PENDAHULUAAN
Anemia adalah suatu masalah kesehatan global yang terjadi pada negara
berkembang maupun negara maju, dapat terjadi pada seluruh fase kehidupan, namun
paling sering terjadi pada wanita hamil dan anak-anak.Anemia merupakan salah satu
indikator buruknya nutrisi dan status kesehatan seseorang. Anemia dapat
meningkatkan risiko mortalitas ibu dan anak, menghambat perkembangan kognitif
dan psikologis anak, dan menurunkan produktifitas seseorang.1
Secara global, berdasarkan data WHO tahun 1993 hingga 2005, anemia
diderita oleh 1,62 milyar orang. Prevalensi tertinggi terjadi pada anak usia belum
sekolah, dan prevalensi terendah pada laki-laki dewasa. Asia tenggara merupakan
salah satu daerah yang dikategorikan berat dalam prevalensi anemia.2
Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. Anemia
dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu usia, jenis kelamin, dan populasi. Diagnosis
anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering
tidak khas. 1,2
Suatu anemia gravis dikatakan bila konsentrasi Hb ≤ 7 g/dL selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih. Anemia gravis dapat dikarenakan kanker, malaria,
thalassemia mayor, defisiensi besi, leukemia, dan infeksi cacing. Akupunktur dapat
menangani anemia, yaitu dengan menggunakan titik Zusanli (ST 36). Penelitian
menunjukkan titik Zusanli (ST 36) dapat meningkatkan kadar ferritin serum dan
mengurangi TIBC (Total Iron Binding Capacity). 1,2
Anemia merupakan salah satu faktor komorbid penting yang sering ditemukan
pada pasien dengan gagal jantung. Definisi anemia berdasarkan World Health
Organization (WHO) dikutip dari 1 adalah Hb < 13 gr% untuk laki-laki, dan < 12
gr% untuk perempuan. Prevalensi anemia pada gagal jantung bervariasi dari 12-55 %.
Luasnya variasi prevalensi anemia ini disebabkan oleh ketidakseragaman definisi
yang dipakai sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis anemia pada berbagai studi
yang dilakukan. Beberapa studi menggunakan definisi berdasarkan WHO sebagai
dasar diagnosis anemia, sementara studi lain menggunakan batasan Hb < 12 gr%
sebagai definisi anemia secara umum, tanpa memandang jenis kelamin maupun umur
penderita. 3
Tatalaksana pasien anemia dengan rawat inap, komplikais yang paling sering
adalah Pneumonia. Pneumonia komunitas merupakan proses inflamasi yang terjadi di
parenkim paru yang menjadi penyebab kematian tertinggi pada lanjut usia,
Berdasarkan WorldHealth organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian
pada usia lanjut berkisar 167 per 100.000 penduduk, di mana sekitar 70 persennya
terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Di
Amerika Serikat terdapat 5-10 juta kasus CAP (Community acquired pneumonia)
setiap tahunnya dan dirawat di rumah sakit sebanyak 1,1 juta serta 45.000 setiap
tahunnya meninggal dunia. CAP juga merupakan infeksi utama penyebab kematian di
negara-negara berkembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANEMIA GRAVIS
1. Definisi
Anemia gravis adalah anemia apabila konsentrasi Hb ≤ 7 g/dL selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih.Anemia gravis timbul akibat penghancuran sel darah merah
yang cepat dan hebat.Anemia gravis lebih sering dijumpai pada penderita anak-anak.
Anemia gravis dapat bersifat akut dan kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh
anemia defisiensi besi (ADB), sickle cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis,
anemia aplastik dan leukemia. Anemia gravis kronis juga dapat dijumpai pada infeksi
kronis seperti tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria,
cacing dan lainnya. Anemia gravis sering memberikan gejala serebral seperti tampak
bingung, kesadaran menurun sampai koma, serta gejala-gejala gangguan jantung-
paru3,4
2. Epidemiologi
Menurut Organisasi Kesehatan dunia (WHO), tahun 2005 didapati 1.62 milyar
penderita anemia di seluruh dunia. Angka prevalensi anemia di Indonesia menurut
Husaini dkk (2008) terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Pravalensi anemia di Indonesia
Kelompok Populasi Angka Pravalensi
Anak prasekolah (balita) 30-40%
Anak usia sekolah 23-35%
Wanita dewasa 30-40%
Wanita hamil 50-70%
Laki-laki dewasa 20-30%
Pekerja berpenghasilan rendah 30-40%
Anak prasekolah (balita) 30-40% Anak usia sekolah 23-35% Wanita dewasa
30-40% Wanita hamil 50-70% Laki-laki dewasa 20-30% Pekerja berpenghasilan
rendah 30-40% Sumber. Pravalensi anemia gravis tertinggi terdapat pada ibu hamil
yaitu sebanyak 50-70% dan yang paling rendah yaitu pada laki-laki dewasa sebanyak
20-30%. 5
Anemia lebih sering ditemukan pada masa kehamilan karena selama masa
kehamilan keperluan zat-zat gizi bertambah dan adanya perubahan-perubahan dalam
darah dan sumsum tulang. Angka pravalensi anemia di dunia sangat bervariasi
tergantung pada geografi. Salah satu faktor determinan utama adalah taraf sosial
ekonomi masyarakat. Sedangkan prevalensi anemia gravis sendiri menurut WHO
mencapai angka lebih dari 40% dalam satu populasi.5
e) Leukemia
Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang
abnormal dan ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah berlebihan yang
dapat menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopenia17. Leukemia adalah
keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi
(maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi
ekspansif progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang. Pada
leukemia terjadi proliferasi dari salah satu sel yang memproduksi sel darah yang
ganas. Sel yang ganas tersebut menginfiltrasi sumsum tulang dengan menyebabkan
kegagalan fungsi tulang normal dalam proses hematopoetik normal sehingga
menimbulkan gejala anemia gravis9
f) Infeksi Cacing
Infeksi cacing tambang khususnya Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale adalah penyebab tersering anemia. Habitat cacing ini berada dalam usus
manusia. Selain mengisap darah, cacing tambang juga menyebabkan perdarahan pada
luka tempat bekas tempat isapan. Infeksi oleh cacing tambang menyebabkan
kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami anemia. 10
Kehilangan zat besi secara patologis paling sering terjadi akibat perdarahan
saluran cerna. Prosesnya sering tiba-tiba. Perdarahan akibat cacing tambang dan
Schistosoma merupakan penyebab tertinggi terjadinya perdarahan saluran cerna dan
seterusnya mengakibatkan anemia defisiensi besi. 10
g) Sferositosis herediter (SH)
Sferositosis herediter (SH) merupakan salah satu jenis anemia hemolitik
turunan yang disebabkan oleh kerusakan pada membran eritrosit. Kerusakan terjadi
sebagai akibat defek molekular pada satu atau lebih protein sitoskleletal sel darah
merah yang terdiri dari spektrin, ankirin, band 3 protein, dan protein. Defek pada
beberapa protein skeletal membran yang berbeda dapat menyebabkan sferositosis
herediter; semua ini secara primer atau sekunder akan menimbulkan defisiensi
spektrin yaitu protein struktur (meshwork) yang berkaitan dengan membran internal
sel darah merah. Sel darah merah yang kurang mengandung spektrin memiliki
membran yang tidak stabil dan mudah terfragmentasi secara spontan. Berkurangnya
luas permukaan yang ditimbulkan menyebabkan sel darah merah tersebut berbentuk
sferoid; sferosit semacam ini memiliki fleksibilitas membran yang berkurang dan
terperangkap serta dihancurkan dalam korda limpa.10
h) Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum
tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur
pembentuk darah dalam sumsum. Hal ini khas dengan penurunan produksi eritrosit
akibat pergantian dari unsur produksi eritrosit dalam sumsum oleh jaringan lemak
hiposeluler. Penurunan sel darah merah (hemoglobin) menyebabkan penurunan
jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan, seningga menimbulkan gejala-gejala
anemia .10
Patofisiologi dari anemia aplastik biasanya disebabkan oleh dua hal yaitu
kerusakan pada sel induk pluripoten yaitu sel yang mampu berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel-sel darah yang terletak di sumsum tulang dan karena
kerusakan pada microenvironment. Gangguan pada sel induk pluripoten ini menjadi
penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami
gangguan gagal membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah yang baru.
Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten ataupun karena
fungsinya yang menurun.10
4. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala klinis anemia yang muncul merefleksikan gangguan fungsi
dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak.
berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni
lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang
terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian
terasa melayang. Namun pada anemia berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan
jantung.
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah:3,5,8
(White Blood Cell / WBC), trombosit (platelet), eritrosit (Red Blood Cell
/ RBC), indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap Darah atau
Width (RDW).
instansi).
6. Tatalaksana
5. Pembatasan Aktivitas
Aktivitaspasien dengananemia beratharusdibatasisampaisebagian anemia
dapat disembuhkan. Transfusisering dapatdihindaridengan bed rest,
terapidapat dilakukanuntuk pasiendengananemiayang dapat
disembuhkan(misalnya anemia pernisiosa). 12,15
7. Komplikasi
1. Gangguan Perkembangan Fisik dan Mental
Pada anak-anak, anemia gravis akibat defisiensi besi dapat
berkomplikasi kepada gangguan dalam perkembangan fisik dan mental. Ada
bukti menyatakan bahwa anemia defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan
pada perilaku dan fungsi intelektual anak1. Anemia gravis akibat defisiensi
besi menyebabkan gangguan perkembangan neurologik pada bayi dan
menurunkan prestasi belajar pada anak usia sekolah karena zat besi telah
dibuktikan berperan penting dalam fungsi otak dan penelitian pada hewan
coba menunjukkan berlakunya perubahan perilaku dan fungsi
neurotransmitter pada hewan coba yang kekurangan zat besi. Dari beberapa
penelitian yang dilakukan di Chile, Indonesia, India dan USA didapatkan
bahwa anemia defisiensi besi secara konklusifnya mengganggu perkembangan
psikomotor dan fungsi kognitif pada anak usia sekolah. Anak-anak yang
diberikan suplementasi besi merasa kurang lelah dan kemampuan mereka
untuk berkonsentrasi semasa pembelajaran juga meningkat.Nilai IQ
(Intelligent Quotient) pada anak yang mengalami kurang zat besi ditemukan
dengan jelas lebih rendah berbanding anak yang tidak mengalami anemia
defisiensi besi. 12,13
Terdapat 3 proses yang menjadi dasar penyebab gangguan kognitif
pada anemia defisiensi besi. Penyebab pertama ialah gangguan pembentukan
myelin.Mielinisasi memerlukan besi yang cukup dan tidak dapat berlangsung
baik bila oligodendrosit yaitu sel yang memproduksi myelin mengalami
kekurangan besi.Mielin ini penting untuk kecepatan penghantaran rangsang.
Penyebab yang kedua ialah gangguan metabolisme neurotransmitter. Hal ini
terjadi karena gangguan sintesa serotonin, norepinefrin, dan dopamin.
Dopamin mempunyai efek pada perhatian, penglihatan, daya ingatan, motivasi
dan kontrol motorik.Penyebab seterusnya ialah gangguan metabolisme energi
protein. Gangguan ini terjadi karena besi merupakan ko-faktor pada
ribonukleotida reduktase yang penting untuk fungsi dan metabolisme lemak
dan energi otak. Semakin dini usia dan lama saat terjadi anemia dan semakin
luas otak yang terkena, akan menyebabkan gangguan fungsi kognitif semakin
permanen dan sulit diperbaiki. 12,13
2. Penyakit Kardiovaskular
Pada keadaan anemia dengan kadar hemoglobin < 7g/dL
mengakibatkan kapasitas pengangkutan oksigen oleh sel darah merah
menurun. Suatu proses pengantaran oksigen ke organ ataupun jaringan
dipengaruhi oleh tiga faktor di antaranya faktor hemodinamik yaitu cardiac
output dan distribusinya, kemampuan pengangkutan oksigen di darah yaitu
konsentrasi hemoglobin, dan oxygen extraction yaitu perbedaan saturasi
oksigen antara darah arteri dan vena13
Pada keadaan anemia terjadi perubahan nonhemodinamik dan
hemodinamik sebagai kompensasi dari penurunan konsentrasi hemoglobin.
Mekanisme nonhemodinamik diantaranya yaitu peningkatan produksi
eritropoetin untuk merangsang eritropoesis dan meningkatkan oxygen
extraction. Ketika konsentrasi hemoglobin di bawah 10 g/dL, faktor
nonhemodinamik berperan dan terjadi peningkatan cardiac output serta aliran
darah sebagai kompensasi terhadap hipoksia jaringan. Kompensasi
mekanisme hemodinamik bersifat kompleks, antara lain terjadi penurunan
afterload akibat berkurangnya tahanan vaskular sistemik, peningkatan preload
akibat peningkatan venous return dan peningkatan fungsi ventrikel kiri yang
berhubungan dengan peningkatan aktivitas simpatetik dan faktor inotropik.
Pada anemia kronik, terjadi peningkatan kerja jantung menyebabkan
pembesaran jantung dan hipertrofi ventrikel kiri13
3. Hipoksia Anemik
Tujuan dasar sistem kardiorespirasi adalah untuk mengirim oksigen
(dan substrat) ke sel-sel dan membuang karbon dioksida (dan hasil metabolik
lain) dari sel-sel. Pertahanan yang sesuai dari fungsi ini tergantung pada
sistem respirasi dan kardiovaskuler yang intak dan suplai udara yang
diinspirasi yang mengandung oksigen adekuat.Perubahan teganagan oksigen
dan karbon diaoksida serta perubahan konsentrasi intraeritrosit dari komponen
fosfat organik, terutama asam 2,3-bifosfogliserat, menyebabkan pergeseran
kurva disosiasi oksigen. Bila hasil hipoksi sebagai akibat gagal pernafasan,
PaCO2 biasanya meningkat dan kurva disosiasi bergeser kekanan. Dalam
kondisi ini, persentase saturasi hemoglobin dalam darah arteri pada kadar
penurunan tegangan oksigen alveolar (PaCO2) yang diberikan13
Setiap penurunan kadar hemoglobin akan disertai dengan penurunan
kemampuan darah dalam mengangkut oksigen. PaCO2 tetap normal, tetapi
jumlah absolut oksigen yang diangkut perunit volume darah akan berkurang.
Ketika darah yang anemik melintas lewat kapiler dan oksigen dalam jumlah
yang normal dikeluarkan dari dalam darah tersebut, maka PaCO2 di dalam
darah vena akan menurun dengan derajat penurunan yang lebih besar daripada
yang seharusnya terjadi dalam keadaan normal12
8. Prognosis
Anemia akibat pendarahan dari vasises esophagus. Sekitar 30% pasien dengan
sirosis meninggal akibat pendarahan visceral. Pasien denganpenyakit
hatikelasChildCmemiliki tingkat kematian50%. Tingkat perdarahan ulang pada
pasien yang diobati secara medis adalah lebih dari 70%. 12,13
B. Heart Failure
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi
gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal
ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium
ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat
menunda atau bahkan mencegah perkembangan penyakit menjadi gagal jantung.
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. 16,17
Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium,
pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan
Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung
koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab paling sering
pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. 16, 17
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan
neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada
ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini
menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin –
Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic
peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor
menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini
timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi
dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan
konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus
vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi
natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.19,20,21
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide
(BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan
ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan
saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain
natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan
tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi
ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic
peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya
sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada
penderita gagal jantung. Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat
kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan
pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia. Endotelin
disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor
yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan
semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan
dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan
kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor
yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat
endotelin. Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan
gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati
hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid.
Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki
kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering
ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul
sendiri. 19,20,21
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.20,21
kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi
keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk
Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring)
c. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.
d. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri
khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah
f. Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat
inspirasi.
h. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari)
yang mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan
anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena
sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun
1) Definisi
Anemia merupakan salah satu faktor komorbid penting yang sering ditemukan.
Definisi anemia berdasarkan World Health Organization (WHO) adalah Hb < 13 gr%
untuk laki-laki, dan < 12 gr% untuk perempuan. Anemia pada gagal jantung
2) Epidemiologi
Prevalensi anemia pada gagal jantung bervariasi dari 12-55 %. Luasnya variasi
sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis anemia pada berbagai studi yang
diagnosis anemia, sementara studi lain menggunakan batasan Hb < 12 gr% sebagai
definisi anemia secara umum, tanpa memandang jenis kelamin maupun umur
penderita. 2 Faktor lain yang menyebabkan variabilitas ini adalah adanya perbedaan
meningkat pada populasi yang didominasi pasien gagal jantung dengan usia tua, jenis
kelamin perempuan, serta adanya riwayat gangguan ginjal. Prevalensi anemia juga
3) Etiologi
pada penderita gagal jantung. Insufisiensi ginjal merupakan faktor komorbid penting
yang sering ditemukan pada gagal jantung, dan merupakan prediktor kuat
meningkatnya resiko anemia pada gagal jantung. Perkiraan jumlah penderita gagal
ginjal kronik dengan laju filtrasi glomerulus < 60 mL/menit pada populasi penderita
gagal jantung adalah 20- 40%.7,8 Faktor lain yang berhubungan dengan resiko
terjadinya anemia pada gagal jantung adalah: usia tua, jenis kelamin perempuan,
gagal jantung tingkat lanjut. 1,2,9 Sebagian besar (50-60%) anemia pada gagal
jantung merupakan anemia normokrom normositer akibat penyakit kronik dan anemia
renal. Penyebab anemia lainnya adalah defisiensi besi (30%) akibat kurangnya asupan
maupun absorbsi besi, serta kehilangan darah kronik akibat konsumsi obatobatan anti
platelet. Pada gagal jantung terjadi peningkatan volum plasma yang berakibat
hemodilusi dan menyebabkan ”anemia” tanpa penurunan aktual volum sel darah
merah. 22,23,24
4) Patogenesis
meningkat pada gagal jantung, dan menyebabkan gangguan pada berbagai aspek
ertropoietin pada prekursor eritrosit dalam sumsum tulang. Sitokin proinflamasi juga
meningkatkan kadar hepcidin, suatu peptida yang dihasilkan oleh hepatosit. Hepcidin
dalam makrofag serta menghambat pelepasan besi dari makrofag. Hal ini
pada sekitar 50% penderita gagal jantung. Pada penderita gagal ginjal dengan laju
filtrasi glomerulus < 35-40 ml/menit akan terjadi anemia sebagai konsekuensi
ginjal.1 Patofisiologi yang mendasari belum jelas, diduga akibat terjadinya fibrosis
Pada penderita gagal jantung terdapat resiko terjadinya defisiensi besi akibat
terganggunya absorbsi besi di usus halus. Mekanisme yang mendasari keadaan ini
adalah adanya iskemi pada mukosa usus, penebalan dinding usus akibat edema, serta
tekanan oksigen peritubuler yang merupakan faktor regulasi penting terhadap sekresi
Anemia pada gagal jantung sering berhubungan dengan gejala dan tanda
terjadinya anemia pada gagal jantung melalui proses hemodilusi. Pada suatu
penelitian terhadap 37 penderita anemia dengan gagal jantung kongestif yang tidak
disertai edema, didapatkan 46% penderita mempunyai nilai hematokrit yang rendah
dengan jumlah eritrosit yang normal, sehingga anemia pada pasien-pasien ini
5) Manifestasi Klinis
akibat anemia menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Keadaan ini
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, serta meningkatkan absorbsi air dan
hemodilusi dan semakin rendahnya kadar Hb. Overload plasma menyebabkan beban
lama, terjadi hipertrofi ventrikel kiri, kematian otot jantung dan gagal jantung yang
terhadap distribusi oksigen ke otot rangka selama aktifitas. Pada pasien dengan gagal
Anemia yang berlangsung lama dan tidak diobati menyebabkan peningkatan curah
jantung, dilatasi dan peningkatan massa ventrikel kiri, serta mengakibatkan hipertrofi
ventrikel kiri. Massa jantung meningkat 25 % pada tikus coba dengan anemi kronik.
Hubungan terbalik antara penurunan kadar Hb dan hipertrofi ventrikel kiri telah
diperlihatkan pada berbagai studi klinis terhadap penderita gagal ginjal kronik (GGK)
6) Tatalaksana
Transfusi darah
diberikan bila kadar Hb < 8gr%. Penelitian Hebert dkk pada 838 pasien dengan
adalah melalui inhibisi apoptosis dari progenitor eritrosit dalam sumsum tulang.
Dewasa ini terdapat tiga jenis eritropoietin yang telah digunakan sebagai
rHuEPO pertama kali disintesis, dan mulai digunakan pada tahun 1988 untuk
penderita anemia dengan GGK stadium akhir. Waktu paruh rHuEPO setelah
pemberian intravena adalah 6-8 jam, sedangkan pada pemberian subkutan mencapai
24 jam. Jumlah rHuEPO yang diperlukan untuk mencapai target Hb pada pasien
mulai digunakan pada tahun 2001 sebagai pengobatan anemia pada GGK.
terhadap reseptor eritropoietin, dan waktu paruh lebih panjang yaitu sampai 48 jam;
sebagai konsekuensi dapat diberikan dengan interval lebih lama yaitu 1-2 minggu
Efek pengobatan rHuEPO pada penderita gagal jantung dengan anemia pertama
bahwa pemberian rHuEPO subkutan dengan dosis 5000 IU dan besi sukrosa
2 gr%, perbaikan klas fungsional, peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan
kelompok kontrol. Mancini dkk18 menemukan pada 23 pasien gagal jantung dengan
hematokrit dari < 35% menjadi > 45% dalam tiga bulan. Disamping itu terjadi
Meskipun defisiensi besi hanya ditemukan pada sebagian kecil (< 30%) kasus
anemia pada gagal jantung, defisiensi besi fungsional yang dikarakteristik oleh
yang bermakna sebagai respons terhadap pemberian rHuEPO dan suplementasi besi.
mempertahankan kadar ferritin serum >100 ng/mL dan saturasi transferin >20%
Pemberian diuretik
berakibat peningkatan volum darah total, yang akan memperberat gagal jantung. Pada
volum plasma sehingga anemia dapat terkoreksi.3 Pemberian transfusi darah, preparat
6. Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari
EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel
hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave).
EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi
diastolik pada LV17,18
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran
jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan
kadang-kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner
dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. .
17,18
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling
berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat
memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV
begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup
dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI
sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV,
disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV
yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga
bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner,
dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor
pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap
anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian
massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi
LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume).
Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah
dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli.
Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur
kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi
mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang
bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF
normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF
berkurang secara bermakna (<30-40%). 17,18
7. Tatalaksana
beratnya kondisi. 26
Terapi : 27
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
pengobatan.
- Tindakan Umum :
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
Hentikan rokok
yang lainnya.
akut.
b. Farmakologi
digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik,
beta blocker.
terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial
jantung.
1. Definisi
paru. Di samping penyakit ini merupakan penyebab yang signifikan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan pada orang dewasa. CAP didefinisikan sebagai infeksi
parenkim paru yang tidak diperoleh di rumah sakit, fasilitas perawatan jangka
3. Epidemiologi
dan merupakan penyebab kematian ke tujuh di Amerika Serikat. Penyakit ini adalah
penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit menular di Amerika Serikat.
Setiap tahun di Amerika Serikat, ada sekitar 1-2.000.000 kasus Community Acquired
Pneumonia mengarah ke sebanyak 1,1 juta pasien di rawat inap dan 45.000
mengalami kematian.8Pada tahun 2006, ada sekitar 4,2 juta kunjungan perawatan
Insidens CAP adalah yang tertinggi pada kelompok usia ekstrim, yaitu sekitar
915.900 kasus pada pasien berusia > 65 tahun setiap tahun di Amerika Serikat. Angka
kematian kurang dari 1% untuk orang dengan CAP yang tidak memerlukan rawat
inap, namun rata-rata angka kematian dari 12% sampai 14% di antara sakit pasien
dengan CAP yang dirawat di rumah sakit. Di antara pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif (ICU), atau pasien bacteremic, atau yang berasal dari panti jompo,
Di bawah ini adalah tabel hubungan antara faktor resiko pada Community
Acquired Pneumonia dengan jenis patogen tersering yang menjadi etiologinya serta
bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita CAP adalah bakteri Gram
Enterobacter 5,26%
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan CAP dapat
mengalami infeksi lebih dari satu pathogen yang membutuhkan terapi untuk semua
patogen yang teridentifikasi, tetapi tidak dapat didiagnosis secara dini dengan kultur
spesimen yang sudah ada. Infeksi campuran dapat melibatkan lebih dari satu spesies
bakteri, atau dapat juga campuran antara bakteri dan virus patogen.
5. Patogenesis33
alveolus dan respon dari tingkat host terhadap patogen ini. Mikroorganisme dapat
masuk ke saluran pernafasan bawah melalui beberapa jalan. Yang paling sering ialah
akibat aspirasi dari orofaring. Sejumlah kecil aspirasi terjadi paling sering ketika tidur
(terutama pada orang tua) dan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
Banyak patogen yang terinhalasi sebagai droplet yang terkontaminasi. Selain itu,
tricuspid) atau dari penyebaran dari infeksi pleural atau ruang mediastinum.
Faktor mekanis sangat penting dalam menentukan sistem pertahanan tubuh
penderita. Rambut dan turbinasi dari lubang hidung menangkap partikel yang lebih
besar yang terinhalasi sebelum mereka mencapai saluran pernafasan bawah, dan
cabang dari trakeobronkial menangkap juga partikel dari saluran pernafasan tersebut,
dimana klirens mukosiliar dan factor lokal antibakterial juga membersihkan atau
membunuh pathogen potensial. Reflex dan mekanisme batuk juga dapat melindungi
dari aspirasi. Flora normal yang menempel pada sel mukosa dari orofaringjuga dapat
mencegah bakteri patogen dalam mengikat dan dapat menurunkan risiko pneumonia.
untuk terinhalasi pada tingkat alveolus, makrofag alveolar setempat secara efisien
limfatik dan dapat menunjukan reaksi dari inflamasinya. Hanya ketika kapasitas dari
pneumonia secara klinis baru bermanifestasi. Pada situasi ini, makrofag alveolar
klinis dari pneumonia. Pengeluaran dari mediator inflamasi seperti Interleukin (IL)
dan tumor necrosis factor dapat menyebabkan terjadinya demam. Kemokin seperti L-
netrofil dan cara kerja mereka di paru yang menghasilkan leukosit perifer dan
meningkatkan sekresi purulen. Mediator inflamasi yang dikeluarkan oleh makrofag
dan netrofil yang terbaru dapat membuat kebocoran kapiler alveolar yang sama
kebocoran yang terjadi bersifat terlokalisasi. Bahkan eritrosit dapat menembus juga
dapat menyebabkan munculnya infiltrate pada gambaran radiologi dan ronkhi yang
terdengar pada auskultasi dan juga hipoksemia yang disebabkan karena alveolar yang
terisi. Bahkan ada beberapa patogen yang dapat berperan langsung pada vasokontriksi
hipoksik yang secara normal terjadi pada alveoli yang terisi cairan dan dapat
menyebabkan hipoksemia.
dalam asal dan sering mengikuti saluran pernapasan atas virus singkat infeksi. Pada
posisi tegak, lobus bawah memiliki ventilasi terbaik oleh karena itu pengendapan
organisme mikro yang dihirup lebih tinggi di lobus ini. Pneumonia inhalasi paling
sering disebabkan mikroorganisme (a) yang dapat tetap tersuspensi di udara sehingga
menjadi diangkut jauh, (b) bertahan cukup lama saat dalam perjalanan, (c) memiliki
ukuran kurang dari 5 µm (d) membawa inokulum tinggi, dan (e) menghindari
mekanisme pertahanan tuan rumah lokal. Infeksi oleh intraseluler bakteri seperti
dapat memicu terjadinya dyspnea. Jika terjadi cukup parah, perubahan struktur
mekanis dari paru juga dapat terjadi seperti penurunan dari volume paru dan
pada pasien.
6. Diagnosis CAP
Anamnesis
Gejala umumnya demam, batuk yang produksi mukopurulen sputum, dan nyeri
dada pleuritik.29
Demam tinggi (lebih dari 104° F [40° C]), pria, keterlibatan multilobus paru, and
kelainan GIT dan neurologi bisa disebabkan oleh CAP karena infeksi Legionella
.Manifestasi klinis CAP is sering pada orang tua dan diantaranya tidak disertai gejala
umum, mereka hanya menunjukkan terjadi kelemahan dan penurunan status mental.7
Pasien dengan COPD (chronic obstructive pulmonary disease) atau dengan HIV
pada pasien pekerjaan, paparan hewan, riwayat seksual guna membantu penyebab
identifikasi kearah pneumonia Legionella yang mana khas sekali muncul aibat tinggal
Pemeriksaan fisik
asimetris,pleural rubs, dan peningkatan fremitus vokal yang jarang terjadi tapi sangat
(rales) pada paru sangat membantu tetapi tidak spesifik sehingga memerlukan
pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiografi paru (chest x-ray). Takipneu muncul
pada pasien tua 70% kebanyakan lebih dari 65 tahun. Jika suspek CAP maka cek
Pemeriksaan Radiologi
ini penting untuk menegakkan diagnosis, serta membedakan CAP dari penyakit paru
lain yang juga memberikan gambaran batuk dan demam seperti bronkitis akut. Selain
itu dari pemeriksaan radiologi kita dapat menduga agen penyebab infeksi, prognosis,
Menentukan etiologi pasti dapat dilakukan dengan cara kultur darah, kultur
sputum, atau kultur cairan pleura. Selain itu dapat pula dilakukan non bronchoscopic
bronchovascular lavage (BAL). 87% kultur dari BAL adalah positif, bahkan pada
pasien yang telah menerima pengobatan antibiotik. Indikasi untuk melakukan BAL,
protected specimen brushing, dan transthoracic lung aspiration ini adalah pada pasien
Gambar 2. Pasien dengan Penyakit akut respirasi yang bermanfaat dengan Xray
dada29
Gambaran infiltrat pada paru biasanya pada foto thoraks. Konsolidasi lobus,
parenkim difus lebih sering dikaitkan dengan Legionella atau virus peradangan paru.
pernapasan atas meningkatkan resistensi obat dan dapat memiliki efek samping,
mengidentifikasi pasien yang akan mendapat manfaat dari terapi antimikroba adalah
penting.29
Pemeriksaan laboratorium
CAP 29
Hipoglikemia (kadar glukosa darah kurang dari 70 mg per dL [3,89 mmol per
dan skor Pneumonia Severity Index (PSI) . Tingkat prokalsitonin meningkat pada
banyak pasien dengan infeksi bakteri, dan beberapa penelitian menunjukkan tes
prokalsitonin berpotensi bermanfaat pada CAP. Kultur darah tidak dianjurkan untuk
sebagian besar pasien rawat inap dengan CAP dan harus dilakukan sesuai dengan
rekomendasi pada gambar 3. Hasil dari kulturdarah yang paling umum pada pasien
spesimen sputum diperoleh sebelum memulai terapi antibiotik pada pasien rawat
inap. Hasil kultur sputum negatif dari sampel berkualitas baik (yaitu, positif untuk
neutrofil, tetapi kurang dari 25 sel epitel) adalah bukti kuat bahwa basil gram negatif
dan Staphylococcus aureus tidak ada. Necrotizing atau radang kavitas paru mungkin
mempertahankan kecurigaan klinis yang tinggi untuk pneumonia MRSA pada pasien
dengan riwayat lesi kulit MRSA atau faktor risiko lainnya. Pada pasien dengan
paparan lingkungan kausal. Pada pasien dengan efusi pleura lebih besar dari 5 cm
pada radiografi toraks lateral, cairan baiknya dikirim untuk pewarnaan Gram dan
foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti CAP ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di
• Batuk-batuk bertambah
ronki
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai
(membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam) atau 2 dari
3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks
minor dan mayor yang lainbukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat
Intensif.32
pernapasan, tekanan darah), skor prediksi yang dikembangkan oleh British Thoracic
Society ini lebih sederhana daripada PSI tetapi tidak secara khusus menjelaskan
penyakit kronis dekompensasi yang terjadi dengan CAP. CURB-65 telah terbukti
memprediksi kematian dari CAP di rumah sakit dan pengaturan rawat jalan.
atau lebih poin mengidentifikasi92 persen dari mereka yang akan menerima
dukungan pernapasan atau vasopressor intensif, sedangkan sensitivitas untuk PSI dan
perawatan intensif (ICU) dengan CAP lebih cenderung menjadi pria yang memiliki
Usia
Pemeriksaan Fisik
Efusi pleura 10
I 0 0.1
II <70 0.6
IV 91-130 8.2
V >130 29.2
Pasien dengan CAP grade I dan II menurut PSI dapat menjalani rawat jalan
saja apabila tidak ada instabilitas hemodinamik, tidak memerlukan oksigen tambahan
secara kronis, imunokompeten, dan dapat mengkonsumsi obat oral. Pasien grade III
harus dipertimbangkan untuk rawat inap sementara atau dapat rawat jalan, diputuskan
Selain itu dapat pula seorang pasien yang perlu dirawat inap karena
hipoksemia, atau pasien dengan skor PSI rendah (I-III) yang perlu dirawat inap
karena syok, dekompensasi dari penyakit lain, efusi pleura, masalah sosial dan
riwayat respon yang tidak adekuat terhadap antibiotik empiris. Pada pasien pengguna
jarum suntik, muntah terus menerus yang sulit diatasi, penyakit psikiatri berat, tidak
7. Tatalaksana CAP
patogen sehingga terjadi perbaikan klinis pasien. Penggunaan obat anti mikroba harus
sampai tersedia metode diagnostik yang lebih akurat dan cepat, pengobatan awal
didasarkan pada patogen yang sering dan pola patogen daerah setempat. Walaupun
spesifik karena studi terbaru menemukan adanya koinfeksi dengan patogen atipikal
Terapi secara empiris ini terutama diarahkan pada S.pneumoniae yang tetap
komunitas. Untuk alasan ini, maka pemilihan antiobiotik amoksisilin masih sering
penisilin yaitu dapat digunakan Doksisiklin dan makrolide seperti clarithromycin dan
erithromycin. Pasien yang dirujuk ke rumah sakit dengan suspek CAP dimana
penyakitnya ini dianggap dapat mengancam jiwa, maka dokter umum harus
memberikan antibiotik untuk golongan pneumococcal pneumonia (penyebab tersering
CAP berat) dengan memberikan penisilin G 1,2 g secara IV atau dengan amoksisilin
1 g oral.
Rekomendasi antibiotik umumnya bukan kelas obat tertentu, kecuali hasil data
jelas mendukung satu obat. Obat yang lebih poten diutamakan karena keuntungannya
dalam menurunkan angka resiko terjadi resistensi antibiotik. Faktor-faktor lain untuk
Gambar 10. Pemberian antibiotik juga dapat dilihat berdasarkan penilaian klinis
dengan skor CURB-65
Tabel 5. Rekomendasi antibiotik untuk patogen spesifik
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian
Intensif.10
Gambar 11. Pengobatan CAP di Indonesia menurut rawat inap dan rawat
jalan.10
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada
yang telah diberikan dan bakteripenyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Evaluasi pengobatan pada CAP 32