Anda di halaman 1dari 8

Latar Belakang Perubahan Nama STAIN/IAIN menjadi UIN

( Disusun Oleh :Ahmad maulana fajrin )


Dalam catatan sejarah, gagasan pendirian lembaga pendidikan islam telah
dimiliki umat islam sejak zaman Belanda. Diwakili oleh Dr. Satiman Wirjosandjojo
dengan mendirikan pesanntren luhur tahun 1938 namun di akhirnya gagal karena
intervensi penjajah Belanda. Tahun 1940 Persatuan Guru Agama Islam di padang
mendirikan Sekolah Islam Tinggi di Sumatra Barat dan bertahan sampai 1942.
Beberapa tokoh nasional seperti M. Hatta, M.Natsir, K.H.A. Wahid Hasyim,
K.H.Mas Mansur juga mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta Tahun 1945 di
bawah pimpinan Abdul Kahar Muzakar. Masa revolusi kemerdekaan STI pindah ke
Jogjakarta karena ibu kota pindah ke sana sampai tahun 1948 akhirnya
bergantinama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) dengan empat fakultas
yakni hukum, agama, ekonomi dan pendidikan.

Sebuah pertanyaan yang sangat amat sederhana tetapi membutuhkan


jawaban yang sangat cerdas. Mengapa STAIN/IAIN menjadi uin?. Status sebagai
STAIN hanya memungkinkan lembaga ini menangani dan menekuni satu
bidangkeilmuan saja, seperti tarbiyah saja, atau syariah saja; sedangkan status
IAIN memberi ruang yang lebih besar, yakni menangani bidang-bidang keilmuan
yang beragam, namun keragaman bidang kajian itu hanyalah dalam lingkup kajian
islam. Sehingga baik dalam status STAIN maupun IAIN secara konseptual semua
ini tidak relevan dengan keyakinan dasar islam yang menyatakan sebagai agama
universal. Konsep islam Universal dalam wadah Universitas Islam Negri ( UIN )
mewujudkan integrasi dan sintesis ilmu-ilmu keislaman (agama) dengan ilmu-ilmu
umum (sains) dalam sebuah bangunan peradaban islam. Dalam hal ini, ilmu-ilmu
keislaman, seperti tarbiyah, ushuluddin, syariah, dakwah adab, dan lainnya,
diperankan sebagai basis keilmuan. Pada basis keilmuan ini, wahyu al-qur’an dan
al-Hadits yang me;ahirkan ilmu-ilmu umum. Dua sisi basis keilmuan ini diperankan
dan diaktifkan secara serempak untuk melahirkan bidang-bidang keilmuan alam,
sosial, dan humaniora. Dari tiga bidang keilmuan ini akan lahir berbagai disiplin
ilmu yang mencerminkan kesemestaan islam. Dari bidang ilmu alam akan lahir
berbagai disiplin ilmu yang mencerminkan kesemestaan islam.
Dari bidang ilmu alam akan lahir berbagai disiplin ilmu yang mencerminkan
kesemestaan islam. Dari bidang ilmu alam akan lahir ilmu Biologi, Fisika, Kimia,
dan ilmu-ilmu Psikologi, Sosiologi, Sejarah, Hukum, Manajement. Dam lain-lain;
sedangkan dari bidang sosial akan lahir ilmu Psikologi, Sosiologi, Sejarah, Hukum,
Manajement, dan lain-lain; sedangkan dari bidang Humaniora akan lahir ilmu-ilmu
filsafat, seni, bahasa, sastra, dan lain-lain. Semua bidang dan disiplin keilmuan ini
akan menjadi bagian integral dari proses pendidikan Islam ketika IAIN/STAIN
sudah berubah menjadi UIN.

Meskipun berubahnya sebagai IAIN/STAIN menjadi UIN secara legal-formal


sudah terwujud dengan turunnya SK Presiden, masing-masing IAIN. Salah satu
perubahan paling tampak dari pengembangan IAIN/STAIN menjadi UIN adalah
penambahan fakultas serta perluasan disiplin dan bidang kajian. Fakultas yang
sebelmunya hanya terkait dengan disiplin keilmuan dasar islam, seperti Tarbiyah,
Syariah, Ushuluddin, Dakwah, dan Adab. Kemudian ditambah dengan beberapa
fakultas yang mengkaji disiplin keilmuan yang tidak berkaitan langsung dengan
disiplin dasar islam, seperti Sains dan Teknologi, Ekonomi, Psikologi, Humaniora,
dan Budaya. Namun satu hal yang perlu diingatkan adalah bahwasanya dalam
konteks UIN tidak membedakan adanya fakultas agama dan umum. Dalam hal ini
akan dibuktikan pada struktur keilmuan yang dikembangkan di UIN tersebut,
yakni semua mahasiswa baik jurusan agama maupun jurusan umum akan
mendapat mata kuliah Ciri khusus (MKCK) UIN meliputi studi al-Qur’an, Studi
Hadits, Studi Fiqh, Tasawuf, Teologi, Bahasa Arab dan lain-lain.

Dalam peraturan pemerintah tersebut juga menjelaskan tentang tujuan


adanya IAIN adalah untuk memperbaiki dan memajukan pendidikan tenaga ahli
agama islam guna keperluan pemerintah dan masyarakat. Secara formal IAIN
diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1960 berdasarkan atas Penetapan Menteri
Agama No. 35 tahun 1960, berkedudukan di Jogjakarta dan Prof. Mr. R.H.A
Soenarjo sebagai sekretaris Senat, Prof. T.A Hasby Ash Shiddieqy sebagai dekan
Fakultas Ushuluddin, Mahmud Yunus sebagai Dekan Tarbiyah, Bustami A.Gani
sebadai Dekan Fakultas Adab.
Lahirnya Institut Agama Islam Negeri yang berpusat di Jogjakarta dan
Fakultas Tarbiyah bertempat di Jakarta belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan
akan pendidikan islam bagi masyarakat nusantara yang notabe muslim. Hingga
dibukalah cabang-cabang keilmuan islam di daerah-daerah luar Jogjakarta dan
Jakarta. Namun, semakin besar tuntutan pemenuhan umat islam, ternyata tidak
cukup dengan membuka cabang. Perlunya ada IAI yang berdiri sendiri di daerah.

Sebagaiupaya merespon kebutuhan umat islam akan berpendirian IAIN di


daerah, lahirlah peraturan pemerintah No. 27 tahun 1963 yang memberi
kesempatan untuk mendirikan IAIN dan terpisah dari pusat. Jakarta mendapat
kesempatan pertama untuk mendirikan IAIN. Sehingga IAIN Jakarta adalah yang
kedua setelah Iain Jogjakarta.

Gagasan tersebut bukan berarti langsung terwujud, karena tetap saja harus
melalu berbagai persyaratan, kesiapan pemenuhan kebutuhan IAIN menjadi UIN
dalam berbagai aspek; misalanya kegiatan akademis akan lebih besar
pengelolaannya, lahan yang harus diperluas, kebutuhan tenaga dosen dan
pegawai administrasi dan berbagai persiapan lainnya. Sampai awal 1998, terdapat
tiga IAIN Yogyakarta, Jakarta dan Bandung.

Dalam pandangan Azyumardi Azra juga dikatakan ( salah satu arsitek


penting dalam proyek perubahan IAIN ke UIN ) bahwa gagasan dan konsep dasar
pengembangan IAIN menuju UIN tak lepas dari beberapa masalah yang dihadapi
IAIN dalam perkembangannya selama ini. Pertama, IAIN belum berperan secara
optimal dalam dunia akademik, birokrasi, dan masyarakat Indonesia secara
keseluruhan. IAIN lebih banyak berperan di masyarakat karena dalam kontes
dakwah. Kedua kurikulum IAIN belum mampu merespond perkembangan IPTEK
dan perubahan masyarakat yang semakin kompleks.

Alasan-alasan diatas menjadi begian dari upaya perubahan IAIN menjadi


UIN, sehingga tidak hanya dominan pada orientasi dakwah akan tetapi juga untuk
merespon dan menghadapi masyarakat baru dan semakin kompleks. Dorongan
kuat terhadap perubahan ini juga dianggap untuk memperjelas institusi
pendidikan Islan, Artinya IAIN dianggap sebagai lembaga dakwah atau lembaga
pendidikan tinggi? Seperti halnya disampaikan oleh alm.Prof.Harsya W.Bachtiar (
Guru Besar Universitas Indonesia ) bahwa agar IAIN mengambil sikap tegas antara
sebagai lembaga dakwah atau perguruan tinggi.

Perubahan IAIN menjadi UIN merupakan peluang bagi para lulusan untuk
memasuki lapangan kerja yang lebih luas. Selama ini, arah lulusan IAIN adalah
lembaga pendidikan islam, kegiatan keagamaan, dakwah, dan para tatatran
departemen agama. Maka dengan perubahan UIN akan lebih meluas lingkup kerja
dan eksistensi lulusa IAIN.

Dengan perubahan IAIN juga sebagai upaya konvergensi ilmu umum dan
agama, seperti yang diiungkapkan oleh Harun Nasution bahwa perubahan IAIN
menjadi Universitas dirancang untuk menghilangkan dikotomi ilmu pengetahuan.
Gagasan menuju universitas bukan tidak menghadapi tantangan ataupun pro
kontra di kalangan muslim maupun para tokoh islam. Tantangan permasalahan
bukan tidak ada, akan tetapi semenjak ide perubahan lembaga tersebut
disuarakan banyak menuai kritik dan pertanyaan. Menurut abuddin Nata bahwa
ada beberapa permasalahan yang muncul baik itu terkait dengan legal formal,
kelembagaan, filosofi, histori, psikologis, dan bahkan politis.

Beberapa tokoh lain menanggapi secara beragam ketika ide IAIN menjadi
UIN. Misalnya saja mantan menteri Agama Munawir Syazali. Menurutnya
pendirian IAIN adalah untuk menciptakan sarjana Agama. Maka apabila ada
perubahan lembaga, ia tidak tahu apa arah perubahan bukannya ilmu
pengetahuan bersifat netral. Karena tidak perlu di islamisasi. Munawir syazali juga
mempertanyakan apakah setelah perubahan lembaga tersebut menghasilkan
output yang semakin baik. Ia juga membandingkan kualitas mahasiswa IAIN juga
masih kurang.

Selain itu jugagagasan transformasi tersebut dikomentari senada oleh KH.


Ma’ruf Amien ( ketua syuriah PBNU ). Ia juga tidak setuju dengan adanya
perubahan IAIN menjadi UIN Menurutnya IAIN tetap saja focus pada pendidikan
khusus masalah agama. Lain halnya pendapat yang disampaikan oleh Din
Syamsuddin dan Tutti Alawiyah bahwa IAIN sudah waktunya berubah menjadi
IAIN .
Universitas Islam Negeri Alauddin atau UIN Alauddin adalah perguruan
tinggi Islam Negeri yang berada di Makassar. Penamaan UIN di Makassar dengan
Alauddin diambil dari nama gowa yang pertama memeluk Islam dan menerima
agama islam sebagai agama kerajaan.

Sejarah perkembangan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, yang


dulu Institut Makassar melalui beberapa fase yaitu:

1. Fase tahun 1962 s.d 1965


Pada mulanya IAIN Alauddin Makassar bersatu Fakultas Cabang dari IAIN
Sunan kalijaga Yogyakarta, atas desakan Rakyat dan Pemerintah Daerah
Sulawesi Selatan serta atas persatuan Rektor IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan keputusan
Nomor 75 tanggal 17 oktober 1962 tentang penegerian fakultas syariah
UMI menjadi fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta cabang
Makassar pada tanggal 10 November 1962. Kemudian menyusul
penegerian Fakultas Tarbiyah UMI menjadi Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta Cabang Makassar pada tanggal 11 November 1964
dengan keputusan Menteri Agama Nomor 91, tanggal 7 November 1964.
Kemudian menyusul pendirian Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta cabang Makassar tanggal 28 oktober 1965 dengan Keputusan
Menteri Agama Nomor 77 tanggal 28 oktober 1965 .

2. Fase tahun 1965 s.d 2005


Dengan mempertimbangkan dukungan dan hasrat yang besar dari rakyat
dan pemerintah Daerah Sulawesi Selatan terhadap Pendidikan dan
pengajaran agama islam tingkat Universitas, serta landasan hokum
peraturan Presiden Nomor 27 tahun 1963 yang diantara lain menyatakan
bahwa dengan sekurang-kurangnya tiga jenis fakultas IAIN dapat digabung
menjadi satu institut terdiri sedang tiga fakultas dimaksud telah ada di
Makassar, yakni Fakultas Syari’ah, Fakultas Tarbiyah dan fakultas
Ushuluddin, maka mulai tanggal 10 November 1965 berstatus mandiri
dengan nama institut Agama Islam Negeri Al-Jami’ah al-islamiyah al-
hukumiyah di Makassar dengan keputusan Menteri Agama nomor 79
tanggal 28 oktober 1965.
Penamaan IAIN di Makassar Alauddin diambil dari nama raja
Kerajaan Gowa yang pertama memeluk islam dan memiliki latar belakang
sejarah pengembangan islam pada masa silam, di samping mengandung
harapan peningkatan kejayaan islam pada masa mendatang di Sulawesi
selatan pada khususnya dan di Indonesia bahagian timur pada umumnya.
Ide pemberian nama “ Alauddin “ kepada IAIN yang berpusat di Makassar
tersebut, mula pertama dicetuskan oleh para pendiri IAIN “ Alauddin “
diantaranya adalah Andi Pangeran Daeng Rani, ( cucu /turunan) Sultan
Alauddin, yang juga mantan Gubernur Sulawesi Selatan, dan Ahmad
Makkarausu Amansyah Daeng Ilau, ahli sejarah Makassar.
Pada fase itu IAIN (kini UIN) Alauddin yang semulanya hanya memiliki
3 buah Fakultas, berkembang menjadi lima buah Fakultas ditandai dengan
berdirinya Fakultas Adab berdasarkan keputusan Menteri Agama RI No. 148
tahun 1967 tanggal 23 Nopember 1967, disusul Fakultas Dakwah dengan
keputusan Menteri Agama RI No. 253 Tahun 1971 dimana Fakultas ini
berkedudukan di Bulukumba ( 153 km arah selatan kota Makassar ), yang
selanjutnya dengan keputusan Presiden RI No. 9 Tahun 1987 Faakultas
Dakwah dialihkan ke Makassar, kemudian disusul pendirian program
pascasarjana (PPs) dengan keputusan Dirijen Binbaga Islam Dep. Agama
No.31/E/1990 tanggal 7 juni 1990 berstatus kelas jauh dari PPs IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang kemudian dengan keputusan Menteri Agama RI
No.403 Tahun 1993 PPs IAIN Alauddin Makassar menjadi PPs yang mandiri .

3. Fase Tahun 2005 s.d sekarang


Untuk merespon tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan
perubahan mendasar atas lahirnya Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional No.2 tahun 1989 dimana jenjang pendidikan pada Departemen
Pendidikan Nasional R.I dan Departemen Agama R.I telah disamakan
kedudukannya khususnya jenjang pendidikan menengah, serta jenjang
pendidikan menengah dibawah naungan Departemen Pendidikan Nasional
R.I dan Departemen Agama R.I, diperlukan perubahan status kelembagaan
dari institut menjadi Universitas, maka atas prakarsa pimpinan IAIN
Alauddin periode 2002-2006 dan atas dukungan civitas Akademik dan senat
IAIN Alauddin serta Gubernur Sulawesi Selatan, maka usulkanlah konversi
IAIN Alauddin Makassar menjadi UIN Alauddin Makassar kepada Presiden
R.I melalui Menteri Agama R.I dan Menteri Pendidikan Nasional R.I. Mulai
10 Oktober 2005 yang ditandai dengan peresmian penandatanganan oleh
presiden RI Bapak DR H Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4
Desember 2005 di Makassar.
Dalam perubahan status kelembagaan dari institute ke Universitas,
UIN alauddin Makassar mengalami perkembangan dari lima(5) buah
Fakultas menjadi tujuh(7) buah dan satu(1) buah Program Pascasarjana
(PPs) berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 5 tahun 2006
tanggal 16 Maret 2006, yaitu:
 Fakultas Syari’ah dan Hukum
 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
 Fakultas Adab dan Humaniora
 Fakultas Dakwah dan Komunikasi
 Fakultas
 Sains dan Teknologi
 Fakultas Ilmu Kesehatan
 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
 Program Pascasarjana(PPs)

Anda mungkin juga menyukai