Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkah dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan refarat yang
berjudul “Tetanus”. Refarat ini merupakan salah satu syarat untuk ujian pada
Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUD DR RM DJOELHAM BINJAI.

Terwujudnya Referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai


pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada :

1. dr. Julia E. Ginting, Sp.S selaku dosen pembimbing yang telah


memberikan pengarahan dalam penulisan refarat ini.

2. Dokter-dokter Ilmu Penyakit Saraf RSUD DR RM DJOELHAM Binjai


yang telah banyak berjasa memberikan bimbingan dan pengajaran kepada
penyusun selama ini.

3. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Ilmu Penyakit Saraf, atas bantuan,


dukungan, dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga
penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Akhir kata dengan mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
semoga Tuhan selalu meridhoi kita semua dan tulisan ini dapat bermanfaat.

Binjai, Februari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi ..................................................................................3

II. Etiologi .........................................................................................3

III. Epidemiologi .......................................................................3

VI. Patogenesis ....................................................................4

VI.I Penyebaran Toksin ........................................................................6

V. Manifestasi Klinis ...........................................................................8

VI. Diagnosis ......................................................................9

VII. Diagnosis Banding ..............................................................9

VIII. Komplikasi...................................................................................................10

IX. Penatalaksanaan...............................................................................................10

X. Prognosis

Daftar Pustaka..............................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot spasme tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotosin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman
pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro
muscular (neuro muscular junction) dan saraf autonom(1).

Manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorbs eksotoksin sangat


akut yang dilepaskan oleh clostridium teteni pada masa pertumbuhan aktif dalam
tubuh manusia(2).

Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah


mendapatkan imunasi tetanus (DPT). Dan pada umumnya terdapat pada anak dari
keluarga yang belum mengerti pentingnya imunasi dan pemeliharaan kesehatan,
seperti kebersihan lingkungan dan perorangan. Penyebab penyakit seperti pada
tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora
selama di luar tubuh manusia, tersebut luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang
kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik
(didalam tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat
menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmi,
yaitu neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot(3).

3
BAB II

TETANUS

I. Definisi

Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan


oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal
yang dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum
yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan
kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja
toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada
sistem saraf perifer atau otot(4,6).

II. Etiologi

Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridridium tetani, kuman


berbentuk batang ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm dan mempunyai sifat(1,2,5,6)
:

 Basil Gram-positif dengan spora pada pada salah satu ujungnya


sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis.
 Obligat anaerob (berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan
anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella.
 Menghasilkan eksotosin yang kuat.
 Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan
dalam suhu tinggi, kekeringan dan desinfektans.
 Kuman hidup di tanah dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah
di daerah pertanian/peternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana,
mencemari lingkungan secara fisik dan biologik. Spora mampu
bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-

4
tahun, dalam lingkungan yang anaerob dapat berubah menjadi bentuk
vegetative yang akan menghasilkan eksotoksin.
 Kuman ini memiliki toksin yang dapat menghancurkan sel darah merah,
merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang neuro
tropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot
 Clostridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan
tetanolisin. Tetanospaminlah yang dapat menyebabkan penyakit tetanus.
Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar toksin (tenospamin)
adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram
untuk 70 kilogram (154lb) manusia.
 Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak
memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga
tidak menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol
positif.
 Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga biasanya
terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada
suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Juga resisten terhadap
phenol dan agen kimia yang lainnya.

Gambar Mikroskopik Clostridium tetani

5
III. Epidemiologi

Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung


pada jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi
masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran biologi lingkungan
peternakan/ pertanian, dan adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus pada
anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DTP yang rendah angka kejadian pada anak laki-laki lebih
tinggi, akibat perbedaaan aktivitas fisiknya. 2 Reservoir utama kuman ini
adalah yang mengandung kotoran ternak, kuda dan sebagainya, sehingga
risiko penyakit ini didaerah peternakan sangat besar. Spora kuman
Clostridium tetani yang tahan terhadap kekeringan dapat bertebaran di mana-
mana; misalnya dalam debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptic
(dermatol), ataupun pada alat suntik dan operasi(1).

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit akibat penyakit pencemaran


lingkungan oleh bahan biologis (spora), sehingga upaya kausal menurunkan
attack rate berupa cara mengubah lingkungan fisik atau biologic. Port d’entre
tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui(1):

1. Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang,


luka bakar yang luas
2. Luka operasi, luka yang tak dibersihkan (debridement) dengan baik.
3. Otitis media, karies gigi, luka kronik
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan punting tali
pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan dan daun-
daunan merupakan penyebab utama masuknya spora pada punting tali
pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum.

6
IV. Patogenesis

Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui


luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi
bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan
oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen(6).

Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi


luka. Beratnya penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan
produksi toksin serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat.
Faktor-faktor tersebut selain ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga
ditentukan oleh strain Clostridium tetani. Pengetahuan tentang patofisiologi
penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini,
namun kebanyakan penelitian berdasarkan atas percobaan pada hewan(6).

IV. 1. Penyebaran toksin

Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar


dengan berbagai cara, sebagai berikut(6):

1. Masuk ke dalam otot


Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar
luka, kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara
ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.

2. Penyebaran melalui sistem limfatik


Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke
dalam nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk
ke peredaran darah sistemik.

3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.


Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui
sistem limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar

7
luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang
penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada
manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh
darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan
dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan
secara intravena. Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat
melalui peredaran darah karena sulit untuk menembus sawar otak.
Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke
otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah,
sehingga secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke
dalam susunan saraf pusat.

4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)


Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui
serabut saraf, secara retrograd toksin mencapai SSP melalui
sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang
mencapai kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik
batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan
saraf inhibitor.

V. Manifestasi Klinis

Variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar anatara 5-14 hari.
Makin lama masa inkubasi, gejala yang timbul makin ringan. Derajat berat
penyakit selain berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan
dari lama masa inkubasi atau lama period of onset. Kekakuan dimulai pada otot
setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai
gangguan kesadaran. Kekakuan tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua lengan
dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada kedua kaki, tubuh kaku melengkung
bagai busur(1).

8
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang
makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam
penyakit ini menjadi nyata dengan(2):

1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot


mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector
trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu
anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut
mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan
sering merupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas
inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat.
Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode
relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa
nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi
yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan
laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur
kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat
kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian
tekanan cairan otak.

9
Klasifikasi tetanus berdasarkan derajat panyakit menurut modifikasi dari
klasifikasi Ablett’s dapat dibagi menjadi IV diantaranya, yaitu(8):

 Derajat I (tetanus ringan)


- Trismus ringan sampai sedang (3cm)
- Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
- Tidak dijumpai disfagia atau ringan
- Tidak dijumpai kejang
- Tidak dijumpai gangguan respirasi

 Derajat II (tetanus sedang)


- Trismus sedang (3cm atau lebih kecil)
- Kekakuan jelas
- Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
- Takipneu
- Disfagia ringan

 Derajat III (tetanus berat)


- Trismus berat (1cm)
- Otot spastis, kejang spontan
- Takipne, takikardia
- Serangan apne (apneic spell)
- Disfagia berat
- Aktivitas sistem autonom meningkat

 Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan :


- Gangguan autonom berat
- Hipertensi berat dan takikardi, atau
- Hipotensi dan bradikardi
- Hipertensi berat atau hipotensi berat

VI. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi(8):

- Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa


riwayat luka.
- Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap
- Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan
otot perut (opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan.

10
- Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek
- Kejang umum episodik dicetusklan dengan rangsang minimal maupun
spontan dimana kesadaran tetap baik.

Temuan laboratorium(8):

- Lekositosis ringan
- Trombosit sedikit meningkat
- Glukosa dan kalsium darah normal
- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
- Enzim otot serum mungkin meningkat
- EKG dan EEG biasanya normal
- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari
luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang
gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.
- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)

VII. Diagnosis banding

Berikut ini Tabel yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus(7):

PENYAKIT GAMBARAN DIFFERENTIAL

11
INFECTIONS
Meningoencephalitis Demam, trismus tidak ada, sensorium depresi, abnormal CSF
Polio Trismus tidak ada, paralisa tipe flaccid, abnormal CSF
Rabies Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya oropharingeal spasme
Lesi oropharyngeal Hanya local, regiditas seluruh tubuh atau spasme tidak ada
Peritonitis Trismus atau spasme seluruh tubuh tidak ada

KELAINAN METABOLIK

Tetany Hanya carpopedal dan laryngeal spasme, hypocalcemia


Keracunan strychnine Relaksasi komplet diantara spasme
Relaksasi phenothiazine Dystonia, respons dengan diphenhydramine

PENYAKIT CNS

Stastus epilepticus Sensorium depressi


Hemorrhage atau tumor Trismus tidak ada, sensorium depressi

KELAINAN PSYCHIATRIC

Hysteria Trismus inkonstan, relaksasi komplet diantara spasme

KELAINAN
MUSCULOSKLETAL

Trauma Hanya local

VIII. Komplikasi

Komplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia,


bronkopneumonia dan sepsis. Komplikasi terjadi karena adanya gangguan
pada sistem respirasi antara lain spasme laring atau faring yang berbahaya
karena dapat menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak. Spasme saluran
nafas atas dapat menyebabkan aspirasi pneumonia atau atelektasis.

12
Komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa takikardi, bradikardia,
aritmia, gagal jantung, hipertensi, hipotensi, dan syok. Kejang dapat
menyebabkan fraktur vertebra atau kifosis. Komplikasi lain yang dapat
terjadi berupa tromboemboli, pendarahan saluran cerna, infeksi saluran
kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan asidosis metabolik(2,4,6).

IX. Penatalaksanaan

1. Dasar
a. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah(1,2,4,6).

1. Antibiotik

Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman


tetanus bentuk vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin grup
beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin,
dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol,
metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga.

Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin


prokain 1,2 juta 1 kali sehari. Penisilin G digunakan pada anak dengan
dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.

Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15


mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis tetanus belum ditegakkan,
kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti Penisilin G.

Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal


secara loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5
mg/kgBB selama 1 jam perinfus setiap 6 jam. Hal ini pemberian
metronidazole secara bermakna menunjukkan angka kematian yang
rendah, perawatan di rumah sakit yang pendek dan respon yang baik
terhadap pengobatan tetanus sedang.

13
Pada penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat
digunakan tetrasiklin dengan dosis 25-50 mg/kg/hari, dosis maksimal
2 gr/hari dibagi 4 dosis dan diberikan secara peroral.

Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200


mg/kgBB/hari selama 10 hari atau metisilin dengan dosis yang sama
ditambah gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari.

2. Perawatan luka

Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda


asing dan luka dibiarkan terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah
penderita mendapat anti toksin dan sedasi. Pada tetanus neonatorum
tali pusat dibersihkan dengan betadine dan hidrogen peroksida, bila
perlu dapat dilakukan omphalektomi.

b. Netralisasi toksin(1,2,4,6).

1. Anti tetanus serum

Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-


100.000 unit, setengah dosis diberikan secara IM dan setengahnya
lagi diberikan secara IV, sebelumnya dilakukan tes hipersensitifitas
terlebih dahulu. Pada tetanus neonatorum diberikan 10.000 unit IV.

Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum


tidak diberikan secara intrathekal karena dapat menyebabkan
meningitis yang berat karena terjadi iritasi meningen. Namun ada
beberapa pendapat juga untuk mengurangi reaksi pada meningen
dengan pemberian ATS intratekal dapat diberikan kortikosteroid IV,
adapun dosis ATS yang disarankan 250-500 IU.

2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)

14
Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama
pada tetanus dengan dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG harus
diberikan sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984) memberikan
HTIG pada neonatus sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU
intrathekal. Pemberian intrathekal sangat efektif bila diberikan dalam
24 jam pertama setelah timbul gejala.
Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin
(1991) menyatakan pemberian immunoglobulin tetanus intratekal
tidak memberikan keuntungan karena kandungan fenol pada HTIG
dapat menyebabkan kejang bila diberikan secara intrathekal.
Pemberian HTIG 500IU IV atau IM mempunyai efektivitas yang
sama.

Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993)


mengemukakan dosis yang dapat diberikan adalah 30-300IU/kgBB
IM, sedangkan Kerr (1991) mengemukakan HTIG sebaiknya
diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk meningkatkan kadar
antitoksin darah sebelum debridemen luka.

c. Menekan efek toksin pada SSP(1,2,4).

1. Benzodiazepin

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering


digunakan. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti
kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat supraspinal
mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan
fisik serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks
polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi pernafasan, terutama
terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis diazepam yang
diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian.
Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20

15
mg 3 kali sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali
pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat
diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan drip
IV lambat selama 24 jam.

2. Barbiturat

Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30


mg untuk neonatus dan 100 mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila
dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa dan keracunan.
Fenobarbital intravena dapat diberikan segera dengan dosis 5
mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB yang diberikan tiap 10 menit
sampai otot perut relaksasi dan spasme berkurang. Fenobarbital
dapat diberikan bersama-sama diazepam dengan dosis 10
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis melalui selang nasogastrik.

3. Fenotiazin

Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari


(dewasa), 25 mg IM 4 kali sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari
untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan diberikan secara IV
karena dapat menyebabkan syok terlebih pada penderita dengan
tekanan darah yang labil atau hipotensi.

2. Umum(2,6).

Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang


tenang pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal.
Pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus
neonatorum, letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-

16
36,5oC (36-37oC), infus IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125
ml/kgBB/hari. Pemberian makanan dibatasi 50 ml/kgBB/hari berupa ASI
atau 120 kal/kgBB/hari dan dinaikkan bertahap. Aspirasi lambung harus
dilakukan untuk melihat tanda bahaya. Pemberian oksigen melalui kateter
hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut harus dikerjakan.

Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi


oleh spasme atau sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan.
Trakheostomi dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus
neonatorum, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea.

Bantuan ventilator diberikan pada :

1. Semua penderita dengan tetanus derajat IV


2. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali
dengan terapi konservatif dan PaO2 <>

3. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-


lain

3. Berdasarkan tingkat penyakit tetanus(6).

a. Tetanus ringan

Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi


pemberian antibiotik, HTIG/anti toksin, diazepam, membersihkan luka
dan perawatan suportif seperti diatas.

b. Tetanus sedang

Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan


intubasi atau trakeostomi dan pemasangan selang nasogastrik delam

17
anestesia umum. Pemberian cairan parenteral, bila perlu diberikan
nutrisi secara parenteral.

c. Tetanus berat

Penanganan umum tetanus seperti diatas. Perawatan pada ruang


perawatan intensif, trakeostomi atau intubasi dan pemakaian ventilator
sangat dibutuhkan serta pemberikan cairan yang adekuat. Bila spasme
sangat hebat dapat diberikan pankuronium bromid 0,02 mg/kgBB IV
diikuti 0,05 mg/kg/dosis diberikan setiap 2-3 jam. Bila terjadi aktivitas
simpatis yang berlebihan dapat diberikan beta bloker seperti propanolo
atau alfa dan beta bloker labetolol.

X. Prognosis

Prognosis tetanus pada anak dipengaruhi oleh beberapa factor. Jika


masa tunas pendek ( kurang dari 7 hari ); usia yang sangat muda ( neonatus),
bila disertai Frekuensi kejang yang tinggi, pengobatan terlambat, period of
onset yang pendek (jarak antara trismu dan timbulnya kejang), adanya
komplikasi terutama spasme otot pernapasan dan abstruksi jalan napas,
kesemuanya itu prognosisnya buruk. Mortalitas tetanus masih tinggi; di
bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta didpatkan angka 80 % untuk
tetanus neonatorum dan 30 % untuk tetanus anak(1,2,3).

Prognosis tetanus diklasifikasikan dari tingkat keganasannya, dimana (3):

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )


2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa
lebih pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga
tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi
biasanya prognosa makin jelek(6,9).

18
Prognosa tetanus neonatal jelek bila(9):

1. Umur bayi kurang dari 7 hari


2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
4. Dijumpai muscular spasm

Case Fatality Rate (CFR) tetanus berkisar 44-55%,sedangkan tetanus


neonatorum >60%

Tetanus neonatorum mempunyai angka kematian 66%, pada usia 10-


19 tahun, angka kematiannya antara 10-20% sedangkan penderita dengan
usia > 50 tahun angka kematiannya mencapai 70%. Penderita dengan
undernutrisi mempunyai prognosis 2 kali lebih jelek dari yang mempunyai
gizi baik. Tetanus lokal mempunyai prognosis yang lebih baik dari tetanus
umum. (6,9).

Sistem Skoring(9).

Skor 1 Skor 0
Masa inkubasi <> > 7 hari
Awitan penyakit <> > 48 jam
Tempat masuk Tali pusat, uterus, fraktur Selain tempat tersebut
terbuka, postoperatif, bekas
suntikan IM
Spasme (+) (-)
Panas badan (per rektal) > 38,4 0C (> 40 0C) < 38,4 0C ( < 40 0C)
Takikardia dewasa > 120 x/menit <>
neonatus > 150 x/menit <>

Dikutip dari Habermann, 1978, Bleck, 1991

Tabel klasifikasi untuk prognosis Tetanus(9).

19
Tingkat Skor Prognosis
Ringan 0-1 <>
Sedang 2-3 10 – 20
Berat 4 20 – 40
Sangat berat 5-6 > 50

Dikutip dari Bleck, 1991

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, Sumarmo P. Poorwo. Herry Garna, dkk. Buku Ajar Infeksi &
Pediatric Tropis. Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Badan
Penerbit IDAI, Jakarta. 2002. Hal 322 – 329

20
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Infomedika. Jakarta. 1986. Hal
568 – 573.

3. http://tongkal09.wordpress.com/2010/04/18/tetanus-pada-anak/

4. Behrman, kligman, Arvin. Nelson. Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Vol. 2.
EGC. Jakarta. 2000. Hal 1004 – 1007.

5. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/i-wayan-arditayasa-
078114135.pdf

6. http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/tetanus.html

7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1/penysaraf-
kiking2.pdf

8. http://www.4shared.com/document/jdZelxVS/TETANUS-1.html

9. http://karikaturijo.blogspot.com/2009/07/referat-tetanus-disusun-oleh-
mfikih.html

21

Anda mungkin juga menyukai