RETINOBLASTOMA
Disusun Oleh :
17710051
Pembimbing :
RSUD SIDOARJO
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
referat. Tugas referat ini berhasil penulis selesaikan karena dukungan dari
banyak pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis sampaikan terima
dan saran dalam pembuatan referat ini, serta telah meluangkan waktu untuk
dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Retina ................…....................................................................... 3
1. Anatomi retina……………………………………………… 3
2. Fisiologi retina……………………….……………………... 5
B. Retinoblastoma............................................................................. 6
1. Definisi.................................................................................... 6
2. Epidemiologi.......................................................................... 7
3. Etiologi.................................................................................. 7
4. Patofisiologi.......................................................................... 8
5. Manifestasi klinis.................................................................. 8
6. Kriteria diagnosis.................................................................. 10
7. Klasifikasi stadium............................................................... 12
8. Penatalaksanaan................................................................... 16
9. Prognosis.............................................................................. 19
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan
embrional retina. Insidennya 1:14.000-1:20.000 kelahiran hidup. Meskipun
retinoblastoma dapat terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada
anak-anak sebelum usia 2 tahun. Sekitar 95% kasus retinoblastoma didiagnosis
sebelum usia 5 tahun. Retinoblastoma secara tipikal didiagnosis selama tahun
pertama kehidupan pada kasus familil dan kasus bilateral sedangkan pada kasus
unilateral secara sporadik didiagnosis antara usia 1 dan 3 tahun. Onset setelah usia
5 tahun jarang namun dapat juga terjadi.
4
Dalam menentukan strategi pengobatan, tujuan pertama adalah untuk
menyelamatkan kehidupan, selanjutnya menyelamatkan mata, dan terakhir untuk
menyelamatkan visus (American Academy of Ophthalmology, 2007). Enukleasi
adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma dengan ukuran besar. Sedangkan tumor
yang berukuran lebih kecil dapat diterapi secara efektif dengan radioterapi plaque
atau external beam, krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Kemoterapi juga dapat
digunakan untuk mengobati tumor yang sudah meluas ke otak, orbita, atau ke distal
dan biasanya diberikan setelah dilakukan enukleasi pada pasien dengan resiko
penyebaran penyakit yang tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari retina dan fisiologi retina?
2. Apa pengertian dari Retinoblastoma?
3. Apa saja gambaran klinis retinoblastoma?
4. Bagaimana penatalaksanaan retinoblastoma?
C. Tujuan
Untuk mengetahui secara umum apa itu retinoblastoma dan bagaimana
penatalaksanaanya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. RETINA
1. Anatomi Retina
6
didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen
luteal kuning xantofi. Makula lutea dibatasi oleh arkade- arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral
diskus optikus terdapat fovea sentralis yang secara klinis jelas merupakan
cekungan, yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.
Pada daerah ini daya penglihatannya paling tajam.
7
2. Fisiologi Retina
Retina merupakan bagian dalam bola mata yang menerima rangsangan
sinar dan meneruskan pesan penglihatan melalui saraf optik ke otak. Retina
adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu alat
optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-
sel batang (rod) dan kerucut (cone) di lapisan fotoreseptor mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-
jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu khoriokapilaris dan
arteri retina sentralis. Khoriokapilaris memperdarahi sepertiga lapisan bagian
luar retina yaitu : lapisan epitel pigmen, lapisan sel batang dan sel kerucut,
lapisan limitans eksterna dan lapisan nukleus luar. Arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga lapisan bagian dalam retina. Fovea sentralis
sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaris. Dengan demikian kalau pada
arteri retina sentralis terjadi sumbatan, maka lapisan serebral tidak
mendapatkan darah sehingga terjadi kebutaan, walaupun daerah lapisan epitel
pigmen, sel batang dan sel kerucut masih mendapat darah dari
khoriokapilaris. Demikian pula sebaliknya, apabila terjadi ablasi retina, juga
terjadi kebutaan karena sel- sel batang dan kerucut tidak mendapat darah dari
khoriokapilaris, walaupun lapisan serebral masih mendapat darah.
Retina mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses
penglihatan. Gelombang cahaya yang jatuh pada retina ditangkap oleh dua
macam reseptor pada retina, yaitu sel batang dan sel kerucut dan merubahnya
menjadi impuls saraf, melewati nervus optikus, kiasma optikus, traktus
optikus, korpus genikulum lateral, radiasio optika sampai di serebrum. Sel
batang berguna untuk menerima rangsang cahaya dengan intensitas rendah
(redup) dan untuk penglihatan perifer (orientasi ruangan), tidak dapat melihat
warna. Sedangkan sel kerucut terutama terdapat di fovea yang penting untuk
penglihatan sentral (ketajaman penglihatan), menerima rangsang cahaya kuat
dan rangsang warna. Untuk menangkap rangsang warna, pada sel kerucut
terdapat 3 macam pigmen yang masing- masing peka terhadap warna merah,
8
hijau dan biru yang dilengkapi oleh rodopsin sebagai reseptornya. Pigmen
yang peka terhadap warna merah mempunyai spektrum absorbsi terluas
dengan maksimum absorbsi 575 mA. Pigmen yang peka terhadap warna hijau
mempunyai maksimum absorbsi 540 mA sedangkan pigmen yang peka
terhadap warna biru mempunyai maksimum absorbsi 430 mA. Daerah
spektrum ini saling melingkupi. Bila dapat membedakan ketiga macam warna
maka disebut trikromat. Bila dapat membedakan kedua macam warna maka
disebut dikromat. Bila hanya satu warna saja maka disebut monokromat. Bila
ketiga macam pigmen tersebut rusak disebut akromatopsia, dimana hanya
dapat dibedakan antara hitam dan putih saja. Kerusakan pigmen warna merah
disebut proton, warna hijau disebut deutron dan warna biru disebut triton.
Kerusakan total pada pigmen dinamakan anopsia, bila kerusakan sebagian
dinamakan anomalia. Bila terdapat kerusakan sebagian dari pigmen warna
merah maka disebut protonanomalia. Bila kerusakan pigmen warna merah
tersebut total maka tidak terdapat pigmen warna merah sama sekali dan
disebut protonanopia.
B. RETINOBLASTOMA
1. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor ganas primer intraokuler yang paling
sering terjadi pada bayi dan anak-anak sampai umur 5 tahun. 40 %
penderita retinoblastoma merupakan penyakit herediter. Retinoblastoma
merupakan tumor yang bersifat autosomal dominan dan merupakan
tumor embrional. Sebagian besar penderita dengan retinoblastoma aktif
ditemukan pada usia 3 tahun, sedangkan bila terdapat binokuler biasanya
terdapat pada usia lebih muda atau 10 bulan.
Retinoblastoma terjadi baik unilateral atau bilateral yang ditandai
kecenderungan untuk berkembang keluar bola mata, keganasan ke
intakranial disebut sabagai Trilateral retinoblastoma sering pada
retinobalstoma herediter.
9
2. Epidemiologi
Retinoblastoma merupakan tumor intraokular yang paling sering
pada anak-anak dan berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak.
Frekuensi retinoblastoma 1:14000 sampai 1:20000 kelahiran hidup,
tergantung Negara. Di Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru,
di Eropa antara 44,2–67,9 per juta kelahiran, dan di negara berkembang
Afrika dan Asia dilaporkan terjadi pada 1 per 18.000–34.000 kelahiran
hidup setiap tahun. Kasus retinoblastoma bilateral secara khas
didiagnosis pada tahun pertama kehidupan dalam keluarga dan pada
kasus sporadik unilateral didiagnosis antara umur 1-3 tahun. Onset diatas
5 tahun jarang terjadi.
Di kota Medan, Sebuah penelitian deskriptif yang dilakukan oleh
Selvi dengan melihat rekam medik kasus retinoblastoma yang berobat ke
Subbagian Hematologi Onkologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Rumah
Sakit Haji Adam Malik periode 1999-2003 memperlihatkan kejadian
retinoblastoma unilateral dan bilateral paling banyak pada kelompok usia
0-5 tahun sebesar 40,6% dan 46,9%. Laki-laki lebih banyak dari
perempuan pada unilateral (34,4% vs 12,5%) dan bilateral (34,4% vs
18,7%).
3. Etiologi
Penyebab terjadinya Retinoblastoma adalah mutasi gen. Suatu
alel di dalam satu lokus di dalam pita kromosom 13q14 mengontrol
tumor tersebut, baik dalam bentuk herediter maupun non herediter.
Gen retinoblastoma normal, yang biasa terdapat pada semua
orang merupakan suatu gen supresor tumor atau anti onkogen. Individu
dengan penyakit herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel
tubuhnya. Apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh
mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit
non herediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang
sedang tumbuh diinaktifkan oleh suatu mutasi spontan. Penyebab dari
10
mutasi gen ini tidak diketahui dengan pasti hingga saat ini. Diduga
adanya Human Papilloma Virus dalam jaringan retina yang sedang
tumbuh dapat meyebabkan mutasi yang meningkatkan resiko terjadinya
retinoblastoma..
4. Patofisiologi
Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar yang disebut dengan
retinoblastoma eksofitik atau dapat tumbuh ke dalam yang disebut
retinoblastoma endofitik. Retinoblastoma endofitik kemudian meluas ke
korpus vitreum. Kedua jenis retinoblastoma secara bertahap akhirnya
mengisi mata (Hardy, 2000) Metastase pada retinoblastoma dapat terjadi
melalui nervus optikus menuju ke kiasma optikum dan ke ruang sub
arakhnoid. Dari ruang sub arachnoid sel tumor dapat bermetastase ke
otak dan serebrospinal. Tumor dapat juga bermetastase melalui koroid
dan pembuluh darah yang terdapat di dalamnya kemudian menyebar
secara hematogen hingga ke tulang. Selain itu tumor dapat pula
bermetastase secara limfogen.
Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari
sel-sel kecil yang tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar
berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang
membentuk Rossete Flexner-Wintersteiner yang khas, yang merupakan
indikasi diferensiasi fotoreseptor.
5. Manifestasi klinis
Visus menurun
Mata juling (Strabismus)
Bila mata terkena sinar akan memantul seperti mata kucing,
disebut “amaurotic cat’s eye”
Mata merah dan sifatnya residif
11
Mata memberi kesan lebih besar daripada mata lainnya.
a. Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada
retinoblastoma intraokular yang dapat mengenai satu atau kedua
mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”. Hal ini
disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar
retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau
dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
b. Strabismus
Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria.
Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah makula
sehingga mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi
apabila tumornya berada diluar makula tetapi massa tumor sudah
cukup besar.
c. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang
terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka
dapat diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain
glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala
inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis
12
preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya
tumor yang nekrosis.
d. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra okular akibat tumor yang bertambah besar.
e. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik
f. Proptosis
Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan
ekstra okular. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti sistem pembuluh
darah, maka sebagian sel tumor mengalami nekrose dan melepaskan
bahan-bahan toksisk yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea,
sehingga timbul uveitis disertai dengan pembentukan hipopion dan
hefema. Komplikasi lain berupa terhambatnya pemutusan akuos
humor, sehingga timbul glaucoma sekunder.
6. Kriteria Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Terdapat bintik putih pada mata, yang tampak seperti mata kucing.
Benjolan pada mata, mata menonjol keluar, mata merah, dan gangguan
penglihatan. Riwayat retinoblastoma pada keluarga juga harus
ditanyakan.
b. Pemeriksaan Fisik
Leukoria, proptosis, pertumbuhan massa tumor pada mata, strabismus,
ataupun dapat ditemukan uveitis, endoftalmitis, glaukoma, panoftalmitis,
selulitis orbita, dan hifema. Pada oftalmoskopi, lesi tumor tampak
berwarna putih/putih kekuningan.
13
c. Pemeriksaan Penunjang
• DPL
Terutama untuk melihat keadaan umum pasien dan kesiapannya
untuk terapi yang akan dijalani (bedah, radiasi, ataupun kemoterapi).
• USG Orbita : Adanya massa intraokuler
• CT Scan/MRI
Orbita CT Scan atau MRI mata untuk melihat perluasan tumor
dan keterlibatan jaringan di sekitar mata. Pada CT Scan tampak lesi padat
heterogen dengan fokus densitas tinggi yang sesuai dengan kalsifikasi
Pada MRI tampak gambaran hiperintense (T1, densitas proton),
hipointense (T2). Kalsifikasi fokus hipointense CT Scan atau MRI
kepala, terutama pada kasus yang dicurigai herediter, untuk melihat
adanya massa intrakranial.
• BMP/LP
Biopsi sumsum tulang atau pungsi lumbal. Pemeriksaan ini tidak
rutin, dikerjakan bila terdapat indikasi perluasan tumor keluar dari bola
mata.
• CT Scan/ MRI Kepala
Untuk melihat apakah ada penyebaran ke intrakranial/ trilateral
retinoblastoma
• Bone Scan
Untuk menunjukkan bila retinoblastoma telah menyebar ke tulang
tengkorak atau tulang lainnya. Pemeriksaan ini tidak rutin dan dilakukan
hanya bila ada indikasi kuat kecurigaan penyebaran ekstraokuler.
14
Sel tumor menginvasi retina, koroid minor (hanya 1 fokus dan ,
3mm) dan nervus optikus prelaminer
b. Faktor resiko menengah
Sel tumor telah menginvasi koroid mayor (invasi koroid minor
multiple atau invasi > 3 mm), intrasklera, segmen anterior dan nervus
optikus post laminar
c. Faktor resiko tinggi
Sel tumor telah menginvasi transklera dan batas sayatan nervus
optikus positif
7. Klasifikasi Stadium
Meskipun terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk
retinoblastoma namun untuk tujuan terapi retinoblastoma dikategorikan
menjadi intraokular dan ekstraokular. Hal ini untuk menghindari
kontroversi penatalaksanaan retinoblastoma yang terjadi selama ini.
Retinoblastoma intraokular
Harapan hidup 5 tahun >90%. Retinoblastoma intraokular
terdapat dalam mata dan terbatas pada retina atau mungkin dapat meluas
dalam bola mata. Retinoblastoma intraokular tidak akan meluas menuju
jaringan sekitar mata atau bagian tubuh yang lain.
Retinoblastoma ekstraokular
Harapan hidup 5 tahun < 10%. Dapat terbatas pada jaringan
lunak di sekitar mata, atau telah menyebar, umumnya dapat meluas
keluar mata. Secara tipikal dapat mengenai sistem saraf pusat (SSP),
sumsum tulang belakang atau kelenjar getah bening.
Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan
retinoblastoma intraokular yang paling sering digunakan, tetapi
klasifikasi ini tidak menggolongkan retinoblastoma ekstraokular.
Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan
dijumpai atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding.
15
Klasifikasi menurut Reese-Ellsworth untuk Tumor Intraokular :
16
• ≥1.5 mm dari diskus optikus
Grup B: Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan terbatas pada
retina
• Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi
kategori grup A.
• Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran ≤ 3mm dari
tumor tanpa penyebaran sub retina.
Group C: Tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau
vitreus.
Group D: Penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina
atau vitreus.
• Tumor dapat bersifat masif atau difus.
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa lampau, tanpa
penyebaran, yang maksimal dapat meliputi hingga seluruh retina.
• Tumor pada vitreus bersifat difus atau masif yang dapat
mencakup manifestasi “greasy” atau massa tumor avaskular
• Tumor diskrit
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau lampau, tanpa
penyebaran, yang meliputi maksimal hingga seperempat retina.
• Terdapat penyebaran lokal pada vitreus yang terletak dekat pada
tumor diskrit.
• Penyebaran lokal sub retina < 3 mm (2 DD) dari tumor.
• Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk plak sub
retina atau nodul tumor.
Grup E: Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk dibawah ini:
• Tumor mencapai lensa.
• Tumor mencapai permukaan anterior vitreus mencakup badan
siliar atau segmen anterior mata
• Diffuse infiltrating retinoblastoma
• Glukoma neovaskular
• Media opak dikarenakan perdarahan.
17
• Tumor nekrosis dengan selulitis orbital aseptik.
• Phthisis bulbi.
18
(b)perluasan ke SSP: (1) lesi prechiasma, (2) massa
intracranial/SSP, (3) tumor mencapai leptomeningeal
8. Penatalaksanaan
Pada terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan
untuk menghilangkan tumor dan menyelamatkan nyawa penderita,
mempertahankan penglihatan bila memungkinkan, menyelamatkan mata,
menghindari tumor sekunder yang dapat juga disebabkan karena terapi
terutama pada anak yang mengalami retinoblastoma yang diturunkan.
Faktor terpenting yang menentukan pemilihan terapi meliputi apakah
tumor pada satu mata atau kedua mata, bagaimana penglihatannya, dan
apakah tumor telah meluas keluar bola mata. Secara keseluruhan lebih
dari 90% anak-anak yang dapat mengalami penyembuhan. Hasil terapi
akan lebih baik bila tumor masih terbatas dalam mata dan akan
memburuk bila tumor telah menyebar
Berdasarkan stadium tumor, terapi yang dapat digunakan ialah :
1. Kemoterapi
19
3. Terapi radiasi (brachytherapy atau terapi radiasi eksternal beam)
Retinoblastoma intraokular
Unilateral
20
brachyterapi lebih diutamakan daripada terapi pembedahan. Namun
perlu juga diperhatikan bahwa anak-anak dengan unilateral
retinoblastoma dapat berkembang ke mata sebelahnya. Oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan secara berkala pada mata sebelahnya.
Pemeriksaan spesimen enukleasi diperlukan untuk menentukan adanya
resiko metastase. Terapi sistemik tambahan dengan vincristin,
doxorubicin, dan cyclophosphamid atau vincristine, carboplatin, dan
etoposide telah digunakan pada pasien dengan berisiko tinggi
berdasarkan pemeriksaan histopatologik setelah enukleasi untuk
mencegah perkembangan metastase.
Bilateral
Retinoblastoma Ekstraokular
21
meningen. Pada saat ini tidak ada standar terapi efektif yang digunakan
untuk terapi retinoblastoma ekstraokular; iradiasi orbital dan
kemoterapi dapat digunakan. Percobaan klinik melaporkan pasien
dengan metastase non-CNS (Central nervous system) telah diterapi
dengan sukses menggunakan kemoterapi mieloablasi dengan sel stem.
9. Prognosis
Prognosis dari retinoblastoma sangat bervariasi pada setiap pasien
tergantung dari stadium tumor pada saat ditemukan, respon tumor
terhadap pengobatan, keadaan genetic, dan kondisi kesehatan masing-
masing pasien yang berbeda. Pasien retinoblastoma intraokular dengan
tumor yang tidak progresif mempunyai angka kesembuhan yang cukup
tinggi. Pasien dengan retinoblastoma ekstraokular mempunyai prognosis
yang sangat buruk untuk bertahan hidup. Secara umum, semakin dini
penemuan tumor dan semakin dini dilakukannya terapi tumor, semakin
besar kemungkinan kita mencegah perluasan tumor melalui saraf optikus
dan jaringan orbita. Retinoblastoma dapat berakibat fatal bila tidak
mendapatkan pengobatan yang tepat.
22
BAB III
KESIMPULAN
Retinoblastoma ialah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan
embrional retina. Meskipun retinoblastoma dapat terjadi pada semua umur namun
paling sering terjadi pada anak-anak sebelum usia 2 tahun. Retinoblastoma
merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter dan non herediter.
23
DAFTAR PUSTAKA
Rares laya, 2016. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Hendrian D. Soebagjo, et al. 2011. Histopathologic Profile Grading of
Haematoxylene Eosin on Retinoblastoma Stadium. Jurnal Oftalmologi
Indonesia.
Sidarta llyas, 2003, Ilmu Penyakit Mata Jakarta FKUI.
24