Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERNAPASAN ”TUBERCULOSIS PARU”

DI RSUD KOTA KENDARI

PROPOSAL

Oleh :

SUSANTI

P00320016042

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2019
BAB I

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang

Perhatian aktivis kesehatan sedunia dikejutkan oleh deklarasi “kedaruratan

global” (the global emergency)Tuberkulosis (TBC) pada tahun 1993 dari

WHO, karena sebagian besar di Negara-negara di dunia tidak berhasil

mengendalikan penyakit tuberkulosis, hal ini disebabkan oleh rendahnya

angka kesembuhan penderita yang berdampak pada tingginya penularan.

(Kunoli, 2012:19).

Tuberculosis (TBC) merupakan infeksi yang disebabkan oleh

bakteri micobakterium tuberculosis ( dan kadang-kadang oleh M. Bovis

dan africanum). Organisme ini disebut pula sebagai basil tahan asam.

Penularan terjadi melalui udara (airbone spreading) daro “droplet”infeksi.

Sumber infeksi adalah penderita TB paru yang membatukkan dahaknya,

dimana pada pemeriksaan hapusan dahak umumnya di temukan BTA

positif. Batuk akan menghasilkan droplet infeksi (doraplet nuclei).

Pada sekali batuk dikeluarkan 3000 doplet. Penularan umumnya

terjadi dalam ruang dengan ventilasi kurang. Sinar matahari dapat

membunuh kuman dengan lebh cepat, sedang pada ruang gelap kuman

dapat hidup. Resiko penularan infeksi kuman tuberkulosis, hampir 90%

penderita secara klinis tidak sakit,hanya didapat tes tuberkulin positif, 10%

akan sakit. Penderita yang sakit bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun,
505 penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh

yang baik dan 25% menjadi kronik dan infeksius (helminah, 2010).

Mortalitas dan morbiditas meningkat sesuai dengan umur, pada

orang dewasa lebih tinggi pada laki-laki. Morbiditas Tuberkulosis Paru

lebih tinggi diantara penduduk miskin dan daerah perkotaan jika

dibandingkan dengan pedesaan. Di Amerika Serikat insiden Tuberkulosis

Paru menurun sejak tahun 1994, penderita yang dilaporkan adalah 9,4/100.

000 (lebih dari 24.000 kasus).

Tuberculosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang sejaranya

dapat dilacak sampai ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba

penyakit ini dikena sebagai penyakit yang menakutkan. Sampai pada tahun

1882 ilmuan Robert koch menemukan penyebab penyakit ini Kuman ini

berbentuk batang (Basil) yang di kenal dengan nama „Mycobakterium

Tuberculosis‟. (Kunoli, 2012:19.

Dinegara maju seperti Eropa barat dan Amerika Utara, anka

kesakitan maupun angka kematian TB paru perna menurun secara tajam.

Di Amerika Utara, saat awal orang Eropa berbondong- bondong

bermigrasi kesana,kematian akibat Tbpada tahun 1800 sebesar 650 per

100.000 penduduk,tahun 1860 turun menjadi 400 per 100.000 penduduk,

di tahun 1900 menjadi 210 prt 100.000 penduduk, pada tahun 1969 turun

secar derastis menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun. Angka kematian

karna tuberkulosis di Amerika serikat pada tahun 1976 telah turun menjadi

1,4 per 100.000 penduduk.


WHO menyatakan 22 negara dengan jumlah Tuberkulosis Paru

tertinggi di dunia 50% nya berasal dari Negara-Negara Afrika dan Asia

serta Amerika (Brasil). Hampir semua Negara ASEAN masuk dalam

kategori 22 Negara tersebut kecuali Singapura dan Malaysia, dari seluruh

kasus di dunia. India menyumbang 35%, China 15%, Indonesia 10%,

(Kunoli, 2012:22).

Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam

jumlah penderita TB paru di dunia. Jumlah penderita TB paru dari tahun

ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu

penderita baru TB paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru

TB paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang

meninggal akibat TB di Indonesia.

Di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia, penyakit

tuberkulosis merupakan penyakit menular. Angka tertinggi yang terjangkit

penyakit ini di jumpai di India, yaitu sebanyak 1,5 juta orang, yang berada

pada urutan kedua adalah China yang mencapai 2 juta orang, sementara

Indonesia menduduki urutan ketiga dengan penderita kurang lebih 583.000

orang.

Di Indonesia tuberculosis meupakan penyebab mortalitas nomor

satu diantara penyakit yan menular dan merupakan penyebab mortalitas ke

3 setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada semua

kalangan usia.

Pada tahun 1999, WHO (Word Health Organisation) menegaskan

bahwa di Indonesia, setiap tahunya terjadi kurang lebih ratusan ribu kasus
baru dengan kematian 130 penderita, dengan tuberkulosis positif pada

dahaknya. Sedangkan menurut hasil penelitian Kusnindar tahun 1990,

jumlah kematian yang disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan

105.952 orang pertahun. Kejadian kasus tuberkulosis paru yang tinggi ini

paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi

yang lemah. Meningkatnya kasus penyakit ini dari tahun ke tahun,

dipengaruhi oleh faktor ketahanan tubuh pada manusia yang lemah. Hal

ini bisa berbentuk status gizi, kebersihan diri individu, dan kepadatan

tempat lingkungan yang ditinggali. Adapun dampak penyakit TB Paru

terhadap lingkungan masyarakat adalah semakin banyak resiko

masyarakat tertular oleh penyakit Tb Paru tersebut. (Naga, 2014. 308).

Pada tahun 2015 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.268 kasus baru

TB, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2014 dengan 3.802 kasus.

Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, penemuan kasus baru tertinggi yang

dilaporkan masih berasal dari 3 kabupaten yaitu Kabupaten Muna,

Konawe dan Kota Kendari. Jumlah kasus baru di tiga kabupaten tersebut

mencapai ˃50% dari keseluruhan kasus baru TB diSulawesi Tenggara.

Berdasarkan jenis kelamin, seperti tahun sebelumnya, rata-rata kasus baru

TB pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dengan 59%

berbanding 41%. Secara rata-rata provinsi, di hampir semua kabupaten

jumlah penderita laki-laki lebih tinggi.

Berdasarkan data dari medical record RSUD Kota Kendari tahun

2018-2018, bahwa penyakit tuberculosis paru dengan jumlah penderita

tahun 2016 adalah 229 jiwa tahun 2017 adalah 303 jiwa dan pada tahun
2018 adalah 100 jiwa. Berdasarkan data dari RSUD Kota Kendari kasus

tuberculosis yang meninggal pada tahun 2016 adalah 0 jiwa, pada tahun

2017 adalah 19 jiwa dan pada tahun 2018 yaitu 3 orang yaitu pada bulan

mey 2orang dan pada bulan agustus 1 orang.( data RSUD Kota Kendari

2016-2017).

Berdasarkan uraian data di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dalam bentuk sudi khasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan

pada pasien Dengan gangguan sistem Pernapasan “Tuberculosis Paru” di

RSUD Kota Kendari”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam proposal ini adalah bagaimana

penerapan Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan

Tuberkulosis Paru Di RSUD Kota Kendari ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujan Umum

Tujuan umum dalam proposal ini adalah agar penulis mampu

menerapkan asuhan keperawatan gangguan sistem pernafasan

tuberculosis paru.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam proposal ini adalah :

a. Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem pernafasan

tubercuosis paru.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan gangguan sistem

pernapasan Tuberculosis paru


c. Menyususn intervensi keprawatan klien dengan gangguan sistem

pernapasan Tuberculosis paru

d. Melaksanakan implementasi sesuai interveni yang ditetapkan untuk

mengatasi diangnisa keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem pernapasan tuberculosis paru.

e. Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan pada klien

dengan gangguan sistem pernapasan tuberculosis paru.

D. Manfaat Penilitian

1. Bagi Penulis

Sebagai pengalaman baru dan bahan evaluasi bagaimana penerapan

konsep asuhan keperawatan yang di dapatkan selama pendidikan ke

dalam praktek keperawatan secara nyata.Menambah pengetahuan dan

informasi bagi penulis tentang keperawatan dan masalah tuberculosis

paru.

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang penyakit tuberculosis

paru, bahaya dan cara mencegah penyakit tuberculosis paru.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat di jadikan bahan bacaan maupun sebagai bahan

ajaran bagi mahasiswa dalam menguasai asuhan keperawatan pada

pasien dengan masalah tuberculosis paru.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar tuberculosis paru

1. Pengertian

tuberculosisTB paru adalah penyakit yang disebabkan

olehmycobacterium tuberculosis, yakni kukan aerob yang dapat hidup

terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang

mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga

mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya

sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan

pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini

tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama

terjadi pada malam hari(tabrani, 2010).

Menurut somantri(2008), tuberculosis paru merupakan penyakit

infeksi yang menyerang parenkim paru dan di sebabkan oleh penyakit

ini dapat juga menyebar kenagian tubuh lainya seperti manigen, ginjal,

tulang, dan nodus limfe.

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular ang sisebabkan

oleh basil mikobakterium tuberculosis.tuberculosis paru merupakan

salah satu penyakit saluranpernafasan bawah.

Di indonesia penyakit ini merupakan penyakit infeksi terpenting

setelah eradikasi penyakit malaria. Sebagian besar basil


mikrobakterium tuberculosis masuk kedalam jaringan paru melalui air

bone infection dan selanjutnya mengalami proses yang di kenal

sebagai fokus primer dari Ghon. Pada stadium pemulaan, setelah

pembentukan fokus primer, akan terjadi beberapa kemungkinan yang

penyebarannya brokogen, limfogen, dan hematogen.

Keadaan ini hanya berlangsung beberapa saat. Penyebarannya akan

berhenti bila jumlah kuman yang masuk dan telah terbentuk daya tahan

tubuh yang spesifik terhadap basil tuberculosis. Tetapi bila jumlah

basil tuberculosis yang masuk ke dalam saluran pernapasan cukup

banyak, maka akan terjadi tuberculosis milier atau tuberculosis

meningitis.

B. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah mycobakterium tuberculosis. Basil ini tidak

berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan

sinar ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria tuberculosis yaiti human

dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita

mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak

ludah(droplet) dan diudara yang berasal dari penderita TBC, dan orang

yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. ( Wim de Jong, Aplikasi

Nanda Nic-Noc,2015).

Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru – paru bakteri dapat

bertahan hidup dan menyebar kenodus linfatikus lokal. Penyebaran

melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada organ lain, diman
infeksi laten dapat bertahan sampai bartahun-tahun.(patrick davey,aplikasi

nanda Nic – Noc,2015)

Ketika seseorang penderita TB paru batu,bersin, atau berbicara,

maka secara tak sengaja keliarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai,

atau tempat lainnya. Akubat terkena sinar matahari atau suhu udara yang

panas droplet atau nuklei tadi menguap. Menguap droplet bakteri keudara

di bantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang

terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara.

Menurut smeltzer & bare (2015), individu yang beresiko tinggi

untuk tertular virus tuberculosis adalah:

a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai Tb

aktif.

b. Individu imunnosupresif ( termaksud lansia, pasien dengan kanker,

mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi

dengan HIV).

c. Penggunaan obat-obat IV dan alkhoholik.

d. Individu tanpa perawatan yang adekuat ( tunawisma;tahanan;etnik dan

ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa

muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).

e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan

diabetes, gagal ginjal kronis,silikosis, penyimpanagan gizi).

f. Individu yang tinggal di daerah yang perumahan sub stabdar kumuh.

g. Pekerja (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan

aktivitas yang beresiko tinggi.


Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase : (Wim de Jong)

1. Fase 1 ( fase tuberculosis primer)

Masuk kedalam paru dan berkembang biak tampa menimbulkan reaksi

pertahanan tubuh.

2. Fase2

3. Fase 3 (fase laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahun-

tahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan

keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di tulang panjang,

vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjer limfe hilus, leher dan ginjal.

4. Fase 4: dapat sembu tampa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar

keorgan yang lain dan yang kedua keginjal setelah paru.

C. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan menurut (ardiansyah,2010)

adalah:

a. Anotomi sistem pernafasan

1) Saluran pernafasan bagian atas ( upper respiratory airway)

Secara umum, fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah

sebagai saluran udara (air conduction) menuju saluran pernafasan

bagian bawah untuk pertukaran gas, melindungi ( protecting)

saluran pernafasan bagian bawah dari benda asing, dan sebagai

penghangat, penyaring, serta pelembab( warning filtration and

humidifiction) dari udara yang dihirup hidung.

Aluran pernafasan bagian atas terdiri dari organ-organ sebagai

berikut :
a) Hidung ( Cavum Nasalis)

Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat

kaya akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan

lapisan faring dan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang

masuk dalam rongga hidung.

b) Sinus paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang

kepala. Nama sinus paranasalis sendiri disesuaikan dengan

nama tulang organ itu berada. Organ imi terdiri atas sinus

frantalis, sinus etmoidalis, sinusa spenoidalis, dan sinis

maksilaris. Fungsi dari sinus adalah untuk menghangatkan dan

melembabkan udara, meringankan berat tulang tengkorak, serta

mengatur bunyi suara manusia denhan ruang resonansi.

c) Faring ( Trakea)

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak

sampai persambungan esofagus, pada ketinggian tulang rawan

krikoid. Oleh karena itu, letak faring dibelakang larig ( larynx-

pharyngeal).

d) Laring (tenggorokan)

Laring terletak di depan bagian terendah faring yang

memisahkan faring dari Columna vertebrata. Laring merentang

sampai bagian atas vertebrata servicals dan masuk kedalam

trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan

yang diikat/disatukan oleh ligmen dan membran.


2) Saluran pernafasan bagian bawah (lower airway)

Ditinjau dari fungsinya, secara umum saluran pernafasan

terbagai dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif atau yang

sering disebut sebagai percadangan dari tracheobronkialis. Saluran

ini terdiri atas trachea, bronchi dan bronchioli.

Kedua, satuan respiratorius terminal (kadang disebut

dengan acini) yang merupakan saluran udara konduktif dengan

fungsi utama sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan keluar

dari satuan respiratori terminal yang merupakan tempat pertukaran

gas yang sesungguhnya. Alveoli sendiri merupakan bagian dari

satuan respiratorius terminal.

a) Trakea

Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira- kira

9 cm. Organ ini merentang laring sampai kira-kira di bagian

atas vetebrata torakalis keima. Dari tempat ini, trakea

bercabang menjadi dua bronkus ( bronchiI).trakea tersusun

atas 16-0 lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang

rawan yang disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan

melenhkapi lingkaran di sebelah belakang trakea. Selain itu,

tarakea juga memuat beberapa jaringan otot.

b) Bronkus dan Bronkheolu

Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakhea pada

tingkatan vetebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa

dengan trakhea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama.


Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada kiri,

sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan

sebelah cabang utama lewat di bawah arteri, yang di sebut

bronkus lobus bawah.

Bronkus kriri lebih panjang dan lebih langsing dari yang

kanan, serta mrentang da bawah arteri pulmonalis sebelum

akhirnya terbelah manjadi beberapa cabang menuju ke lobus

atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri

bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi

lobus segmentalis. Percabangan ini merenytang terus menjadi

bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya

menjadi bronkeolus terminalis, yaitu saluran udara kecil yang

tidak mengandung alveoli ( kantong udara).

Bronkheoli terminalis memiliki garis tengah berukuran

kurang lebih 1mm. Bronkeolus tidak di perkuat oleh cincin

tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga

ukurannya dapat berubah. Saluran udarah bawah sampai

tingkat bronkeolus terminalis di sebut seluran pengantar

udara karena berfungsi sebagai penghantar udara karena

berfungsi sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran

gas.

c) Alveolus

Alveolus (tempatpertukaran gas sinus) terdiri dari

bronkeolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong


udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah

kantong berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui

saluran dinding inilah terjasi pertukaran gas. Setiap paru

mengandung sekitar 300 juta alveoli. Alveolus yang melapisi

rongga toraks dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-

pori kohn.

d) Paru-paru

Paru paru merupakan tempat pertukaran gas. paru kanan

di bagi menjadi tiga yaitu lobus superior, lobus medius, dan

lobus inferior. Sedangkan paru kiri di bagi menjadi dua lobus

yaitu lobus superior dan lobus inferior. Tiap lobus dibungkus

oleh jaringan elastis yang mengandung pembuluh

limfe,arteriola,venula, bronchial venula, ductus alveolar,

saccus alveolar, dan alveoli.

e) Thoraks, diafragma, dan pleura

Rongga thoraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung

dan pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12

iga costa. Pada bagian atas toraks di daerah leher, terdapat dua

otot tambahan untuk proses inspirasi, yaitu scaluneus dan

sternocleidomastoideus.

Otot sclaneus menaikkan tulang iga pertama dan kedua

selama inspirasi untuk memperluas rongga dad atas dan

menstabilkan dinding dada. Otot sternocleidomastoideus

berfungsi untuk mengangkat sternum. Otot parasternal,


trpezius, dan pektoralis juga merupakan otot inspirasi

tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas.

Diantara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot interkosta

asternum adalah otat yang mengerakkan tulang iga keatas dan

kedepan, sehingga dapat meningkatkkan diameter

anteroposterior dari dinding dada.

Diafragma terletak di bawah rongga thoraks.pada

keadaan relaksasi, diafragma ini berbentuk kubah. Mekenisme

pengaturan otot diafragma(nervus frenicus) terdapat pada

tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh

karena itu, jika terjadi kecelakaan syaraf C3, maka hal ini

dapat menyebabkan gangguan ventilasi.

Pleura merupakan membran mukosa yang menyelimuti

paru. Terhadap dua macam pleura yaitu pleura pariental yang

melapisi rangga thoraks dan pleura viseral yang menutupi

setiap paru-paru. Di antara kedua pleura tersebut terdapat

cairan pleura yang menyerupai selaput tipis yang

memungkinkan kedua permukaan tersebut satu sama lain

selama respirasi, sekaligus mencegah pemisahan toraks dan

paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari

tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru.

b. Fisiologi sistem pernapasan

Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen di pendahkan dari

udrah ke dalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan keudara


(ekspirasi), dapat dibagi menjadi dua tahap (stadium), yaitu

stadium pertama dan stadium kedua.(Ardiansyah,2009).

Stadium pertama ditandai dengan fase ventilasi, yaitu

masuknya campuran gas-gas kedalam dan ke luar paru-paru.

Mekanisme ini dimungkinkan karena ada selisih tekanan antar

atmosfer dan alveolus, akibat kerja mekanik dari otot-otot.

Stadium kedua terdiri dari beberapa aspek, yaitu:

a. Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respires

eksternal) serta antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.

b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyusuaiannya

dengan distribusi udara dalam alveolus

c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi

atau respirasi internal merupakan stadium akhir dari respirasi,

di mana oksigen dioksida untuk mendapatkan energi dan CO2

terbentuk sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan

dikeluarkan oleh paru-paru.

d. Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernafasan yang

mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus

kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 mm). Kekuatan

mendorong untuk pemindahan ini diperoleh dari selisih

tekanan parsial antar darah dan fase gas.

e. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus

dan kapiler paru-paru yang membutuhkan distribusi merata dari

udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler.


Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary

yang sudah sesuai dengan orang normal pada posisi tegak dan

keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang,

keculi pada apeks paru-paru.

D. Manifestasi klinis TBC

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu

penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang

juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah

penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan

kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinis TBC dapat dibagi menjadi 2

golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik. (Wijaya dan Yessie,

2013).

a. Gejala respiratorik meliputi:

1) Batuk: gejala batuk timbul paling dini dan merupakan

gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mual-mual bersifat

non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila

sudah ada kerusakan jaringan.

2) Batuk darah: darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,

mungkin tampak berupa garis atau bercak-becak darah,

gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

Batuk berdahak terjadi karena pecahnya pembuluh darah.

3) Sesak nafas: gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru

sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi

pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.


4) Nyeri dada: nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik

yang ringan. Gejalanya ini timbul apabila system persarafan di

pleura terkena.

b. Gejala sistemik meliput

1) Demam: merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya

timbul pada sore dan malam hari mirip demam influensa,

hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya

sedang masa bebas serangan makin pendek.

2) Gejala sistemik lain: gejala sistemik lain ialah keringat malam,

anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

3) Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-

bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batu, panas, sesak

nafas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala

pneumonia.Sebagian besar pasien menunjukan demam tingkat

rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan,

berkeringat malam, nyeri dada dan batukmenetap. Batuk pada

awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang ke

arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis

E. Klasifikasi

Tb paru di klasifikasikan menurut wahid & imam tahun 2013 yaitu

a. Pembagian secara patologis

- Tuberculosis primer ( childhood tuberculosis)

- Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).


b. Pembagian secara aktivitas radiologi TB paru ( koch pulmonum) aktif,

dan quiescent (batuk aktif yang mulai menyembuh).

c. Pembagian secara radiologis ( luas lesi )

1) Tuberculosis minimal mendapat sebagian kecil infiltrat non kavitas

pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak

melebihi satu lobus paru.

2) Moderately advanced tuberculosis Ada kavitas dengan diameter

tidak lebih dari 4cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih

dari 1 bagian paru. Bila bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga

bagian 1 paru.

3) Far advanced tuberculosis Terdapat infiltrat dan kavitas yang

melebihi keadaan pada moderately advanced tuberkulosis.

Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,

radiologik, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini

penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk

menentukan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas TB

(Gerakan Terpadu Nasional Penanggulan Tuberkulosis). klasifikasi

TB paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1) Dengan atau tanpa gejala klinik.

2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif

1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong

radiologik positif 1 kali.


3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB

paru aktif.

2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:

1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan

paru.

3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,

menunjukkan serial foto yang ttidak berubah.

4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih

mendukung).

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan diagnostik.

Pemeriksaan diagnostik penyakit TBC adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan rontgen Toraks

Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan

adanya suara lesi sebelum ditemukaan gejala subjektif awal.

Sebelum pemeriksaan fisik, dokter juga menemukaa suatu kelainan

pada paru. Pemeriksaan rontgen toraks ini sangat berguna untuk

mengevaluasi hasil pengobatan, di mana hal ini bergantung pada

tipe ketertiban dan kerentanganbakteri tuberculosis terhadap OAT.

Penyembuhan total sering kali terjadi dibeberapa area dan ini


adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah proses

penyembuhn yang lengkap.

b. Pemeriksaan CT-scan

Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukaan

hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya

gambaran garis garis fibrotic ireguler, pita parenkimal, klasifikasi

nodus dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkho

vaskuler, bronkhiektasis, serta empisema periskatrisial. Pemriksaan

CT-scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan

kavitas dan lebih dapat diandalkan dari pada pemeriksaan rontgen

toraks biasa.

c. Radiologi Tubrkulosis Paru Miller

Tuberkulosis Paru Miller di ikuti oleh invasi pembuluh

darah secara massif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut

yang berat dan sering disertai akibat fatal sebelum menggunakan

OAT. Hasil pemeriksaan rongsen toraks, tetapi ada beberapa kasus

di mana bentuk miller klasik berkembang seiring dengn perjalanan

penyakit

d. Pemeriksaan laboratorium

Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobakterium

Tuberculosis adalah seputum pasien, urine, dan cairan kumbah

lambung. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB

paru, walaupun kurang sensitive, adalah pemeriksaan laju endap

darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan


peningkatan immunoglobulin, terutama igG dan IgA. (Ardiansyah,

2012. 307)

G. Komplikasi

Menurut Sudoyo, dkk (2009) komplikasi yang dapat terjadi pada klien

dengan tuberkulosis paru yaitu:

1. Pleuritis tuberkulosa

Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran

getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan kearah

saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna

vertebralis.

2. Efusi Pleura

Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh limfe

kedalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya

penjelasan material masuk kerongga pleura. Material mengandung

bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat

pleura yang kaya akan protein.

3. Empiema

Penumpukan cairan terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura,

rongga pleura yang disebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri

mycrobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis)

4. Laringitis

Infeksi mycobacterium pada laring yang kemudian menyebabkan

laringitis tuberkulosis.
5. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)

Bakteri mycrobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di

dalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang

yang daya tahan tubuhnya lemah dan dapat menyebar melalui

pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh karena itu infeksi

mycrobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh orang tubuh

seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.

6. Kerusakan Parenkim paru berat.

Microbacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi

parenkim paru,sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan

kerusakan lebih lanjut padaparenkim yang terinfeksi.

7. Sindrom gagal napas (ARDS)

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas.

Menyebabkan gagal napas atau ketidakmampuan paru-paru untuk

mensuplai oksigen keseluruh jaringan tubuh.

2. Penatalaksanaan

Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru

menjadi tiga bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case

finding).

1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang

bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan

meliputi tes tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin

positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6

dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG


vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin

dan diberikan kemoprofilaksis.

2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap

kelompokkelompok populasi tertentu misalnya:

a. Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.

b. Penghuni rumah tahanan.

3. Vaksinasi BCG Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat

melindungi anak yang berumur kurang dari 15 tahun sampai 80%,

akan tetapi dapat mengurangi makna pada tes tuberkulin.

Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang

dicurigai menderita tuberkulosis, yakni:

a. Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif

dan pernah berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum

positif harus diawasi.

b. Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes

Heafnya positif dan pernah berkontak dengan pasien penyakit

paru.

c. Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai

kemungkinan terkena.

d. Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang

setelah 8 minggu dan ila tetap negatif maka dilakukan

vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin sudahmmengalami

konversi, maka pengobatan harus diberikan.


4. Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama

6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi

populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis

primer atau utama ialah bayi yang menyusui pada ibu dengan BTA

positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi

kelompok berikut:

a. Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif

karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB

b. Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil

tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang

menular.

c. Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari

negatif menjadinpositif

d. Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

immunosupresif jangka panjang.

e. Penderita diabetes melitus.

5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit

tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun

ditingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas

LSM (misalnya Perkumpulan PemberantasanbTuberkulosis Paru

Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012).

Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada

penderita TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah

kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT,serta memutuskan


mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan

tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting

untuk diketahui. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin

(R) dan Streptomisin (S).

2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin

dan Isoniazid (INH).

b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri

semidormant)

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin

dan Isoniazid.

2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan

Rifampisin dan Isoniazid.nUntuk very slowly growing

bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).

c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas

bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol

(E), asam para-amino salistik (PAS), dan sikloserine.

2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh

Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase

intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang

digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,

Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004)

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih

dahulu berdasarkan lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil

pemeriksaan bakteriologi,apusan sputum dan riwayat pengobatan

sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi

penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly Observed

Treatment Short Course (DOTSC).

DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima

komponen, yaitu:

1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan

dalam penanggulangan TB paru.

2. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik

langsung,sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti

pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit

pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

3. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah

pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO),

khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum

obat setiap hari.

4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.

5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.


E. Patofisiologi

Tempat masuk kuman microbacterium tuberculosis adalah saluran

pernafasan,saluran pencernaan,dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan

infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang

mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang – orang

yang terinfeksi. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon

imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit

(biasanya sel T) adalah sel imunresponsif. Tipe imunitas seperti ini

biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh

limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi

hipersensitivitas seluler (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di

inhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.Gumpalan

basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang

besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam

ruangan alveolus, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian

atas lobus bawah, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian

ataslobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.

Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit

bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.

Sesudah hari- hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli

yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbulkan pneumonia

akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga

tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus difagosit
atau berkembang biak dalam di dalam sel. Basil juga menyebar melalui

getah bening menuju ke kelenjer getah bening regional.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan

sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel epiteloid, yang

dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10

sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang

relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang

mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang

terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons

berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibroblas membentuk suatu

kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut Fokus Ghon

dan gabungan terserangnya kelenjr getah bening regional dan lesi primer

disebut Kompleks Ghon.

Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada

orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio gram

rutin.Namun kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau

dengan radiografi. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis

adalah pencairan, yaitu bahan cairan lepas kedalam bronkus yang

berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan

dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial.

Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain dari paru, atau basil dapat

terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Walaupun tanpa

pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan

parut fibrosis.
Bila peradangan merada, lumen bronkus dapat menyepit dan

tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut bronkus dan

rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas penu

dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak

terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala

demam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan

menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah

bening atau pembuluh darah.

Organisme yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai

aliran darahvdalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan

lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai

penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran

hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan

TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah

sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar

ke organ – organ tubuh. (Sylvia, 2005).

F. Konsep asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru

(Somantri,2009).

a. Data PasienPenyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari

usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama

antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak

ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat


kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam

rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada usia

berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.

Anak-anak lebih sering mengalami TB diluar paru-paru

(extrapulmonary) disbanding TB paru dengan perbandingan 3:1.

TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan

pada usia < 3 tahun. Angka kejadian (pravelensi) TB paru pada

usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia

remaja dimana TB paru menyerupai kasus pada pasien dewasa

(sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).

b. Riwayat Kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain:

1. Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.

2. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini

terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang

dimulai dari batuk kering sampai dengan atuk purulent

(menghasilkan sputum).

3. Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai

setengah paru paru.

4. Keringat malam.

5. Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi

radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

6. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,

berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.


7. Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis.

Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan

jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi

yang sakit nampak bayangan hitam dan diagfragma menonjol

keatas.

8. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya

penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan

tetapi merupakan penyakit infeksi menular.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

1. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

2. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

3. Pernah berobat tetapi tidak teratur.

4. Riwayat kontak dengan penderita TB paru.

5. Daya tahan tubuh yang menurun

6. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

7. Riwayat putus OAT.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB

paru.Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan

seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung dan lainnya.

e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya

1. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan

sakitnya

2. Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.


3. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan

penyakitnya.

4. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir

f. Riwayat Sosial Ekonomi

1. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja,

jumlah penghasilan.

2. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat

berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada

keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan dengan

kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan

biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan

pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

g. Faktor Pendukung:

1. Riwayat lingkungan.

2. Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola

istirahat dan tidur, kebersihan diri.

3. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang

penyakit, pencegahan , pengobatan dan perawatannya.

h. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk

- TD : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat).

- Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat


- Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat (normal : 16

- 20x / mnt).

- Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari.

Suhu mungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak

ada demam

1. Kepala

Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak

meringis,konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak

sianosis,mukosa bibir kering, biasanya adanya pergeseran

trakea.

2. Thorak

Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding

dada,biasanya pasien kesulitan saat inspirasi.

Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah

Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak

Auskultasi : Biasanya terdapat bronki

3. Abdomen

Inspeksi : biasanya tampak simetris.

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar.

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani.

Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar.

4. Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin,

tampak pucat, tidak ada edema.


5. Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin,

tampak pucat, tidak ada edema

i. Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur sputum

Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.

2. Tes Tuberkulin

Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-

72 jam).

3. Poto torak

Infiltnasi lesi awal pada area paru atas, pada tahap dini tampak

gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas,

pada kavitas bayangan, berupa cincin, pada klasifikasi tampak

bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

4. Bronchografi

Untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena

TB paru.

5. Darah

Peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

6. Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital

menurun.

j. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1. Pola aktivitas dan istirahat

Subyektif :
Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas

pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada

malam hari.

Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable,

sesak (tahap, lanjut, infiltrasi radang sampai setengah paru),

demam subfebris (40-41oC) hilang timbul.

2. Pola Nutrisi

Subyektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan

berat badan.

Obyektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan

lemak sub kutan.

3. Respirasi

Subyektif : Batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit

dada

Obyektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum

hijau/purulent, mukoid

kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe,

terdengar bunyi ronkhi basah, kasar didaerah apeks paru,

takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan

pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris

(effusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan

pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

4. Rasa nyaman/nyeri
Subyektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang

Obyektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,

gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura

sehingga timbul pleuritis.

5. Integritas Ego

Subyektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak

berdaya/tak ada harapan.

Obyektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,

mudah tersinggung.

G. Diagnosa keperawatan

Sesuai dalam tinjauan teori diatas diagnosa keperawatan Tuberkulosis paru

dalam NANDA NIC-NOC 2015 : memunculkan 5 diagnosa keperawatan

yaitu :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d bronkospasme.

2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal,

penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan

curah jantung.

3. Hipertermia b.d reaksi inflamasi.

4. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakadekuatan intake nutrisi, dispneu.

5. Resiko infeksi b.d organism purulen


H. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC

NOC : NIC :
Ketidakefektifan
Status Pernafasan : Manajemen jalan nafas
bersihan jalan
kepatenan jalan nafas 1. Posisikan pasien
napas b/d
Kriteria Hasil : untuk
bronkospasme.
1. Frekuensi memaksimalakan

pernafasan ventilasi

dalam batas 2. Lakukan

normal fisioterapi dada

2. Kemampuan sebagaimana

dalam semestinya

mengeluarkan 3. Instruksikan

sekret bagaimana agar

3. Tidak terdapat bisa melakukan

suara nafas baktuk efektif

tambahan 4. Ajarkan pasien

mengunakan

inhaler sesuai

resep,sebagaimana

semestinya.

5. Monitor status

pernafasan dan
oksigenasi,

sebagaimana

semestinya.

I. Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana

keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi

dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan

meningkatkan status kesehatan klien (Potter & Perry, 2009. )Implementasi

adalah pengelolaan dan mewujudkan dari rencana keperawatan yang telah

disusun pada tahap perencanaan. Faktor dari intervensi keperawatan antara

lain adalah:

a. Mempertahankan daya tahan tubuh.

b. Mencegah komplikasi.

c. Menemukan perubahan system tubuh.

d. Memantapka hubungan klien dengan lingkungan.

e. Implementasikan pasan dokter (Setiadi, 2012)

J. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara birsambung dengan melibatkan klien, keluarga dan

tenaga kesehatan lainya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat


kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria

hasil pada tahap perencanaan. (Setiadi, 2012).


BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rencana studi khasus

Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian deskriptif artinya suatu

metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat

gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.

B. Subjek Studi Kasus

Pada penelitian ini, peneliti mengambil satu klien untuk dijadikan

subyek studi kasus yang sesuai dengan kriteria inklusib.

Kriteria inklusi yaitu batasan karakteristik umum subyek studi

kasus dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.

Kriteria pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pasien penderita TB dengan gangguan sistem pernapasn di ruang

rawat inap RSUD Kota Kendari.

b. Berusia ≥ 18 tahun

c. Mampu berkomunikasi dengan kooperatif dan di damping oleh

keluarga.

d. Bersedia menjadi subyek studi dan mengisi informed consent

Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pasien yang pulang setelah 5 hari perawatan.

b. Pasien yang berpindah ruangan


C. Fokus studi

1. Asuhan keperawatan keluarga dengan tuberkulosis paru.

2. Penerapan teknik fisioterapi dada

D. Definisi operasional

1. Asuhan keperawatan merupakan asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian terhadap pasien, perumusan diagnosa keperarawatan,

perencanaan, pelaksaan serta evaluasi.

2. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru. Dengan

pasien tuberkulosis paru yang terdiagnosa oleh dokter.

Studi kasus penerapan prosedur keperawatan:

1. Pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu

meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan individu maupun

keluarga.

2. Fisioterapi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan dengan

postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan

gangguan system pernapasan.

E. Tempat dan Waktu

Studi kasus ini dilaksanakan di RSUD Kota Kendari, dan studi kasus

dilakukan setelah ujian proposal dilaksanakan

F. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Observasi
Obsevasi atau pengamatan kegiatan merupakan suatu kegiatan untuk

melakukan kegiatan langsung seperti pengukuran, pengamatan dengan

indra penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyan

pada pasien. Hal yang perlu diobservasi pada pasien tuberkulosis paru

dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas meliputi : ada atau

tidaknya pengeluaran sputum, warna sputum, jumlah sputum.

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden atau

pasien dengan menggunakan format pengkajian..

G. Penyajian Data

Penyajian data penelitian merupakan cara penyajian dan penelitian

dilakukan melalui berbagai bentuk, (Notoatmodjo,2010). Dari data yang

sudah terkumpul dan telah diolah akan disajikan dan dibahas dalam bentuk

textular atau verbal. Penyajian cara textular merupakan penyajian data

hasil penelitian dalam bentuk uraian kalismat. Penelitian ini akan

dijabarkan dalam bentuk narasi untuk mengetahui hasil penelitian

(Notoatmodjo, 2010).

H. Etika Studi Kasus

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini pihak

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari. Setelah mendapat persetujuan,


barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian

yang meliputi :

1. Informed Concent (surat persetujuan)

Sebelum pengambilan data dilakukan, peneliti memperkenalkan diri,

memberikan penjelasan tentang judul studi kasus. Deskripsi tentang

tujuan pencatatan, menjelaskan hak dan kewajiban responden. Setelah

dilakukan penjelasan pada responden peneliti melakukan persetujuan

sesuai dengan responden tentang dilakukannya studi kasus.

2. Anominity (tanpa nama)

Peneliti melindungi hak-hak dan privasi responden, nama tidak

digunakan serta menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya

menggunakan inisial sebagai identitas.

3. Confidentiality (kerahassiaan)

Semua informasi yang diberikan responden kepada peneliti akan tetap

dirahasiakan.

4. Bebas dari penderitaan (penelitian ini dilaksanakan tanpa

mengakibatkan penderitaan pada responden)

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada responden khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

5. Bebas dari eksploitasi (partisipasi responden dalam penelitian tidak

akan digunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan dalam bentuk

apapun)

Partisipasi responden dalam penelitian, harus dihindarkan dari

keadaan yang tidak menguntungkan. Responden harus di yakinkan


bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah

diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat

merugikan responden dalam bentuk apapun.

6. Resiko (peneliti telah mempertimbangkan resiko dan keuntungan

setiap tindakan yang dilakukan kepada responden)

Peneliti harus berhati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan

yang berakibat kepada responden pada setiap tindakan.

7. Right to selt determination (responden penelitian tidak boleh dipaksa

untuk menjadi responden tanpa ada sanksi apapun)

Responden harus diperlakukan secara manusiawi. Responden

mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi

responden ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan

berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien.

8. Right to full disclosure (responden memiliki hak untuk mendapatkan

jaminan dari perlakuan yang diberikan)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci dan

bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

9. Right in fair treatment ( responden harus diperlakukan secara adil

sebelum, selama, dan setelah penelitian dilaksanakan tanpa ada

diskriminasi walau klien drop out dari penelitian)

Responden harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan

setelah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian

10. Right to privacy (hak untuk dijaga kerahasiannya)


Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama dan

rahasia (Nursalam, 2013)

Anda mungkin juga menyukai