Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

DEMAM TIFOID
1. Pengertian (Definisi) Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang
disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau
Salmonella partatypi
2. Anamnesis Demam naik secara bertangga pada hari hingga minggu
pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau reminten
hingga minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari,
disertai nyeri kepala, nyeri otot, anorexia, mual, muntah,
obstipasi atau diare

3. Pemeriksaan Fisik 1. Febris


2. Bradikardia relatif (peningkatan suhu 10 C tidak
diikuti peningkatan denyut nadi 8x/mnt)
3. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan
ujung merah, serta tremor)
4. Kadang didapatkan :
a. Hepatomegali
b. Splenomegali
c. Nyeri Abdomen
d. Roseolae

5. Kriteria Diagnosis - Demam


- Gejala seperti diatas
- Laboratorium :
- Darah lengkap : Lekopeni, lekositosis, atau lekosit
normal, atau aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED,
anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati.
- Peningkatan titer Uji Widal tunggal dengan titer antibodi
O 1/320 atau H I/ 640 disertai gambaran klinis khas
menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990):
hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium (antara lain :
peningkatan Bilirubin, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT)

Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses
atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau
pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.

Demam
6. Diagnosis Kerja Tifoid
7. Diagnosis Banding a. Demam dengue dan demam berdarah dengue
b. Leptospirosis
c. Malaria

14
d.Salmonellosis
e.Sepsis akibat infeksi lain (Infeksi saluran kemih,
pneumonia, dsb)
8. Pemeriksaan Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi widal
Penunjang
9. Terapi Nonfarmakologis :
Tirah baring, makanan lunak rendah serat, mobilisasi
Bertahap

Farmakologis :
Simtomatis
Antimikroba:
Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai
dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain :
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih
rendah dibandingkan kloramfenikol)
- Kotrimoksazol 2 x 960mg selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2
minggu
- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah
seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½
jam per- infus sekali sehari, selama 3-5 hari.
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram,
sefoperazon 2x1 gram
Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau
menjelang hari IV):
– Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
– Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
– Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
– Pefloksasin 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
– Fleroksasin 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

Kasus Kegawatan :
Pada kasus toksis tifoid (demam tifoid disertai gangguan
kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya
dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas
normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x
500 mg dengan ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3
x 5 mg.
Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksis
tifoid, peritonitis atau perforasi, renjatan septik.
Steroid hanya diindikasikan pada toksis tifoid atau demam
tifoid yang mengalami renjatan septik dengan dosis 3 x 5
mg

Kasus Tifod Karier:


Tanpa kolelitiasis  regimen terapi selama 3 bulan :
– Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30
mg/kgBB/hari
15
– Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30
mg/kgBB/hari
– Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari
 Dengan Kolelitiasis  kolesistektomi + regimen tersebut
di atas selama 28 hari atau koleksistektomi + salah satu
rejimen berikut :
– Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
– Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
 Dengan infeksi Schistosoma
haematobium pada traktus urinarius 
eradikasi Shictosoma haematobium :
– Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau
– Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu
diberikan 3 dosis, interval 2 minggu
Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi
untuk tifoid karier seperti di atas

Pada kehamilan:
 Flourokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan
 Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III.
 Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester I.
 Obat yang dianjurkan golongan beta laktam: ampisilin,
amoksisilin, dan sefalosporin generasi III (Seftriakson)

10. Komplikasi  Intestinal : perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus


paralitik, pankreatitis.

 Extra-intestinal : kardiovaskular (kegagalan sirkulasi


perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis,
hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia, KID),
paru (pneumonia, empiema, pleuritis, hepatobilier
(hepatitis, kolesistitis), ginjal (glemerulonefritis,
pielonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis,
spondilitis, artritis), neuropsikiatrik (toksis tifoid)

11. Edukasi a.Mencegah terjadinya demam tifoid dengan


kewaspadaan terhadap jalur penyebaran kuman
melalui makanan dan air, sanitasi
b. Pendidikan kesehatan
c. Preventif dan kontrol penularan
12. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
13. Tingkat Evidens IV
14. Tingkat Rekomendasi C
15. Penanggung jawab Spesialis Penyakit Dalam
16. Indikator Medis 80% Pasien Demam Tifoid teratasi dalam 7 hari perawatan
17. Kepustakaan 1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 8
Panduan Praktik Klinik
Gagal Jantung Kronis

1. Pengertian
(Definisi) Gagal jantung kronis adalah kumpulan gejala yang kompleks yang
telah diderita lama dimana seorang pasien harus memiliki tampilan
berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat
atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi
cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.
2. Anamnesis
Keluhan
1. Sesak pada saat beraktifitas (dyspneu d’effort)
2. Gangguan napas pada perubahan posisi (ortopneu)
3. Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal dyspneu) Keluhan
tambahan: lemas, mual, muntah dan gangguan mental pada orangtua

Faktor Risiko
1. Hipertensi
2. Dislipidemia
3. Obesitas
4. Merokok
5. Diabetes melitus
6. Riwayat gangguan jantung sebelumnya
7. Riwayat infark miokard
3. Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik:
Fisik
1. Peningkatan tekanan vena jugular
2. Frekuensi pernapasan meningkat
3. Kardiomegali
4. Gangguan bunyi jantung (gallop)
5. Ronki pada pemeriksaan paru
6. Hepatomegali
7. Asites
8. Edema perifer
4. Kriteria Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat
Diagnosis
Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria
Framingham yaitu minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Kriteria Mayor:
1. Sesak napas tiba-tiba pada malam hari (paroxysmal nocturnal
dyspneu)
2. Distensi vena-vena leher
3. Peningkatan tekanan vena jugularis
4. Ronki basah basal
5. Kardiomegali
6. Edema paru akut
7. Gallop (S3)
8. Refluks hepatojugular positif

Kriteria Minor:
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam
3. Dyspneu d’effort (sesak ketika beraktifitas)
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari normal
7. Takikardi >120 kali per menit
5. Diagnosis Gagal Jantung Kronis
6. Diagnosis
Banding Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia, infeksi
paru berat (ARDS), emboli paru 2. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal
kronik, sindrom nefrotik 3. Sirosis hepatik 4. Diabetes ketoasidosis
7. Pemeriksaan
Penunjang Pemeriksaan Penunjang
1. X Ray thoraks untuk menilai kardiomegali dan melihat gambaran
edema paru
2. EKG (hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi, perubahan gelombang
T, dan gambaran abnormal lain).
3. Darah perifer lengkap
8. Terapi
Penatalaksanaan
1. Modifikasi gaya hidup
a. Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan), maksimal 1
liter (berat)
b. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol

2. Aktivitas fisik
a. Pada kondisi akut berat: tirah baring
b. Pada kondisi sedang atau ringan: batasi beban kerja sampai 60%
hingga 80% dari denyut nadi maksimal (220/umur)

3. Penatalaksanaan farmakologi Pada gagal jantung akut:


a. Terapi oksigen 2-4 liter per menit
b. Pemasangan iv line untuk akses dilanjutkan dengan pemberian
furosemid injeksi 20 s/d 40 mg bolus dapat diulang tiap jam sampai
dosis maksimal 600 mg/hari.

Pada gagal jantung kronik:


a. Diuretik: diutamakan loop diuretic (furosemid) bila perlu dapat
dikombinasikan Thiazid.
b. ACE Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensine II receptor blocker
(ARB) mulai dari dosis terkecil dan titrasi dosis sampai tercapai
dosis yang efektif dalam beberapa minggu. Bila pengobatan sudah
mencapai dosis maksimal dan target tidak tercapai segera dirujuk.
c. Digoksin diberikan bila ditemukan takikardi untuk menjaga denyut
nadi tidak terlalu cepat.
9. Edukasi
1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit gagal jantung
kronik misalnya tidak terkontrolnya tekanan darah, kadar lemak
atau kadar gula darah.
2. Pasien dan keluarga perlu diberitahu tanda-tanda kegawatan
kardiovaskular dan pentingnya untuk kontrol kembali setelah
pengobatan di rumah sakit.
3. Patuh dalam pengobatan yang telah direncanakan.
4. Menjaga lingkungan sekitar kondusif untuk pasien beraktivitas dan
berinteraksi.
5. Melakukan konferensi keluarga untuk mengidentifikasi faktor-
faktor pendukung dan penghambat penatalaksanaan pasien, serta
menyepakati bersama peran keluarga pada masalah kesehatan
pasien.
10. Prognosis
Tergantung dari berat ringannya penyakit, komorbid dan respon
pengobatan.

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis

14. Kepustakaan 1. Panduan Pelayanan Medik. PAPDI. 2009


Panduan Praktik Klinis
TUBERKULOSIS PARU
1. PENGERTIAN Penyakit Infeksi paru yang bersifat kronik dan menular
di sebabkan oleh mikobakterium tuberculosis

2. ANAMNESIS 1. Batuk lebih dari 2 minggu sudah mendapat


terapi tetapi tidak ada respon
2. Demam terutama senja hari
3. Batuk darah
4. Sesak nafas

3. PEMERIKSAAN FISIK 1. Ronki pada paru


2. Sub febris
3. Kakeksia
4. Perkusi : redup/ hipersonor

4. KRITERIA 1. Batuk lebih dari 2 minggu


DIAGNOSIS 2. BTA positif
3. Foto toraks ditemukan infiltrate pada apeks paru

5. DIAGNOSIS KERJA Tuberkulosis Paru

6. DIAGNOSIS BANDING 1. Bronkopneumonia


2. Bronkiektasis

7. PEMERIKSAAN 1. Foto toraks


PENUNJANG 2. Pemeriksaan sputum BTA 3 kali
3. Biakan M. Tuberkulosis dan Uji Resistensi
4. Uji Mantoux bila perlu
5. Analisis cairan pleura

8. TERAPI 1. OAT, 4H3R3


2. Perbaikan Gizi
3. Pendidikan Kesehatan
4. Torasentesis (pungsi pleura)
5. Pasang WSD

9. EDUKASI 1. KIE
10. PROGNOSIS 1. Ad Vitam : Dubia ad bonam
2. Ad Sanationam : Dubia ad bonam
3. Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
11. TINGKAT EVIDENS I/II/III/IV
12. TINGKAT A/B/C
REKOMENDASI
13. PENELAAH KRITIS 1. Gagal nafas
2. Resiko HIV

14. INDIKATOR 1. Perbaikan Klinis


2. Perbaikan Radiologis
3. Konversi bakteriologis (BTA Sputum)
15. KEPUSTAKAAN 1. Pedoman Nasional TBC Paru

Anda mungkin juga menyukai