Anda di halaman 1dari 2

Do you know Suka? Who is on Multiply? Want to learn more? Already a Member?

Become his contact Find your friends Take the Tour Sign In

DJOEWAL BOEKOE BEKAS


Home
Blog
Photos
Reviews
Links

Jul 2, '06 9:45 AM cintabuku


Buku Tua tak Kenal Pesta
for everyone
Priantono cuma menatap gemas tiga jilid buku "Tatanegara Madjapahit" karangan Muhammad
Yamin tahun 1962 itu. Buku ini dirancang sampai tujuh parwa (jilid) tapi hanya sempat terbit
empat parwa. Langka pula.
cintabuku
Priantono, kolektor buku dari Jl Warung Buncit, Pejaten, Jakarta Selatan itu ingin sekali
membelinya. Berkali-kali dia mengecek saku dan dompetnya tapi yang tersisa tak lebih dari Rp Photos of Suka
200.000. Padahal, Daud si pedagang buku itu mematok harga Rp 500.000. "Aku tadi telanjur beli Personal
buku lainnya, sih," sesal Message
RSS Feed [?]
Priantono di stand Pesta Buku Istora Senayan, Sabtu (1/7). Report Abuse
Pesta buku ini hanya berlangsung 1-9 Juli 2006. Priantono lantas coba menawar tapi Daud
menggeleng. "Gini aja, kasih panjar dulu, nanti bukunya saya antar," ujar Daud.

Tanpa berpikir lama, Priantono mengangguk setuju. Ia menyodorkan uang panjar Rp 100.000.
"Besok aja saya ambil sendiri ke sini," kata Priantono. Bagi orang yang mengerti nilai buku
seperti Priantono, harga memang bukan masalah. Ia sudah paham, Tatanegara Madjapahit
tergolong buku babon dalam bahasa Melayu untuk kajian sejarah kerajaan tua di Mojokerto,
Jawa Timur itu. "Ada sih yang jual di Internet tapi Rp 1 juta," kata Priantono, mengacu pada
sebuah tawaran di blog.

Daud juga mengaku baru sekali itu mendapatkan buku tersebut. "Itu pun satu per satu dapatnya,"
ujarnya. Daud menyebutkan, pelanggannya mulai dari mahasiswa sampai sejarawan macam
peneliti LIPI, Asvi Warman Adam. "Pak Asvi kalau lihat buku begini... kelihatan pengen
banget," kata Daud, memeragakan dengan memicingkan kedua matanya.
Pemilik toko Samudera Buku di dasar sebuah gedung Jl Rasuna Said, Jakarta ini menyewa dua
stand di arena Pesta Buku.

Selain milik Daud, ada satu lagi stand buku tua di Pesta Buku itu, yakni milik keluarga
Syamsuddin Effendi. Pedagang ini aslinya berjualan di arena Taman Mini Indonesia Indah
(TMII). Kiosnya yang disebut Pasar Buku Langka TMII, sangat populer di kalangan kolektor
buku tua bermutu se-Indonesia.

Para pedagang buku tua semacam ini tak kenal 'pesta' meski sedang mengikuti Pesta Buku.
Padahal, hampir semua stand yang diisi ratusan penerbit dan toko buku, menawarkan diskon
besar untuk buku-buku tertentu. Bahkan, banyak sekali yang langsung menjualnya cuma Rp
5.000 per buku.

Mengapa tak ada diskon? "Saya jual dengan harga standar saja. Buku-buku langka itu kan selalu
ada peminatnya," kata Dolly Syamsuddin, anak lelaki Syamsuddin Effendi. Dolly bahkan
percaya diri mematok harga tinggi untuk buku-buku andalannya. Buku termahal yang ia kuasai
sekarang adalah "Het Amboinsch Kruid-boek" karangan Georgius Everhardus Rumphius tahun
1743. "Ini buku tertua tentang tumbuh-tumbuhan di Ambon yang membuat orang asing datang ke
sana. Sudah ada lima bule yang berani menawar Rp 30 jutaan tapi tidak saya lepas," kata Dolly.

Ia mengaku buku itu didapatnya dari pedagang barang bekas keliling seharga Rp 100.000. "Tapi
coba cari lagi, pasti sangat sulit," imbuhnya. Wajarkah harga setinggi itu? Mari membandingkan
dengan harga yang ditawarkan toko buku antik bermarkas di Belanda. Dalam websitenya,
www.antiqbook.com, tersedia informasi buku yang ditulis dalam bahasa Latin dan Belanda itu
sejatinya terdiri dari enam volume. Harganya 3.900 Euro atau sekitar Rp 46.074.223 untuk dua
volume, sedangkan koleksi Dolly lengkap enam volume.

Mengapa Dolly mempertahankannya? "Saya berharap harganya bisa lebih tinggi lagi," katanya.
Buku termahal kedua koleksi Dolly adalah "Pararaton" terbitan 1912. Buku ini sebetulnya hanya
hasil studi peneliti Belanda atas kitab Pararaton. "Ini Rp 5 juta. Kalau "The Achehnese" oleh
Snouck Hurgronje tahun 1906 itu saya jual Rp 2 juta," kata Dolly.

Ia masih punya banyak buku andalan lain, misalnya Babad Mangkunegoro IV terbitan 1936
seharga Rp 2 juta. Selain buku, Dolly juga punya koleksi bendel Javasche Courant tahun 1921,
1930 dan 1936. Javasche Courant adalah harian berbahasa Belanda terbitan Batavia sejak 1828
sampai Jepang datang tahun 1942. Ia terbit lagi mulai 1946 sampai setahun menjelang Belanda
menyerahkan kedaulatan RI. Untuk koleksi berharga ini, Dolly menawarkannya Rp 1 juta per
bendel. (yuli ahmada)
Prev: History is fun, but is it salable?
reply share

audio reply video reply


Add a Comment

Submit (Ctrl+Enter) Preview & Spell Check

© 2008 Multiply, Inc. About · Blog · Terms · Privacy · Corp Info · Contact Us · Help

Anda mungkin juga menyukai