Anda di halaman 1dari 29

CASE BASED DISCUSSION (CBD)

STROKE

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi


Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Sarafdi RSUD Dr. H. Soewondo Kendal

Disusun Oleh:
Eko Setiawan Saputro
30101306929

Pembimbing:
dr. Rahayu Andiyani, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan di- sebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986).
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke
bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala
fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi
dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia
sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak
tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan
subrakhnoid (Bruno et al., 2000).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda
klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi
bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain
penyebab vaskuler (Mansjoer, 2000). Menurut Geyer (2009) stroke adalah
sindrom klinis yang ditandai dengan berkembangnya tiba-tiba defisit neurologis
persisten fokus sekunder terhadap peristiwa pembuluh darah.

Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab


kematian nomor dua di dunia. Dua pertiga stroke terjadi di negara berkembang.
Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%
mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia
(Dewanto dkk, 2009). b. Etiologi Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda
sering ditemukan jauh lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian
stroke pada kelompok usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun
temurun 9 predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit,
penyakit hemoglobin SC (sickle cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan
trombositosis. Namun belum ada perawatan yang memadai untuk
hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan diet dan
hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika perlu.
Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat
proses aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada usia
dewasa (Gilroy, 1992).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

3
1) Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
1. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu
kurang dari 30 menit,
2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu,
3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,
4. Completed Stroke.
2) Stroke Hemoragik
Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
- Trombosis
Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis
nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis 10 (spontan atau traumatik);
Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
- Embolisme Sumber di jantung:
Fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung rematik,
penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik; Sumber
tromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri
vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.
- Vasokonstriksi
- Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab:
lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik
(Dewanto dkk, 2009)

4
2.2 FAKTOR RESIKO
- Tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik.
- Dapat dimodifikasi, meliputi: riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung,
diabetes mellitus, Transient Ischemic Attack (TIA), hiperkolesterol, obesitas,
merokok, alkoholik, hiperurisemia, peninggian hematokrit (Mansjoer, 2000)
Patofisiologi Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana
saja di dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria
karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu
arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang

5
memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu
dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi
otak.
Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri,
seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau
peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran 12 darah,
misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan
atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau
(4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al,
2006).

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA)


yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan
defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang
cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi
biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50%
sampai 75% pasien (Harsono, 2009).

6
Stroke iskemik, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan
aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan
otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai
iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus
berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika
arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf
pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan
kolateral yang adekuat.
Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap
viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik
kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:
- Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak;
- Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan
sawar darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang
berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al, 2001).

2.3 GAMBARAN KLINIS


1) Infark pada Sistem Saraf Pusat Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari
area vaskular yang terkena.

7
- Infark total sirkulasi anterior (karotis): o Hemiplegia (kerusakan pada bagian
atas traktus kortikospinal), o Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus), o
Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya fungsi
visuospasial (hemisfer nondominan)
- Infark parsial sirkulasi anterior: o Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit
kortikal saja.
- Infark lakunar: o Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda
menyebabkan sindrom yang karakteristik.
- Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar): o Tanda-tanda lesi batang otak, o
Hemianopia homonim.
- Infark medulla spinalis (Price, 2005).
2) Serangan Iskemik Transien Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP
secara mendadak; gejala seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk
menegakkan diagnosis. TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit saja,
jarang berjam-jam.
Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yang terjadi:
- Karotis (paling sering): o Hemiparesis, o Hilangnya sensasi hemisensorik, o
Disfasia, o Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia
retina.
- Vertebrobasilar: o Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif, o
Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut), o Diplopia, ataksia,
vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala ini terjadi secara bersamaan
(Price, 2005).
3) Perdarahan Subarakhnoid Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien
menunjukkan gejala nyeri kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat
berat disertai fotofobia, mual, muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk
dan tanda Kernig). Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan
tekanan intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat
edema papil dan perdarahan retina.
Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari:
- Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,

8
- Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan,
- Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan iskemia
(Price, 2005).
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi
hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif.
Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya
muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga
penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa
faktor dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala
atau onset stroke seperti:
a. Gejala yang dialami pasien
b. Onset terjadinya gejala
c. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
d. Gangguan global berupa gangguan kesadaran
e. Gangguan fokal yang muncul mendadak, dapat berupa :
 Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas, kelumpuhan
otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses
menelan, wicara dan sebagainya
 Gangguan fungsi keseimbangan
 Gangguan fungsi penghidu
 Gangguan fungsi penglihatan
 Gangguan fungsi pendengaran
 Gangguan fungsi Somatik Sensoris
f. Gangguan Neurobehavioral yang meliputi :
 Gangguan atensi
 Gangguan memory
 Gangguan bicara verbal

9
 Gangguan mengerti pembicaraan
 Gangguan pengenalan ruang
 Gangguan fungsi kognitif lain
Skor Stroke: Algoritma Gajah Mada

Penurunan Nyeri Babinski Jenis


kesadaran kepala Stroke

+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik

Algoritma Stroke Gajah Mada (Lamsudin, 1996)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Penunjang untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan
stroke perdarahan dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pencitraan
otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non hemoragik.
Noncontrastcomputed tomography(CT) scanning adalah pemeriksaan yang paling
umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke akut yang jelas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke
dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip
dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Kasus stroke iskemik hiperakut (0-
6 jam setelah onset), CT Scan biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark
serebri karena terlihat normal pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk
mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan
kriteria eksklusi untuk pemberian terapi trombolitik. Teknik-teknik pencitraan
berikut ini juga sering digunakan:

10
1. CT Angiografi

2. CT Scan Perfusion

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau


perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.

2.5 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan (PERDOSSI, 2007) :

 Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen
2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa
atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
 Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan factor faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan
dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke
terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga.
 Stroke Iskemik

11
Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan
dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil.

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai


didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam
diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-


2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya
baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg%
atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70


mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi
dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

12
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus


intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit
setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas.

Terapi Khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin
dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant
tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu
sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia)

2.6 PROGNOSIS
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut
terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek
tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi
oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh 20 secara terus-menerus selama 24 jam
setelah serangan stroke (Asmedi & Lamsudin, 1998). Asmedi & Lamsudin (1998)
mengatakan prognosis fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena
tingkat ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan
pertama dan meningkat sedikit (20 %) sampai tahun pertama. Bermawi, et al.,
(2000) mengatakan bahwa sekitar 30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup
menjadi tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari.
Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan fungsi aktivitas
hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian
mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun

13
pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke. Prognosis stroke juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada penderita stroke.
Hasil akhir yang dipakai sebagai tolak ukur diantaranya outcome
fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta mortalitas.
Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke batang
otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes,
hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan TIA
memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke minor.
Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8 % dalam 1
tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.

14
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Penderita
Nama :Ny. Z
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin :Perempuan
Status :Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Alamat :Rejosari, Kendal
No. RM : 556xxx
Tanggal Masuk RS :5 Juni 2018

II. Data Subyektif


Anamnesa
1. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
I. Lokasi: anggota gerak sebelah kanan (lengan dan tungkai
kanan)
II. Kualitas:
Keluhan dirasakan masih bisa digerakkan, tetapi lemah,
kesemutan, dan kaku
Kuantitas:
Keluhan dirasakan terus menerus
III. Onset: +1 bulan SMRS, mendadak pada sore hari saat pasien
sedang ikut membantu persiapan hajatan di rumah, penderita
merasakan lemah dan kesemutan pada anggota gerak bagian
kanan

15
IV. Kronologi: Pada awalnya +1 bulan SMRS, mendadak pada sore
hari saat pasien sedang ikut membantu persiapan hajatan di
rumah, penderita merasakan kesemutan dan lemahpada anggota
gerak bagian kanan.+ 1 minggu SMRS anggota gerak kanan
terasa semakinlemahdan kaku tetapi masih bisa digerakkan
pelan-pelan, namun pasien sudah tidak bisa berdiri lagi. + 1
hari SMRS keluhan tersebut dirasakan semakin berat dan
disertai badan terasa lemas, kemudian penderita dibawa ke IGD
RSUD Kendal. Setelah diperiksa ternyata tekanan darah
penderita mencapai sekitar 210/100 mmHg, sehingga penderita
dirawat inap. Setelah 3 hari dirawat inapkeluhan tersebut masih
belum membaik.
V. Faktor yang Memperberat dan Memperingan:semakin ringan
untuk istirahat dan semakin berat bila digerakkan
VI. Gejala Penyerta:pelo (+), badan lemas (+), pingsan (-),nafsu
makan berkurang, nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), kejang
(-),keringat dingin (-), bicara kebas (-) BAK dan BAB lancar
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat darah tinggi :diakui
 Riwayat kencing manis : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat stroke : disangkal
 Riwayat kejang : disangkal
 Riwayat penyakit maag : disangkal
 Riwayat alergi obat : disangkal
 Riwayat trauma kepala : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluhan srupa : diakui
 Riwayat darah tinggi : diakui

16
 Riwayat kencing manis : diakui
 Riwayat stroke : diakui
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan ibu rumah tangga. Tinggal berdua
dengan suami. Kegiatan sehari-hari setiap pagi pasien pergi ke
pasar untuk belanja dan diantar suami. Setelah pasien mengalami
keluhan tersebut, pasien hanya istirahat saja di rumah. Biaya
pengobatan ditanggung BPJS.

III. Data Obyektif


1. Status Present
 Kesadaran :composmentis
 Tekanan Darah :150/90 mmHg
 Nadi :88x/m, reguler, isi tegangan cukup
 RR : 24 x/m
 Suhu : 36,6 oC
 GCS : E4M6V5
2. Status Internus
Kepala : mesocephale
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)
Leher
 Kaku kuduk :-
 Pembesaran KGB :-
Thorax
 Inspeksi :simetris kanan kiri
 Palpasi : pergerakan paru simetris, stem fremitus
kanan=kiri
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru

17
 Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen
 Inspeksi : datar
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani (+)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Extremitas
Superior Inferior
 Oedem -/- -/-
 Varises -/- -/-
3. Status Psikis
a. Cara berfikir : realistis
b. Tingkah laku : normoaktif
c. Ingatan : cukup
4. Status Neurologis
Pemeriksaan Motorik
 Inspeksi : tidak ada kelainan di ekstremitas superior et
inferior, dekstraet sinistra
 Palpasi : otot kenyal, tidak ada nyeri atau oedem
Badan dan Anggota Gerak
1. BADAN
MOTORIK
 Respirasi : dbn
 Duduk : sulit dinilai
SENSIBILITAS
 Taktil : dbn
 Nyeri : dbn
 Thermi : tidak dilakukan
 Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
 Lokasi : dbn

18
REFLEK
 Reflek kulit perut : Tidak dilakukan
 Reflek kremaster : Tidak dilakukan
2. ANGGOTA GERAK ATAS
MOTORIK
Motorik Dx Sx
Pergerakan << Bebas
Kekuatan 4 5
Tonus Hipertonus Normotonus
Klonus - -
Trofi Eutrofi Eutrofi
SENSIBILITAS
Dx Sx
Taktil Dbn Dbn
Nyeri Dbn Dbn
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
REFLEK
Dx Sx
Biceps >> +
Triceps + +
Hoffman - -
Trommer - -

3. ANGGOTA GERAK BAWAH


MOTORIK
Motorik Dx Sx
Pergerakan << Normal
Kekuatan 4 5
Tonus Normotonus Normotonus

19
Klonus - -
Trofi Eutrofi Eutrofi
SENSIBILITAS
Dx Sx
Taktil Dbn Dbn
Nyeri Dbn Dbn
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
REFLEK
Dx Sx
Patella >> +
Achilles + +
Babinski + -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Bing - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechtrew - -

Pemeriksaan N. Cranialis
1. N.I (OLFAKTORIUS) : tidak dilakukan
2. N II (OPTIKUS)
 tajam penglihatan : tidak dilakukan
 lapang penglihatan : tidak dilakukan
 melihat warna : tidak dilakukan
 funduskopi : tidak dilakukan

20
3. N III (OKULOMOTORIUS), N IV (TROKLEARIS),N VI
(ABDUCENS)
Dx Sx
PERGERAKAN BOLA N N
MATA
NISTAGMUS - -
EKSOFTALMUS - -
PUPIL bulat, isokor,ø bulat,isokor, ø
3mm 3mm
STRABISMUS - -
KONVERGENSI - -
4. N V (TRIGEMINUS)
Dx Sx
MEMBUKA MULUT Normal Normal

MENGUNYAH Normal Normal

MENGGIGIT Normal Normal

SENSIBILITAS MUKA Normal Normal

REFLEK KORNEA Normal Normal

REFLEK MASSETER Tidak dilakukan Tidak dilakukan


5. N VII (FACIALIS)
Dx Sx
MENGERUTKAN DAHI Normal Normal
MENUTUP MATA Normal Normal
LIPATAN NASOLABIAL Normal Normal
SUDUT MULUT Normal Normal
MERINGIS Tidak dapat Normal
diangkat
BERSIUL Tidak dapat bersiul Normal

21
MENGGEMBUNGKAN Normal Normal
MULUT
LAKRIMASI Normal Normal
PENGECAPAN 2/3 Normal Normal
ANTERIOR LIDAH
6. N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)
Dx Sx
SUARA GESEKAN Normal Normal
JARI
TES WEBER tidak dilakukan tidak dilakukan
TES RINNE tidak dilakukan tidak dilakukan
TES SCHWABACH tidak dilakukan tidak dilakukan
7. N IX (GLOSSOPHARINGEUS)
Pengecapan 1/3 posterior lidah : tidak dilakukan
Sensibilitas faring : tidak dilakukan
8. N X (VAGUS)
Arkus faring : simetris
Berbicara : pelo
Menelan : susah menelan
Nadi : 88 x/menit
9. N XI (ACCESORIUS)
Mengangkat bahu : dbn
Memalingkan kepala : dbn
10. N XII (HYPLOGOSSUS)
Pergerakan lidah : deviasi ke kanan
Tremor lidah : ada
Artikulasi : disatria (+)

22
IV. Pemeriksaan Penunjang
EKG

Kesan :Iskemik miokard


Laboratorium :
 Darah rutin :
Hb : 11,9g/dl
Leukosit : 8,79ribu /uL
Trombosit : 200 ribu/uL
Ht : 38,3 %
GDS : 126 mg/dl (H)
Ureum : 26 mg/dl
Creatinin : 0,74 mg/dl
SGOT : 21U/L
SGPT : 13U/L
Troponin I : 0,02 ng/ml (H)

23
CT Scan Craniocerbral Non kontras :

 Tampak lesi hipodens pada ventrikel lateral crus anterior kiri


nucleus caudatus capsula interna dan putamen kiri
 Sulcus kortikalis dan fisura silvii tampak lebar
 Sistem ventrikel dan sisterna tampak normal
 Tak tampak midline shifting
 Pons dan cerebelum baik
Kesan :
 Infark pada ventrikel lateral crus anterior kiri nucleus caudatus
capsula interna dan putamen kiri
 Aging atrophi

24
 Tak tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

V. Assesment
1. Diagnosa Utama
a. Diagnosa Klinis
Hipertensi, paresis N VII dan N XII dekstra sentral, dan
hemiparesis dekstra spastik
b. Diagnosa Topis
Hemispher cerebri sinistra regioventrikel lateral crus
anterior kiri nucleus caudatus capsula interna dan putamen kiri
c. Diagnosa Etiologi
Stroke non hemorrhagic
2. Diagnosis Banding
- Stroke hemorrhagic
- Perdarahan intraserebral

VI. Terapi
Medikamentosa
1. Inf. NaCl 0,9% 20 tpm
2. Inj. Citicoline 2x250 mg IV
3. Inj. Piracetam 3x200mg IV
4. Inj. Ranitidin 2x50 mg IV
5. Amlodipin tab 1x10 mg
6. Asam asetil salisilat tab 1x80 mg
7. Valsartan tab 1x80 mg
Nonmedikamentosa
1. Bed rest
2. Fisioterapi

25
VII. Monitoring
- Monitoring keluhan (kaku dan semutan anggota gerak kanan, nafsu
makan)
- Monitoring KU
- Monitoring TTV
- Monitoring hasil lab (gula darah)
- Monitoring respon terapi

VIII. Edukasi
A. Pasien dan keluarga dijelaskan mengenai keadaan penyakitnya
B. Pasien diminta untuk minum obat secara teratur, istirahat total,
menjaga kondisi tubuh
C. Pasien diminta untuk selalu memiringkan badannya agar tidak
terjadi komplikasi
D. Menjaga pola hidup sehat, kontrol tekanan darah,dan gula darah
E. Kurangi makan makanan yang mengandung garam

IX. Prognosis
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien mengeluh lemah anggota gerak kanan. Keluhan dirasakan


mendadak sejak 1bulan sebelum masuk rumah sakit. Anggota gerak kanan terasa
kesemutan dan kaku. Pasien memiliki riwayat hipertensi.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, tanda
vital tekanan Darah 150/90 mmHg, Nadi 88 x/menit, RR 24 x/menit, suhu 36,6
o
C. Kekuatan otot anggota gerak kanan atas dan bawah 4/4.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan hasil ct
scan pada pasien ini sudah memenuhi kriteria diagnosis stroke non hemorrhagic.

27
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien tersebut, dapat


di diagnosis dengan stroke non hemorrhagic.
Pada anamnesis didapatkan adanya kelemahan anggota gerak kanan.
Pasien juga memiliki riwayat hipertensi. Dari anamnesis didapatkan beberapa
faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemorrhagic.
Pada pemeriksaan fisik didapatkandenganhemiparesis dextra spastik,
kekuatan 4, hiperrefleks, hipertonus, refleks patologis (+), paresis N VII dan XII
dekstra central.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu hasil CT scan non kontras
menunjukkan adanya Infark pada ventrikel lateral crus anterior kiri nucleus
caudatus capsula interna dan putamen kiri, EKG didapatkan iskemik miokard, dan
laboratorium GDS tinggi.

28
DAFTAR PUSTAKA

rd
1. Caplan, L.R. 2000. Caplan’s Stroke : A Clinical Approach. 3
2. Carhuapoma, J.R.; Mayer, S.A.; Hanley, D.F. 2010.Intracerebral
Hemorrhage.Cambridge University Press. New York.
3. Misbach, J. 1999. Stroke : Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Balai
Penerbit FK-UI. Jakarta.
4. Allan H. Ropper, Robert H.Brown. 2005. Pain and Other Disorders Of
Somatic Sensation, Headache, and Backache in: Adams and Victor’s
Principles of Neurology, McGraw-Hill Companies, Inc. 8: 109

29

Anda mungkin juga menyukai