Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan
perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive)
ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi
perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Dementia Senilis adalah suatu bentuk penyakit degenerasi neuronal di oyak manusia pada
masa lanjut usia (lansia) dan biasanya terjadi pada usia 65 tahun ke atas tetapi dapat juga terjadi
pada usia yang lebih dini.
Proses degenerasi sel saraf otak pada dementia senilis terjadi pada lapisan ketiga Kortex
serebri bagian luar dan gejalanya adalah ditandai oleh adanya proliferasi sel astrocytes,
meningkatnya proses gliosis dan menyusutnya sejumlah dendrite sel sarafnya. Di sisi yang lain
dijumpai perubahan-perubahan fisiologis yang berupa gagalnya fungsi-fungsi sinaptik dan
perubahan-perubahan biokimianya yaitu berkurangnya kholinasetil Transferase (CAT) pada
ujung-ujung saraf axonalnya dan berkurangnya aktivitas biosontesa neurotransmitternya.
Dengan kata lain bahwa di dalam otak terjadi kegagalan fungsional jalur kolinergik,
khususnya pada jalur yang memelihara fungsi memori.
2. Etiologi
- Proses menua,
- Trauma Kapitis,
- Tumor otak,
- Multiple infarct pembuluh darah otak,
- Uremla,
- Penuaan lebih dari 60 tahun – kehadiran Lewy bodies iaitu struktur protin yang abnormal di
dalam otak yang ada pada penyakit Alzheimer
- Penyakit seperti CVA yang merosakan salur darah dan struktur saraf
- Penyakit sementara – hidrosefalus yang mempunyai tekanan normal, tumor otak, keadaan tiroid,
paras vitamin B12 yang rendah, infeksi
- Keracunan : Alkohol, timah, arsen, thalium dan kekurangan vitamin B1, B6, B12,
- Dan adanya anoxia karena kegagalan proses pernapasan dan kelainan genetik (Alzheimer
DNA).
Gejala dementia senilis biasanya sesudah umur60 tahun baru timbul gejala-gejala yang jelas
untuk membuat diagnose dementia senilis. Penyakit jasmaniah atau gangguan emosi yang hebat
dapat mempercepat kemunduran mental.
Gejala jasmaniah: kulit menjadi tipis, atrofis dan keriput; berat badan mengurang, atrofi
pada otot-otot, jalannya menjadi tidak stabil; suara kasar dan bicaranya menjadi pelan; tremor
pada tangan dan kepala.
Gejala psikologik: sering hanya terdapat tanda kemunduran mental umum (demensia
simplex). Tetapi tidak jarang juga terjadi kebingungan dan delirium, atau depresi serta agitasi.
Ada yang menjadi paranoid. Pada presbiofrenia terutama terdapat gangguan ingatan serta
konfabulasi, dan dapat dianggap sebagai suatu jenis dementia senilis dengan beberapa gejala
yang menonjol yang timbul sedikit lebih cepat.
Gejala utamanya adalah hilangnya kemampuan mengingat (memori) dan dengan disertai
gejala lainnya seperti gangguan perilaku dan tingkah laku, emosi dan afeknya seperti misalnya:
- Timbul kegelisahan rasa hati (rasa cemas),
- Gangguan mood (gampang tersinggung),
- Terjadi Depresi,
- Halusinasi,
- Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
- Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
- Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
- Defisit neurologik motor & fokal
- Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
- Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
- Agnosia, apraxia, afasia
- ADL (Activities of Daily Living)susah
- Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
- Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
- Lupa meletakkan barang penting
- Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting
- Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
- Mudah terjatuh, keseimbangan buruk
- Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi
- Tak dapat makan dan menelan
- Koma dan kematian
- Delusi,
- Insight menurun dan kadang-kadang dijumpai berperilaku anti sosial dan jika terdapat gangguan
proses berfikir yang menyebabkan yang bersangkutan sukar belajar dan menjadi pelupa atas hal-
hal yang dipelajarinya.
4. Patofisiologi
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita
demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan
oleh penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu
barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang
biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang
tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu lebih
banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya
ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka
menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh
munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin
saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa
Lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus
pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji ddan mengenali gejala
demensia.
Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor
psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin tinggi
juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang
cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada pasien yang
mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk
gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan
gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika
depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti Donepezil ,
Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin , Ticlopidine ,
Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa
diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis
yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi seperti Sertraline dan
Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai demensia
stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan
Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat
anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan
c. Status kesehatan
d. Status kesehatan mental
e. Aspek kognitif, pembelajaran dan memori
f. Perubahan sistem tubuh
- Perubahan kardiovaskuler
- Perubahan sistem pernafasan
- Perubahan integlumen
- Perubahan sistem reproduksi
- Perubahan genitourinaria
- Perubahan gastrointestinal
- Perubahan kebutuhan nutrisi
- Perubahan muskuloskeletal
- Perubahan sensorik (Brunner & Suddarth, 2001)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah
laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel)
ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan
stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi
sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan
cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
d. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan verbal
tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan dan
kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
f. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak
terkoordinasi, aktivitas kejang.
g. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa,
kemunduran hobi, perubahn sensori.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan tindakan a. Jalin hubungan saling a) Untuk membangan
keperawatan diharapkan mendukung dengan kepercayaan dan rasa
klien dapat beradaptasi klien. nyaman.
dengan perubahan b. Orientasikan pada b) Menurunkan
aktivitas sehari- hari dan lingkungan dan rutinitas kecemasan dan perasaan
lingkungan dengan KH : baru. terganggu.
a. mengidentifikasi c. Kaji tingkat stressor c) Untuk menentukan
perubahan (penyesuaian diri, persepsi klien tentang
b. mampu beradaptasi perkembangan, peran kejadian dan tingkat
pada perubahan keluarga, akibat serangan.
lingkungan dan aktivitas perubahan status
kehidupan sehari-hari kesehatan)
c. cemas dan takut
berkurang d. Tentukan jadwal d) Konsistensi
d. membuat pernyataan aktivitas yang wajar dan mengurangi kebingungan
yang positif tentang masukkan dalam dan meningkatkan rasa
lingkungan yang baru. kegiatan rutin. kebersamaan.
e) Menurunkan
e. Berikan penjelasan ketegangan,
dan informasi yang mempertahankan rasa
menyenangkan mengenai saling percaya, dan
kegiatan/ peristiwa. orientasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati.
EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/