Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud memperoleh keuntungan.


dalam kegiatan itu kita harus memperhatikan etika dan moral yang berlaku, dan dalam bisnis
modern dewasa ini pelaku bisnis di tuntut untuk bersaing secara etis dan sehat. Dalam persaingan
global yang tak mengenal adanya perlindungan dan dukungan politik tertentu, semua perusahaan
harus bersaing berdasarkan prinsip-prinsip etika dan moral yang telah di tentukan agar seluruh
kegiatan berjalan dengan kondusif.

Belakangan dilaporkan oleh media massa tentang praktek kecurangan yang


dilakukanoknum-oknum terentu untuk melipat gandakan keuntungan. Praktek kecurangan
tersebut s e m a k i n m e n j a d i - j a d i k a r e n a k u r a n g k e t a t n y a p e n g a w a s a n m a u p u n
r e g u l a s i b e r u p a peraturan perundang-undangan daripenegak hukum atau instansi-instansi
terkait,kecurangan tersebut bermuara karena kurangnya wawasan etika dalam bisn is
alhasilmerugikan orang lain bahkan lingkungan sekitarnya. Praktek kecurangan di
indonesiatidak terhitung jumlahnya banyak yang mengaku menjadi korban baik itu
perorangansampai perusahaan besar maupun kecil. Kurangnya harmonisasi antara pemerintah,
pembisnis dan masyarakat menjadikan etika bisnis untuk ekonomi yang lebih sehat tanpa ada
kecurangan sulit direalisasikan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang kami dapat angkat sebagai penulis berdasarkan
latar belakang di atas yaitu :
1. Bagaimana relativitas dalam bisnis?
2. Apa saja tanggungjawab moral dan sosial bisnis?
3. Bagaimana kode etik di berbagai profesi?
4. Apa saja kendala – kendala pelaksanaan Etika Bisnis?
5. Bagaimana hubungan antara keuntungan dan etika ?
6. Bagaimana pro dan kontra etika dalam bisnis beserta alasan meningkatnya perhatian
dunia bisnis terhadap etika
1.3 Tujuan
Terkait dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan paper ini antara lain :
1. Menjelaskan relevansi etika dan bisnis
2. Menjelaskan tanggungjawab moral dan sosial bisnis
3. Menjelaskan kode etik di berbagai profesi
4. Menyebutkan kendala-kendala pelaksanaan etika bisnis
5. Menjelaskan hubungan antara keuntungan dan etika
6. Menjelaskan pro dan kontra etika dalam bisnis beserta alasan meningkatnya perhatian
dunia bisnis terhadap etika

1
1.4 Manfaat
Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dari penulisan paper ini yaitu :
1. Kita dapat mengerti dan memahami apa itu relevansi etika dan bisnis
2. Kita dapat mengetahui tanggungjawab moral dan sosial bisnis
3. Kita dapat mengetahui kode etik di berbagai profesi
4. Kita dapat mengetahui apa saja kendala-kendala pelaksanaan etika bisnis
5. Kita dapat mengetahui hubungan antara keuntungan dan etika
6. Kita dapat mengerti tentang pro dan kontra etika dalam bisnis beserta alasan
meningkatnya perhatian dunia bisnis terhadap etika

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Relativitas Moral dalam Bisnis

Berdasarkan prinsip-prinsip etika bisnis, dapat dikatakan bahwa dalam bisnis modern
dewasa ini pelaku bisnis di tuntut untuk bersaing secara etis. Dalam persaingan global yang tak
mengenal adanya perlindungan dan dukungan politik tertentu, semua perusahaan harus bersaing
berdasarkan prinsip-prinsip etika. Persoalannya adalah etika siapa yang diikuti karena bisnis
global tidak mengenal batas negara. Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut adalah beberapa
pandangan yang ada di masyarakat:

1. Norma etis berbeda di satu tempat dengan tempat lainnya. Tidak ada norma yang
universal. Oleh karena itu bila berada di suatu negara, maka norma yang berlaku di
negara itulah yang harus di ikuti. Perusahaan multinasional harus beroperasi berdasaran
nilai-nilai budaya yang berlaku di negara di mana perusahaan itu beroperasi.
2. Norma pada negara sendirilah yang paling tepat. Menurut norma ini, prinsip yang harus
dipegang ketika berada di manapun adalah norma yang berlaku di negara sendiri.
3. Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali. Norma ini oleh De George
sebagai immoralitas naif. Pandangan ini tidak benar sama sekali.

Menurut pandangan pertama, norma dan nilai moral bersifat relatif dan tidak ada norma
moral yang universal. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Tindakan mencuri, berbohong, dan
menipu yang terjadi di manapun pasti dikecam karena tidak etis. Pandangan ini tidak
membedakan antara moralitas dan hukum. Akan lebih tepat apabila perusahaan multinasional
harus tunduk pada hukum yang berlaku di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi.

Pandangan yang kedua beranggapan bahwa moralitas bersifat universal yang menyangkut
baik-buruknya prilaku manusia sebagai manusia. Oleh karena itu, dimanapun berada prinsip,
nilai, dan norma moral akan tetap berlaku. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena
kemajuan kondisi ekonomi, sosial, politik tidak sama di semua negara, sehingga hukum yang
berlaku di negara perusahaan asal belum tentu berlaku di negara lain.

Menurut De George, prinsip pokok yang dapat berlaku universal adalah prinsip integritas
moral yang berarti bersaing dengan penuh integritas moral. Ia tidak setuju kalau prinsip no harm
dikatakan sebagai prinsip pokok dalam bisnis. Alasannya prinsip ini di tuangkan ke dalam aturan
dan terlalu bersifat legalistis, karena itu berkonotasi heteronom. Namun, De George lupa bahwa
prinsip no harm tidak hanya di tuangkan ke dalam hukum saja, tetapi juga dalam hati setiap
pelaku bisnis sebagai prinsip di mana dalam berbisnis tidak boleh dirugikan dan merugikan hak
dan kepentingan pihak lain. Berbagai kasus korupsi, penyuapan, kolusi, nepotisme yang melanda
Indonesia menunjukan bahwa integritas moral diabaikan begitu saja dan masih sebatas
himbauan. Oleh karena itu, prinsip no harm yang didukung oleh aturan yang dilaksanakan secara
konsekuensi merupakan syarat mutlak bagi kegiatan dan iklim bisnis yang sehat, baik, dan etis.

3
Dengan demikian, prinsip no harm dan integritas moral sesungguhnya bersifat universal, yakni
dapat diakui dan berlaku di mana saja. Oleh karena itu relativitas moral dalam bisnis tidaklah
benar. Dalam bisnis tetap dituntut dan diakui berbagai prinsip moral, khususnya no harm yang
berlaku paling universal.

2.2 Tanggung Jawab Moral & Sosial Bisnis

Tanggung Jawab Moral Bisnis

Apakah bisnis mempunyai tanggung jawab moral? Terdapat berbagai pandangan


mengenai tanggung jawab moral bisnis. Kaum neo-klasik dan moder, mulai dari AdamSmith,
Thomas Hoobes, John Locke, Milton Fiedman, Theodore Levitt, dan John Kenneth Galbraith
berpendapat bahwa bisnis adalah koporasi impersonal yang bertujuan untuk memperoleh laba.
Sebagai institusi impersonal atau pribadi, bisnis tidak mempunyainurani, sehingga tidak
bertanggung jawab se!ara moral. Dengan katalain menurut pandangan ini bisnis adalah institusi
yang tidak berkaitan dengan moralitasyang bertujuan untuk meningkatkan pemenuham
kepentingan pihak-pihak yang terlibat, dan melalui “tangan ajaib” atau kekuatan pasar,
kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat. Ini berarti pandangan mereka tergolong
utilitarianisme karena bisnismemberikan yang terbaik untuk sebagian besar anggota masyarakat.

Yang bertentangan dengan pandangan di atas adalah pandangan Kenneth Goodpastern


dan Jhon Metthews yang mengatakan bahwa bisnis adalah analog dengan individu, yang
mempunyai kehendak, nurani, tujuan, dan strategi. Pengertian individu di sini bukanlah secara
harfiah, melainkan sebagai kumpulan orang yang mendukung nilai-nilai moral mewakili bisnis.
Oleh karena itu, bisnis bukan saja secara hukum dan moral bertanggung jawab tehadap
tindakannya, tetapi juga tanggung jawab sosial, yaitu menjadi “warna negara yang baik”.
Pandangan ini sejalan dengan kedudukan perusahaan sebagai suatu badan hukum yang dapat
mempunyai berbagai hak, seperti hak milik, hak untuk mengajukan tuntutan hukum di
pengadilan, hak paten, hak merk, dan lain-lain. Oleh karena itu, sangat wajar kalau bisnis juga
mempunyai tanggung jawab moral dan sosial sebagaimana halnya pribadi individu. Deangan
demikian, dapat disimpukan bahwa bisnis menyerupai institusi personal, sehingga mempunyai
nurani.

Pandangan lain melihat bisnis sebagai korporasi sosial ekonomi pihak berkepentingan
(corporation social and economic stakeholder). Korporasi dalam artian perusahaan dan
pimpinannya mempunyai kewajiban utama kepada pemilik dan pemegang saham, karena mereka
telah memberikan mandat ekonomi kepada korporasi. Di samping itu, korporasi juga harus tetap
peduli dan responsif terhadap tuntutan hukum, sosial, politik, dan lingkungan pihak
berkepentingan, baik yang berasal dari dalam maupun luar. Dengan demikian, korporasi
bertanggung jawab secara sosial dan moral kepada konstituennya, artinya memelihara hubungan
yang bertanggung jawab dengan pihak berkepentingan serta peduli dan responsif terhadap
tuntutan-tuntutannya berdasarkan standar etika mengenai kejujuran dan keadilan. Pandangan ini
didasarkan atas konsep kontrak sosial, yang semula dikemukakan oleh Jean Jacques Rousseau

4
tentang perjanjian bersama anggota masyarakat untuk membentuk pemerintahan yang kuat guna
melindungi dan membela kepentingan mereka.

Sejalan dengan pemikiran itu negara tidak akan bisa berdiri tanpa masyarakat bisnis. Jadi,
korporasi bukan hanya menyngkut wilayah pribadi, tetapi juga wilayah publik. Dalam konteks
benturan kepentingan dengan masyarakat inilah terletak masalah etika bisnis. Sebagai kesatuan
ekonomi, sebuah korporasi tentu berusaha mencapai laba. CEO, manajer puncak, dan dewan
direksi mempunyai kewajiban moral untuk menyampaikan secara jujur kemajuan dan kondisi
ekonomis-finansial korporasi kepada memegang saham, bertanggung jawab secara sosial kepada
masyarakat atau negara di mana korporasi beroperasi, berkewajiban moral untuk menyediakan
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat dan aman, memberikan upah yang adil kepada pegawai,
menginformasikan dengan benar kepada konsumen atau pemakai jasa mengenai produk yang
dihasilkan serta jasa-jasa pelayanan yang diberikan.

Setiap pihak yang mengikat diri terhadap manajemen mutu sesungguhnya menyetujui
adanya tanggungjawab moral. Menurut Pratley, minimal ada tiga tanggungjawab utama
perusahaan, yaitu:

1. Menghasilkan barang-barang, kepuasan konsumen, dan keamanan pemakai barang.


2. Peduli terhadap lingkungan, baik dilihat dari sudut masukan maupun keluaran,
pembuangan limbah yang aman, serta mengurangi penyusutan sumber daya.
3. Memenuhi standar minimal kondisi kerja dan sistem pengupahan serta jaminan sosial.

Tanggung Jawab Sosial Bisnis

Tanggung jawab Sosial suatu bisnis atau CSR (Corporate Social Responsibility) dapat
didefinisikan sebagai bentuk kepedulian suatu bisnis terhadap lingkungan eksternal suatu bisnis
melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma
masyarakat, partisipasi pembangunan, menjaga ketertiban serta berbagai bentuk tanggung jawab
sosial lainnya.

Selain definisi diatas masih ada definisi lain mengenai CSR yakni Komitmen perusahaan
dalam pengembangan ekonomi yang berkesinambungan dalam kaitannya dengan karyawan
beserta keluarganya, masyarakat sekitar dan masyarakat luas pada umumnya, dengan tujuan
peningkatan kualitas hidup mereka (WBCSD, 2002).

Juga menurut Commission of The European Communities, 2001, mendefinisikan CSR


sebagai aktifitas yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakan perusahaan untuk
mengintegrasikan penekanan pada bidang sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka
dan interaksi dengan stakeholder .

CSR(Corporate Social Responsibility) berhubungan erat dengan “pembangunan


berkelanjutan“, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan,
misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan
lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Jadi CSR adalah suatu konsep yang

5
bermaterikan tanggungjawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan kepada masyarakat luas,
khususnya di wilayah perusahaan tersebut beroperasi. Misal CSR bisa berupa program yang
memberikan bantuan modal kerja lunak bagi para petani, nelayan, pengusaha kecil,pemberian
beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa terutama yang tidak mampu dan berprestasi,perbaikan
infrastruktur jalan, gedung-gedung sekolah, sarana keagamaan, dan olahraga, pendidikan, dan
pelatihan keperempuanan dan pemuda, serta pemberdayaan masyarakat adat. Termasuk pula
alam agar tetap dalam kondisi yang sehat dan seimbang. Pada posisi demikian, perusahaan telah
ikut serta meningkatkan pertumbuhan ekonomis dan ekologis.

Implementasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai


berikut:

1. Komitmen Pimpinan
Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah-masalah sosial dan
lingkungan, kecil kemungkinan akan memperdulikan aktivitas sosial.
2. Ukuran dan Kematangan Perusahaan
Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan konstribusi
ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan. Namun bukan berarti perusahaan
menengah, kecil, dan belum mapan tersebut tidak dapat menerapkan CSR
3. Regulasi dan Sistem Perpajakan yang di atur Pemerintah
Semakin overlap-nya regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil
ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada
masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin besar insentif pajak
yang di berikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada perusahaan untuk
berkontribusi kepada masyarakat.

Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

a) Tujuan Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya


Argumen paling keras yang menentang keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan
social sebagai wujud tanggung jawab social perusahaan adalah paham dasar bahwa
tujuan utama, bahkan satu-satunya, dari kegiatan bisnis adalah mengejar keuntungan
besar.
b) Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan
Yang mau dikatakan di sini adalah bahwa keterlibatan sosial sebagai wujud tanggung
jawab sosial perusahaan akan menimbulkan minat dan perhatian yang bermacam ragam,
yang pada akhirnya akan mengalihkan, bahkan mengacaukan perhatian para pemimpin
perusahaan. Asumsinya, keberhasilan perushaan dalam bisnis modern penuh persaingan
yang ketat sangat ditentukan oleh konsentrasi seluruh perusahaan, yang ditentukan oleh
pemimpin perusahaan.
c) Biaya Keterlibatan Sosial
Keterlibatan sosial sebagai wujud dari tanggung jawab sosial perusahaan malah dianggap
memberatkan masyarakat,alasanya,biaya yang digunakan untuk keterlibatan sosial
perusaan itu bukan biaya yang disediakan oleh perusaahan itu,melainkan merupakan

6
biaya yang telah diperhitungkan sebagai salah satu komponen dalam harga barang dan
jasa yang ditawarkan dalam pasar.
d) Bisnis Mempunyai Kekuasaan yang Sudah Memadai
Argumen ini agak sedikit arogan. Yang ingin disampaikan adalah bahwa bisnis sudah
mempunyai kekuatan yang melandasi sehingga tidak membutuhkan lagi dukungan
kekutan dari masyarakat, yang harus dibayar dengan tanggung jawab.
e) Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial
Argumen ini menegaskan kembali mitos bisnis amoral yang telah kita lihat di
depan.Dengan argument ini mau dikatakan bahwa para pimpinan perusahaan tidak
propesional dalam membuat pilihan dan keputusan moral.mereka hanya
propfesionaldalam bidang bisnis dan ekonomi.karena itu,perusahaan tidak punya tenaga
terampil yang siap untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial tertentu.

Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah

Setiap kegiatan bisnis dimaksudkan untuk mendatangkan keuntungan.ini tidak bias


disangkal.namun dalam masyarakat yang semakin berubah,kebutuhan dan harapan masyarakat
terhadap bisnis pun ikut berubah.karena itu,untuk bias bertahan dan berhasildalam persaingan
bisnis modern yang ketat ini,para pelaku bisnis semakin menyadari bahwa mereka tidak bisa
begitu saja hanya memusatkan perhatian pada upaya mendatangkan keuntungan sebesar-
besarnya.

a. Kewajiban Moral
Orang bisnis pada umumnya adalah manusia dan anggota masyarakat, seperti halnya
semua manusia lainnya, orang bisnis mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sosial
moral terhadap masyarakat.
b. Terbatasnya Sumber Daya Alam
Argumen ini didasarkan pada kenyataan bahwa bumi kita ini mempunyai sumber daya
alam yang terbats.bisnis justru berlangsung dalam kenyataan ini,dengan berupaya
memanfaatkan secara bertanggung jawab dan bijaksana sumber daya alam yang terbatas
itu demi memenuhikebutuhan manusia.
c. Lingkungan Sosial yang Lebih Baik
Bisnis berlangsung dalam suatu lingkungan sosial yang mendukung kelangsungan dan
keberhasilan bisnis itu untuk masa yang panjang.ini punya implikasi etis bahwa bisnis
mempunyai kewajiban dan tanggungjawab moral dan sosial untuk memperbaiki
lingkungan sosialnya kea rah yang lebih baik.semakin baiknya lingkungan sosial dengan
sendirinya akan ikut memperbaiki iklim bisnis yang ada.Dengan semakin sebaiknya
kondisi lapangan kerja,kekerasan sosial akibat pengangguran bisa dikurangi atau diatasi.
d. Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna
Argumen ini mau mengatakan bahwa bisnis atau perusahaan sesungguhnya mempunyai
sumber daya yang sangat potensial dan berguna bagi masyarakat. Perusahaan tidak hanya

7
punya dana, melainkan juga tenaga professional dalam segala bidang yang dapat
dimanfaatkan atau dapat disumbangkan bagi kepentingan kemajuan masyarakat.
e. Keuntungan Jangka Panjang
Argumen ini mau menunjukan bahwa bagi perusahaan \, tanggung jawab sosial secara
keseluruhan, termasuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial,
merupakan suatu nilai yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan
perusahaan itu dalam jangka panjang. Dengan tanggung jawab dan keterlibatan sosial
tercipta suatu citra yang sangat positif di mata masyarakat mengenai perusahaan itu.
f. Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan
Keterlibatan sosial khususnya, maupun tanggung jawab sosial perusahaan secara
keseluruhan, juga dilihat sebagai suatu pengimbangan kekuasaan bisnis modern yang
semakin raksasa dewasa ini. Alasanya, bisnis mempunyai kekuaswaan sosial yang sangat
besar. Bisnis mempengaruhi lingkungan, konsumen, kondisi masyarakat bahkan
kehidupan budaya dan moral masyarakat, serta banyak bidang kehidupan lainnya.

2.3 Kode Etik Berbagai Profesi

Kode etik merupakan sesuatu yang menyangkut tentang apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh di lakukan dalam pelaksanaan suatu profesi. Kode etik berisi tentang tuntutan
keahlian, komitmen moral, dan prilaku yang diinginkan dari satu orang yang melakukan profesi
tersebut. Kode etik pada umumnya disusun untuk mengungkapkan cita-cita dan jiwa profesi
yang bersangkutan dan menjadi norma moral yang berlaku bagi mereka yang melakukan profesi
tersebut.

Kode etik sudah dikenal sejak lama. Sumpah Hipocrates (abad ke-5 SM) dapat di
bandang sebagai kode etikprofesi tertua dalam bidang kedokteran yang masih di gunakan hingga
saat ini. Dalam zaman modern sekarang ini terdapat banyak profesi yang telah mempunyai kode
etik. Salah satu fenomena terbaru yaitu mencuatnya kode etik khusus untuk perusahaan pada
tahun 1970-an akibat terjadinya berbagai skandal korupsi di kalangan pembisnis.
Perkembangannya di mulai di Amerika kemudian meluas ke Inggris dan negara-negara Eropa
lainnya. Sebagaian besar perusahaan Amerika dan Eropa telah memiliki kode etik. Di Indonesia
hanya perushaan-perusahaan internasional yang beroperasi di Indonesia diketahui telah memiliki
kode etik perusahaan.

Kode etik perusahaan atau Patrict Murphy disebut ethic statements dibedakan menjadi dalam tiga
macam (Bertens,2000:381):

1. Value Statement (Pernyataan Nilai)


Pernyataan nilai dibuat singkat saja dan melukiskan apa yang dilihat oleh perusahaan
sebagai misinya dan mengandung nilai-nilai yang di junjung tinggi perusahaan.
2. Corporate Credo (Kredo Perusahaan)
Kredo perusahaan biasanya merumuskan tanggung jawab perusahaan terhadap para
stakeholder. Dindingkan dengan pernyataan nilai, kredo perusahaan biasanya lebih
panjang dan meliputi beberapa alinea.

8
3. Code of Condult/ Code of Ethical Condult (Kode Etik)
Kode etik dalam artian sempit menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubung dengan
kesulitan yang bisa timbul seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan
pemasok, sumbangan kepada pihak lain, dan sebagainya. Kode etik umumnya lebih
panjang dari kredo perusahaan bisa sampai 50-an halaman.
Setiap perusahan berusaha memiliki kode etik. Manfaat kode etik bagi perusahaan dapat
disebutkan sebagai berikut:
1. Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan
sebagian corporate culture.
2. Kode etik dapat membantu menghilangkan kawasan abu-abu (grey area) di bidang etika.
Beberapa ambiguitas moral yang sering merongrong perusahaan misalnya, menerima
komisi atau hadiah, kesungguhan perusahaan dalam memberantas pemakaian tenaga
kerja di bawah umur, dan keterlibatan perusahaan dalam pelestarian lingkungan hidup.
3. Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggungjawab sosialnya.
Tanggung jawab sosila bukanlah keharusan bagi perusahaan. Melalui kode etik,
perusahaan dapat menunjukan itikad baik terhadap lingkungan sosialnya.
4. Kode etik menyediakan regulasi sendiri (self regulation) dan dalam batasan tertentu tidak
perlu campur tangan pihak pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan bisnis.

2.4 Kendala-kendala dalam pelaksanaan Etika Bisnis


Pelaksanaan prinsip-prinsip etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa
masalah dan kendala. Keraf (1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:

1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah. Banyak di antara pelaku
bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan
campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini
muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara
peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai
pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar
perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat.
Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka
mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil. Hal ini diperkeruh oleh banyaknya
sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan
masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari
dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk
tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh
keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.

9
4. Lemahnya penegakan hukum. Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan
bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini
mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis
dan manajemen. Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya
belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan
manajemen. Di Amerika Serikat terdapat sebuah badan independen yang berfungsi
sebagai badan register akreditasi perusahaan, yaitu American Society for Quality Control
(ASQC)

2.5 Antar Keuntungan dan Etika


Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan. Keuntungan adalah hal yang
pokok bagi kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya,
sebagaimana dianut pandangan bisnis yang ideal. Dari sudut pandang etika, keuntungan
bukanlah hal yang buruk. Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan
diterima. Karena :
a) Keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan dalam usaha bisnisnya.
Tanpa memeperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia
menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas
ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin
kemakmuran nasional.
b) Keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan melainkan juga
dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada tingkat dan taraf hidup
yang lebih baik.

Ada beberapa argumen yang dapat diajukan disini untuk menunjukkan bahwa
justru demi memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan , sangat relevan, dan
mempunyai tempat yang sangat strategis dalam bisnis`dewasa ini.

Pertama, dalam bisnis modern dewasa ini, para pelaku bisnis dituntut menjadi orang-
orang profesional di bidangnya.

Kedua dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa
konsumen adalah benar-benar raja. Karena itu hal yang paling pokok untuk bisa untung
dan bertahan dalam pasar penuh persaingan adalah sejauh mana suatu perusahaan bisa
merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.

Ketiga, dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak
berpihak tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pemerintah dijamin,
para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan
pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya. Slaah satu
cara yang paling efektif adalah dengan menjalankan bisnisnya bisnisnya secara secara

10
baik dan etis yaitu dengan menjalankan bisnis sedemikian rupa tanpa secara sengaja
merugikan hak dan kepentinga semua pihak yang terkait dengan bisnisnya.

Keempat, perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan


bukanlah tenaga yang siap untuk eksploitasi demi mengeruk keuntunga yang sebesar-
besarnya. Justru sebaliknya, karyawan semakin dianggap sebagai subjek utama dari
bisnis suatu perusahaan yang sangat menentukan berhasil tidaknya, bertahan tidaknya
perusahaan tersebut.

Bisnis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat mengandalkan etika. Dengan kata
lain, bisnis memang punya etika dan karena itu etika bisnis memang relevan untuk
dibicarakan. Argumen mengenai keterkaitan antara tujuan bisnis dan mencari keuntungan
dan etika memperlihatkan bahwa dalam iklim bisnis yang terbuka dan bebas, perusahaan
yang menjalankan bisnisnya secara baik dan etis, yaitu perusahaan yang memperhatikan
hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya, akan berhasil dan
bertahan dalam kegiatan bisnisnya.

2.6 Pro dan Kontra Etika Dalam Bisnis

Terdapat mitos yang beredar dimasyarakat, bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan
dicampuradukkan dengan etika. Para pelaku bisnis adalah orang-orang yang bermoral, tetapi
moralitas tersebut hanya berlaku dalam dunia pribadi mereka, begitu mereka terjun dalam
dunia bisnis mereka akan masuk dalam permainan yang mempunyai kode etik tersendiri. Jika
suatu permainan judi mempunyai aturan yang sah yang diterima, maka aturan itu juga
diterima secara etis. Jika suatu praktik bisnis berlaku begitu umum di mana-mana, lama-lama
praktik itu dianggap semacam norma dan banyak orang yang akan merasa harus
menyesuaikan diri dengan norma itu. Dengan demikian, norma bisnis berbeda dari norma
moral masyarakat pada umumnya, sehingga pertimbangan moral tidak tepat diberlakukan
untuk bisnis dimana “sikap rakus adalah baik”(Ketut Rindjin, 2004:65).

Belakangan pandangan diatas mendapat kritik yang tajam, terutama dari tokoh etika Amerika
Serikat, Richard T.de George. Ia mengemukakan alasan alasan tentang keniscayaan etika bisnis
sebagai berikut.

1) Pertama, bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis
memang dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun yang
dipertaruhkan bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan seperti
nama baik kpengusaha, nasib karyawan, termasuk nasib-nasib orang lain pada
umumnya.
2) Kedua, bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut
kepentingan semua orang. Oleh karena itu, praktik bisnis mensyaratkan etika,
disamping hukum positif sebagai acuan standar dlaam pengambilan keputusan
dan kegiatan bisnis.

11
3) Ketiga, dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktik bisnis yang berhasil
adalah memperhatikan norma-norma moral masyarakat, sehingga ia memperoleh
kepercayaan dari masyarakat atas produ atau jasa yang dibuatnya.

2.7 Alasan Meningkatnya Perhatian Dunia Bisnis Terhadap Etika


Perhatian terhadap etika bisnis semakin meningkat di kalangan dunia bisnis.
Masyarakat juga semakin sadar tentang pentingnya penegakan etika dalam bisnis. Lembaga
pendidikan ekonomi telah mencantumkan etika bisnis dalam kurikulumnya. Kepedulian
publik terhadap etika bisnis telah memunculkan upaya-upaya baru untuk menjadikan
kesadaran etis sebagai bagian integral dari kebudayaan korporasi. Menjadi pelaku bisnis yang
lebih bermoral berarti memperhatikan dan menilai hubungan pihak berkepentingan, baik
yang ada di dalam maupun diluar perusahaan. Jadi, perubahan nilai-nilai masyarakat dan
tuntutan terhadap dunia bisnis mengakibatkan adanya kebutuhan yang makin meningkat
terhadap standar etika sebagai bagian dari kebijakan bisnis.
Leonard Brooks menyebut 6 (enam) alasan mengapa dunia bisnis makin
meningkatkan perhatian terhadap etika bisnis (Rindjin, 2004:91), yaitu:

1. Krisis publik tentang kepercayaan


Hal ini diakibatkan oleh banyaknya skandal yang terjadi di perusahaan. Dewasa ini
banyak pimpinan puncak perusahaan merumuskan standar etika perusahaan untuk
mengontrol perilaku yang curang dan memperbaiki daya saing.
2. Kepedulian terhadap kualitas kehidupan kerja,
Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya nilai – nilai masyarakat pada mutu kehidupan
kerja seperti fleksibilitas waktu kerja, kebugaran dan kesehatan, pengasuhan anak di
perusahaan, dan lain – lain . Jadi terdapat titik temu antara kepentingan sosial pegawai
dengan kebutuhan perusahaan.
3. Hukuman terhadap tindakan yang tidak etis
Dimana akan dikenakan pada perusahaan – perusahaan yang melakukan tindakan ilegal,
seperti diskriminasi pekerjaan, pelanggaran standar polusi, keamanan dan kesehatan
kondisi kerja, dan lain – lain. Pemerintah di negara-negara maju telah menyatakan tekad
untuk menegakkan hukum guna melindungi lingkungan alam dan pegawai dari praktek
manajemen yang sewenang-wenang.
4. Kekuatan kelompok pemerhati khusus (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM)
Kelompok-kelompok tersebut bisa menyampaikan kritik di media massa dimana bisa
memberikan dampak negatif pada kepercayaan konsumen apabila ditemukan
penyimpangan yang dilakukan korporasi.
5. Peran media dan publisitas
Hal ini sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik tentang korporasi. Media
massa sebagai pihak berkepentingan sangat berpengaruh sangat berpengaruh dalam
membentuk opini public tentang korporasi. Oleh karena itu, korporasi senantiasa
membina hubungan dengan media masa dan responsive terhadap media massa.
6. Mengubah format organisasi dan etika perusahaan

12
Bagi korporasi yang berkembang dengan jaringan usaha yang luas dan terpencar secara
geografis, mempunyai aliansi, mitra usaha, pusat keuntangan yang independen, timbul
masalah etis yang menyangkut operasional korporasi.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.1.1 Berdasarkan prinsip-prinsip etika bisnis, dapat dikatakan bahwa dalam bisnis
modern dewasa ini pelaku bisnis di tuntut untuk bersaing secara etis.

Dalam persaingan global yang tak mengenal adanya perlindungan dan dukungan politik tertentu,
semua perusahaan harus bersaing berdasarkan prinsip-prinsip etika. Persoalannya adalah etika
siapa yang diikuti karena bisnis global tidak mengenal batas negara. Sehingga menyebabkan
adanya relativitas moral dalam bisnis.

3.1.2 Tanggung jawab moral minimal ada tiga tanggungjawab utama komporasi, yaitu:
Menghasilkan barang-barang, kepuasan konsumen, dan keamanan pemakai barang, peduli
terhadap lingkungan, baik dilihat dari sudut masukan maupun keluaran, pembuangan limbah
yang aman, serta mengurangi penyusutan sumber daya, memenuhi standar minimal kondisi kerja
dan sistem pengupahan serta jaminan sosial. Sedangkan tanggungjawab sosial suatu bisnis atau
CSR (Corporate Social Responsibility) dapat didefinisikan sebagai bentuk kepedulian suatu
bisnis terhadap lingkungan eksternal suatu bisnis melalui berbagai kegiatan yang dilakukan
dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, menjaga
ketertiban serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.

3.1.3 Kode etik merupakan sesuatu yang menyangkut tentang apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh di lakukan dalam pelaksanaan suatu profesi. Kode etik berisi tentang tuntutan keahlian,
moral, dan prilaku yang diinginkan dari satu orang yang melakukan profesi tersebut.

3.1.4 Kendala-kendala dalam pelaksanaan Etika Bisnis teridiri dari : Standar moral para pelaku
bisnis pada umumnya masih lemah, banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan,
situasi politik dan ekonomi yang belum stabil, lemahnya penegakan hukum, belum ada organisasi
profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.

3.1.5 Antara keuntungan dan etika, seringkali terjadi tradeoff di masyarakat. Tujuan utama bisnis
adalah mengejar keuntungan. Keuntungan adalah hal yang pokok bagi kelangsungan bisnis,
walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya, sebagaimana dianut pandangan bisnis yang
ideal. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk. Bahkan secara moral
keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima.

3.1.6 Terdapat mitos yang beredar dimasyarakat, bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan
dicampuradukkan dengan etika. Para pelaku bisnis adalah orang-orang yang bermoral, tetapi
moralitas tersebut hanya berlaku dalam dunia pribadi mereka, begitu mereka terjun dalam dunia
bisnis mereka akan masuk dalam permainan yang mempunyai kode etik tersendiri.

14
REFERENSI

− Sutrisna Dewi, 2011, Etika Bisnis: Konsep Dasar Implementasi Cetakan Pertama,
Udayana University Press, Denpasar
− Rindjin Ketut, 2004, Etika Bisnis dan Implementasinya, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama

15

Anda mungkin juga menyukai