Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Low back pain (nyeri pinggang belakang) sering dijumpai dalam praktek

sehari- hari, terutama di negara – negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh

populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya

bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalensi rata-rata 30%. Di Amerika serikat

nyeri ini merupakan penyebab paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk

dengan usia < 45 tahunn, urutan ke-2 untuk penyebab paling sering berkunjung ke

dokter, urutan ke-5 penyebab paling sering untuk tindakan operasi.

Data epidemiologi mengenai Low Back Pain di Indonesia belum ada, namun

diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah

menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%.

Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar

3-17%.

Penyakit Low Back Pain menjadi kasus yang sangat serius dan terus meningkat

sepanjang tahun pada masyarakat barat. Telah diketahui faktor-faktor penyebab,

patofisiologi, biomekanik, psikologis, dan faktor sosial tetapi teori yang memuaskan

tentang patogenesis belum seluruhnya diketahui.


Penyebab Low Back Pain bermacam-macam dan multifaktorial; banyak yang

ringan, namun ada juga yang berat yang harus ditanggulangi dengan cepat dan tepat.

Sebagian besar Low Back Pain dapat sembuh dalam waktu singkat, sehingga keluhan

ini sering tidak mendapat perhatian yang cukup mendalam. Oleh karena itu,

kemungkinan penyebab yang lebih serius tidak dikenali sedini mungkin. Dengan

anamnesis an pemeriksaan yang teliti serta analisis perasaan nyeri yang seksama

dapat didiagnosis dengan tepat sedini mungkin.

Sebagian besar penderita Low Back Pain mengalami hernia nucleus pulposus

(HNP) dimana terjadi penekanan saraf spinal pada foramen intervertebrale sehingga

menimbulkan rasa nyeri segmental serta kelumpuhan partial dari otot yang diurus

segmen tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah, diantara ruas-

ruas tersebut dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram sehingga tulang

belakang dapat tegak dan membungkuk, disebelah depan dan belakangnya terdapat

kumpulan serabut kenyal. Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas:

- Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil, rendah dan berbentuk

segi empat dengan lubang ruasnya besar. Foramen vertebra berbentuk segitiga dan

besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut foramen transversalis

yang dilalui oleh arteri dan vena vertebralis. Pada ujung prosesus tansversus

terdapat 2 buah tonjolan yaitu tuberculum anterius dan tuberculum posterius yang

dipisahkan oleh suatu alur yaitu sulcus spinalis tempat berjalannya nervus spinalis.

Prosesus spinosusnya pendek dan bercabang dua. Ruas pertama disebut atlas yang

memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis)

yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan.

- Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya

panjang dan melengkung. Facies articularis superior menghadap ke belakang dan

lateral dan facies articularis inferior menghadap ke depan dan medial.

- Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat, bersifat

pasif. Prosesus spinosusnya besar dan pendek. Facies prosesus artikularis superior
menghadap ke medial dan facies articularis inferiornya menghadap ke lateral.

Bagian ruas kelima agak menonjol disebut promontorium.

- Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas, ruas-ruasnya menjadi satu sehingga berbentuk

baji, yang cekung di anterior. Batas inferior yang sempit berartikulasi dengan

kedua os coxae, membentuk artikulatio sacroiliaca.

- Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan membentuk sebuah tulang

segitiga kecil, yang berartikulasi pada basisnya pada ujung bawah sacrum. Dapat

bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sacrum.

Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :
- Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada

diantaranya.

- Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri

atas lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars

artikularis, ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum,

ligamentum flavum, serta kapsul sendi.

- Korpus

Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai

beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk konvek dari arah

samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies superior berbentuk konkaf

pada lumbal 4-5.

- Arcus

Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus menuju

dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke arah lateral

yang disebut procesus spinosus.

- Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila dilihat

dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran yang

disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis.

Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi aktif.

Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :

- ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan

anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi.

- Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian

posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk

mengontrol gerakan fleksi.

- Ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang berfungsi

melindungi medulla spinalis dari posterior.

- ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi

mengontrol gerakan fleksi.5,6

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena

adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Bila dilihat
dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah

servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang

vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang

elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan

gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada

vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerakan yang

sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra

lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke

bawah lingkup geraknya makinkecil.7,8

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra

yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi

sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan

korpus vertebra yang berdekatan.

Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis

terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago

yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan

dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus intervertebralis

menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal

sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan

peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama

yaitu:

 Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:


- Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang

konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan

menyerupai gulungan per (coiled spring)

- Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus

- Daerah transisi.

 Nucleus pulposus

Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,

nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan

sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar

discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.

 Vertebral endplate

Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk batas

atas dan bawah dari diskus.

Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada nucleus

disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya vertebral end

plates. Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai kemampuan cukup untuk

bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan bentuk dari nukleus

pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan oleh karena adanya (1)

kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3) adanya

lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lemabaran annulus.9

Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan

(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan

menahan tekanan atau beban.

Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus

adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah :

- Ligamentum longitudinal anterior

- Ligamentum longitudinal posterior

- Corpus vertebrae dan periosteumnya

- Ligamentum supraspinosum

- Fasia dan otot

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang

terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital

magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri

dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :

- 8 pasang saraf servical.

- 5 pasang saraf thorakal.

- 5 pasang saraf lumbal.

- 5 pasang saraf sacral.

- 1 pasang saraf cogsigeal.

Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu

substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi

kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan


kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia

alba mengandung saraf myelin (akson).

Sumsum tulang belakang berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa

saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh.

Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang

diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat

berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada

kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat

sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral

mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.8

2.2 DEFINISI LOW BACK PAIN

Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat

menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa
diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau

lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.

LBP atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu dari gangguan muskuloskeletal,

gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi yang salah. LBP akut akan terjadi

dalam waktu kurang dari 12 minggu, sedangkan LBP kronik terjadi dalam waktu 6

bulan.

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), yang

termasuk dalam low back pain terdiri dari :

a. Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi:

Superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari

vertebra thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui

ujung prosesus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis

vertikal tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis.

b. Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal

imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis pertama, inferior

oleh garis transversal imajiner melalui spina iliaka superior posterior dan inferior.

c. Lumbasacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3

atas daerah sacral spina pain. Lumbasacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah

daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spina pain.

Klasifikasi nyeri kedua dibagi menjadi enam clinic- neurophatic, yaitu :

1. Nociceptive Pain
Nosiseptor pada kulit (cutaneous) terdiri dari fibrin myelinated A delta

dengan free nerve ending dan juga unmyelinated C dengan free ending. Nosiseptor

juga terjadi di otot, pembuluh darah, tendon dan pulpa. Nosiseptor dipicu oleh jumlah

mediator kimia (serotonin, bradikinin, substansi P) dimana mediator-mediator

tersebut akan dikeluarkan saat terjadi inflamasi.

2. Neurophatic Pain

Muncul karena adanya malfungsi pada sistem peripheral atau sentral. Nyeri

ini biasanya di interpertasikan seperti rasa terbakar. Disebutkan bahwa

nyeri neuropatik umumnya terjadi karena ada impuls abnormal yang dipicu dari

bagian neuron yang mengalami kerusakan.

3. Visceral Pain

Nyeri viseral menyebabkan nyeri yang luas. Biasanya tergantung dari serabut

simpatik aferen dengan cell bodies di posterior akar ganglia. Karena adanya

representasi pada CNS yang kurang tepat maka nyeri ini kurang terlokalisasi.

4. Psychogenic Pain

Depresi, ketidaknyamanan, dan lain-lain dapat menyebabkan nyeri kronis ini.

Nyeri psikogenik tidak konsisten dengan cedera pada jaringan atau insiden

nosiseptif.

5. Referred Pain
Nyeri alih merupakan nyeri yang paling umum yang terjadi pada region

orofasial. Sumber dari nyeri ini tidak sama dengan lokasi dimana nyeri dirasakan.

Alasan terjadinya nyeri alih belum jelas tetapi diperkirakan karena adanya tingkat

yang luas dari convergence imputs dari regio orofasial sehingga menyebabkan nyeri

alih. Spinal nucleus V menerima converging input dari nervus cranial VII, IX dan

lainnya. seperti contohnya gendang telinga bagian luar dipersyarafi oleh nervus

cranial V seperti gigi. Sakit gigi terutama pada anak-anak dapat dirasakan seperti

sakit telinga dan begitu juga sebaliknya.

6. Cancer Pain

Nyeri yang terselesaikan dari hasil nosiseptif, nyeri viseral dan neurogenik.

2.2 ETIOLOGI

 Organ yang mendasari

Berdasarkan organ yang mendasari, Low Back Pain dapat dibagi menjadi

beberapa jenis, yaitu:

a. LBP Viserogenik
Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera di daerah

pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri yang dirasakan tidak bertambah

berat dengan aktivitas tubuh, juga tidak berkurang dengan istirahat. Penderita

LBP viserogenik yang mengalami nyeri hebat akan selalu menggeliat untuk

mengurangi nyeri, sedang penderita LBP spondilogenik akan lebih memilih

berbaring diam dalam posisi tertentu untuk menghilangkan nyerinya.

b. LBP vaskulogenik

Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri punggung

atau nyeri menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteri glutealis superior dapat

menimbulkan nyeri di daerah bokong, yang makin memberat saat jalan dan

mereda saat berdiri. Nyeri dapat menjalar ke bawah sehingga sangat mirip

dengan iskialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak terpengaruh oleh presipitasi

tertentu misalnya : membungkuk, mengangkat benda berat yang mana dapat

menimbulkan tekanan sepanjang kolumna vertebralis. Kaludikatio intermitten

nyerinya menyerupai iskialgia yang disebabkan oleh iritasi radiks.

c. LBP neurogeik

- Neoplasma:

Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik, sensibilitas dan

vegetatif. Rasa nyeri sering timbul pada waktu sedang tidur sehingga

membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang bila penderita berjalan.

- Araknoiditis:
Pada keadaan ini terjadi perlengketan-perlengketan. Nyeri timbul bila

terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut.

- Stenosis kanalis spinalis :

Penyempitan kanalis spinalis disebabkan oleh proses degenerasi discus

intervertebralis dan biasanya di sertai ligamentum flavum. Gejala klinis

timbulnya gejala klaudicatio intermitten disertai rasa kesemutan dan nyeri

tetap ada walaupun penderita istirahat.

- LBP spondilogenik

Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna

vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan proses

patologik di artikulatio sacroiliaka.

- LBP psikogenik

Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi

atau campuran kedunaya.

- LBP osteogenik

Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis

tuberculosa, trauma yang dapat mengakibatkan fraktur maupun

spondilolistesis, keganasan, kongenital misalnya scoliosis lumbal, nyeri

yang timbul disebabkan oleh iritasi dan peradangan selaput artikulasi

posterior satu sisi, metabolik mislnya osteoporosis, osteofibrosis,

alkaptonuria, hipofosfatemia familial.

- LBP diskogenik
Spondilosis:

 Proses degenerasi yang progresif pada discus intervertebralis, sehingga

jarak antar vertebra menyempit, menyebabkan timbulnya osteofit,

penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi

persendian posterior. Rasa nyeri disebabkan oleh terjadinya

osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong duramater yang

mengakibatkan iskemi dan radang. Gejala neurologik timbul karena

gangguan pada radiks yaitu: gangguan sensibilitas dan motorik

(paresis, fasikulasi dan atrofi otot). Nyeri akan bertambah apabila

tekanan LCS dinaikkan dengan cara penderita disuruh mengejan

(percobaan valsava) atau dengan menekan kedua vena jugularis

(percobaan Naffziger).

Hernia nucleus pulposus (HNP):

 Keadaan dimana nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian

menekan ke arah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek.

Dasar terjadinya HNP yaitu degenerasi discus intervertebralis. Pada

umumnya HNP didahului oleh aktivitas yang berlebihan misalnya

mengangkat benda berat, mendorong barang berat. HNP lebih banyak

dialami oleh laki-laki dibanding wanita. Gejala pertama yang timbul

yaitu rasa nyeri di punggung bawah disertai nyeri di otot-otot sekitar

lesi dan nyeri tekan di tempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh spasme
otot-otot tersebut dan spasme ini menyebabkan berkurangnya lordosis

lumbal dan terjadi scoliosis. HNP sentral menimbulkan paraparesis

flaksid, parestesia dan retensi urin. HNP lateral kebanyakan terjadi

pada L5-S1 dan L4-L5 pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri terdapat di

punggung bawah, ditengah-tengah antara kedua bokong dan betis,

belakang tumit dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari V kaki juga

berkurang dan reaksi achilles negative. Pada HNP lateral L4-L5 rasa

nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral

bokong, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan

ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patella negative.

Sensibilitas pada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena,

menurun. Pada tes laseque akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian

belakang. Percobaan valsava dan naffziger akan memberikan hasil

positif.

Spondilitis ankilosa:

 Proses ini mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian menjalar keatas,

ke daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku di punggung

bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah mengadakan gerakan.

Pada foto rontgen terlihat gambaran yang mirip dengan ruas-ruas

bamboo sehingga disebut bamboo spine.

- LBP miogenik
Ketegangan otot :

 Sikap tegang yang berulang-ulang pada posisi yang sama akan

memendekan otot yang akhirnya akan timbul rasa nyeri. Rasa nyeri

timbul karena iskemia ringan pasa jaringan otot regangan yang

berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap tulang, serta regangan

pada kapsula.

Spasme otot atau kejang otot :

 Disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana jaringan otot

sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang

pemanasan. Gejalanya yaitu adanya kontraksi otot yang disertai

dengan nyeri hebat. Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri

sekaligus menambah kontraksi.

Defisiensi otot :

 Disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisme yang

berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi.

Otot yang hipersensitif :

 Menciptakan suatu daerah yang apabila dirangsang akan menimbulkan

rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu.

Berdasarkan mekanisme patologiknya dapat dibedakan menjadi:

a. Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama Low Back Pain.

Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan

aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang yang akut.

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan

kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan

terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot

cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun

pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak

mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut. Menurut Soeharso (1978), secara

patologis anatomis, pada Low Back Pain yang disebabkan karena trauma, dapat

ditemukan beberapa keadaan, seperti:

 Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca

Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri

pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan

saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan

kaki pada hip joint terbatas.

 Perubahan pada sendi Lumba Sacral

Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan

sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat
menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat

menyebabkan keterbatasan gerak.

b. Infeksi

Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan

oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi

kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta

kelemahan. Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial pada vertebra.

Artritis rematoid merupakan suatu proses yang melibatkan jaringan ikat

mesenkimal. Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama

spondilitis ankilosa atau bamboo spine terutama mengenai pria dan teruta

mengenai kolum vertebra dan persendian sarkoiliaka. Gejala yang sering

ditemukan ialah nyeri lokal dan menyebar di daerah pnggang disertai kekakuan

(stiffness) dan kelainan ini bersifat progresif.

c. Neoplasma

Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor jinak

dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering dijumpai

pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang menetap. Sifat nyeri lebih hebat dari

pada tumor ganas daripada tumor jinak. Contoh tumor tulang jinak ialah osteoma

osteoid, yang menyebabkan nyeri pinggang terutama waktu malam hari. Tumor

ini biasanya sebesar biji kacang, dapat dijumpai di pedikel atau lamina vertebra.

Hemangioma adalah contoh tumor benigna di kanalis spinal yang dapat


menyebabkan nyeri pinggang. Meningioma adalah tumor intradural dan

ekstramedular yang jinak, namun bila ia tumbuh membesar dapat mengakibatkan

gejala yang besar seperti kelumpuhan.

d. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada

tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada

daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan

anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang

disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain:

 Osteoartritis (Spondylosis Deformans)

Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga

menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan padaotot

atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra

yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia

muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke

pinggang.

 Penyakit Fibrositis

Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai

dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri

memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan.

e. Kongenital
Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri pinggang bawah yang

penting. Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah

adalah :

 Spondilolisis dan spondilolistesis

Pada Spondilolisis tampak bahwa sewaktu pembentukan korpus vertebrae

( in utero ) arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebraenya sendiri.

Pada spondilolistesis korpus vertebrae itu sendiri ( biasanya L5 ) tergeser ke

depan. Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi itu masih berada dalam

kandungan, namun ( oleh karena timbulnya kelinan-kelainan degeneratif )

sesudah berumur 35 tahun, barulah timbul keluhan nyeri pinggang. Nyeri

pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur. Dan akan

bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan. Spondilolitesis dapat

mengakibatkan tertekuknya radiks L5 sehingga timbul nyeri radikuler.

 Spina Bifida

Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil yang ditutupi oleh

kulit yang berbulu, maka hendaknya kita waspada bahwa didaerah itu ada

tersembunyi suatu spina bifida okulta.

Pada foto rontgen tampak bahwa terdapat suatu hiaat pada arkus spinosus di

daerah lumbal atau sakral. Karena adanya defek tersebut maka pada tempat itu

tidak terbentuk suatu ligamentum interspinosum. Keadaan ini akan menimbulkan


suatu “lumbo-sakral sarain” yang oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri

pinggang.

 Stenosis kanalis vertebralis

Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis. Walaupun penyakit

telah ada sejak lahir, namun gejala-gejalanya baru tampak setelah penderita

berumur 35 tahun. Gejala yang tampak adalah timbulnya nyeri radikuler bila si

penderita jalan dengan sikap tegak. Nyeri hilang begitu penderita berhenti jalan

atau bila ia duduk. Untuk menghilangkan rasa nyerinya maka penderita lantas

jalan sambil membungkuk.

 Spondylosis lumbal

Penyakit sendi degeneratif yang mengenai vertebra lumbal dan discus

intervertebralis, yang menyebabkan nyeri dan kekakuan.

 Spondylitis

Suatu bentuk degeneratif sendi yang mengenai tulang belakang. Ini

merupakan penyakit sistemik yang etiologinya tidak diketahui, terutama

mengenai orang muda dan menyebabkan rasa nyeri dan kekakuan sebagai akibat

peradangan sendi-sendi dengan osifikasi dan ankilosing sendi tulang belakang.

f. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat

mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi

pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum

dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk


dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya. Kehamilan dan

obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat

pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang

belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.

2.4. PATOFISIOLOGI
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang

tersusun atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus intervertebralis)

yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot

paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibelitas

sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap

sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan

vertikal pada saat berlari dan melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang

belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat

beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini.

Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan otot

tidak mampu mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga

pada saat facet joint lepas dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada

kedua permukaan facet joint menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang

akhirnya menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Obesitas, masalah

postur, masalah struktur, dan perengangan berlebihan pendukung tulang dapat

berakibat nyeri punggung. Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat


ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas

fibrokartilago dengan matrik gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang

padat dan tak teratur. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stress

mekanis paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan faset akan

mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang

menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut.

2.5. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko terjadinya Low Back Pain adalah sebagai berikut :

2.5.1. Usia

Secara teori, nyeri pinggang atau LBP dapat dialami oleh siapa saja, pada

umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur

0-10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu

yag lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai

dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai

pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama

semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.

2.5.2. Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri

pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang

dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan

ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu
proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat

penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

2.5.3. Faktor Indeks Massa Tubuh

 Berat Badan

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya nyeri pinggang

lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga

dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

 Tinggi Badan

Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban

anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.

2.5.4. Pekerjaan

Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban

berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab

serta penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli

pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari. Mengangkat beban

berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar resiko timbulnya keluhan nyeri

pinggang.

2.5.5. Aktivitas atau Olahraga

Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering

tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan.

Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi

yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran yang
terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang

mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis.

Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau menekuk ke muka.

Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak menopang spinal. Kasur

yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian tengahnya

lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk

mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat

setelah jongkok terlebih dahulu.

2.5.6. Faktor Risiko Lain

Kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis

degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang

berlebihan, hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam

waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran,

mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan

kehamilan. Merokok dikatakan dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri pinggang

bawah pada usia muda dengan odds ratio 2,4 95% CI 1,3-6,0.

Red Flags Low Back pain

Red Flags adalah indicator yang mungkin suatu kondisi serius untuk ditangani . Red Flags
dibuat untuk diindikasikan pada kondisi Low Back pain akut.

Possible Fracture Possible Tumour or Possible


Infection Significant
neurological
deficit
From history
Major Trauma a. Age > 50 or < 20 a. Severe
years progressive
Minortrauma
sensory
b. History of Cancer
osteoporotic alteration or
c. Constitutional weakness
symptoms (fever,
b. Blader or bowel
chills, weight loss)
dysfunction
d. Recent bacterial
infection

e. IV drug use

f. Immunospuresson

g. Pain worsening at
night or when supine
From physical examination
Evidence of
neurological deficits

Yellow Flags Low Back Pain

Yellow flags diindikasikan dengan factor resiko dari Low back pain yang berkaitan
dengan psikososial yang memungkinkan mempengaruhi timbulnya low back pain.

Faktor resiko yang termasuk dalam Yellow flags antara lain :


1. Yakin bahwa nyeri itu berbahaya
2. Menghindari beraktivitas dikarenakan takut terhadap rasa nyeri

3. Gangguan mood

4. Ekspektasi bahwa jika bertindak pasif akan lebih baik daripada


berkegiatan aktif

2.6. DIAGNOSIS

2.6.1. Anamnesis

Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:

a) Nyeri pinggang lokal

Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke

kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di bawahnya seperti

fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen.

b) Iritasi pada radiks

Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang

bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya

perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak

ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.

c) Nyeri rujukan somatis


Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada

dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam dapat

dirasakan di bagian lebih superfisial.

d) Nyeri rujukan viserosomatis

Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam ruangan

panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.

e) Nyeri karena iskemia

Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat

dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan

oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.

f) Nyeri psikogen

Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom

dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.

Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah

posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau

iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.

Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan

dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri

radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan rasio 80-20%

menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi.

Bila nyeri LBP lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan

adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.
Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa

gejala merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis.

Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi

diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2- 4

minggu.

Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang

biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun

sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif

sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng.

Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan

bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya

berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan

meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin

dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri

non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa

menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan

ataupun infeksi.

Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan

miksi-defekasi, karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana

harus dicari dengan teliti adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow

incontinence dan tidak adanya perasaan ingin miksi dan gejala-gejala ini merupakan
suatu keadaan emergensi yang absolut, yang memerlukan suatu diagnosis segera dan

dekompresi operatif segera, bila ditemukan kausa yang menyebabkan kompresi.

Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu

penyakit metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa

hilangnya nyeri tanpa terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu

penyembuhan, namun dapat pula berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga

perasaan nyeri hilang, walaupun kompresi radiks masih ada.

Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan dapat diperberat

dengan adanya depresi sehingga harus diberi pengobatan yang sesuai. Terdapat 5

tanda depresi yang menyertai nyeri yang hebat, yaitu anergi (tak ada energi),

anhedonia (tak dapat menikmati diri sendiri), gangguan tidur, menangis spontan dan

perasaan depresi secara umum.

2.6.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri punggung meliputi

evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi meliputi

evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.

a) Inspeksi :

o Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan

menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus.

o Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri

dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis.
Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot

paravertebral.

o Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

 Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

 Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada

tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis

lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga

menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

 Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada

tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi

diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal

tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di

sebelahnya (jackhammer effect).

b) Palpasi :

o Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu

keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).

o Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan

menekan pada ruangan intervertebralis.

o Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (stepoff) pada

palpasi di tempat/level yang terkena.

o Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari

adanya fraktur pada vertebra.


o Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.

o Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia

yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari

pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau

LMN.

c) Pemeriksaaan Motorik

o Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk

menemukan abnormalitas motoris.

o Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

 Berjalan dengan menggunakan tumit.

 Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.

 Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )

d) Pemeriksaan Sensorik

o Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari

penderita dan tak jarang keliru

o Nyeri dalam otot.

o Rasa gerak.

e) Refleks

o Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon

dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada

saraf spinal.

f) Special Test
o Tes Lasegue:

 Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak

dapatmengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus

ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati,

terutama pada herniasi discus lumbalis/ lumbo-sacralis.

o Tes Patrick dan anti-patrick:

 Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika gerakan

diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif pada

penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.

o Tes kernig:
 Pasien terlentang, paha difleksikan, kemudian meluruskan tungkai bawah

sejauh mungkin anpa timbul rasa nyeri yang berarti. Positif jika terdapat

spasme involunter otot semimembraneus, semitensinous, biceps femoris yang

membatasi ekstensi lutut dan timbul nyeri.

o Tes Naffziger:

 Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan meningkat,

akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul nyeri radikuler.

Positif pada spondilitis.

o Tes valsava:

 Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat, hasilnya

sama dengan percobaan Naffziger.

o Spasme m. psoas:

 Diperiksa pada pasien yang berbaring terlentang dan pelvis ditekan kuat –

kuat pada meja oleh sebelah tangan pemeriksa, sementara tangan lain

menggerakkan tungkai ke posisi vertical dengan lutut dalam keadaan fleksi

tegak lurus. Panggulsecara pasif mengadakan hiperekstensi ketika

pergelangan kaki diangkat. Terbatasnya gerakan ditimbulkan oleh spasme

involunter m.psoas.

o Tes Gaenselen:

 Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang diakibatkan sering

menyertai penyakit pada art. Lumbal / lumbosacral. Dengan pasien berbaring

terlentang, pemeriksa memegang salah satu ekstremitas bawah dengan kedua


belah tangan dan menggerakkan paha sampai pada posisi fleksi maksimal.

Kemudian pemeriksa menekan kuat – kuat ke bawah kearah meja dan ke atas

kearah kepala pasien, yang secara pasif menimbulkan fleksi columna spinalis

lumbalis.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang4,21

a) Laboratorium:

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED),

kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

b) Pungsi Lumbal (LP) :

LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan terjadi

transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit

meninggi sampai dua kali level normal.

c) Pemeriksaan Radiologis :

- Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang

dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif,

dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat

bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat

spasme otot paravertebral.


 CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level

neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.

 Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien

yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal.

CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat

dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada

pasien yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan

tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.

 MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan

menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah
ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang

paling terkena. MRI sangat berguna bila:

 vertebra dan level neurologis belum jelas

 kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak

 untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi

 kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

Mielografi atau CT mielografi dan atau MRI adalah alat diagnostik yang

sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau

ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah

adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.

Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus prolaps pada

mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%.


Diskografi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suatu zat kontras ke dalam nukleus
pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana
kontras hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi. Dengan adanya MRI
maka pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasif.

 Elektromiografi (EMG) :

Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis

sangat berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan

untuk :

- Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks

- Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer

- Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks

 Elektroneurografi (ENG)

Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer

tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik (Nerve

Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari

refleks dengan masa laten panjang seperti F-wave dan H-reflex. Pada gangguan

radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-kadang bisa menurun bila telah ada

kerusakan akson dan juga bila ada neuropati secara bersamaan.

 Potensial Cetusan Somatosensorik (Somato-Sensory Evoked Potentials/SSEP)

Kadang-kadang pemeriksaan SSEP diperlukan untuk membuat diagnosis

lesilesi yang lebih proksimal sepanjang jaras-jaras somatosensorik.


Semua tes mempunyai hasil yang positif palsu dan negatif palsu serta

penggunaan tes diagnostik lebih dari satu akan mempertajam akurasi diagnostik.

Harus diingat bahwa seluruh pemeriksaan tambahan ini dilakukan dalam kerangka

pemeriksaan klinis neurologis dan harus dievaluasi sebagai suatu kesatuan yang

menyeluruh sehingga sampai pada suatu kesimpulan diagnosis yang akurat sehingga

tindakan pembedahan yang berlebihan dapat dicegah.

2.7. PENATALAKSANAAN

2.7.1. Penatalaksanaan Low Back Pain Akut

Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan kombinasi dari

pemberian informasi, saran, analgesia, dan jaminan yang tepat. Pasien juga harus

disemangati untuk segera kembali bekerja. Penjelasan dan saran dapat juga dalam

bentuk tertulis. Kronisitas low back pain dapat dihindari dengan: memperhatikan

aspek psikologis gejala yang ada, menghindari pemeriksaan yang tidak perlu dan

berlebihan, menghindari penatalaksanaan yang tidak konsisten, serta memberikan

saran untuk mencegah rekurensi (seperti: menghindari pengangkatan beban yang

berat).

Faktor yang berhubungan dengan hasil dan kronisitas low back pain :

 Distress: reaksi depresif, ketidakberdayaan.

 Pemahaman tentang nyeri dan disabilitas: rasa takut dan kesalahpahaman tentang

nyeri.

 Faktor perilaku: menghindari gerakan-gerakan yang memperberat.

2.7.2. Mengidentifikasi Faktor Risiko ke Arah Kronisitas


Guidelines tatalaksana untuk strata 1 dititikberatkan pada identifikasi faktor

risiko ke arah kronisitas. Pendekatan yang berguna telah dikembangkan di New

Zealand. Bertujuan untuk mengikutsertakan semua pihak (pasien, keluarga,

paramedis, dan yang paling penting atasan pasien). Empat kelompok faktor risiko

(flags) untuk kronisitas berikut dengan strategi penatalaksanaan yang

direkomendasikan, termasuk pemakaian kuesioner skrining, struktur interview yang

sesuai dan pedoman manajemen perilaku. Fokusnya hanya pada faktor psikologis

yang mengarah ke kronisitas . Red flags akan mengidentifikasi sejumlah kecil pasien

yang membutuhkan rujukan ke ahli bedah. Begitu pula jika pasien bertendensi untuk

bunuh diri, harus dirujuk ke psikiater secepatnya. Kedua grup pasien ini harus

ditatalaksana secara terpisah.

2.7.3. Pedoman Penatalaksanaan Komprehensif Pasien dengan Nyeri

 Mendengarkan pasien dengan seksama.

 Memperhatikan perilaku pasien dengan cermat.

 Mendengarkan bukan hanya apa yang dikatakan, tetapi bagaimana hal tersebut

dikatakan.

 Empati terhadap perasaan pasien.

 Memotivasi agar pasien tidak merasa takut.

 Memperbaiki kesalahpahaman yang mungkin terjadi dalam konsultasi dokter-

pasien.

 Menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak membantu (atau bahkan merusak).

 Mengerti kondisi sosial ekonomi pasien.


2.7.4. Penatalaksanaan Low Back Pain Kronik yang menyebabkan Disabilitas

Penelitian telah menunjukkan bahwa pengaruh terpenting dalam

perkembangan kronisitas adalah psikologikal dibandingkan dengan biomekanikal.

Faktor-faktor psikologis yang dimaksud adalah distress berat, kesalahpahaman

tentang nyeri dan implikasinya, serta penghindaran aktivitas karena takut membuat

rasa nyeri bertambah parah. Terhadap pasien-pasien yang membutuhkan penanganan

rujukan spesialis, pilihan terapinya adalah interdisciplinary pain management

programme (IPMP). Dimana difokuskan pada fungsi dibandingkan penyakit,

tatalaksana dibandingkan penyembuhan, integrasi beberapa terapi spesifik,

penatalaksanaan multidisiplin, menekankan pada metode aktif daripada pasif, dan self

care daripada hanya menerima terapi.

2.7.5. Penatalaksanaan Low Back Pain Non Spesifik

 Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti

biasanya.

 Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat

dilakukan

 tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri.

 Medikasi: obat anti-nyeri diberikan dengan interval biasa dan digunakan hanya jika

diperlukan. Mulai dengan parasetamol atau NSAID. Jika tidak ada perbaikan, coba

campuran parasetamol dengan opioid. Pertimbangkan tambahan muscle relaxant

tetapi hanya untuk jangka pendek, mengingat bahaya ketergantungan.


 Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas

sehari-harinya dalam 4-6 minggu.

 Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasuskasus yang membutuhkan obat

penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu.

Terapi dan intervensi lain: belum ada penelitian mengenai terapi dengan traksi, termis

ultrasound, akupuntur, sabuk penyangga, ataupun pijatan.

2.7.6. Penatalaksanaan Low Back Pain dengan Nerve Root

 Aktivitas: pasien didorong melakukan beragam aktivitas walaupun

punggung/tungkai bawahnya nyeri.

 Tirah baring: mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan nyeri.

2.8. PENYAKIT YANG SERING MENYEBABKAN LOW BACK PAIN

2.8.1. HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

a) Definisi

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah menonjolnya nucleus pulposus ke

dalam kanalis vertebralis akibat degenerasi annulus fibrosus korpus vertebralis yang

merupakan penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat akut, kronik atau

berulang. HNP mempunyai banyak sinonim antara lain Herniasi Diskus

Intervertebralis, ruptured disc, slipped disc, prolapsus disc. Hernia Nucleus Pulposus

(HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang

belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan di salah satu

bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga
terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan

mengakibatkan penekanan radiks saraf. Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus

vertebra diatas atau bawahnya,

bisa juga langsung ke kanalis vertebralis.

b) Etiologi

HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis. Keadaan

patologis dari melemahnya annulus merupakan kondisi yang diperlukan untuk

terjadinya herniasi. Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat

terjadi karena terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang

salah. Pada posisi gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang

belakang akan terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong

cukup besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang melingkari

nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia nucleus

pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi pada pasien

tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang lemah (locus

minoris resistentiae).
Contoh kejadian sehari-hari yang dapat membuat terjadinya HNP adalah sebagai

berikut:

 Mengambil benda yang jatuh dilantai.

 Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat saat

tennis.

 Mengepel lantai.

 Tergelincir saat berjalan.

 Melompat.

 Mengambil sesuatu di atas lemari.

 Membungkuk tiba-tiba.

 Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.

 Berpijit dan punggungnya di injak-injak.

Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja terjadi,

tidak disengaja. Sehingga unsur ketidak sengajaan dan tiba-tiba memainkan peran

yang menonjol tercetusnya HNP.

Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra

karena salah posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte, degenerasi dan degidrasi

dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya

elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.


c) Faktor Risiko

Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :

 Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.

 Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.

 Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.

Faktor risiko yang dapat dirubah :

 Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik

barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada

punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti

supir.

 Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan

yang berat dalam jangka waktu yang lama.

 Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus

untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.

 Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat

menyebabkan strain pada punggung bawah.

 Batuk lama dan berulang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

 Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.

 Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.

 Keterampilan pekerja.

 Peralatan kerja beserta keamanannya.


d) Klasifikasi

Macnab’s Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan

MRImenjadi :

 Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati batas diskus

tetapi anulus tetap intak.

 Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang

mengalami robekan yang tidak komplit.

 Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang

mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum

longitudinalis posterior.

 Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus fibrosus

yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus yang berada

didalam diskus dan telah berada dalam kanal.

Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :

 Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan gangguan

pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau nielopati apabila mengenai

medula spinalis.

 Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan dengan

menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah tersebut, misal HNP

vertebra L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar saraf L5.


 Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung bawah.

Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5 akan mengenai akar

saraf L4 .

Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :

 Hernia Lumbosacralis, Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh

kejadian luka pada posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien

non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nucleus pulposus pada

ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau

ditunjukkan atau dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering

kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus

prolaps, mendorong ujungnya atau jumbainya dan melemahkan anulus posterior.

Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi

“extruded” dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih

sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya

terjadi pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka

mengenai sebuah serabut atau beberapa serabut saraf. Tonjolan yang besar dapat

menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.

 Hernia Servikalis

Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma

vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang.

Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang.

Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan
C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan

pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali

dengan beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.

 Hernia Thorakalis

Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya

terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan

melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese, kadang-

kadang serangannya mendadak dengan paraparese.

e) Patofisiologi

Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan

degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam

diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang

menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Melengkungnya

punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya atau merapatnya tulang

belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang, sehingga nucleus

pulposus akan terdorong ke belakang.

Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang yang

menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf spinal

serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus discus intervertebralis akan

menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang, bahkan dapat

menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah.


Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus

pulposus bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen

intervertebralis. Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat daripada

ligamentum longitudinalis posterior, maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke

arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut biasanya menggelembung berupa

massa padat dan tetap menyatu dengan badan diskus, walaupun fragmen-fragmennya

kadang dapat menekan keluar menembus ligamentum longitudinalis posterior dan

masuk lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis. Perubahan morfologik pertama

yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang rawan dari korpus

vertebra di dekatnya.

Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.

Karena adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan

timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya

menunggu waktu dan bisa terjadi pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat

diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu

terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nukleus

pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di atas atau di bawahnya. Bisa

juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Sobekan sirkumferensial dan radial

pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus

Schmorl atau merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau

kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai

iskhialgia atau siatika.


Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus

pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada

dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan

ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2,

dan terus ke bawah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di

garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi

HNP, sisa diskus intervertebral ini mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra

bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus

pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada

dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana

tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh

karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi,

maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna

anterior.

Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami

lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.


Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering terkena,

terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur diskus

lumbal yang lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif. Karena

hubungan anatomis pada vertebra lumbal, protrusi diskus biasanya menekan radiks

saraf yang muncul satu vertebra di bawahnya. Jika terdapat fragmen diskus bebas,

biasanya mengenai radiks yang muncul di atas diskus yang mengalami herniasi.

Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:

 Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu

menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi

L5-S1.

 Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat

tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan

pada sendi L5-S1.

 Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum

longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus.

Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.


Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu

perubahan yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan

menekan akar–akar saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar kemungkinan

terjadi di bagian koluma yang lebih banyak bergerak (Perbatasan Lumbo Sakralis dan

Servikotoralis).

Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5

sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf

pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena

neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.

Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar

protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal

meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.

Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau

tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan

herniasi nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan

keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal

maka terjadilah herniasi.

f) Manifestasi Klinis

Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal

(jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan

perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Penekanan

terhadap radiks posterior yang masih utuh dan berfungsi mengakibatkan timbulnya
nyeri radikular. Jika penekanan sudah menimbulkan pembengkakan radiks posterior,

bahkan kerusakan structural yang lebih berat gejala yang timbul ialah hipestesia atau

anastesia radikular. Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif diradiks posterior

tingkat cervical dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.

Sedangkan nyeri radikular yang dirasakan sepanjan tungkai dinamakan iskialgia,

karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan. iskiadikus dan lanjutannya ke perifer.

Gejala klasik dari HNP lumbal adalah : nyeri punggung bawah yang

diperberat dengan posisi duduk dan nyeri menjalar hingga ekstremitas bawah. Nyeri

radikuler atau sciatica, biasanya digambarkan sebagai sensasi nyeri tumpul, rasa

terbakar atau tajam, disertai dengan sensasi tajam seperti tersengat listrik yang

intermiten. Level diskus yang mungkin mengalami herniasi dapat dievaluasi

berdasarkan distribusi tanda dan gejala neurologis yang timbul.

Sindrom lesi yang terbatas pada masing – masing radiks lumbalis :

 L3 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L3,

parestesia otot quadrisep femoris, reflex tendon kuadrisep (reflex patella)

menurun atau menghilang.

 L4 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L4,

parestesia otot kuadrisep dan tibialis anterior dan tibialis anterior, reflex

patella berkurang.

 L5 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L5,

parestesis dan kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis longus dan

digitorium brevis, tidak ada reflex tibialis posterior.


 S1 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom S1,

paresis otot peronealis dan triseps surae, hilangnya reflex triseps surae (reflex

tendon Achilles).

g) Penatalaksanaan

 Terapi Konservatif

Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik

pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara

keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat

dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik.

Dengan cara ini, lebih dari 95% penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas

normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat perawatan

lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan. Terapi konservatif

meliputi ;
 Tirah baring

Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal,lama

yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot

melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah

baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung

bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan

memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.

 Medikamentosa

 Analgetik dan NSAID.

 Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.

 Opioid : tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian jangka

panjang dapat menyebabkan ketergantungan.

 Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat

dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.

 Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis

 Terapi Fisik

 Traksi pelvis

Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti

bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi

dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam

kecepatan penyembuhan.

 Diatermi atau kompres panas/dingin


Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme

otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila

terdapat edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun

dingin.

 Korset lumbal

Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan untuk

mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeriHNP kronis. Sebagai penyangga

korsetdapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme.

 Latihan

Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung seperti

jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan.

Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas

sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan

tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.

 Proper Body Mechanics

Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk

mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip dalam menjaga posisi

punggung adalah sebagai berikut:

 Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perutditegangkan, punggung

tegak danlurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.


 Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke

pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat

panggul dan berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri

tumpukan tangan pada paha untuk membantu posisi berdiri.

 Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan

menggeser posisipanggul.

 Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri

badan diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.

 Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti

hendak jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan

mengencangkan otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat

dengan cara meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan

diletakkan sedekat mungkin dengan dada.

 Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung

dan kakiharus berubah posisi secara bersamaan.

 Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok

dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak

membebani punggung saat bangkit.

 Pembedahan
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga

nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus

berdasarkanalasan yang kuat yaitu berupa:

 Defisit neurologik memburuk.

 Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).

 Paresis otot tungkai bawah

o Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus

intervertebral

o Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis

spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,

mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan

radiks.

o Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.

o Disektomi dengan peleburan.


Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk

mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan untuk memindahkan

bagian yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2 – 3 hari tinggal

dirumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi untuk

mengurangi resiko pengumpulan darah. Untuk

sembuh total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang

harus ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus. Operasi yang lebih

ekstensif mungkin diperlukan

dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (recovery).

o Microdisectomy

Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan

fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan

raydan chemonucleosis.

Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut chymopapain) kedalam

herniasi diskus untuk melarutkan substansi gelatin yang menonjol. Prosedur ini

merupakan salah satu alternatif disectomy pada kasus-kasus tertentu.

h) Pencegahan33

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya Low Back

Pain yang disebabkan karena trauma yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat

seperti mengangkat barang yang berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang

lanjut usia. Bila terjadi fraktur atau dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk
menghindari komplikasinya terhadap diskus intervertebralis yang pada akhirnya

memperbesar kemungkinan untuk mengalami herniasi nukleus pulposus.

Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :

 Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak

mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.

 Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

Hal-hal yang harus diperhatikan sbb :

 Pegangan harus tepat.

 Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus.

 Punggung harus diluruskan.

 Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan

gerakan. Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh

belakang diluar.

 Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.

 Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk

gerakan dan perimbangan.

 Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang

melalui pusat gravitasi tubuh.

Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan

mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:

 Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi momentum

yang terjadi dalam posisi mengangkat.


 Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk

gerakan dan perimbangan.

 Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang

melalui pusat gravitasi tubuh.

Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu hindari

manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut.

2.8.2. Spinal Stenosis

Stenosis tulang belakang lumbal (penyempitan pada ruang saraf) terjadi akibat

penyempitan kanal spinal secara perlahan, mulai dari gangguan akibat penebalan

ligamen kuning, sendi faset yang membesar, dan diskus yang menonjol. Penyempitan

yang cukup signifikan dapat menyebabkan kompresi saraf, yang menyebabkan gejala

nyeri, termasuk nyeri punggung bawah, nyeri pantat, dan rasa sakit di kaki dan mati
rasa yang semakin memburuk saat berjalan dan berkurang saat istirahat. Biasanya

seseorang dengan stenosis tulang belakang memiliki keluhan khas nyeri yang luar

biasa pada tungkai atau betis dan punggung bagian bawah bila berjalan. Hal ini

biasanya terjadi berulang kali dan hilang dengan duduk atau bersandar. Saat tulang

belakang dibungkukkan, akan tersedia ruang yang lebih luas bagi kanal spinal,

sehingga gejala berkurang. Meskipun gejala dapat muncul akibat penyempitan kanal

spinal, tidak semua pasien mengalami gejala. Belum diketahui mengapa sebagian

pasien mengalami gejala dan sebagian lagi tidak. Karena itu, istilah stenosis tulang

belakang bukan merujuk pada ditemukannya penyempitan kanal spinal, namun lebih

pada adanya nyeri tungkai yang disebabkan oleh penekanan saraf yang terkait.

Penyebab

Penyebab paling umum dari stenosis tulang belakang lumbar adalah arthritis

degeneratif dan penyakit degeneratif diskus. Seperti sendi lain dalam tubuh, arthritis

biasanya terjadi di tulang belakang sebagai bagian dari proses penuaan yang normal

dan sebagai akibat osteoarthritis. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya tulang rawan

antara tulang pada sendi, pembentukan taji tulang (osteofit), hilangnya ketinggian

normal dari diskus antara vertebrae tulang belakang (penyakit degeneratif diskus,

juga dikenal sebagai spondylosis), dan pertumbuhan berlebih (hipertrofi) dari struktur

ligamen. Degenerasi lebih lanjut dari diskus lumbar dapat menyebabkan pergeseran

dari satu vertebra ke vertebra yang lain, sebuah proses disebut sebagai

spondylolesthesis. Masing-masing proses dapat mengurangi ruang normal yang

tersedia bagi saraf di kanal tulang belakang dan mengakibatkan tekanan langsung
pada jaringan syaraf untuk menyebabkan gejala stenosis tulang belakang lumbar.

Stenosis tulang belakang lumbar juga dapat disebabkan oleh kondisi lain yang

mengurangi ruang dari kanal tulang belakang atau foramen vertebra. Ini dapat

termasuk :

 Tumor

 Infeksi

 Gangguan metabolisme tulang yang menyebabkan pertumbuhan tulang,

seperti penyakit tulang Paget.

Gejala dan Tanda

Stenosis tulang belakang lumbar dapat menyebabkan :

 Nyeri punggung bawah

 Kelemahan (kelumpuhan)

 Mati rasa / baal

 Nyeri

 Kesemutan

Dalam kebanyakan situasi, gejala membaik ketika pasien duduk atau bersandar ke

depan. Biasanya, sensasi nyeri yang menjalar dengan cepat ke kaki (shooting

sensation) muncul saat berjalan dan berkurang dengan istirahat. Berdiri dan

membungkuk ke belakang dapat membuat gejala lebih buruk. Hal ini terjadi karena

pada saat membungkuk ke depan menyebabkan meningkatnya ruang di kanal tulang

belakang dan foramina tulang belakang, sementara membungkuk ke belakang

mempersempit ruang ini. Oleh karena itu lebih nyaman bagi pasien untuk duduk atau
bersandar ke depan. Pasien sering tidak bisa berjalan untuk jarak jauh dan sering

menyatakan bahwa gejala mereka membaik saat membungkuk sambil berjalan.

Gejala biasanya memburuk dengan waktu. Hal ini karena arthritis degeneratif adalah

penyakit progresif yang secara bertahap menjadi lebih parah dengan waktu. Jika tidak

diobati, kompresi pada saraf dari stenosis tulang belakang lumbar dapat menyebabkan

kelemahan dan hilangnya fungsi sensasi dari kaki. Hal ini juga dapat menyebabkan

hilangnya kontrol usus dan kandung kemih dan hilangnya fungsi seksual.

Faktor Resiko

Risiko terjadinya stenosis tulang belakang meningkat pada orang yang:

 Terlahir dengan kanal spinal yang sempit

 Berjenis kelamin wanita

 Berusia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan

pertambahan usia)

 Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya

Diagnosis

Diagnosis spinal stenosis biasanya ditegakkan secara klinis. Penting selama

evaluasi klinis untuk menyingkirkan adanya penyakit pembuluh darah perifer

(berkurangnya aliran darah ke tungkai) sebagai kemungkinan diagnosis. Pemeriksaan

untuk memastikan stenosis tulang belakang mencakup penggunakan sinar x.

Pemeriksaan khusus seperti MRI akan menunjukkan tingkat ketinggian dan

penyebab, serta beratnya stenosis spinal. Dalam beberapa kasus, tes saraf khusus

termasuk electromyogram (EMG) atau studi konduksi saraf dapat dilakukan. Tes ini
dapat mengidentifikasi kerusakan atau iritasi saraf yang disebabkan oleh kompresi

jangka panjang dari stenosis tulang belakang. Tes-tes ini juga dapat membantu

menentukan dengan tepat mana saraf yang terlibat.

Penatalaksanaan

Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif, kita dapat menangani

stenosis tulang belakang menggunakan tindakan konservatif berikut ini:

 Obat antiinflamasi nonsteroid untuk mengurangi inflamasi dan

menghilangkan nyeri.

 Analgesik untuk menghilangkan nyeri.

 Blok akar saraf dekat saraf yang terkena untuk menghilangkan nyeri

sementara.

 Program latihan dan/atau fisioterapi untuk mempertahankan gerakan tulang

belakang, memperkuat otot perut dan punggung, serta membangun stamina,

semua hal tersebut membantu menstabilkan tulang belakang. Beberapa pasien

dapat didorong untuk mencoba aktivitas aerobik dengan gerak progresif

perlahan seperti berenang atau menggunakan sepeda latihan.

 Korset lumbal untuk memberikan dukungan dan membantu pasien

mendapatkan kembali mobilitasnya. Pendekatan ini terkadang digunakan pada

pasien dengan otot perut yang lemah atau pasien berusia lanjut dengan

degenerasi beberapa tingkat. Korset hanya dapat digunakan sementara, karena

penggunaan jangka panjang dapat melemahkan otot punggung dan perut.


 Akupunktur dapat menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada kulit melalui

berbagai teknik, sebagian besar dengan memanipulasi jarum tipis dan keras

dari bahan metal yang memenetrasi kulit.

Pada banyak kasus, keadaan yang menyebabkan stenosis spinal tidak dapat

diatasi secara permanen melalui terapi nonbedah, meskipun usaha ini dapat

menghilangkan nyeri selama beberapa waktu. Operasi mungkin dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan sesegera mungkin apabila pasien mengalami rasa

baal atau kelemahan yang mengganggu proses berjalan, gangguan fungsi usus besar

(buang air besar) atau kandung kemih (buang air kecil). Efektivitas terapi nonbedah,

beratnya nyeri yang dialami pasien, dan pilihan pasien, semua dapat merupakan

faktor yang mempengaruhi apakah operasi akan dilakukan atau tidak. Tujuan operasi

adalah untuk menghilangkan tekanan pada saraf, serta mengembalikan dan

mempertahankan kesegarisan tulang belakang. Hal ini dapat dilakukan dengan

laminektomi dekompresi, yakni pengangkatan lamina (atap) pada satu atau lebih

tulang belakang untuk memberikan ruang bagi saraf. Apabila segmen tulang belakang

yang terkena juga dianggap tidak stabil (misalnya spondilolistesis atau subluksasi

lateral pada skoliosis degeneratif) atau menjadi penyebab yang signifikan dari nyeri

punggung yang dialami pasien, fusi mungkin juga akan dilakukan pada saat yang

bersamaan. Fusi seringkali melibatkan penggunaan tulang pasien sendiri dari lamina

atau faset yang diangkat, ditambah dengan sekrup pedikel dari titanium.
\\

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono (Ed). Kapita selekta neurologi edisi kedua. Gadjah Mada University
Press, 2007 h. 265-284
2. Rathmell, JP. A 50-year-old man with chronic low back pain. JAMA
2008;299(17):2066-2077
3. Atlas SJ. Nonpharmacological treatment for low back pain: duration of
symptoms influences initial management. J Musculoskel Med 2010; 27: 20-
27.
4. Dewanto G, Wita JS, Budi R, Yuda T. Diagnosis dan tata laksana penyakit
saraf. EGC, 2009, hal. 128-131
5. Chou R, Amir Q, Vincenza S , Donald C, Thomas C, Paul S et al. Clinical
Guidelines: Diagnosis and treatment of low back pain: a joint clinical practice
guideline from the American college of physicians and the American pain
society. Ann Intern Med. 2007;147:478-491
6. Lumbantobing SM, Tjokronegoro A, Junada A. Nyeri Pinggang Bawah.
Jakarta. Fakultas . Kedokteran Universitas Indonesia. 1983
7. Nursamsu, Handono Kalim. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang.
Malang. Lab./SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Brawijaya. 2004
8. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC. 2002

Anda mungkin juga menyukai