Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

RETINOBLASTOMA

Disusun Oleh :

I Putu Indra Wiadnyana

17710051

Pembimbing :

dr. M. Tauhid Rafi’I, Sp M

dr. Miftakhur Rochmah, Sp M

dr. Pinky Endriana Heliasanty, Sp M

DEPARTEMEN SMF ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA

RSUD SIDOARJO

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas

referat. Tugas referat ini berhasil penulis selesaikan karena dukungan dari

banyak pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis sampaikan terima

kasih yang tak terhingga kepada :

1. dr. M. Tauhid Rafi’i, Sp M

2. dr. Miftakhur Rochmah, Sp M.

3. dr. Pinky Endriana Heliasanty, Sp M

Selaku Pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, masukan

dan saran dalam pembuatan referat ini, serta telah meluangkan waktu untuk

berdiskusi hingga usulan tugas ini dapat terselesaikan.

4. Orangtua saya tercinta yang telah memberikan dorongan dan motivasi

dalam menyelesaikan makalah ini.

5. Teman-teman seperjuangan dokter muda di RSUD Sidoarjo

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dan kelemahan

dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat

diharapkan demi kesempurnaannya.

Surabaya, September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Retina ................…....................................................................... 3
1. Anatomi retina……………………………………………… 3
2. Fisiologi retina……………………….……………………... 5
B. Retinoblastoma............................................................................. 6
1. Definisi.................................................................................... 6
2. Epidemiologi.......................................................................... 7
3. Etiologi.................................................................................. 7
4. Patofisiologi.......................................................................... 8
5. Manifestasi klinis.................................................................. 8
6. Kriteria diagnosis.................................................................. 10
7. Klasifikasi stadium............................................................... 12
8. Penatalaksanaan................................................................... 16
9. Prognosis.............................................................................. 19

BAB III KESIMPULAN....................................................................... 20


DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 21

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan
embrional retina. Insidennya 1:14.000-1:20.000 kelahiran hidup. Meskipun
retinoblastoma dapat terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada
anak-anak sebelum usia 2 tahun. Sekitar 95% kasus retinoblastoma didiagnosis
sebelum usia 5 tahun. Retinoblastoma secara tipikal didiagnosis selama tahun
pertama kehidupan pada kasus familil dan kasus bilateral sedangkan pada kasus
unilateral secara sporadik didiagnosis antara usia 1 dan 3 tahun. Onset setelah usia
5 tahun jarang namun dapat juga terjadi.

Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter (40%),


dan non herediter (60%). Retinoblastoma herediter meliputi pasien dengan riwayat
keluarga positif (10%) dan yang mengalami mutasi gen yang baru pada waktu
pembuahan (30%). Bentuk herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit
unilateral atau bilateral. Pada bentuk herediter, tumor cenderung terjadi pada usia
muda. Tumor unilateral pada bayi lebih sering dalam bentuk herediter, sedangkan
anak yang lebih tua lebih sering mengalami bentuk non-herediter. Tumor unilateral
pada anak yang muda mengalami abnormalitas genetik yang ringan dibandingkan
pada anak yang lebih tua.

Dahulu retinoblastoma dianggap berasal dari mutasi gen autosomal


dominan, tetapi pendapat terakhir menyebutkan bahwa kromosom alela nomor
13q14 berperan dalam mengontrol bentuk hereditable dan non-hereditable (sifat
menurun atau tidak menurun) suatu tumor. Jadi pada setiap individu sebenarnya
sudah ada gen retinoblastoma normal. Pada kasus yang herediter, tumor muncul
bila satu alela 13q14 mengalami mutasi spontan sedangkan pada kasus yang non-
herediter baru muncul bila kedua alela 13q14 mengalami mutasi spontan.

4
Dalam menentukan strategi pengobatan, tujuan pertama adalah untuk
menyelamatkan kehidupan, selanjutnya menyelamatkan mata, dan terakhir untuk
menyelamatkan visus (American Academy of Ophthalmology, 2007). Enukleasi
adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma dengan ukuran besar. Sedangkan tumor
yang berukuran lebih kecil dapat diterapi secara efektif dengan radioterapi plaque
atau external beam, krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Kemoterapi juga dapat
digunakan untuk mengobati tumor yang sudah meluas ke otak, orbita, atau ke distal
dan biasanya diberikan setelah dilakukan enukleasi pada pasien dengan resiko
penyebaran penyakit yang tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari retina dan fisiologi retina?
2. Apa pengertian dari Retinoblastoma?
3. Apa saja gambaran klinis retinoblastoma?
4. Bagaimana penatalaksanaan retinoblastoma?

C. Tujuan
Untuk mengetahui secara umum apa itu retinoblastoma dan bagaimana
penatalaksanaanya.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. RETINA

1. Anatomi Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan


semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan
berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata, berbentuk seperti jaring
dan mempunyai metabolisme oksigen yang sangat tinggi. Permukaan dalam
retina menghadap ke corpus vitreus dan permukaan luar retina bertumpuk
dengan epitel pigmen pada koroid. Pada sebagian tempat, retina dan epitel
pigmen berhubungan tidak erat sehingga mudah membentuk ruang subretina
yang terjadi pada ablasi retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serata retina
dan epitel pigmen saling melekat kuat.

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai


berikut:

a. Membrana limitans interna


b. Lapisan serabut saraf
c. Lapisan sel- sel ganglion
d. Lapisan pleksiformis dalam
e. Lapisan nukleus dalam
f. Lapisan pleksiformis luar
g. Lapisan nukleus luar
h. Membrana limitans eksterna
i. Lapisan sel batang dan kerucut
j. Lapisan epitel pigmen
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada
kutub posterior. Di tengah- tengah retina posterior, dimana aksis mata
memotong retina, terdapat makula lutea. Secara anatomis makula lutea dapat

6
didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen
luteal kuning xantofi. Makula lutea dibatasi oleh arkade- arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral
diskus optikus terdapat fovea sentralis yang secara klinis jelas merupakan
cekungan, yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.
Pada daerah ini daya penglihatannya paling tajam.

Gambar 1. Anatomi Retina

Gambar 2. Lapisan-lapisan Retina

7
2. Fisiologi Retina
Retina merupakan bagian dalam bola mata yang menerima rangsangan
sinar dan meneruskan pesan penglihatan melalui saraf optik ke otak. Retina
adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu alat
optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-
sel batang (rod) dan kerucut (cone) di lapisan fotoreseptor mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-
jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu khoriokapilaris dan
arteri retina sentralis. Khoriokapilaris memperdarahi sepertiga lapisan bagian
luar retina yaitu : lapisan epitel pigmen, lapisan sel batang dan sel kerucut,
lapisan limitans eksterna dan lapisan nukleus luar. Arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga lapisan bagian dalam retina. Fovea sentralis
sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaris. Dengan demikian kalau pada
arteri retina sentralis terjadi sumbatan, maka lapisan serebral tidak
mendapatkan darah sehingga terjadi kebutaan, walaupun daerah lapisan epitel
pigmen, sel batang dan sel kerucut masih mendapat darah dari
khoriokapilaris. Demikian pula sebaliknya, apabila terjadi ablasi retina, juga
terjadi kebutaan karena sel- sel batang dan kerucut tidak mendapat darah dari
khoriokapilaris, walaupun lapisan serebral masih mendapat darah.
Retina mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses
penglihatan. Gelombang cahaya yang jatuh pada retina ditangkap oleh dua
macam reseptor pada retina, yaitu sel batang dan sel kerucut dan merubahnya
menjadi impuls saraf, melewati nervus optikus, kiasma optikus, traktus
optikus, korpus genikulum lateral, radiasio optika sampai di serebrum. Sel
batang berguna untuk menerima rangsang cahaya dengan intensitas rendah
(redup) dan untuk penglihatan perifer (orientasi ruangan), tidak dapat melihat
warna. Sedangkan sel kerucut terutama terdapat di fovea yang penting untuk
penglihatan sentral (ketajaman penglihatan), menerima rangsang cahaya kuat
dan rangsang warna. Untuk menangkap rangsang warna, pada sel kerucut
terdapat 3 macam pigmen yang masing- masing peka terhadap warna merah,

8
hijau dan biru yang dilengkapi oleh rodopsin sebagai reseptornya. Pigmen
yang peka terhadap warna merah mempunyai spektrum absorbsi terluas
dengan maksimum absorbsi 575 mA. Pigmen yang peka terhadap warna hijau
mempunyai maksimum absorbsi 540 mA sedangkan pigmen yang peka
terhadap warna biru mempunyai maksimum absorbsi 430 mA. Daerah
spektrum ini saling melingkupi. Bila dapat membedakan ketiga macam warna
maka disebut trikromat. Bila dapat membedakan kedua macam warna maka
disebut dikromat. Bila hanya satu warna saja maka disebut monokromat. Bila
ketiga macam pigmen tersebut rusak disebut akromatopsia, dimana hanya
dapat dibedakan antara hitam dan putih saja. Kerusakan pigmen warna merah
disebut proton, warna hijau disebut deutron dan warna biru disebut triton.
Kerusakan total pada pigmen dinamakan anopsia, bila kerusakan sebagian
dinamakan anomalia. Bila terdapat kerusakan sebagian dari pigmen warna
merah maka disebut protonanomalia. Bila kerusakan pigmen warna merah
tersebut total maka tidak terdapat pigmen warna merah sama sekali dan
disebut protonanopia.

B. RETINOBLASTOMA
1. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor ganas primer intraokuler yang paling
sering terjadi pada bayi dan anak-anak sampai umur 5 tahun. 40 %
penderita retinoblastoma merupakan penyakit herediter. Retinoblastoma
merupakan tumor yang bersifat autosomal dominan dan merupakan
tumor embrional. Sebagian besar penderita dengan retinoblastoma aktif
ditemukan pada usia 3 tahun, sedangkan bila terdapat binokuler biasanya
terdapat pada usia lebih muda atau 10 bulan.
Retinoblastoma terjadi baik unilateral atau bilateral yang ditandai
kecenderungan untuk berkembang keluar bola mata, keganasan ke
intakranial disebut sabagai Trilateral retinoblastoma sering pada
retinobalstoma herediter.

9
2. Epidemiologi
Retinoblastoma merupakan tumor intraokular yang paling sering
pada anak-anak dan berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak.
Frekuensi retinoblastoma 1:14000 sampai 1:20000 kelahiran hidup,
tergantung Negara. Di Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru,
di Eropa antara 44,2–67,9 per juta kelahiran, dan di negara berkembang
Afrika dan Asia dilaporkan terjadi pada 1 per 18.000–34.000 kelahiran
hidup setiap tahun. Kasus retinoblastoma bilateral secara khas
didiagnosis pada tahun pertama kehidupan dalam keluarga dan pada
kasus sporadik unilateral didiagnosis antara umur 1-3 tahun. Onset diatas
5 tahun jarang terjadi.
Di kota Medan, Sebuah penelitian deskriptif yang dilakukan oleh
Selvi dengan melihat rekam medik kasus retinoblastoma yang berobat ke
Subbagian Hematologi Onkologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Rumah
Sakit Haji Adam Malik periode 1999-2003 memperlihatkan kejadian
retinoblastoma unilateral dan bilateral paling banyak pada kelompok usia
0-5 tahun sebesar 40,6% dan 46,9%. Laki-laki lebih banyak dari
perempuan pada unilateral (34,4% vs 12,5%) dan bilateral (34,4% vs
18,7%).

3. Etiologi
Penyebab terjadinya Retinoblastoma adalah mutasi gen. Suatu
alel di dalam satu lokus di dalam pita kromosom 13q14 mengontrol
tumor tersebut, baik dalam bentuk herediter maupun non herediter.
Gen retinoblastoma normal, yang biasa terdapat pada semua
orang merupakan suatu gen supresor tumor atau anti onkogen. Individu
dengan penyakit herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel
tubuhnya. Apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh
mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit
non herediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang
sedang tumbuh diinaktifkan oleh suatu mutasi spontan. Penyebab dari

10
mutasi gen ini tidak diketahui dengan pasti hingga saat ini. Diduga
adanya Human Papilloma Virus dalam jaringan retina yang sedang
tumbuh dapat meyebabkan mutasi yang meningkatkan resiko terjadinya
retinoblastoma..

4. Patofisiologi
Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar yang disebut dengan
retinoblastoma eksofitik atau dapat tumbuh ke dalam yang disebut
retinoblastoma endofitik. Retinoblastoma endofitik kemudian meluas ke
korpus vitreum. Kedua jenis retinoblastoma secara bertahap akhirnya
mengisi mata (Hardy, 2000) Metastase pada retinoblastoma dapat terjadi
melalui nervus optikus menuju ke kiasma optikum dan ke ruang sub
arakhnoid. Dari ruang sub arachnoid sel tumor dapat bermetastase ke
otak dan serebrospinal. Tumor dapat juga bermetastase melalui koroid
dan pembuluh darah yang terdapat di dalamnya kemudian menyebar
secara hematogen hingga ke tulang. Selain itu tumor dapat pula
bermetastase secara limfogen.
Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari
sel-sel kecil yang tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar
berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang
membentuk Rossete Flexner-Wintersteiner yang khas, yang merupakan
indikasi diferensiasi fotoreseptor.

5. Manifestasi klinis

Gejala klinis yang didapatkakn pada pasien retinoblastoma yaitu:

 Visus menurun
 Mata juling (Strabismus)
 Bila mata terkena sinar akan memantul seperti mata kucing,
disebut “amaurotic cat’s eye”
 Mata merah dan sifatnya residif

11
 Mata memberi kesan lebih besar daripada mata lainnya.

Tanda-tanda Retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah


leukokoria (white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang
bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye appearance, strabismus dan inflamasi
okular. Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti Heterochromia,
Hyfema, Vitreous Hemoragik, Sellulitis, Glaukoma, Proptosis dan
Hypopion. Keluhan visus jarang karena kebanyakan pasien anak umur
prasekolah.

Adapun gejala kilins retinoblastoma, antara lain :

a. Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada
retinoblastoma intraokular yang dapat mengenai satu atau kedua
mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”. Hal ini
disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar
retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau
dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
b. Strabismus
Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria.
Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah makula
sehingga mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi
apabila tumornya berada diluar makula tetapi massa tumor sudah
cukup besar.
c. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang
terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka
dapat diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain
glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala
inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis

12
preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya
tumor yang nekrosis.
d. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra okular akibat tumor yang bertambah besar.
e. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik
f. Proptosis
Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan
ekstra okular. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti sistem pembuluh
darah, maka sebagian sel tumor mengalami nekrose dan melepaskan
bahan-bahan toksisk yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea,
sehingga timbul uveitis disertai dengan pembentukan hipopion dan
hefema. Komplikasi lain berupa terhambatnya pemutusan akuos
humor, sehingga timbul glaucoma sekunder.

6. Kriteria Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Terdapat bintik putih pada mata, yang tampak seperti mata kucing.
Benjolan pada mata, mata menonjol keluar, mata merah, dan gangguan
penglihatan. Riwayat retinoblastoma pada keluarga juga harus
ditanyakan.
b. Pemeriksaan Fisik
Leukoria, proptosis, pertumbuhan massa tumor pada mata, strabismus,
ataupun dapat ditemukan uveitis, endoftalmitis, glaukoma, panoftalmitis,
selulitis orbita, dan hifema. Pada oftalmoskopi, lesi tumor tampak
berwarna putih/putih kekuningan.

13
c. Pemeriksaan Penunjang
• DPL
Terutama untuk melihat keadaan umum pasien dan kesiapannya
untuk terapi yang akan dijalani (bedah, radiasi, ataupun kemoterapi).
• USG Orbita : Adanya massa intraokuler
• CT Scan/MRI
Orbita CT Scan atau MRI mata untuk melihat perluasan tumor
dan keterlibatan jaringan di sekitar mata. Pada CT Scan tampak lesi padat
heterogen dengan fokus densitas tinggi yang sesuai dengan kalsifikasi
Pada MRI tampak gambaran hiperintense (T1, densitas proton),
hipointense (T2). Kalsifikasi fokus hipointense CT Scan atau MRI
kepala, terutama pada kasus yang dicurigai herediter, untuk melihat
adanya massa intrakranial.
• BMP/LP
Biopsi sumsum tulang atau pungsi lumbal. Pemeriksaan ini tidak
rutin, dikerjakan bila terdapat indikasi perluasan tumor keluar dari bola
mata.
• CT Scan/ MRI Kepala
Untuk melihat apakah ada penyebaran ke intrakranial/ trilateral
retinoblastoma
• Bone Scan
Untuk menunjukkan bila retinoblastoma telah menyebar ke tulang
tengkorak atau tulang lainnya. Pemeriksaan ini tidak rutin dan dilakukan
hanya bila ada indikasi kuat kecurigaan penyebaran ekstraokuler.

d. Pemeriksaan Histopatologi (PA)


Histopatologi, berperan dalam :
• Menentukan prognosis
• Menentukan resiko terjadinya kekambuhan :
a. Faktor resiko rendah

14
Sel tumor menginvasi retina, koroid minor (hanya 1 fokus dan ,
3mm) dan nervus optikus prelaminer
b. Faktor resiko menengah
Sel tumor telah menginvasi koroid mayor (invasi koroid minor
multiple atau invasi > 3 mm), intrasklera, segmen anterior dan nervus
optikus post laminar
c. Faktor resiko tinggi
Sel tumor telah menginvasi transklera dan batas sayatan nervus
optikus positif

7. Klasifikasi Stadium
Meskipun terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk
retinoblastoma namun untuk tujuan terapi retinoblastoma dikategorikan
menjadi intraokular dan ekstraokular. Hal ini untuk menghindari
kontroversi penatalaksanaan retinoblastoma yang terjadi selama ini.

Retinoblastoma intraokular
Harapan hidup 5 tahun >90%. Retinoblastoma intraokular
terdapat dalam mata dan terbatas pada retina atau mungkin dapat meluas
dalam bola mata. Retinoblastoma intraokular tidak akan meluas menuju
jaringan sekitar mata atau bagian tubuh yang lain.
Retinoblastoma ekstraokular
Harapan hidup 5 tahun < 10%. Dapat terbatas pada jaringan
lunak di sekitar mata, atau telah menyebar, umumnya dapat meluas
keluar mata. Secara tipikal dapat mengenai sistem saraf pusat (SSP),
sumsum tulang belakang atau kelenjar getah bening.
Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan
retinoblastoma intraokular yang paling sering digunakan, tetapi
klasifikasi ini tidak menggolongkan retinoblastoma ekstraokular.
Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan
dijumpai atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding.

15
 Klasifikasi menurut Reese-Ellsworth untuk Tumor Intraokular :

Grup I : penglihatan sangat memungkinkan untuk dipertahankan

1. Tumor soliter, ukuran lebih kecil dari 4 diameter disk (DD),


pada atau di belakang ekuator bola mata.

2. Tumor multipel, tidak ada yang lebih besar dari 4 DD,


seluruhnya pada atau di belakang ekuator.

Grup II: penglihatan memungkinkan untuk dipertahankan

1. Tumor soliter, 4-10 DD pada atau di belakang ekuator.

2. Tumor multipel, 4-10 DD di belakang ekuator.

Grup III: penglihatan mungkin dapat dipertahankan

1. Setiap lesi yang terletak di depan ekuator.

2. Tumor soliter, >10 DD di belakang ekuator.

Grup IV: penglihatan sulit untuk dipertahankan

1. Tumor multipel, beberapa >10 DD.

2. Setiap lesi yang meluas ke anterior kepada ora serrata

Grup V: penglihatan tidak mungkin untuk dipertahankan

1. Tumor massif meliputi lebih dari setengah retina.

2. Terdapat penyebaran kearah vitreus.

 Klasifikasi retinoblastoma lainnya yang lebih baru adalah The


International Classification for Intraocular Retinoblastoma:
Grup A: Tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan diskus.
• Seluruh tumor berukuran < 3 mm, terbatas pada retina
• Seluruh tumor berlokasi ≥ 3 mm dari fovea

16
• ≥1.5 mm dari diskus optikus
Grup B: Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan terbatas pada
retina
• Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi
kategori grup A.
• Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran ≤ 3mm dari
tumor tanpa penyebaran sub retina.
Group C: Tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau
vitreus.
Group D: Penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina
atau vitreus.
• Tumor dapat bersifat masif atau difus.
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa lampau, tanpa
penyebaran, yang maksimal dapat meliputi hingga seluruh retina.
• Tumor pada vitreus bersifat difus atau masif yang dapat
mencakup manifestasi “greasy” atau massa tumor avaskular
• Tumor diskrit
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau lampau, tanpa
penyebaran, yang meliputi maksimal hingga seperempat retina.
• Terdapat penyebaran lokal pada vitreus yang terletak dekat pada
tumor diskrit.
• Penyebaran lokal sub retina < 3 mm (2 DD) dari tumor.
• Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk plak sub
retina atau nodul tumor.
Grup E: Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk dibawah ini:
• Tumor mencapai lensa.
• Tumor mencapai permukaan anterior vitreus mencakup badan
siliar atau segmen anterior mata
• Diffuse infiltrating retinoblastoma
• Glukoma neovaskular
• Media opak dikarenakan perdarahan.

17
• Tumor nekrosis dengan selulitis orbital aseptik.
• Phthisis bulbi.

Sistem klasifikasi stadium lain yang memperhitungkan


penyebaran ekstraokuler digunakan khususnya di negara dimana kanker
lebih sering ditemukan saat sudah terjadi penyebaran, yaitu dengan
klasifikasi dari American Joint Commission on Cancer (AJCC) edisi ke 7
tahun 2009.
T : Ukuran tumor primer dengan ekstensinya
T1 : Tidak lebih dari 2/3 volume mata, tanpa penyebaran
subretinal atau vitreus
T2 :Tidak lebih dari 2/3 volume mata disertai penyebaran
subretinal atau vitreus dan ablasi retina
T3 : Penyakit intraokuler berat
T4 : Penyebaran ekstraokuler (invasi ke nervus opticus, chiasma
opticus, orbita)
N : Keterlibatan Kelenjar Getah Bening regional atau jauh
M1 : Penyebaran sistemik

 Klasifikasi berdasarkan International Staging System for


Retinoblastoma (ISSRB):
• Stadium 0 : Pasien diterapi secara konservatif (klasifikasi preoperatif);
• Stadium I : Enukleasi mata, reseksi komplit secara histopatologik;
• Stadium II : Enukleasi mata, terdapat residu tumor mikroskopik;
• Stadium III : Ekstensi regional
(a) melebihi orbita
b) terdapat pembesaran KGB preaurikular atau KGB
servikal;
• Stadium IV : Terdapat metastasis
(a) metastasis hematogen : (1) lesitunggal, (2) lesimultipel

18
(b)perluasan ke SSP: (1) lesi prechiasma, (2) massa
intracranial/SSP, (3) tumor mencapai leptomeningeal

8. Penatalaksanaan
Pada terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan
untuk menghilangkan tumor dan menyelamatkan nyawa penderita,
mempertahankan penglihatan bila memungkinkan, menyelamatkan mata,
menghindari tumor sekunder yang dapat juga disebabkan karena terapi
terutama pada anak yang mengalami retinoblastoma yang diturunkan.
Faktor terpenting yang menentukan pemilihan terapi meliputi apakah
tumor pada satu mata atau kedua mata, bagaimana penglihatannya, dan
apakah tumor telah meluas keluar bola mata. Secara keseluruhan lebih
dari 90% anak-anak yang dapat mengalami penyembuhan. Hasil terapi
akan lebih baik bila tumor masih terbatas dalam mata dan akan
memburuk bila tumor telah menyebar
Berdasarkan stadium tumor, terapi yang dapat digunakan ialah :

1. Kemoterapi

2. Pembedahan: Ketika tumor terjadi hanya pada satu mata, maka


cenderung untuk bertambah besar sebelum terdiagnosis. Penglihatan
telah rusak, tanpa adanya harapan untuk pulih kembali. Terapi umum
pada kasus ini ialah enukleasi dan biasanya disertai pemasangan implan
orbita. Pengangkatan bola mata biasanya dapat memengaruhi
pertumbuhan tulang dan jaringan sekitar mata. Pemasangan orbital
implan dapat meminimalkan efek tersebut. Bila retinoblastoma terjadi
pada kedua mata, maka enukleasi pada kedua mata mengakibatkan
pasien tidak bisa melihat namun prosedur ini yang paling aman karena
kerusakan mata disebabkan oleh karena tumornya. Ada juga yang
mengatakan bahwa bila pada satu mata atau dua mata penglihatannya
masih berfungsi dapat dipertimbangkan terapi konservatif terlebih
dahulu.

19
3. Terapi radiasi (brachytherapy atau terapi radiasi eksternal beam)

4. Fotokoagulasi (menggunakan laser untuk mematikan tumor,


digunakan untuk tumor yang kecil)

5. Krioterapi (menggunakan probe yang sangat dingin untuk


membekukan dan mematikan tumor, juga digunakan untuk tumor yang
kecil)

6. Termoterapi (merupakan terapi panas yang menggunakan infra


merah untuk mematikan tumor, digunakan untuk tumor yang kecil)

7. Subtenon (subconjunctival) kemoterapi

Pada standar terapi berdasarkan lokasi tumor intraokuler


(unilateral atau bilateral) atau ekstraokuler, terapi yang digunakan
meliputi :

Retinoblastoma intraokular

Unilateral

Karena penyakit unilateral biasanya masif dan sering kali


menunjukkan tidak ada harapan penglihatannya dapat dipertahankan
maka biasanya dilakukan enukleasi dan terapi radiasi tidak diberikan
pada badan tumor. Sekarang ini masih dilakukan percobaan kemoterapi
pada pasien dengan penyakit unilateral dalam rangka untuk
mempertahankan penglihatan pada mata yang terkena. Suatu studi
menunjukkan bahwa anak-anak dengan retinoblastoma dengan gejala
yang nyata seperti leukokoria, strabismus, atau mata merah biasanya
memerlukan enukleasi. Namun pada anak-anak dengan gejala yang
tidak nyata dapat menghindari tindakan enukleasi.

Suatu studi mengatakan bahwa bila terdapat potensial untuk


mempertahankan penglihatan karena tumor masih kecil, maka terapi
seperti radiasi, fotokoagulasi, krioterapi, termoterapi, kemoreduksi dan

20
brachyterapi lebih diutamakan daripada terapi pembedahan. Namun
perlu juga diperhatikan bahwa anak-anak dengan unilateral
retinoblastoma dapat berkembang ke mata sebelahnya. Oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan secara berkala pada mata sebelahnya.
Pemeriksaan spesimen enukleasi diperlukan untuk menentukan adanya
resiko metastase. Terapi sistemik tambahan dengan vincristin,
doxorubicin, dan cyclophosphamid atau vincristine, carboplatin, dan
etoposide telah digunakan pada pasien dengan berisiko tinggi
berdasarkan pemeriksaan histopatologik setelah enukleasi untuk
mencegah perkembangan metastase.

Bilateral

Penatalaksanaan retinoblastoma bilateral tergantung pada


luasnya penyakit pada setiap mata. Biasanya penyakit lebih menonjol
pada salah satu mata. Standar terapi pada masa lalu ialah enukleasi pada
mata yang lebih parah. Bila masih ada harapan pada penglihatan kedua
matanya, maka iradiasi bilateral atau kemoreduksi disertai follow up
respon dan terapi fokal merupakan tindakan yang perlu dilakukan.

Sejumlah pusat-pusat besar di Eropa dan Amerika Utara


memublikasikan hasil percobaannya menggunakan kemoterapi sistemik
pada pasien dengan tumor intraokular yang tidak berhasil diterapi
dengan terapi lokal. Contohnya ialah tumor yang terlalu besar untuk
diterapi dengan krioterapi atau fotokoagulasi laser atau bayi baru lahir
dengan tumor yang melebihi optic disc. Pada seluruh kasus, tujuan
kemoterapi ialah pengurangan volume tumor sehingga terapi lokal
(krioterapi, fotokoagulasi, thermoterapi) dapat dilakukan.

Retinoblastoma Ekstraokular

Beberapa pasien dengan retinoblastoma menunjukkan penyakit


ekstraokular, dapat terlokalisasi pada jaringan lunak sekitar mata atau
ke nervus optikus. Perluasan lebih lanjut dapat mengenai otak dan

21
meningen. Pada saat ini tidak ada standar terapi efektif yang digunakan
untuk terapi retinoblastoma ekstraokular; iradiasi orbital dan
kemoterapi dapat digunakan. Percobaan klinik melaporkan pasien
dengan metastase non-CNS (Central nervous system) telah diterapi
dengan sukses menggunakan kemoterapi mieloablasi dengan sel stem.

9. Prognosis
Prognosis dari retinoblastoma sangat bervariasi pada setiap pasien
tergantung dari stadium tumor pada saat ditemukan, respon tumor
terhadap pengobatan, keadaan genetic, dan kondisi kesehatan masing-
masing pasien yang berbeda. Pasien retinoblastoma intraokular dengan
tumor yang tidak progresif mempunyai angka kesembuhan yang cukup
tinggi. Pasien dengan retinoblastoma ekstraokular mempunyai prognosis
yang sangat buruk untuk bertahan hidup. Secara umum, semakin dini
penemuan tumor dan semakin dini dilakukannya terapi tumor, semakin
besar kemungkinan kita mencegah perluasan tumor melalui saraf optikus
dan jaringan orbita. Retinoblastoma dapat berakibat fatal bila tidak
mendapatkan pengobatan yang tepat.

22
BAB III

KESIMPULAN

Retinoblastoma ialah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan
embrional retina. Meskipun retinoblastoma dapat terjadi pada semua umur namun
paling sering terjadi pada anak-anak sebelum usia 2 tahun. Retinoblastoma
merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter dan non herediter.

Penyebab terjadinya Retinoblastoma adalah mutasi gen. Suatu alel di dalam


satu lokus di dalam pita kromosom 13q14 mengontrol tumor tersebut, baik dalam
bentuk herediter maupun non herediter.
Gejala subyektif pada retinoblastoma sukar didapat karena anak tidak
memberikan keluhan apapun. Bila dijumpai pada anak yang lebih besar, gejala
subyektif yang dikeluhkan umumnya adalah penglihatan yang menurun. Gejala
obyektif pada retinoblastoma dari yang tersering disadari hingga yang jarang
disadari yaitu : Leukokoria ( Amourotic Cat’s Eye), Strabismus, Heterokromia,
Glaukoma, Hifema dan Peradangan orbita.
Terapi retinoblastoma telah mengalami banyak perubahan selama 10 tahun
terakhir ini yang menyebabkan banyak sekali kontroversial dalam terapi terutama
pemilihan terapi awal yang harus dilakukan saat anak terdiagnosis retinoblastoma.
Pilihan pembedahan atau terapi terlebih dahulu masih kontroversial karena
masingmasing mempunyai efek menguntungkan dan merugikan. Terapi yang dapat
digunakan antara lain: kemoterapi, pembedahan, terapi radiasi, fotokoagulasi,
krioterapi, termoterapi, subtenon (subkonyungtival) kemoterapi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Rares laya, 2016. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Hendrian D. Soebagjo, et al. 2011. Histopathologic Profile Grading of
Haematoxylene Eosin on Retinoblastoma Stadium. Jurnal Oftalmologi
Indonesia.
Sidarta llyas, 2003, Ilmu Penyakit Mata Jakarta FKUI.

Kementrian kesehatan Republik Indonesia. 2015. Panduan Nasional Penanganan


Kanker Retinoblastoma. Versi 1.0 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai