Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
a. Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus
yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006)
Bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih.
Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan
mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin
umum sebagai pengganti kelahiran normal (Dewi, 2007). Dapat
disimpulkan bahwa sectio caesarea adalah pengeluaran hasil
konsepsi dengan cara pembedahan yang menembus abdomen
sampai ke uterus.
b. Masa Nifas
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-
8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya
persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti
keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya
perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha,
2009).

2. Etiologi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
a. Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
b. Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu
mengancam jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
c. Kategori 3 atau scheduled

4
5

Tidak terdapat penyulit.


d. Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.

Menurut Impey dan Child (2008), mengelompokkan 2 kategori, yaitu


emergency dan elective Caesarean section. Disebut emergency apabila
adanya abnormalitas pada power atau tidak adekuatnya kontraksi uterus.
Passenger bila malaposisi ataupun malapresentasi. Serta Passage bila
ukuran panggul sempit atau adanya kelainan anatomi.
a. Indikasi Ibu
1) Panggul Sempit Absolut
2) Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi
3) Plasenta Previa
4) Ruptura Uteri
5) Disfungsi Uterus (Prawirohardjo, 2009)
6) Solutio Plasenta
b. Indikasi Janin
Kelainan Letak
1) Letak Lintang
2) Presentasi Bokong (Decherney,2007)
3) Presentasi Ganda atau Majemuk (Prawirohardjo, 2009)
4) Gawat Janin (Prawirohardjo, 2009)
5) Ukuran Janin
c. Indikasi Ibu dan Janin
1) Gemelli atau Bayi Kembar
2) Riwayat Sectio Caesarea
3) Preeklampsia dan Eklampsia (Decherney,2007).
d. Indikasi Sosial

3. Patofisiologis
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan
yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,
disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.
6

Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan


yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

4. Tanda dan Gejala


a. Perubahan sistem reproduksi
Perubahan-perubahan alat genital ini dalam keseluruhan disebut
involusi. Disamping involusi ini, terjadi juga perubahan-perubahan
penting lain, yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang
terakhir ini karena pengaruh lactogenic hormone dari kelenjer
hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mammae.
1) Uterus
Tinggi fundus dan kontraksi uterus, akibat proses involusi TFU
mengalami penurunan sampai keadaan sebelum hamil. Kontraksi
keras pada uterus berarti baik, dan sebaliknya.

Involusi uterus TFU


Hari ke-1 Setinggi pusat
Hari ke-2 1-2 jari dibawah pusat
Hari ke-3 Pertengahan simpisis
7

Hari ke-7 3 jari diatas simpisis


Hari ke-9 1 jari diatas simpisis
Hari ke-10 atau ke-12 Tidak teraba dari luar
Sumber : Sarwono, 2007
2) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Jenis – Jenis Lochea menurut
Suherni (2009), yaitu :
a) Lochea rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar sisa – sisa
selaput ketuban, sel – sel desidua, vernix caseosa, lanugo dan
meconium, selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta : warnanya merah kuning berisi darah
dan lender. Ini terjadi pada hari ke – 3 – 7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah
lagi pada hari ke – 7 – 14 pasca persalinan.
d) Lochea alba : cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2
minggu pasca persalinan.
e) Lochea parulenta : ini karena terjadi infeksi, keluar cairan
seperti nanah berbau busuk.
f) Lochiotosis : lochea tidak lancar keluarnya.
3) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah trombosis, degenerasi, dan
nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal
endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata,
sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas
implantasi plasenta (Saleha, 2009).
4) Serviks
Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak
mengangah seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini
disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korvus dan servik berbentuk semacam cincin
(Sulistyawati, 2009).
8

b. Perubahan sistem pencernaan


Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini
disebabkan karena makanan padat dan kurang berserat selama
persalinan. Disamping itu rasa takut buang air besar, sehubungan
dengan jahitan pada perinium, jangan sampai lepas dan jangan takut
akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan tiga sampai empat
hari setelah persalinan (Sulistyawati, 2009).
c. Perubahan perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu,
tergantung pada keadaan sebelum persalinan, lamanya partus kala
dua dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat
persalinan (Rahmawati, 2009).
d. Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah melahirkan.
Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot
uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan
setelah plasenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta
fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh
kebelakang dan menjadi retropleksi karena ligamentum rotundum
menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya
turun setelah melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan penunjang
alat genetalia menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi
pada 6-8 minggu setelah persalinan (Sulistyawati, 2009).
e. Perubahan tanda-tanda vital
1) Suhu tubuh wanita partus tidak lebih dari 37,2 derajat celsius.
Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celsius dari
keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8 derajat celsius.
Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan
kembali normal. Nila suhu lebih dari 38 derajat celsius, mungkin
terjadi infeksi pada pasien.
2) Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, dan
dapat terjadi Bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh
tidak panas. Mungkin ada pendarahan berlebihan atau ada vitium
9

kordis pada penderita pada masa nifas umumnya denyut nadi labil
dibandingkan dengan suhu tubuh.
3) Pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian
kembali seperti keadaan semula.
4) Tekanan darah pada beberapa kasus ditemukan keadaan
hipertensi postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila
tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam
setengah bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009)

5. Klasifikasi
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa
ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena
atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan
suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling KB (Saleha, 2009).

6. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan Sectio Caesarea
menurut Wiknjosastro (2002)
a. Infeksi puerperal
Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama
beberapa hari dalam masa nifas yang bersifat berat seperti peritonitis,
sepsis.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
10

c. Komplikasi lain
Seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan parut pada
dinding uterus sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada kehamilan
berikutnya

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post Sectio Caesarea
diantaranya:
a. Penatalaksanaan secara medis
1) Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti
Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
2) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang
hebat.
3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif
dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya
dianjurkan.
4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
b. Penatalaksanaan secara keperawatan
1) Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
3) Mobilisasi
a) Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali.
b) Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi
dengan bantuan.
4) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada
hari kelima setelah operasi (Bobak, 2004)

Anda mungkin juga menyukai