi yang bersifat menyenangkan dan datang saat individu sendiri.

Kedua, halusinasi bersifat mencemooh, menjijikkan, mencela, mengutuk

dan menyalahkan. Ketiga, halusinasi sudah mulai memberi perintah, isi

halusinasi mungkin sangat menarik bagi individu dan individu merasa

kesepian jika suara tidak ada. Keempat, halusinasi bersifat mengancam

individu jika individu tidak mengikuti perintah. (Hamid, Achir Yani.

2000).

2. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada

dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling

maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi

dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima

melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,

dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus

panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua

respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami

kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya

yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang

10
dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus

yang diterima. Rentang respon (Keliat & Akemat, 2005):

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan piker/delusi

Persepsi akurat ilusi Halusinasi

Emosi konsisten dengan reaksi Sulit berespon emosi

emosi berlebihan

Berhubungan social Menarik diri

3. Klasifikasi

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan

karakteristik tertentu, diantaranya :

1) Halusinasi pendengaran

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara - suara

orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan

apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan

sesuatu.

2) Halusinasi penglihatan

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas

dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

3) Halusinasi penghidu

11
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang

menjijikkan seperti darah, urine atau feses. Kadang terhirup bau harum.

Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.

4) Halusinasi peraba

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa

stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari

tanah, benda mati atau orang lain.

5) Halusinasi pengecap

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan

menjijikkan.

6) Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah

mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan

urine.

4. Etiologi

Menurut Stuart dan Laraia (2001). Halusinasi dapat terjadi pada klien

dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,

demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan

substansi lainnya.

12
Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik

dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek

samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti

kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan

halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti

pemberian obat diatas.

Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu

pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti

kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada

pembicaraan.

5. Tanda dan Gejala

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan

duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum

atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,

gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga

keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa

yang di lihat, di dengar atau di rasakan).

Derajat Halusinasi :

a. Comforting (kecemasan level sedang, biasanya menyenangkan)

 Karakteristik : pengalaman emosional yang kuat seperti kecemasan,

merasa sendiri, perasaan bersalah, kejahatan, dan ketakutan dan

klien mencoba fokus pada pikiran yang menyenangkan untuk

membebaskan dari nyeri. Klien mengenali bahwa pikiran dan

13
pengalaman sensori bisa dikontrol jika kecemasan

diatur/dikendalikan. Nonpsikotik.

 Perilaku : tersenyum/tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa ada

suara yang keluar, gerakan mata yang cepat, respon verbal yang

sangat lambat, diam dan linglung.

b. Condemning (kecemasan level berat, biasanya mengerikan)

 Karakteristik : pengalaman sensori yang mengerikan dan

menakutkan. Dimulai dengan merasa kehilangan kontrol dan

mencoba menjauh dari sumber yang dapat dilihat. Klien mungkin

merasa disulitkan dengan pengalaman sensori itu dan menarik diri

dari orang lain. Psikotik sedang.

 Perilaku : peningkatan tanda-tanda vital (TD, RR, HR), perhatian

menyempit, linglung, kemungkinan tidak bisa membedakan antara

halusinasi dengan realitas.

c. Controlling (kecemasan level berat, sensory experience become

omnipotent)

 Karakteristik : halusinator menimbulkan pertentangan, dan klien

mengalah. Ketika halusinasi mungkin akan, dan klien akan merasa

sendiri. Psikotik.

 Perilaku : keringat dingin, tremor, tidak mampu mengikuti

perintah, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian hanya

beberapa detik atau menit.

14
d. Concuering (kecemasan level panik, generally becomes elaborate and

interwofen with delusion )

 Karakteristik : pengalaman sensori mungkin mengancam,

halusinasi akan bertahan beberapa jam atau hari jika tidak

mendapat intervensi terapeutik. Psikotik berat.

 Perilaku : panik, potensial bunuh diri, perilaku kekerasan, bingung,

menarik diri, kataton, tidak dapat mengikuti perintah yang

kompleks, tidak mampu mengikuti satu orang atau lebih.

6. Psikopatologi

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori

yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,

fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan

terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang

datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan

menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input

ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada

keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam

unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya

keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah

retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan

tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

7. Penatalaksanaan

15
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien

akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan

secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa

pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan diisolasi baik secara fisik

atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,

bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya

hendaknya pasien diberitahu. Pasien diberitahu tindakan yang akan di

lakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat

merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan

dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,

majalah dan permainan.

b. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan

rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara

persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di

berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang

ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat

menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya

halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan

16
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain

yang dekat dengan pasien.

d. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,

misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini

dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan

memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun

jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan.

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data

pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses

keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila

sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi

bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.

Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan

diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya

di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak

membiarkan pasien sendirian dan saran yang diberikan tidak

bertentangan.

f. Terapi medis pada pasien halusinasi chlorpromazine (CPZ) yang

berwarna orange diminum 3x sehari jam 7 pagi, 1 siang dan 7 malam.

CPZ berfungsi untuk menghilangkan suara-suara, Thrixyphenidyl

(THP) berwarna putih diminum 3x sehari berguna untuk membuat

17
relaks dan tidak kaku diminum jam 7 pagi, 1 siang dan 7 malam.

Halloperidol berwarna merah jambu diminum 3x sehari berfungsi untuk

agar pikiran tenang. Apabila suara sudah hilang obat tetap dikonsumsi

agar tidak kambuh lagi. Apabila obat habis konsultasi ke dokter untuk

mendapatkan obat.

8. Hubungan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dengan Halusinasi

Pada pasien gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu diikuti

dengan gangguan persepsi sensori; halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat

menyebabkan klien menjadi menarik diri terhadap lingkungan sosialnya,

hanyut dengan kesendirian dan halusinasinya sehingga semakin jauh dari

sosialisasi dengan lingkungan disekitarnya.

Terapi Aktivitas Kelompol (TAK) atau sosialisasi TAK adalah upaya

memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah

hubungan sosial. Salah satu gangguan hubungan sosial pada pasien

gangguan jiwa adalah gangguan persepsi sensori. Halusinasi adalah salah

satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori

persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan,perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang

sebetulnya tidak ada. Dampak dari halusinasi yang diderita klien

diantaranya dapat menyebabkan klien tidak mempunyai teman dan asyik

dengan fikirannya sendiri. Salah satu penanganannya yaitu dengan

18
melakukan Terapi Aktivitas Kelompok yang bertujuan untuk

mengidentifikasi halusinasi dan mengontrol halusinasi yang dialaminya.

Atas dasar tersebut, maka kami menganggap dengan Therapy

Aktivitas Kelompok (TAK) klien dengan gangguan persepsi sensori dapat

tertolong dalam hal sosialisasinya dengan lingkungan sekitarnya, tentu saja

klien yang mengikuti therapy ini adalah klien yang sudah mampu

mengontrol dirinya dari halusinasi sehingga pada saat TAK klien dapat

bekerja sama.

19
BAB III

PERENCANAAN

A. Persiapan

Tanggal : Senin, 30 Januari 2017.

Tempat : Ruang Kenanga RSJ. DR. Radjiman Wediodiningrat

Jumlah peserta : 6 orang dengan masalah: Gangguan persepsi sensori

halusinasi.

Metode : Terapi Aktivitas (Dinamika Kelompok).

B. Rencana Pelaksanaan

Kriteria klien yang mengikuti terapi TAK di Ruang Kenanga RSJ. DR.

Radjiman Wediodiningrat.

1. Kriteria Inklusi

a. Klien yang berada diruangan Kenanga

b. Klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi

c. Klien yang kooperatif, tenang, dan komunikatif

d. Klien dengan Halusinasi yang sudah dapat mengontrol halusinasinya

2. Kriteria Eksklusi

20
a. Klien yang tidak mengikuti TAK sampai selesai

b. Klien teindikasi resiko bunuh diri

c. Klien dengan halusinasi yang masih dalam tahap akut atau krisis

C. KRITERIA EVALUASI
Presentasi jumlah klien yang mengikuti kegiatan sesuai dengan yang

direncanakan :

 70% dari jumlah klien mampu mengikuti aturan main yang telah

ditentukan.

 90% dari jumlah klien mampu menyebutkan identitas dirinya.

 80 % dari jumlah klien mampu mengindentifikasi dan menyebutkan

spesifikasi gambar yang ditunjukkan ke klien.

 80 % dari jumlah klien mampu menyampaikan pesan kepada teman

kelompok permaianan yang lain secara berantai.

 80% dari jumlah klien mampu bersepon terhadap klien lain dengan

mendengarkan klien lain yang sedang berbicara.

 80% dari jumlah klien mampu memberikan tanggapan pada pertanyaan

yang diajukan.

 70% dari jumlah klien mampu menterjemahkan perintah permainan

 70% dari jumlah klien mampu mengikuti aturan main yang telah

ditentukan

 50% dari jumlah klien mau mengemukakan pendapat tentang therapi

aktifitas kelompok yang dilakukan

21
D. Masalah Keperawatan

1. Halusinasi

E. Persiapan

a. Analisa Situasi

1) Waktu Pelaksanaan

Hari/ Tanggal : 30 Januari 2017

Waktu : Pukul 09.00-09.45 WIB

Alokasi Waktu :

No. Fase Waktu

1. Fase Orientasi:

- Salam terapeutik 10 menit


- Kontrak waktu

- Menjelaskan tujuan dan aturan permainan

2. Fase Kerja:

- Sesi 1 ( Perkenalan dan menyampaikan hal

positif yang dimiliki).


30 menit
- Sesi 2 (Mendeskripsikan gambar)

- Sesi 3 ( Experience Story)

- Sesi 4 (Brain gym)

- Sesi 5 (Permainan sambung pipet)

3. Fase Terminasi: 5 menit

22
- Evaluasi Proses dan Hasil

Jumlah 45 menit

2) Jumlah Perawat

Mahasiswa Ners : 5 Orang

Perawat Pembimbing : 2 Orang

3) Pembagian Tugas

Sesi 1 Sesi 2 Sesi 3

Leader : Leader : Leader :

Aulia Insani Latif S.kep Andi Alamsyah, S.kep Sri Muliawan S.kep

Co-Leader: Co-Leader: Co-Leader:

Andi Riezta A, S.kep Sri Muliawan S.kep Andi Riezta A, S.kep

Observer : Observer : Observer :

Sandi Yusuf, S.kep Andi Riezta A, S.kep Aulia Insani Latif S.kep

Fasilitator : Fasilitator : Fasilitator :

Andi Alamsyah, S.kep Aulia Insani Latif S.kep Sandi Yusuf, S.kep

Sri Muliawan S.kep Sandi Yusuf, S.kep Andi Alamsyah, S.kep

Sesi 4 Sesi 5

Leader : Leader :

Andi Riezta A, S.kep Sandi Yusuf, S.kep

Co-Leader: Co-Leader:

23
Sandi Yusuf, S.kep Andi Alamsyah, S.kep

Observer : Observer :

Andi Alamsyah, S.kep Sri Muliawan S.kep

Fasilitator : Fasilitator :

Sri Muliawan S.kep Andi Riezta A, S.kep

Aulia Insani Latif S.kep Aulia Insani Latif S.kep

a. Leader (Pemimpin) :

 Mengkoordinir jumlah peserta yang telah ditentukan

 Mampu mengatasi masalah yang timbul dalam kelompok

 Memimpin perkenalan, menjelaskan tujuan kegiatan

 Menjelaskan proses kegiatan

 Mendemonstrasikan cara memperkenalkan diri pada orang lain.

 Mendemonstrasikan cara menyebutkan jenis sayur dan buah pada

peserta.

b. Fasilitator :

 Mampu memotivasi anggota kelompok untuk mengeluarkan

pendapat

 Mampu memotivasi anggota terlibat dalam kegiatan

 Mampu menjadikan role model

c. Observer :

 Mengamati jalannya proses kegiatan sebagai acuan untuk

mengevaluasi.

24
 Mencatat serta mengamati respon klien selama TAK berlangsung.

 Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok serta klien

yang drop out.

4) Denah Kegiatan TAK di Ruang Makan Cemara

4
3
1

Keterangan:

1 : Leader

2 : Co Leader

3 : Observer

4 : Fasilitator

5). Alat Bantu

Bola kecil, Laptop, Speaker, Kertas bergambar, dan pipet

F. Proses Pelaksanaan

1) Perkenalan

25
 Kelompok perawat memperkenalkan diri, urutan ditunjuk oleh leader

untuk memulai menyebut nama, kemudian leader menjelaskan tujuan

dan peraturan kegiatan dalam kelompok dan pada akhir perkenalan

pemimpin mengevaluasi kemampuan identifikasi terhadap perawat

dengan menanyakan nama perawat yang ditunjuk oleh leader.

Peraturan selama proses TAK berlangsung

 Bila akan mengemukakan perasaannya klien diminta untuk lebih

dulu menunjukkan tangannnya

 Bila klien ingin keluar untuk minum, BAB/BAK harus minta ijin

pada perawat

2) Sesi 1

 Klien yang telah diseleksi dikumpulkan di tempat yang cukup luas

dan duduk membentuk lingkaran berbentuk huruf U

 Leader memberikan kertas tanda pengenal dan klien mengisi tanda

pengenal dengan menulis menggunakan spidol warna

 Leader memutar musik sambil bola bergilir ke masingmasing

peserta. Ketika musik berhenti maka peserta yang memegang bola

diberi kesempatan untuk memperkenalkan diri masing-masing

dengan menyebutkan identitas selengkapnya: nama, alamat, hobby,

yang disukai tentang dirinya, serta keterampilan/hal positif yang

dimiliki.

 Selanjutnya peserta lainnya memberikan reward/ tepuk tangan

kepada peserta yang telah mendapat giliran

26
2. Sesi 2

 Leader menunjukkan alat peraga buah kemudian memutar musik

sambil bola bergilir ke masing-masing peserta. Ketika musik

berhenti maka peserta yang memegang bola diberi kesempatan untuk

menyebutkan dan mendeskripsikan jenis buah apa yang ditampilkan

tersebut.

 Selanjutnya peserta lainnya memberikan reward/ tepuk tangan

kepada peserta yang telah mendapat giliran

3. Sesi 3

 Selanjutnya peserta akan melakukan Experience Story. Leader akan

memutar musik sambil bola bergilir ke masing-masing peserta.

Ketika musik berhenti maka peserta yang memegang bola diberi

kesempatan untuk menceritakan pengalaman menyenangkan dimasa

lalu.

 Setelah selesai, Leader, Co leader dan motifator memotivasi klien

lain untuk menanyakan sesuatu kepada klien yang sedang didepan.

Kemudian klien yang didepan menjawab pertanyaan tersebut, setelah

klien menjawab pertanyaan perawat memberikan reinforcement

positif dan memperjelas apa yang dibicarakan /dijawab oleh klien.

4. Sesi 4

 Selama kegiatan berlangsung observer mengamati jalannya acara.

Selanjutnya peserta akan melakukan permainan Brain Gym. Leader

akan memutar musik sambil melakukan permainan Brain Gym.

27
Setelah selesai, Leader, Co leader dan motifator memotivasi klien

untuk bergerak. Dan jika sudah selesai semua peserta diberikan

reword.

5. Sesi 5

Selanjutnya peserta akan melakukan permainan Sambung pipet.

Leader akan memutar musik sambil peserta melakukan permainan

Sambung pipet dengan waktu satu menit.. Setelah selesai, Leader, Co

leader dan motifator memotivasi klien untuk bergerak. Dan jika sudah

selesai semua peserta diberikan reword.

G. Evaluasi proses:

1. Pemimpin TAK mengeksplorasikan perasaan kelompok setelah

memperkenalkan diri. Contoh: “Bagaimana perasaannya setelah mengikuti

kegiatan hari ini?”

2. Pemimpin TAK memberikan umpan balik positif pada anggota kelompok

3. Pemimpin TAK meminta anggota kelompok untuk mencoba mengenalkan

diri pada orang lain dalam kehidupan sehari-harinya.

Evaluasi hasil

75% anggota kelompok mampu memperkenalkan diri: salam, nama lengkap,

nama panggilan, asal dan hobi.

28
H. Terminasi

 Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti kegiatan klien dapat

menyebutkan kembali tujuan kegiatan

 Leader menjelaskan kembali tentang tujuan dan manfaat dari kegiatan

kelompok ini

I. Penutup

Observer membaca hasil observasi.

J. Program antisipasi masalah

a. Memotivasi klien yang tidak aktif selama TAK. Memberi kesempatan

klien menjawab sapaan perawat/terapis

b. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit

- Panggil nama klien

- Menanyakan alasan klien meninggalkan permainan

- Memberi penjelasan tentang tujuan permainan dan menjelaskan

bahwa klien dapat meninggalkan kegiatan setelah TAK selesai atau

klien mempunyai alasan yang tepat.

c. Bila ada klien lain yang ingin ikut

- Beri penjelasan dengan bijaksana , bahwa permainan ini ditujukan

kepada klien yang telah dipilih.

- Bila klien memaksa berikan kesempatan untuk ikut dengan tidak

memberi pertanyaan bila hendak meninggalkan kegiatan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa
Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Keliat & Akemat (2005). Keperawatan Jiwa: terapi aktivitas kelompok. Jakarta:

EGC.

Keliat, Budi Anna. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Purba, J. M, Sri Eka, Mahnum, L. N dan Hardiyah. (2009). Asuhan Keperawatan


Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan:
USU press.

Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 8.

St. Louis: Mosby Year Book

30
Yosep, Iyus, S.kp, M.Si. (2009). Keperawatan Jiwa, edisi revisi., Bandung: PT.

Refika Aditama.

31

Anda mungkin juga menyukai