Disusun Oleh :
KELOMPOK 8
A. DEFINISI
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah
merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia
adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita
(WHO). Anemia merupakan gejala dan tanda penyakit tertentu yang harus dicari
penyebabnya agar dapat diterapi dengan tepat. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau
lebih dari 3 mekanisme independen yaitu berkurangnya produksi sel darah merah,
meningkatnya destruksi sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala anemia
disebabkan karena berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya hipovolemia.
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifi kasikan menjadi anemia makrositik
(mean corpuscular volume / MCV > 100 fL) , anemia mikrositik (MCV < 80 fL) dan
anemia normositik (MCV 80-100 fL) .Gejala klinis, parameter MCV, RDW (red cell
distribution width), hitung retikulosit dan morfologi apus darah tepi digunakan sebagai
petunjuk diagnosis penyebab anemia.
Anemia salah satunya bisa disebabkan karena perdarahan pada saluran cerna
oleh adanya ulkus peptikum. Ulkus peptikum (Tukak peptik) adalah salah satu penyakit
saluran cerna bagian atas yang kronis. Ulkus peptikum mengacu pada ulkus gaster dan
duodenal yang disebabkan oleh asam peptik. Ulkus peptikum adalah kecacatan pada
mukosa gastrointestinal yang disebabkan karena sel epitel terkena pengaruh asam dan
pepsin yang melebihi kemampuan mukosa melawan efek tersebut. Ulkus peptikum
mempunyai sifat penetrasi, yang dimulai dari mukosa menembus lapisan yang lebih
dalam. Penetrasi ke pembuluh darah dapat mengakibatkan perdarahan masif dan jika
terjadi penetrasi ke seluruh dinding lambung akan mengakibatkan perforasi akut.
B. ETIOLOGI
Umumnya yang berperan besar terjadinya ulkus adalah H. Pylori yang
merupakan organisme yang menghasilkan urease dan berkoloni pada mukosa antral dari
lambung dimana penyebab tersering ulkus duodenum dan ulkus lambung. H. Pylori
paling banyak terjadi pada orang dengan sosialekonomi rendah dan bertambah seiring
dengan usia. Penyebab lain dari ulkus peptikum adalah penggunaan NSAIDs, kurang
dari 1% akibat gastrinoma (Zollinger-Ellison syndrome), dan faktor genetik.
Faktor risiko terjadinya ulkus adalah herediter (berhubungaan dengan
peningkatan jumlah sel parietal), merokok, hiperkalsemia, mastositosis, alkohol, dan
stress.
C. PATOGENESIS
1. Faktor Asam Lambung
Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik/
zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl diubah jadi pepsin dimana
HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH < 4. Bahan
iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+.
Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul
dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa
lambung, gastritis akut/kronik dan ulkus lambung.
Produksi asam lambung (HCl) distimulasi oleh gastrin yang disekresi
oleh sel G pada antrum, asetilkolin dilepaskan oleh nervus vagus dan histamin
dilepaskan oleh sel entero-chromaffin-like (ECL), yang semuanya
menstimulasi reseptor pada sel parietal yang merupakan penghasil asam.
Ulkus duodenum sangat jarang terjadi pada orang yang tidak
menghasilkan asam lambung, ulkus rekuren terjadi ketika produksi asam
sangat meningkat, sebagai contoh, oleh tumor yang mensekresi gastrin.
2. Balance Theory 1974
Ulkus terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/
asam dan pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG), bisa
faktor agresif meningkat atau faktor defensif menurun.
3. Prostaglandin
Faktor risiko pada ulkus peptikum meningkat pada pasien yang
menggunakan non-steriod anti inflammatory drugs (NSAIDs), termasuk
aspirin, yang menghambat produksi prostaglandin oleh sel epitel. Oleh karena
itu, risiko dari ulkus peptikum berkurang oleh artifisial prostaglandin E2
agonist, misoprostil.
4. Obat Anti Inflamasi Non- Steroid (OAINS)
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat
(ASA) merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan dalam
berbagai keperluan. Pemakaian OAINS/ASA secara kronik dan reguler dapat
menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat
dibanding yang tidak menggunakannya.
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal
penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/ iritasi langsung pada
mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi
kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah
efek OAINS/ASA yang menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX)
pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin/prostasiklin.
Seperti diketahui, prostaglandin endogen sangat berperan dalam memelihara
keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel
epitel, sekresi mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa
serta sekresi basal asam lambung.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada
penggunaan OAINS/ ASA melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi mukus
dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa,
berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskular yang
diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi.
5. Helicobacter pylori
Bakteri spiral pada lambung telah diketahui selama lebih ratusan
tahun, dan menjadi lebih signifikan pada tahun 1982 ketika Warren dan
Marshall melakukan kultur dari 11 pasien dengan gastritis dan dr Marshall
mendemonstrasikan bahwa hal itu menyebabkan gastritis. Infeksi H. Pylori
sebagian besar ditemukan pada pasien dengan ulkus peptikum, meskipun
hanya sekitar 15% dari infeksi tersebut berkembang menjadi ulkus. Eradikasi
infeksi H. Pylori secara permanent dapat mengobati sebagian besar pasien
dengan ulkus peptikum.
D. GAMBARAN KLINIS
Secara umum, pasien dengan ulkus peptikum biasanya mengeluh
dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/ kumpulan gejala pada saluran
cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa
penuh dan cepat merasa kenyang.
E. TERAPI MEDIKAMENTOSA
ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering
digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang
mengandung magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena
menimbulkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium
menyebabkan konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat
menghilangkan efek samping. Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc.
SUKRALFAT. Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti
dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja kemungkinan
melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub
positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus,
yang melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain
membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus,
meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr
sehari.
PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung
menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah
mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi
asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan
sebagai penangkal terjadinya ulkus lambung pada pasien yang menggunakan
OAINS. Dosis anjuran 4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek
samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus
sehingga tidak dianjuran pada orang hamil dan yang menginginkan
kehamilan.
ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2. (Cimetidin, Ranitidine, Famotidine,
Nizatidine), struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya
memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat
dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat
reversibel. Pengurangan sekresi asam post prandial dan nokturnal, yaitu
sekresi nokturnal lebih dominan dalam rangka penyembuhan dan
kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari
Famotidin : 1x40 mg malam hari
Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam
potensi yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari
famotidin karena dosis terapeutik lebih besar.
PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol, pantoprazol,
Rabeprazol, Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja
enzim K+ H+ ATPase yang akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi
yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke
dalam lumen lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel
kanalikuli, menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi
aktivitas faktor agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek
eradikasi oleh triple drugs regimen.
Dosis Terapetik :
Rabeprazole 2x 20 mg/ hari
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari
Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari
Pantoprazole 2x 40 mg/ hari
BAB II
REKONSILIASI
RM
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
REKONSILIASI OBAT
Dari : RSUP Dr. Sardjito tgl : 5/9/18 Ke : Asoka tgl : 22/9/2018
Nama Obat, Bentuk
Sediaan & Kekuatan Jml Aturan Dilanjutkan pada Dilanjutkan pada
No Ket
(termasuk Jamu, Obat Pakai saat rawat inap ? saat pulang ?
Supplemen, OTC, dll)
1 Asam folat tab 3 tab 2x1 Ya √ Tidak Ya Tidak
2 As. Traneksamat tab 8 tab Prn 1 Ya √ Tidak Ya Tidak
3 Ya Tidak Ya Tidak
4 Ya Tidak Ya Tidak
5 Ya Tidak Ya Tidak
6 Ya Tidak Ya Tidak
7 Ya Tidak Ya Tidak
8 Ya Tidak Ya Tidak
9 Ya Tidak Ya Tidak
Petugas Rekonsiliasi
(..................................................)
PTO
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO
RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
0 2 0 0 8 4 1 7
Nama : Sdr. Yayan Mustofa Nomor RM :
Tgl lahir/Umur : 5/12/1995 (22th) BB : 49 kg; TB : 164 cm; Kamar : R. ASOKA
RPM:. Nyeri Perut, badan lemas RPD : Anemia.
DPJP : Suharno., Dr., Sp.PD Diagnosis : Anemia, Duodenal Ulcer (Unspesified)
Merokok :- batang/hr; Kopi :- gelas/hr; Lainnya : -
Alergi : -
Tekanan Darah (mm Hg) 120/80 110/70 110/80 120/90 110/70 120/80
Nadi (kali per menit) 60-100 x 88 x 82 x 90 x 82 x 80x
Suhu Badan (oC) 36 36,6 36,1 37 36,6 36,6
Respirasi (kali per menit) 12-20 x 20 x 20 x 20 x 20 x 20 x
Mual + + + - - -
Bentol kulit + + + + + +
Gusi berdarah - + + + + +
HCT 40-52 L 30
Eritrosit 4,4-5,9 L 34
Trombosit 150-440 (x103) L 39rb
MCV 80-100 86,6
PT 9,3-11,4 H 13,8
SGOT 15-37 H 69
SGPT 16-63 30
GDS <= 200 79
HBsAg Non reaktif Non R
Anti HCV Non reaktif Non R
Clcr 97-137 ml/mnt 134
Terapi (Nama Obat, Kekuataan) Aturan Pakai
Ranitidin 2x1 amp √ √ √ √ √ √
RUTE PARENTERAL
BB : Berat Badan; TB : Tinggi Badan; RPM : Riwayat Penyakit saat MRS; RPD : Riwayat Penyakit
Dahulu
SOAP
23-9-2018 Nyeri perut, TD : 110/80 mmHg 1. Pasien mengalami bentol dan 1. Rekomendasi pemberian cetirizine
Lemas, HR : 82x/menit gatal kulit, perlu tambahan 5 mg 2x1 tab
Mual, Suhu : 36,1°C terapi 2. Rekomendasi pemberian kombinasi
Bentol kulit RR : 20x/menit 2. Pasien mengalami penurunan codein 20 mg + pct 325 mg
Gusi berdarah intensitas nyeri ke nyeri 3. Rekomendasi pemberian asam
sedang, dan tetap masih traneksamat 3x1 amp
Obat: memerlukan terapi
Sucralfat syr 3. Pasien mengalami gusi
Ranitidin Inj berdarah, perlu diberikan terapi
24-9-2018 Nyeri perut, TD : 120/90 mmHg 1. Pasien mengalami bentol dan 1. Rekomendasi pemberian cetirizine
Lemas, HR : 90x/menit gatal kulit, perlu tambahan 5 mg 2x1 tab
Mual, Suhu : 37°C terapi 2. Rekomendasi pemberian kombinasi
Bentol kulit RR : 20x/menit 2. Pasien mengalami nyeri codein 20 mg + pct 325 mg
Gusi berdarah sehingga perlu tambahan terapi 3. Rekomendasi penghentian
3. Omeprazol dan ranitidine Ranitidin dan memberikan
Obat: merupakan duplikasi terapi omeprazol
Sucralfat syr obat lambung, omeprazole
Ranitidin Inj dapat dipilihkan karena
Asam diagnose pasien yang
traneksamat mengalami ulkus sehingga
Omeprazol lebih efektif dibandingkan
dengan ranitidin
25-9-2018 Nyeri perut, TD : 110/70 mmHg 1. Pasien mengalami bentol dan 1. Rekomendasi pemberian cetirizine
Lemas, HR : 82x/menit gatal kulit, perlu tambahan 5 mg 2x1 tab
Mual, Suhu : 36,6°C terapi 2. Rekomendasi penghentian
Bentol kulit RR : 20x/menit 2. Omeprazol dan ranitidine Ranitidin dan memberikan
Gusi berdarah merupakan duplikasi terapi omeprazole
obat lambung, omeprazole 3. Rekomendasi pemberian pct 500mg
Obat: dapat dipilihkan karena
Sucralfat syr diagnose pasien yang
Ranitidin Inj mengalami ulkus sehingga
Asam lebih efektif dibandingkan
traneksamat dengan ranitidin
Omeprazol 3. Pasien mengalami penurunan
intensitas nyeri ke nyeri ringan
26-9-2018 Nyeri perut, TD : 110/70 mmHg 1.Pasien mengalami gusi 1. Rekomendasi tetap melanjutkan
Lemas, HR : 80x/menit berdarah, perlu diberikan terapi pemberian asam traneksamat
Bentol kulit Suhu : 36°C 2. Pasien masih merasakan nyeri 2. Rekomendasi pemberian pct 500mg
Gusi berdarah RR : 22x/menit ringan, dapat diberikan terapi
Obat:
Ranitidin Inj
Fucilex 5gr
krim
27-9-2018 Lemas, TD : - mmHg 1.Pasien mengalami gusi 1. Rekomendasi tetap melanjutkan
Bentol kulit HR : -x/menit berdarah, perlu diberikan terapi pemberian asam traneksamat
Gusi berdarah Suhu : -°C
RR : -x/menit
Obat :
Ranitidin Inj
Fucilex 5gr
krim
BAB III
PEMBAHASAN
Sdr. YM pada tanggal 22 September 2018 datang ke Poli PD RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo dengan keluhan lemas dan nyeri ulu hati. Sebelumnya pernah
berobat di RSUP Dr. Sardjito dengan diagnosa anemia. Tanda-tanda vital pasien pada
saat itu antara lain tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu badan 36,6°C,
laju pernafasan 20 kali/menit. Dokter kemudian menyarankan pasien untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut, sehingga pasien dipindahkan ke Bangsal Asoka.
Data pemeriksaan laboratorium antara lain Hb : 9,8 mg/dl, MCV: 86,6 fL, SGOT : 69
U/L, SGPT : 30 U/L, anti HCV: non reaktif, dan HBSAG: non reaktif.
Di awal masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri perut hebat, salah satu obat
yang dapat diberikan kepada pasien adalah Tablet MST 10mg. Tablet MST diberikan
kepada pasien yang mengeluhkan rasa sakit dengan intensitas berat. Analgetik jenis
opioid ini dipilih karena tidak berpengaruh terhadap produksi prostaglandin di lambung,
sehingga lebih aman diberikan kepada pasien, berbeda dengan analgetik golongan
NSAID yang dapat menghambat produksi prostaglandin yang beresikon memperparah
keadaan ulcer pasien. Pada hari berikutnya pasien mengalami penurunan intensitas nyeri
ke nyeri sedang dan dapat direkomendasikan terapi kombinasi codein 20mg dan
parasetamol 325mg dan terapi tunggal parasetamol 500mg dapat diberikan pada pasien
dengan tingkat intensitas nyeri ringan.
Pasien juga mengalami bentol-bentol kulit dan terasa gatal, sehingga rekomendasi
awal dapat diberikan obat golongan antihistamin Cetirizin 5 mg tab 2x1 untuk
meringankan rasa gatal di kulit pasien, dan direkomendasikan pula untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut terkait penyebab bentol-bentol pasien.
Pasien selama di Rawat Inap mengalami keadaan tiba-tiba gusi berdarah.
Rekomendasi yang bisa diberikan adalah asam traneksamat 3x1 amp. Asam traneksamat
juga dapat diberikan pada pasien yang mengalami ulkus, untuk mencegah terjadinya
perdarahan, sehingga dapat meringkankan anemia pada pasien. Terapi asam
traneksamat tetap dilanjutkan sampai keadaan perdarahan pada gusi pasien sudah
sembuh.
Duplikasi terapi terjadi pada pasien tanggal 24 dan 25 September 2018, yaitu
duplikasi terapi antiulcer pemberian Ranitidin (H2RA) dan Omeprazol (PPI). Pada
kasus ini pasien didiagnosa mengalami ulser duodenal sehingga pemberian omeprazole
lebih efektif dalam menurunkan tingkat keasaman lambung dan usus dibandingkan
dengan ranitidine golongan H2 Reseptor Antagonis. Sehingga dapat dilakukan
penggantian terapi dengan omeprazole.
BAB IV
KESIMPULAN
Charles, F., et al. 2009. Drug Information Handbook ed 17. Lexi-comp : Amerika.
Dipiro, J., Talbert R. 2008. A Pathophysiologic Approach ed 7. Pharmacotherapy.
Mc.Graw-Hill companies : New York.
Medscape https://reference.medscape.com/