net/publication/317616333
CITATIONS READS
0 235
1 author:
Ika Arfiani
Ahmad Dahlan University
7 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Ika Arfiani on 16 June 2017.
Ika Arfiani
Program Studi Teknik Informatika
Universitas Ahmad Dahlan
Jalan Prof. Dr. Soepomo, SH,. Janturan, Warungboto, Umbulharjo Yogyakarta 55164
e-mail : ika.arfiani@tif.uad.ac.id
Abstrak
Pertumbuhan pengguna layanan mobile data dan mobile internet di Indonesia meningkat pesat
dibandingkan voice dan sms. Terlebih adanya penggunaan aplikasi Location Based Sevice
yang memungkinkan pengguna menampilkan peta sekaligus jarak terdekat untuk menuju ke
suatu lokasi.
Pada penelitian ini dilakukan analisis perbandingan algoritma Djikstra dengan algoritma Bee
Colony Optimization(BCO)dalam memberikan solusi yang optimal pada pencarian rute
terpendek dari sisi jarak tempuh kepada pengguna. Pada BCO teknik pencarian jalurnya
digunakan konsep forward dan backward dengan nilai probabilitas suatu jalur dijadikan
sebagai dasar pada proses transisi jalurnya, kemudian rute pilihan akan diperoleh dari durasi
waggle dance para lebah yang telah berhasil menemukan posisi tujuan. Dari beberapa
alternatif rute pilihan tersebut kemudian dibandingkan untuk mendapatkan rute perjalanan
yang terpendek. Adapun pada Djikstra digunakan teknik forward dengan memilih jarak yang
paling pendek diantara node/titik yang dilalui. Pada proses perhitungan jarak terpendek antar
lokasinya digunakan metode Haversine, hal ini dikarenakan titik-titik koordinat lokasi berada
pada permukaan bumi yang merupakan bidang lengkung.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa rute terpendek BCO yang didapat telah mampu
menemukan lokasi tujuan dengan jarak yang mendekati penelusuran dari google map(Djiktra).
1. PENDAHULUAN
Smartphone pada saat ini umumnya telah memiliki fasilitas Global Positioning System (GPS)
yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasi dimana dirinya berada sekarang. Selain
dengan GPS, adanya Base Transceiver Station (BTS) yang digunakan melalui jaringan wi-fi atau
3G, dapat dimanfaatkan juga untuk mengetaui lokasi pengguna. Dengan adanya GPS dan
pemanfaatan BTS melalui jaringan data inilah aplikasi pada smartphone bisa dikembangkan
dengan memanfaatkan location based service (LBS). Menurut Kumar, dkk. (2009) LBS adalah
layanan yang menyediakan informasi berdasarkan tempat, mengacu pada GIS atau electronic map
yang ditunjukkan oleh garis lintang dan bujur sehingga mendapatkan titik lokasi yang
akurat.Menurut Virrantasu, dkk(2001) di tengah begitu pesatnya perkembangan aplikasi pada
smartphone, masih terdapat pangsa pasar yang sangat luas untuk aplikasi LBS yang belum
dikerjakan dengan baik.
Menurut Murat dan Ferraro (2011) perkembangan LBS dikelompokkan menjadi beberapa
kategori, salah satunya adalah LBA (Location Based Advertising). LBA mempunyai dua metode
yakni push dan pull notification. Metode yang akan digunakan dalamsistem ini menggunakan
sistem push notification, yang sifatnya mandiri dan tidak bergantung pada pihak ketiga.
Penggunaan sistem push memiliki keunggulan tersendiri dibanding sistem pull karena client tidak
perlu melakukan request secara berkala sehingga sesuai untuk diaplikasikan pada platform mobile.
Sistem ini juga dilengkapi dengan mekanisme permission dan acceptance dalam penyampaian
iklan, jika user menerima maka iklan akan langsung dikirim tetapi jika ditolak maka iklan tidak
akan dikirim.
Adapun untuk proses perhitungan jarak terdekat antara lokasi pengguna dengan lokasi
merchant pada aplikasi ini diterapkan metode Haversine, karena seperti dalam (Adiwilaga, 2014)
Haversine Formula biasa digunakan untuk menghitung jarak Orthodromic. Jarak Orthodromic
adalah jarak terpendek antara dua titik di permukaan bumi menggunakan garis lintang (longitude)
dan garis bujur (lattitude) sebagai variabel inputan. Sedangkan untuk mengantisipasi masalah
pencarian rute terpendek menuju lokasi tujuan akan dilakukan perbandingan hasil antara
penggunaan algoritma djikstra dengan penggunaan algoritma bee colony optimization. Dimana
faktor jarak tempuh digunakan sebagai bahan pertimbangannya tanpa melihat masalah-masalah
yang dapat mempengaruhi waktu tempuh seperti kemacetan, lebar jalan, pengalihan arus, dan
traffic light. Pencarian rute terpendek ini diawali dengan mengetahui posisi asal dan posisi tujuan
(UKM) yang akan dikunjungi. Posisi-posisi inilah yang akan digunakan untuk proses pembangunan
tur perjalanan dalam pencarian rute terpendek.
Berdasar uraian diatas maka akan dilakukan penelitian mengenai bagaimana mendapatkan
solusi yang optimal atas pencarian rute terpendek dari sisi jarak tempuh dengan menerapkan
perbandingan antara algitma Djikstra dengan algoritma bee colony optimization (BCO).
2. METODOLOGI
Metodologi penelitian yang akan dilakukan dapat dikelompokkan kedalam beberapa bagian,
diantaranya :
2.1 Kebutuhan Data
Peneliti mendapatkan pengetahuan dengan melakukan berbagai macam pengumpulan bahan
referensi seperti membaca jurnal hasil penelitian-penelitian sebelumnya, prosiding, tesis, buku-
buku teori dan artikel dari internet, serta jurnal yang berkaitan dengan layanan berbasis lokasi dan
berbagai macam model pencarian rute terpendek khususnya algoritma Djikstra dan Bee Colony.
Sedangkan untuk data UKM pada penelitian ini didapatkan dari dinas perindustrian dan koperasi
serta melibatkan diskusi dengan serta para pelaku usaha UKM di Yogyakarta guna mendapat
informasi berupa alamat toko, ragam produk serta harga dan promosi barang atau jasa yang
ditawarkannya. Data yang dibutuhkan adalah peta wilayah DIY, data merchant(UKM), teori-teori
tentang djikstra dan bee colony optimization.
2.2 Analisis Data
Untuk mengukur ketepatan data yang akan digunakan maka dilakukan analisis data, adapun
data masukan yang dibutuhkan adalah peta wilayah DIY, posisi atau lokasi merchant dan
user,nama jalan, titik-titik persimpangan jalan serta jarak antar titik tersebut .
2.3 Analisa model Location Based Service
Pada Gambar 1 ditunjukkan arsitektur sistem LBS dari aplikasi dimana cara kerjanya adalah
sebagai berikut :
a. Ketika fungsi pencarian telah diaktifkan, posisi pengguna sebenarnya berasal dari perangkat
mobile diperoleh dari Positioning Service. Hal ini dapat dilakukan baik oleh perangkat
menggunakan GPS sendiri atau layanan posisi jaringan yang berasal dari provider (Cell
Tower). Setelah itu perangkat mobile pengguna mengirimkan permintaan informasi promosi
yang lokasinya paling dekat dan mengirimkan posisi melalui jaringan komunikasi ke gateway
telekomunikasi.
b. Gateway memiliki tugas untuk bertukar pesan di antara jaringan komunikasi selular dan
internet. Oleh karena itu dia mengetahui alamat web dari beberapa aplikasi server dan rute
permintaan ke spesifik server tertentu. Gateway akan menyimpan juga informasi tentang
perangkat mobile yang telah meminta informasi
c. Aplikasi server membaca permintaan dan mengaktifkan layanan yang terkait.
d. Kemudian, service menganalisis lagi pesan dan memutuskan mana informasi tambahan selain
criteria pencarian dan posisi pengguna diperlukan untuk menjawab permintaan pengguna.
Dalam kasus ini service akan menemukan bahwa pengguna membutuhkan suatu informasi
dari database yellow pages pada wilayah tertentu dan kemudian service tersebut akan
meminta penyedia data untuk memberikan data tersebut
e. Selanjutnya service akan menemukan bahwa informasi tentang promo, jalan, jarak dan cara
yang diperlukan untuk memeriksa apakah lokasi tujuan dapat dicapai
f. Setelah semua informasi service akan melakukan bufferspasial dan query routing untuk
mendapatkan beberapalandmark terdekat. Setelah menghitung daftar landmark terdekat, hasil
dikirim kembali ke pengguna melalui internet, gateway dan jaringan mobile.
g. Kemudian, informasi akan disampaikan kepada pengguna baik dalam bentuk peta digital.
Gambar 2. Jarak antara gedung sate dengan masjid Lembang dalam peta
Bila dihitung perbandingan hasil perhitungan antara metode Haversine dengan Euclide adalah
sebagai berikut :
a. Euclide :
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 = 𝐿𝑎𝑡1 − 𝐿𝑎𝑡2 2 + 𝐿𝑜𝑛𝑔1 − 𝐿𝑜𝑛𝑔2 2
2 2
= −6.901361 − (−6.811771) + 107.618633 − (107.618279)
= 0.008026368 + 0.00000012531
= 0.008026493 = 0.0895907 * 111.319 = 9.97314713 km
b. Haversine :
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘
(−6.811771) − −6.901361 (107.618279) − 107.618633
= 2𝑟. arcsin 𝑠𝑖𝑛2 + cos −6.901361 . cos(−6.811771) . 𝑠𝑖𝑛2
2 2
0.08959 (−0.000354 )
= 2(6371.1). arcsin 𝑠𝑖𝑛2 + 0.81493709 . (0.86352119). 𝑠𝑖𝑛2
2 2
6 2 4 3 5
F 4 G 3 H 5 I 5 J
Waggle Dance :
1 1
𝜌𝑓2 = 𝐿2 = 14 = 0,071
1 1
𝜌𝑓4 = 𝐿4 = 14 = 0,071
2
𝑖=1 𝑃𝑓𝑖 = 0,071 + 0,071 = 0,143
1 𝑁𝑏𝑒𝑒 0,143
𝜌𝑓𝑐𝑜𝑙𝑜𝑛𝑦 = 𝑁𝑏𝑒𝑒 𝑖=1 𝑃𝑓𝑖 = 2
= 0,071
𝑃𝑓2 0,071
𝐷2 = 𝐾. 𝑃 = 1. 0,143 = 0,5
𝑓𝑐𝑜𝑙𝑜𝑛𝑦
𝑃 0,071
𝐷4 = 𝐾. 𝑃 𝑓4 = 1. 0,143 = 0,5
𝑓𝑐𝑜𝑙𝑜𝑛𝑦
Karena durasi tarian keduanya sama maka keduanya dapat dijadikan rute terpendek.
3.2 Pencarian Rute Terpendek Menggunakan Algoritma Djikstra
Algoritma Dijkstra diterapkan untuk mencari lintasan terpendek pada graf berarah. Namun,
algoritma ini juga benar untuk graf tak berarah. Algoritma Dijkstra mencari lintasan terpendek
dalam sejumlah langkah. Algoritma ini menggunakan prinsip greedy. Prinsip greedy pada
algoritma dijkstra menyatakan bahwa pada setiap langkah kita memilih sisi yang berbobot
minimum dan memasukannya dalam himpunan solusi. Contoh penerapan algoritma djikstra adalah
lintasan terpendek yang menghubungkan antara dua kota berlainan tertentu (Single-source Single-
Destination Shortest Path Problems).
Cara kerja algoritma Dijkstra memakai stategi greedy, di mana pada setiap langkah dipilih sisi den
gan bobot terkecil yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan simpul lain
yang belum terpilih. Algoritma Dijkstra membutuhkan parameter tempat asal, dan tempat tujuan.
Hasil akhir dari algoritma ini adalah jarak terpendek dari tempat asal ke tempat tujuan beserta
rutenya. Misalkan sebuah graf berbobot dengan n buah simpul dinyatakan dengan matriks
M=[mij], yang dalam hal ini:
mij = bobot sisi (i,j) (pada graf tak berarah mij =mji )
mii = 0
mij = ∞ , jika tidak ada sisi dari simpul I ke simpul j
Selain matriks M, juga menggunakan tabel S=[si], yang dalam hal ini:
si = 1, jika simpul i termasuk ke dalam lintasan terpendek
si = 0, jika simpul i tidak termasuk ke dalam lintasan terpendek
Dan tabel D=[di], yang dalam hal ini
di = panjang lintasan dari simpul awal a ke simpul i
Dengan menggunakan jarak yang sama dengan Tabel 1 maka di dapat perhitungan rute terpendek
dari kota A menuju kota J dengan algoritma Djikstra adalah sebagi berikut :
a. Dari A ke B atau F
Jarak A-B : 2
Jarak A-F : 6
Maka jarak terkecil adalah 2, sehingga titik yang dipilih adalah 2(B) kemudian tambahkan
dalam daftar nilai yang terhubung dengan titik yang terpilih (titik 1).
b. Dari B ke C atau G
Jarak B-C : 3
Jarak B-G : 2
Maka jarak terkecil adalah 2, tetapi dari G tidak ada jalur yang menuju J, sehingga titik yang
dipilih adalah 3(C) kemudian tambahkan dalam daftar nilai yang terhubung dengan titik yang
terpilih (titik 1). Sehingga jumlah jarak tempuh yang baru = 2+2 = 4.
c. Begitu seterusnya sampai didapat titik tujuan. Sehingga hasil akhir jumlah jarak yang didapat
adalah
4. KESIMPULAN
Dari penelitian didapat bahwa rute terpendek yang diperoleh dari perhitungan algoritma BCO
telah mampu menemukan lokasi tujuan dengan jarak yang mendekati penelusuran dari algoritma
Djikstra atau yang dipakai oleh google map. Kedua algoritma tersebut sama-sama dapat mencapai
tujuan dengan jarak tempuh sepanjang 14 km. Namun BCO kurang efektif dari segi waktu
pemrosesan, karena semakin banyak jumlah lebah yag dilepas maka semakin lama waktu
pemrosessannya
5. DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, A., 2014, Teori Pengukuran Jarak, http://blogs.itb.ac.id/anugraha/ 2014/09/10/teori-
pengukuran-jarak/ akses 2 September 2014 jam 13.45
Murat, A. & Ferraro, R., 2011, Location-Aware Applications, In Shelter Island,NY 11964:
Manning Publications Co.
Kumar, S., Qadeer, M.A., and Gupta, A., 2009, Location Based Service using android,
Departement of Computer EngineeringZakir Hussain College of Engineering and Technology,
India.
Virrantaus, K., Markkula, J., Garmash, A., and Terziyan, Y.V., 2001,Developing GIS-Supported
Location-Based Services. In: Proc. of WGIS’2001 – First International Workshop on Web
Geographical Information Systems., Kyoto, Japan. 423–432