Anda di halaman 1dari 57

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2018


UNIVERSITAS TADULAKO

“OS KERATITIS + MAKULA KORNEA”

OLEH :

Nama : Hendra Saleh S.Ked


NIM : N 111 17 027
Pembimbing Klinik : dr. Dachruddin Ngatimin, Sp. M., M.Kes

DISUSUN DALAM RANGKA UNTUK MEMENUHI TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
DI BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Hendra Saleh


NIM : N 111 17 027
Judul Referat : OS Keratitis + Makula Kornea

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Dachruddin Ngatimin, Sp.M., M.Kes Hendra Saleh

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 2


2.1 Anatomi dan Fisiologi ..................................................................... 2
2.2 Fisiologi Kornea .............................................................................. 9
2.3 Resistensi Kornea Terhadap Infeksi................................................10
2.4 Fisiologi Gejala...............................................................................11
2.5 Pemeriksaan penyakit Kornea.........................................................11
2.6 Pemeriksaan Laboratorium..............................................................12
2.7 Blood Ocular Barrier....................................................................... 13
2.8 Keratitis............................................................................................15
2.9 Kornea Wound Healing....................................................................35
2.10 Sikatriks Kornea.............................................................................36

BAB III LAPORAN KASUS........................................................................... 21


BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 26
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Mata luar merupakan bagian dari mata yang paling sering terpapar dengan
dunia luar sehingga struktur mata luar seperti palpebra, konjungtiva, kornea, dan
sistem lakrimal sering mengalami proses patologi. Diantara struktur tersebut,
kornea merupakan struktur paling penting dalam proses melihat dan merupakan
bagian dari media refrakta yang berperan besar dalam pembiasan cahaya di retina.
Oleh karena itu, setiap kelainan pada kornea termasuk infeksi dapat menyebabkan
terganggunya penglihatan. Keratitis merupakan kelainan pada kornea yang sering
terjadi, merupakan peradangan pada kornea yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus ataupun jamur yang dapat dipicu oleh beberapa kondisi seperti kurangnya air
mata, keracunan obat, penggunaan lensa kontak dan trauma pada mata. Keratitis
yang disebabkan bakteri dapat mengancam terjadinya gangguan penglihatan karena
perjalanan penyakitnya yang cepat, yaitu dalam 24 – 48 jam bakteri dapat
menyebabkan destruksi kornea. Lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan
penglihatan terutama apabila lesi terletak di sentral dari kornea. 1
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, infeksi kornea masih
menempati urutan tertinggi dari infeksi mata pada umumnya, dan bahkan
masihmerupakan salah satu penyebab kebutaan. Keratitis yang disebabkan oleh
bakteri adalah jenis keratitis yang paling parah komplikasinya. Sekitar 10 – 15%
kasus keratitits yang disebabkan oleh bakteri mengakibatkan hilangnya penglihatan
secara permanen. 1
Sikatrik kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari kabur
sampai dengan kebutaan. Secara klinis ditemui dalam katagori ringan disebut
nebula, kekeruhannya halus dan sukar terlihat dengan senter. Katagori sedang
berbentuk makula, kekeruhannya berwarna putih berbatas tegas mudah terlihat
dengan senter sedangkan sikatrik berat disebut leukoma kekeruhannya berwarna
putih Saat ini sikatrik kornea terjadi disebabkan oleh trauma berupa trauma tajam,
tumpul dan kimia. Selain itu infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan
4
protozoa yang tidak tertangani dengan baik cenderung menjadi ulkus kornea dan
juga komplikasi dari penggunaan obat-obat mata secara tradisional. Infeksi tidak
tertangani dengan baik dapat terjadi ulkus kornea, ulkus dapat mencapai sampai
kelapisan stroma kornea akibat dari penyembuhannya terbentuk sikatrik kornea
berupa kekeruhan kornea sehingga tajam penglihatan dapat menurun. 2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kornea adalah jaringan avaskular yang transparan, berukuran 11-12
mm secara horizontal dan 10-11 mm secara vertikal dengan indeks biasnya
adalah 1.376. 3
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan
kedalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut
sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 mikrometer
di pusatnya (terdapat variasi menurut ras), diameter horizontal sekitar 11,75
mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai
lapisan yang berbeda yaitu :4

Gambar 2.1 Lapisan Kornea 5

6
Gambar 2.2 Lapisan kornea3
1. Lapisan Epitel
Epitel kornea terdiri dari sel epitel skuamosa berlapis dan
membentuk sekitar 5% (0.05 mm) dari ketebalan kornea. Epitel dan film
air mata membentuk permukaan optik yang halus.3 Yang berbatasan
dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris. Mempunyai tebal 550
mikrometer, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk saling tumpang
tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng.4,6
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya memalui desmosom dan makula okluden, ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekurent.6
2. Membran Bowman
Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aselular, yang
merupakan bagian stroma yang berubah.8 Teletak di bawah membran basal
epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai
daya regenerasi.6

7
3. Stroma
Dibawah lapisan membran Bowman, stroma kornea terdiri dari
matriks ekstraselular yang terbentuk dari kolagen dan protoeglikan.
Konsentrasi dan rasio proteoglikan bervariasi dari anterior ke posteroro.3
Stroma menyusun 90 % ketebalan kornea terdiri atas lamela yang
merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
pemukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian parifer serat
kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan
sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Di duga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.6
4. Membran Descemet
Membran descemet, yang merupakan lamina basalis endotel kornea,
memiliki tampilan homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak
berlapis-lapis.4 Merupakan membran aseluler dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran
basalnya. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 mikrometer.6
5. Endotel
Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperas
besar dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea
cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan
penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan
pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi
endotel akan menimbulkan edema kornea.4
Suplai darah : Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah
pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea
superfisial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. 4

8
Suplai saraf : Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensori terutama
berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliaris, saraf ke V saraf siliar
longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdalam tanpa ada akhir saraf. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi
saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.6
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan
terjadiedema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.6
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup
bola mata disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,
dimana 40 derajat dari 50 diopptri pembiasan sinar, masuk kornea.6
Diketahui bahwa bola mata mempunyai panjang kira-kira 2.0 cm.
Untuk memfokuskan sinar keretina diperlukan kekuatan 50.0 dioptri. Pada
mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (mata normal)
terdapat dua sistem yang membiaskan sinar keretina diperlukan kekuatan
5.0 dioptri. Kornea mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan
lensa mata berkekuatan 20% atau 10 dioptri. 6

2. 2 FISIOLOGI KORNEA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh
susunan filamen-filamen kolagen pada stroma yang uniform, avaskular, dan
komposisi air yang konstan di dalam stroma atau keadaan dehidrasi relatif
(deturgesens). Air di dalam stroma dipertahankan sebanyak 70% .4
Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih
penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel
9
berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-
sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea
lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas
ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam
menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan
keadaan dehidrasi. 4
Penetrasi obat ke dalam ke kornea bersifat bifasik. Substansi larut
lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut air dapat melalui stroma
yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak
dan larut air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma
yang avaskular dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai
macam organisme, seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur .4

2. 3 RESISTENSI KORNEA TERHADAP INFEKSI


Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
ke dalam kornea. Namun sekali ini cedera, stroma yang avaskuler dan
membrane bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam
mikroorganisme, seperti bakteri, amuba, dan jamur. Streptococcus
pneumonia (pneumokokkus) adalah bakteri pathogen kornea sejati :
pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah
(misalnya defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi.4
Moraxella liquefacies, yang terutama terdapat pada peminum alcohol
(sebagai akibat kehabisan piridoxin), adalah contoh klasik oportunismen
bakteri, dan dalam tahun-tahun belakangan ini sejumlah oportunis kornea
baru telah ditemukan. Diantaranya adalah serratia marcens, kompleks
mycobacterium fortuitum-chelonei, streptococcus viridians, staphylococcus
epidermidis, dan berbagai organism coliform dan proteus, selain virus dan
10
jamur.4
Kortikosteroid local atau sistemik akan mengubah reaksi imun hospes
dengan berbagai cara dan memungkinkan organisme oportunistik masuk dan
tumbuh dengan subur. 4

2. 4 FISIOLOGI GEJALA
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi
kornea, superfisisalis maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea,
phlyctenule, keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior)
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai
jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea umunya agak
mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.4
Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris
beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflex yang
disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestasi
terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga.
Meskipun berair mata dan fotofobia umunya menyertai penyakit kornea,
umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. 4

2. 5 PEMERIKSAAN PENYAKIT KORNEA ( Gejala dan tanda )


Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan
sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan flurescein
dapat memperjelas lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat
bila tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk
pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca
pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan
cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang
menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini.4
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat

11
diungkapkan adanya riwayat trauma kenyataannya, benda asing dan abrasi
merupakan abrasi merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya
riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes
simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat sakit dan
keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari
gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat local oleh pasien,
karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis
herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-
penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh
terapi imunosupresi khusus. 4

2. 6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemilihan terapi yang tepat untuk penyakit kornea, terutama ulkus
supuratif, sangat memerlukan pemeriksaan laboratorium. Sebagai contolL
ulkus bakteri dan ulkus fungi memerlukan obat-obat yang sama sekali
berbeda. Karena penundaan dalam mengidentifikasi organisme penyebab
dapat sangat mempengaruhi hasil akhir pada penglihatan organisme harus
diketahui sesegera mungkin. Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas
dengan pewarnaan Gram maupun Giemsa dapat mengindentifikasi
organisme, khususnya bakteri, selama pasien masih menunggu. Polymerase
chain reaction (PCR) memungkinkan dilakukannya identifikasi virus-virus
herpes, acanthamoeba, dan jamur dengan cepat. Kultur bakteri biasanya
dilakukan pada semua kasus pada saat kunjungan pertama. Kultur untuk
jamur, acanthamoeba, atal; virus dapat dikerjakan bila gambaran klinisnya
khas atau bila tidak ada respons terhadap terapi infeksi bakteri. Terapi yang
tepat segera diberikan setelah spesimen yang dibutuhkan diambil. Terapi
tidak boleh ditunda hanya karena organisme tidak teridentifikasi pada
pemeriksaan mikroskopik kerokan kornea. walaupun terapi hanya akan
bersifat empiris berdasarkan gambaran klinis yang terlihat. 4

12
2. 7 BLOOD OCULAR BARRIER
Mata dilindungi dari xenobiotik dalam aliran darah oleh Blood Ocular
Barrier. Pembatas ini memiliki dua bagian: blood aquous barrier dan blood
retinal barrier. Penghalang darah-mata anterior terdiri dari sel-sel endotel di
uveam (Lapisan tengah mata di bawah sclera. Ini terdiri dari iris, tubuh
siliaris, dan koroid). Penghalang ini mencegah akses albumin plasma ke
dalam aqueous humor, dan juga membatasi akses obat hidrofilik dari plasma
ke dalam aqueous humor. Pembatas posterior antara aliran darah dan mata
terdiri dari epitel pigmen retina (RPE) dan dinding ketat kapiler retina. Tidak
seperti kapiler retina, pembuluh darah koroid memiliki aliran darah yang luas
dan dinding yang bocor. Obat-obatan mudah mendapatkan akses ke ruang
ekstravaskular koroid, tetapi distribusi selanjutnya ke retina dibatasi oleh RPE
dan endotelium retina.
 blood aquous barrier
blood aquous barrier Ada dua struktur utama yang terlibat dalam
formasi blood aquous barrier (BAB), tubuh siliaris dan iris (Gbr. 1). Epitel
siliaris yang tidak berpigmen dari tubuh siliaris menghasilkan aqueous
(yang cairan di ruang anterior dan posterior). komponen aqueous sangat
berbeda dengan eksudat plasma yang hadir dalam stroma corpus siliaris.
Ada konsentrasi elektrolit yang berbeda, molekul kecil lainnya, dan satu
set terbatas protein dalam konsentrasi rendah antara aqueous dan plasma.
Suatu penghalang untuk difusi bebas molekul dibentuk oleh per
simpangan ketat antara sel-sel epitel siliaris yang tidak berpigmentasi.
Jenis ini penghalang adalah penghalang epitel. Di iris, persimpangan ketat
antara sel-sel endotel vaskular mengandung protein mirip dengan
persimpangan ketat epitel. Ini jenis penghalang di pembuluh iris juga
merupakan endotel penghalang. BAB berkontribusi pada nutrisi dan
fungsi kornea dan lensa. Perubahan dalam BAB dapat terjadi terjadi pada
peradangan okular, operasi intraokular, trauma, atau penyakit vaskular.
Aqueous menjadi Berawan karena kebocoran protein plasma ke dalam
13
ruang posterior dan anterior. Aqueous mungkin menjadi plasmoid karena
adanya fibrinogen dan protein lainnya. Sel-sel inflamasi juga bisa hadir
ketika kerusakan BAB terjadi.
 blood retinal barrier
Retina memiliki dua area interaksi langsung dengan darah, satu di
tingkat pembuluh retina dan lain pada tingkat epitelial koroid-retina
pigmen antar muka. Dengan demikian, dua struktur terdiri dari sawar
darah-retina (BRB). BRB dibentuk dengan ketat persimpangan antara sel-
sel endotel retina kapal (BRB bagian dalam) dan oleh sambungan erat
yang serupa dalam epitel pigmen retina (BRB luar). Itu BRB bagian dalam
membuat pembuluh retina kedap air molekul lebih besar dari 20-30 kDa.
Molekul kecil, seperti glukosa dan askorbat, diangkut oleh difusi yang
terfasilitasi. Di luar BRB, retina sel-sel epitel pigmen diselaraskan oleh
interseluler yang ketat kompleks junctional disebut zonula occludens.
Transpor dua arah dapat terjadi dengan berbagai metabolit seperti
glukosa. Aliran besar cairan dari sisi retina ke choriocapillaries dilakukan
melalui mekanisme seperti Na + / K + Pompa ATPase dan dengan
transportasi zat terlarut nonionik seperti asam amino dan glukosa.
Kesimpulannya, ada dua jenis molekuler gerakan melintasi BRB.
Transportasi aktif membutuhkan waktu tempatkan di BRB, sebagian
besar dari vitreous ke darah. Telah terbukti terjadi dengan amino asam,
berbagai anion organik, prostaglandin, dan fluorescein. Transfer pasif
melintasi BRB dan ke dalam vitreous karena gradien konsentrasi sangat
terbatas, tetapi terjadi dengan natrium, fosfat, glukosa dan kalium

14
2. 8 KERATITIS
a) Definisi dan Etiologi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya
diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bowman dan
keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma. Keratitis disebabkan
oleh virus, bakteri (pneumococci, streptococci, atau staphylococci),
jamur, dan protozoa. 6
Karena mekanisme pertahanan terganggu yang disebabkan oleh
cedera atau cacat epitel kecil, berbagai jenis patogen atau pengaruh
lingkungan dapat menyebabkan kornea peradangan (keratitis). Bentuk
peradangan kornea disebut keratitis superfisial hanya melibatkan
permukaan kornea (epitel). Jika peradangan melibatkan stroma
kornea itu disebut keratitis stroma atau interstisial. Keratitis mungkin
ringan, sedang atau berat dan mungkin melibatkan bagian lain dari
mata. Mungkin akut atau kronis, menular atau tidak menular. Semua
kondisi yang menyebabkan pecah epitel adalah faktor risiko yang
mungkin untuk menginduksi keratitis. Mikroorganisme tidak dapat
menyerang kornea yang utuh dan sehat dan infeksi jarang terjadi di
mata normal karena kornea manusia secara alami tahan terhadap
infeksi. 7
Keratitis pada umumnya didahului :
 Defisiensi vitamin A
 Reaksi konjungtivitis menahun
 Trauma dan kerusakan epitel
 Lensa kontak dapat mengakibatkan infeksi sekunder dan non
infeksi keratitis.
 Daya imunitas yang berkurang
 Musim panas dan daerah yang lembab
15
 Pemakaian kortikosteroid
 Herpes genital. 6

Penyulit keratitis yang dapat terjadi pada keratitis adalah sebagai


berikut :
 Radang kornea menahun
 Infeksi virus pada kornea kronik dan menahun
 Luka terbuka pada kornea (ulkus kornea)
 Kornea edema dan parut pada kornea
 Penglihatan menurun. Kebutaan, akibat jaringan parut,
perforasi kornea dan endoftalmitis. 6

b) Epidemiologi
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, infeksi kornea
masih menempati urutan tertinggi dari infeksi mata pada umumnya,
dan bahkan masih merupakan salah satu penyebab kebutaan. Keratitis
yang disebabkan oleh bakteri adalah jenis keratitis yang paling parah
komplikasinya. Sekitar 10 – 15% kasus keratitits yang disebabkan
oleh bakteri mengakibatkan hilangnya penglihatan secara permanen.
Dan di negara maju seperti Amerika Serikat sekitar 25.000 penduduk
menderita penyakit ini setiap tahunnya. Insiden ini dihubungkan
dengan penggunaan lensa kontak yang berkepanjangan. 1
Menurut Gunawan (1976) seperti yang diutarakan oleh Rahmat
berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.Sardjito,
16
kekeruhan kornea akibat keratitis merupakan penyebab kebutaan
terbesar kedua setelah katarak. Jadi kekeruhan kornea akibat keratitis
infeksi sampai saat ini masih menjadi ancaman yang serius terhadap
bahaya kebutaan. Dari penelitian yang dilakukan Rahmat tahun 1998
di RSUP Dr. Sardjito pada tahun 1996 penderita keratitis berjumlah
87 orang dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 56 orang (64%) dan
wanita sebanyak 31 orang (36%) dengan usia tersering pada usia
dewasa muda (17 – 39 tahun) yaitu sebanyak 50 orang (57,5%).
Sedangkan faktor predisposisi yang bisa dimanipulasi adalah jenis
pekerjaan, trauma mata, penggunaan lensa kontak, dan pembedahan
pada mata. Pada penelitian didapatkan pasien dengan latar pekerjaan
petani sebanyak 29 orang (33,3%), riwayat trauma terbanyak yang
menyebabkan keratitis adalah kemasukan debu yaitu sebanyak 13
orang (43,1%). Sebanyak 43 orang (49,5%) lebih banyak mengenai
mata kanan, dan 51 orang (58,6%) terjadi pada musim penghujan.
Kombinasi antara usia dengan pekerjaan menunjukkan bahwa mereka
yang bekerja sebagai petani merupakan penderita terbanyak, terutama
pada usia dewasa muda yaitu antara 17 – 39 tahun. 1

c) Klasifikasi 6
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat
dibagi menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan
keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan
menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis
akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi
menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis dan
keratitis neuroparalitik.

17
1. Berdasarkan lapisan yang terkena :
a. Keratitis pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah membran
Bowman dengan infiltrat berbentuk bercak bercak halus.
Penyebab : Moluscum kontagiosum, acne rosasea, Herpes
simpleks, Herpes zoster, Blefaritis neuroparalitik, Infeksi
virus, vaksinia, Trakoma dan trauma radiasi, dryeyes,
trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin,
tobramisin. Keratitis Pungtata biasanya terdapat bilateral,
berjalan kronis tanpa terlihat gejala konjungtiva atau tanda
akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.
Keratitis Pungtata Superfisial
Memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-
titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea
superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Dapat
disebabkan sindrom dry eye, blefaritis, keratopati
logaftalmos, keracunan obat topical (neomisin, tobramisin
ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan
dan pemakaian lensa kontak.
Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah dan rasa
kelilipan. Pasien diberi air mata buatan, kortikosteroid dan
siklopegik.
Keratitis Pungtata Superfisial Thygeson
Keratitis Thygeson ini merupakan bentuk yang
jarang terjadi, bentuk kelainan bulat atau lonjong berwarna
putih abu-abu yang biasanya merupakan kelompok butir-
butir yang terletak menonjol ditengah kornea. Penyebabnya
tidak diketahui dan diduga disebabkan oleh virus. Gejalanya
terletak superficial dan dapat diwarnai dengan fluoresein.
Keluhan ringan dengan fotofobia dan gangguan penglihatan.
18
Pegobatan berupa air mata buatan, kortikosteroi. Bersifat
dapat kambuh dalam waktu yang lama.
Keratitis Pungtata Subepitel
Keratitis yang terkumpul di membran Bowman. Pada
keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis
tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda
akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.
b. Keratitis marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea
sejajar dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva
dapat menyebabkan keratitis kataral / marginal. Keratitis
marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah
umur dengan adanya blefarokonjungtivitis. Bila tidak diobati
dengan baik maka akan mengakibatkan tukak kornea.
Penderita mengeluh sakit seperti kelilipan, lakrimasi,
fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme satu
mata, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus memanjang,
dangkal unilateral dapat tunggal atau multiple, sering disertai
neovaskularisasi dari arah limbus.
Pengobatan : Antibiotika sesuai infeksi lokalnya dan
Steroid dosis ringan. Diberikan juga vit B dan C dosis tinggi.
Pada kelainan yang indolen dilakukan kauterisasi dengan
listrik ataupun AgNO3 di pembuluh darah / dilakukan flep
konjungtiva yang kecil.
c. Keratitis intertisial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang
lebih dalam. Seluruh kornea keruh sehingga iris susah
dilihat. Keratitis Interstisial akibat lues kogenital didapatkan
neovaskularisasi dalam. Keratitis interstisial merupakan

19
keratitis nonsuppuratif profunda disertai neovaskularisasi
disebut juga Keratitis Parenkimatosa.
Pasien mengeluh fotofobia, lakrimasi dan
menurunnya visus. Keluhan akan bertahan seumur hidup.
Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan
kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi Siliar
disertai serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberi
gambaran merah kusam yang disebut “Salmon Patch” dari
Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah.
Keratitis disebabkan sifilis kogenital atau bisa juga oleh
tuberkulosis, trauma.
Pengobatan tergantung penyebabnya. Diberikan juga
Sulfas Atropin tetes mata untuk mencegah sinekia akibat
uveitis dan kortikosteroid tetes mata.

2. Berdasarkan penyebabnya :
a. Keratitis bakteri
Pasien biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada
mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan
penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata
eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,
edema kornea, infiltrasi kornea.

Penyebab: Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas


dan Enterobakteriacea. Faktor Predisposisi : Pemakaian kontak
lens, trauma, kontaminasi obat tetes.

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan kultur bakteri


dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan bagian tepinya
dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media
cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian dilakukan

20
pengecatan dengan Gram. Biopsy kornea dilakukan jika kultur
negatif dan tidak ada perbaikan secara klinis dengan
menggunakan blade kornea bila ditemukan infiltrat dalam di
stroma.
Pengobatan Batang Gram (-) : Tobramisin, Ceftazidime,
Fluoroquinolone. Batang Gram (+) : Cefazoline, Vancomycin,
Moxifloxacin/Gatofloxacin. Kokus Gram (-) : Ceftriaxone,
Ceftazidime, Moxifloxacin/Gatofloxacin.
b. Keratitis Jamur
Penyebab : trauma kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian
tumbuh- tumbuhan. Dapat juga akibat efek samping penggunaan
antibiotik dan kortikosteroid yang tidak cepat. Keluhan timbul
setelah 3 minggu kemudian. Keluhan sakit mata hebat, berair
dan silau. Pada mata terlihat infiltrat berhifa dan satelit bila
terletak didalam stroma, disertai cincin endotel dengan plaque
bercabang-cabang dengan endotelium plaque, gambaran satelit
pada kornea dan lipatan Descemet.

Menurut Susetio (1993) untuk menegakkan diagnosis klinik


dapat dipakai pedoman berikut :
1) Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid
topikal lama.
2) Lesi satelit.
3) Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler
dan tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.
4) Plak endotel.
5) Hipopion, kadang-kadang rekuren.
6) Formasi cincin sekeliling ulkus.
7) Lesi kornea yang indolen.

21
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan yang dapat
dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan
spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram,
Giemsa atau KOH + Tinta India. Biopsi jaringan kornea dan
diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver.
Pengobatan : Natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun untuk
keratitis jamur filamentosa seperti miconazole, amphoterisin,
nistatin dan lain-lain dan sikloplegik disertai obat oral anti
glaukoma jika disertai peningkatan tekanan intraokular.
Keratoplasti jika tidak ada perbaikan.
c. Keratitis Virus
Keratitis Pungtata Superfisial dengan gambaran Infiltrat
halus bertitik-titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi
pada herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan
trakoma. Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman,
bilateral dan kronis tanpa terlihat kelainan konjungtiva. Jenis
Keratitis Virus: Keratitis herpetik, Keratitis dendritik, Keratitis
Disformis, Infeksi Herpes Zoster, Keratokonjuntivitis Epidemi.
1) Keratitis Herpetik
Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster. Keratitis
karena herpes Simpleks dibagi 2 bentuk :
a) Epitelial : adalah Keratitis dendritik. Pada epitelial
terjadi pembelahan virus di dalam sel epitel yang
mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak
kornea superfisial. Pengobatan dilakukan pada
pembelahan virusnya.
b) Stromal : adalah Keratitis disciformis. Pada Stromal
diakibat reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (tubuh pasien)
22
bereaksi di dalam stroma kornea dan menarik sel leukosit
dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak antigen (virus) yang juga
merusak jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan
dilakukan pada virus dan reaksi radangnya. Biasanya
infeksi Herpes Simpleks berupa campuran antara
Epitelial dan Stromal.

Pengobatan : IDU (Iodo 2 dioxyuridine). Kerja tidak


stabil, bekerja menghambat sintesis DNA virus dan
manusia sehingga toksik untuk epitel normal dan tidak
boleh digunakan lebih dari 2 minggu. Bentuk berupa
larutan 1% diberikan setiap jam. Salep 0,5% diberikan
setiap 4 jam. Vibrabin sama dengan IDU, hanya ada
dalam bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT) sama dengan
IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Acyclovir bersifat
selektif terhadap sintesis DNA virus. Bentuk salep 3%
diberikan setiap 4 jam. Efektif dengan Efek samping
kurang.

2) Keratitis Dendritik
Merupakan Keratitis Superfisial yang membentuk
garis infiltrate pada permukaan kornea kemudian
membentuk cabang. Disebabkan oleh virus Herpes
Simpleks.
Gejala : Fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan
menurun, konjungtiva hiperemia disertai sensibilitas kornea
yang hipestesia. Karena gejala ringan, pasien terlambat
berkonsultasi. Dapat menjadi tukak kornea.

23
Pengobatan : Dapat sembuh spontan. Dapat juga
diberikan antivirus (IDU 0,1% salep tiap 1 jam atau
Asiklovir) dan sikloplegik dan antibiotik dengan bebat tekan.
3) Keratitis Disiformis
Merupakan keratitis yang membentuk kekeruhan
infiltrat yang bulat atau lonjong di dalam jaringan kornea.
Penyebab: Infeksi virus Herpes Simpleks.
Merupakan reaksi alergi atau imunologik terhadap virus
Herpes Simpleks pada permukaan kornea.
4) Infeksi Herpes Zoster
Merupakan keratitis vesikular karena infeksi Herpes
Zoster di mata. Biasanya pada usia lanjut. Gejalanya rasa
sakit di daerah yang terkena, badan terasa hangat, merah dan
penglihatan berkurang. Pada kelopak terlihat vesikel dan
infiltrat pada kornea. Vesikel juga tersebar pada dermatom
yang dipersarafi saraf Trigeminus, progresif dan tidak
melewati garis meridian.
Pengobatan tidak spesifik, hanya simptomatik bisa
dengan Asiklovir dan pada usia lanjut diberikan Steroid.
Penyulit berupa Uveitis, Parese otot penggerak mata,
Glaukoma dan Neuritis Optik.
d. Keratokonjungtivitis epidemic
Merupakan keratitis akibat reaksi peradangan kornea dan
konjungtiva yang disebabkan adenovirus tipe 8. Biasanya
unilateral, suatu epidemi. Gejalanya demam, gangguan nafas,
penglihatan menurun, merasa ada benda asing, berair, kadang
nyeri. Pada mata berupa edema kelopak dan folikel konjungtiva,
pseudomembran pada konjungtiva tarsal yang membentuk
jaringan parut, pada kornea terdapat Keratitis Pungtata pada
minggu pertama. Kelenjar preaurikel membesar. Kekeruhan
24
subepitel kornea menghilang sesudah 2 bulan sampai 3 tahun /
lebih.
Pengobatan : Pada yang akut : kompres dingin, cairan air
mata dan supportif lainnya. Jika terjadi penurunan visus berat
dapat diberikan Steroid tetes mata 3 kali per hari.

3. Berdasarkan bentuk klinisnya


a. Keratitis Dimmer atau Keratitis Numularis
Merupakan keratitis numularis dengan infiltrate bundar
berkelompok dan tepi berbatas tegas sehingga ada gambaran
halo. Keratitis berjalan lambat dan sering unilateral.
b. Keratitis filamentosa
Merupakan keratitis yang disertai filamen mukoid dan
deskuamasi sel epitel pada permukaan kornea. Penyebab tidak
diketahui. Disertai penyakit lain seperti keratokonjungtivitis
sika, sarkoidosis, trakoma, pempigoid okular, pemakaian lensa
kontak, edema kornea, keratokonjungtivitis limbik superior DM,
trauma dasar otak dan pemakaian antihistamin. Ditemukan pada
dry eyes, DM, Post op Katarak, keracunan kornea oleh zat
tertentu.
Gambaran : filamen mempunyai dasar bentuk segitiga yang
menarik epitel, epitel pada filamen terlihat tidak melekat pada
epitel kornea. Di dekat filamen terdapat defek filamen dan
kekeruhan epitel berwarna abu abu.
Gejala : rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme dan
epiforia. Mata merah dan terdapat defek kornea.
Pengobatan : larutan hipertonik NaCl 5%, air mata
hipertonik. Mengangkat filamen dan memasang lensa kontak
lembek.

25
c. Keratitis alergi
1) Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva sebagai
suatu reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan
yang sudah sensitif terhadap antigen.
Gejala : Terdapat flikten pada kornea berupa
benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan dengan atau
tanpa neovaskularisasi menuju ke arah benjolan tersebut.
Bilateral, pada limbus tampak benjolan putih kemerahan
dikelilingi konjungtiva hiperemis. Terdapat papul dan
pustula pada kornea dan konjungtiva. Lakrimasi dan
fotofobia disertai rasa sakit. Hiperemis konjungtiva,
menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan
tajam penlihatan berkurang.
Pengobatan : Pemberian steroid. Flikten menghilang
tanpa bekas, tetapi jika terjadi ulkus akibat infeksi sekunder
maka akan menjadi parut kornea.
2) Keratitis Fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah
yang menjalar dari limbus ke arah kornea. Berupa tukak
kornea akibat flikten yang berjalan membawa jalur
pembuluh darah baru sepanjang permukaan kornea.
3) Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan Peradangan tarsus dan konjungtiva yang
rekuren. Muncul pada musim panas, anak laki laki lebih
sering terkena dibanding perempuan.
Gejala : Gatal, disertai riwayat alergi, blefarospasme,
fotofobia, penglihatan buram, dan kotoran mata serat-serat.
Hipertrofi papil kadang berbentuk cobble stone pada kelopak
atas dan konjungtiva daerah limbus.
26
Pengobatan : obat topikal antihistamin dan kompres
dingin.
d. Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak
mata tidak bisa menutup dengan sempurna sehingga
menyebabkan kekeringan pada kornea dan konjungtiva sehingga
rentan terkena infeksi. Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan
jaringan parut pada tepi kelopak, eksoftalmus, paralise saraf
fasial, atoni orbikularris okuli dan proptosis karena tiroid.
Pengobatan : mengatasi penyebab, air mata buatan. Untuk
cegah infeksi sekunder diberikan salep mata.
e. Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus
sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai
kekeringan kornea. Gangguan persarafan dapat terjadi akibat
herpes zoster, tumor fossa posterior kranium, peradangan sehingga
kornea menjadi anestetis. Kemudian kornea menjadi kehilangan
pertahanannya terhadap iritasi luar. Kornea menjadi mudah infeksi
dan terbentuk tukak kornea.
Gejalanya : tajam penglihatan menurun, silau, tidak nyeri.
Refleks berkedip hilang, injeksi siliar, permukaan kornea keruh,
infiltrat dan vesikel pada kornea.
Pengobatan : air mata buatan dan salep untuk menjaga
kornea tetap basah. Untuk cegah infeksi sekunder : pengobatan
keratitis, tarsorafi, dan menutup pungtum lakrimal.
f. Keratokonjungtivitis Sika
Merupakan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.
Gejala : mata berpasir, gatal, silau, penglihatan kabur, sekresi
mukus mata yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak

27
mata, mata kering karena ada erosi kornea, Edema konjungtiva
bulbi, filamen (benang) di kornea.
Pemeriksaan yang dilakukan :
a) Tes Schimer yaitu resapan air mata pada kertas Schimer
normal 10-25 mm dalam waktu 5 menit. Abnormal < 10 mm.
b) Tes zat warna Rose Bengal konjungtiva zat warna ini akan
mewarnai sel epitel kornea. Terdapat titik merah di
konjungtiva bila mata kering.
Pengobatan tergantung penyebabnya. Pemberian air mata
tiruan bila kurang adalah komponen air. Pemberian lensa kontak
apabila komponen mukus yang berkurang. Penutupan pungtum
lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan.
g. Keratitis Sklerotikan
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang
menyertai skleritis. Penyebabnya diduga perubahan susunan
serat kolagen yang menetap.
Gejala : kekeruhan kornea terlokalisasi dan berbatas jelas,
unilateral, kadang mengenai seluruh limbus, kornea putih
menyerupai sklera.
Pengobatan : steroid dan fenil butazon.

d) Patogenesis
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami
cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman mudah
terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba,
bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah
bakteri pathogen kornea sejati, pathogen lain memerlukan inokulum
yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang
mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi. Kornea
28
adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu
peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya
yang banyak mengandung vaskularisasi. 4
Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah
yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah
itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel
plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai
bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin.
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang
berwarna kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam
dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa meninggakan
jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi
perforasi penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan
parut. Mediator inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea
juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan
pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik
mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion. 4
Pada keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel kornea yang
intak dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea,
dimana akan terjadi proliferasi dan menyebabkan ulkus. Faktor
virulensi dapat menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor
sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa bakteri
memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non
fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium
inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat
terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi
ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Difusi produk-
produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan
29
sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hipopion.
4

Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan


alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang
nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea. Keratitis
herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal.
Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan
kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada
yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang
kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk
merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma disekitarnya.
4

Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada


yang epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal
ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan
klinik keratitis dapat berlangsung lama kaena stroma kornea kurang
vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag
ketempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten
biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara imunologik
tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat merusak.
4

e) Diagnosis
Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai.
Pemeriksaan sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal.
Pemulusan flurescein dapat memperjelas lesi epitel superfisialis yang
tidak mungkin tidak telihat bila tidak dipulas. Pemakaian
biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan
benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan
pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya
30
saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang
menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini.4
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma kenyataannya, benda asing dan
abrasi merupakan abrasi merupakan dua lesi yang umum pada kornea.
Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat
infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh
sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat
dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian
obat local oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid,
yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau
oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes,
AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus. 4
Diagnosis keratitis yang tepat sangat penting untuk ditentukan
pengobatan dan mencapai resolusi infeksi. Andalan dalam diagnosis
masih ada pewarnaan Gram dan kultur kornea sampel meskipun
sensitivitas tidak sempurna. Gram dan Noda Giemsa menguntungkan
karena mereka menyediakan hasil instan, dengan pewarnaan Gram
secara akurat mendeteksi organisme penyebab 60% sampai 75% dari
waktu di bakteri kasus dan 35% hingga 90% pada kasus jamur.
Giemsa punya sensitivitas 40% hingga 85% untuk mendiagnosis
kasus-kasus jamur. Agar-agar darah dan cokelat yang paling umum
digunakan untuk budaya bakteri, sedangkan agar Sabouraud atau
dextrose kentang adalah yang terbaik untuk mengisolasi jamur, dan
agar non-nutrien dengan Escherichia coli overlay dapat digunakan
untuk membudidayakan Acanthamoeba. Kaldu tioglikolat adalah
pilihan lain untuk diidentifikasi bakteri anaerob aerobik atau
fakultatif, tetapi kontaminasi adalah masalah, dan seringkali sulit
untuk ditentukan apakah organisme yang terisolasi adalah penyebab
31
infeksi.Viral keratitis didiagnosis sebagian besar pada pemeriksaan
klinis karena penampilan dendritik yang khas, tapi Reaksi berantai
polimerase terkadang digunakan untuk konfirmasi diagnosis dengan
sensitivitas tinggi. Masih ada banyak ruang untuk eksplorasi novel
metode mendiagnosis keratitis menular. In vivo confocal Mikroskopi
telah tumbuh dalam popularitas dalam beberapa tahun terakhir karena
kecepatannya dan sensitivitas tinggi dalam mendeteksi lebih besar
organisme, seperti filamentous fungus, acanthamoeba, dan Bakteri
Nocardia Anterior Segment Optik koherensi tomografi telah
digunakan baru-baru ini memberikan ukuran objektif dari infiltrasi
kornea atau ukuran bekas luka atau untuk memantau penipisan kornea
selama treatment. 8

f) Penatalaksanaan
Apabila keratitis dikelola sedini mungkin, maka komplikasi
gangguan penglihatan secara permanen dapat dicegah. Keratitis
sebetulnya sudah harus diobati ketika masih ditangan dokter umum,
karena pertolongan pertama seringkali menentukan apakah mata
yang bersangkutan mengalami komplikasi atau tidak. 1
Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi
penyebab keratitis, menekan reaksi peradangan sehingga tidak
memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan
defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman
penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam
mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi : rasa sakit, fotofobia,
lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat.
Sebagian besar pakar akan selalu menerapkan menganjurkan
melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea
selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk
menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah
32
menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial
"ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik.
Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus
epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang
akan cepat berkurang. 1
Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah
diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan
idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif
pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan
bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau
polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat
secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan
bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau
fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat
diberikan. Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis
ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat
memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien.
Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid.
Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan
gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan
viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan
lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini
bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan
keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada
pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid
juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi
dari keratitis tersebut adalah virus. 1, 8
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini
harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid
33
untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga
bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma
terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur,
menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat
menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan kortikosteroid
pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk
diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah
menunjukan bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif
pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya
kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak
akan menyebabkan katar 1ak ataupun glaukoma yang terinduksi
steroid. 1,8
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk
mengendalikan gejala, supaya dapat melindungi lapisan kornea pada
waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada kasus
yang mengganggu. Dengan kita melakukan pemberian siklopegik
mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi
pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan
akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin,
homatropin, dan tropikamida. 1,8
Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang
sangat kuat dan juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak
dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya KPS. Efek
maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi
kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2
minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek
samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin
(2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek
maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan akomodasi normal
kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-
34
1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal
dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini
sering dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus
okuli. 1,8
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat
ditambahkan lem cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya
stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap
konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap
konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea,
bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi
dianjurkan dengan keratoplastik lamellar. 1
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula
edukasi pada pasien keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa
penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi
kekambuhan. Jika secara dini kita lakukan penanganan maka hal itu
akan membantu kita untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik
serta komplikasi dan prognosis yang sangat baikPasien juga
sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering terpapar sinar
matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada
konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar
matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut
memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus
dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang
telah ada.Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur
sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi
penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci
tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue. 1,8

35
Pengobatan keratitis bakterial, fungal dan ameba 4

g) Komplikasi dan Prognosis 9,3


 Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses
kehidupan : Ad bonam
 Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap
fungsi organ atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya :
Dubia Ad bonam
 Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh
total sehingga dapat beraktivitas seperti biasa : Dubia Ad bonam
Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan
pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa jaringan parut, Bila
peradangan dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan
jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, leukoma, leukoma
adherens dan stafiloma kornea.
36
1. Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis
dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan kaca pembesar
atau menggunakan slit lamp.
2. Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang
dapat dilihat tanpa menggunakan kaca pembesar.
3. Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah
sekali terlihat dari jarak yang agak jauh sekalipun.
4. Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan
seluruh ketebalan kornea, terdapat penempelan iris pada bagian
belakang kornea (sinekia anterior).
5. Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami
ulkus disertai perforasi, maka pada penyembuhan akan terjadi
penonjolan keluar parut kornea yang disertai dengan sinekia
anterior.

` Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya


perforasi dapat membahayakan mata, oleh karena timbulnya
hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan dunia luar,
sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan
endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris
dapat menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat
terjadi perforasi, tekanan intraokular menurun. 9,3

2. 9 KORNEA WOUND HEALING


Penyembuhan luka merupakan proses fisiologis yang terdiri atas
rentetan kejadian yang rumit pada jaringan ikat. Tujuan penyembuhan luka
adalah untuk mengembalikan anatomi dan fungsi organ atau jaringan
secepat dan sesempurna mungkin. Penyembuhan dapat memerlukan waktu
tahunan, dan dapat menyebabkan scar dengan tingkatan yang beragam.

37
Beberapa tahapan reaksi mengikuti luka, fase inflamasi akut,
regenerasi/penyembuhan, dan kontraksi. 10

Gambar corneal wound healing cascade10

2. 10 SIKATRIKS KORNEA
 Definisi
Sikatriks kornea adalah terbentuknya jaringan parut pada kornea
oleh berbagai sebab. Dapat disebabkan oleh trauma, bekas luka, maupun
sebab-sebab lainnya. 11

38
 Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata ditemui
1,0% sedangkan pada salah satu mata 0,5%. Prevalensi sikatrik kornea pada
kedua mata tertinggi di Provinsi Sumatera Barat (2,5%), terendah di Sumut,
Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta, Papua Barat dan Papua (0,3%).2,6
11

 Etiologi
Kondisi medis berikut adalah beberapa kemungkinan penyebab luka
kornea. Abrasi kornea Laserasi kornea Burns Herpes simpleks Neurotrophic
keratitis Syphilis Kornea cedera Cedera mata Bisa disebabkan oleh luka
pada kornea (abrasi, laserasi, luka bakar, atau penyakit), tergantung pada
tingkat jaringan parut, visus dapat berkisar dari blur ke kebutaan total
walaupun sangat menyakitkan atau penyembuhan transparan (tidak
meninggalkan bekas luka). Lecet yang lebih dalam dan ulcerations / luka
mengakibatkan hilangnya jaringan kornea, yang diganti oleh jaringan parut.
Sikatrik dari penyakit (biasanya peradangan) biasanya merupakan hasil dari
proliferasi pembuluh darah baru ke dalam kornea jelas, untuk membantu
dalam proses penyembuhan. Penyakit yang menyebabkan vaskularisasi
termasuk herpes simpleks, sifilis, dan keratitis. 11
 Klasifikasi
Penyembuhan luka pada kornea berupa jaringan parut, baik akibat
radang, maupun trauma:

1) Nebula
• Penyembuhan akibat keratitis superfisialis.

• Kerusakan kornea pada m.Bowman sampai 1/3 stroma.

• Pada pemeriksaan, terlihat kabut di kornea, hanya dapat dilihat di


kamar gelap dengan Slit-lamp dan bantuan kaca pembesar. 11

39
2) Makula
• Penyembuhan akibat ulkus kornea.
• Kerusakan kornea pada 1/3 stroma sampai 2/3 ketebalan stroma.
• Pada pemeriksaan, putih di kornea, dapat dilihat di kamar gelap
dengan slit-lamp tanpa bantuan kaca pembesar. 11

3) Leukoma
• Penyembuhan akibat ulkus kornea.

• Kerusakan kornea lebih dari 2/3 ketebalan stroma.

• Kornea tampak putih, dari jauh sudah kelihatan. 11

40
Apabila ulkus kornea sampai ke endotel akan mengakibatkan perforasi,
dengan tanda :
 Iris prolaps
 COA dangkal
 TIO menurun
Kemudian sembuh menjadi leukoma adheren (leukoma disertai sinekia
anterior). 11

 Patofisiologi
Selama stadium awal, epitel dan stroma di area yang terinfeksi atau
terkena trauma akan membengkak dan nekrosis. Sel inflamasi akut
(terutama neutrofil) akan mengelilingi ulkus awal ini dan menyebabkan
nekrosis lamella stroma. Pada beberapa inflamasi yang lebih berat, ulkus
yang dalam dan abses stroma yang lebih dalam dapat bergabung sehingga
menyebabkan kornea menipis dan mengelupaskan stroma yang terinfeksi.
Sejalan dengan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi,
respon imun seluler dan humoral digabung dengan terapi antibacterial
maka akan terjadi hambatan replikasi bakteri. Mengikuti proses ini akan
terjadi fagositosis organism dan penyerapan debris tanpa destruksi
selanjutnya dari kolagen stroma. Selama stase ini, garis batas terlihat pada
epitel ulkus dan infiltrate stroma berkonsolidasi dan tepinya tumpul.
Vaskularisasi kornea bisa terjadi jika keratitis menjadi kronis. Pada stase
penyembuhan, epithelium berganti mulai dari area tengah ulserasi dan
stroma yang nekrosis diganti dengan jaringan parut yang diproduksi
fibroblast. Fibroblast adalah bentuk lain dari histiosit dan keratosit.
Daerah kornea yang menipis diganti dengan jaringan fibrous.
Pertumbuhan pembuluh darah baru. 11

41
 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan
pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit
kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,
abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,
fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan gejala obyektif berupa adanya nebula, makula, leukoma.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti:
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit lamp
 Keratometri
 Respon reflek pupil. 11
 Tatalaksana
Ketika jaringan parut kornea cukup padat untuk mempengaruhi
penglihatan, sebuah transplantasi kornea ditunjukkan. Prosedur ini 90%
berhasil karena laju penolakan minimal (karena kurangnya pasokan darah
pada kornea). Implikasi: Pengobatan terbaik adalah pencegahan (penyakit
42
dan cedera). Edukasi kebutuhan akan bervariasi, tergantung kondisi
individu (luas dan Iocation jaringan parut kornea). Indikasi Keratoplasti
terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea
yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi
beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia. 11


 Keratoplasti
Pada keadaan kornea tidak sehat atau kekeruhan kornea
menyebabkan turunnya tajam penglihatan. Penyebab kekeruhan kornea
akibat infeksi bakteri, trauma tumpul dan tajam atau kelainan
degenerasi. Umumnya bila terjadi ulkus korne yang luas dan berat,
walaupun telah di atasi infeksinya, maka terjadi jaringan parut kornea.
Untuk mendapatkan penglihannya kembali, maka kornea tersebut dapat
di gantikan dengan donor kornea yang sehat atau dengan kata lain
keratoplasti. Terjadi pula perubahan paradigm pada cangkok
kornea/keratoplasti.
1. Optik, Indikasi ini digunakan pada kasus sikatriks kornea pasca
keratitis atau trauma, keratopati bulosa, keratokonus, serta distrofi
dan degenerasi kornea untuk meningkat visus.

43
2. Tektonik, yang bertujuan untuk preservasi dan restorasi struktur
anatomi kornea, seperti pada mata dengan penipisan kornea, ulkus
kornea dengan descemetokel maupun perforasi kornea, corneal melt
pada trauma kimia atau rheumatoid vaskulitis berat.

3. Terapeutik, dengan tujuan menghilangkan jaringan infeksi dan


menurunkan rasa nyeri, seperti pada kasus ulkus kornea progresif
yang tidak berespons hanya dengan pengobatan medikamentosa,
serta ulkus kornea luas terutama yang terus progresif ke arah limbus
maupun sklera.
4. Kosmetik, pada mata dengan potensi visual yang rendah. 14
Keratoplasti dapat dilakukan dengan beberapa teknik tergantung tujuannya.
 Sklero-corneal (penetrating sclerokeratoplasty/PSKP): kornea dan
sklera sekitarnya fullthickness/utuh dicangkok ke resipien. Biasanya
prosedur ini terbatas untuk tujuan terapeutik yakni kasus ulkus kornea
luar dan refrakter, serta stafiloma korneosklera yang luas.
 Penetrating keratoplasty (PK): kornea fullthickness/utuh dicangkok ke
resipien. Tergantung dari kasusnya, maka tujuan PK bisa untuk
kosmetic, terapeutik, atau untuk optikal (meningkatkan tajam
penglihatan).
 Lamellar keratoplasty (LK): kornea partial thickness dicangkok ke
resipien. Tergantung dari kasusnya, maka tujuan LK juga bisa untuk
kosmetic, terapeutik, atau untuk optikal (meningkatkan tajam

44
penglihatan). terbagi menjadi keratoplasti lamelar anterior dan Deep
anterior lamellar keratoplasty (DELK). 14

 Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus tetap dapat dilakukan dengan segera
berkonsultasi kepada ahli mata setiap kali ada keluhan pada mata. Sering
kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya
ulkus kembali dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

45
 Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk
kedalam mata
 Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak
bisa menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu
dalam keadaan basah
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut. 11

 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa kebutaan parsial atau
komplit. 11
 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam 11

46
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. RN
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Parigi

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pengliatan Kabur Pada Mata Sebelah Kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien laki-laki umur 45 tahun datang ke Poli Klinik Mata RS.
Anuntaloko dengan keluhan penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu yang
dirasakan secara perlahan-lahan, mata terasa silau ketika melihat cahaya. Tidak
nyeri, tidak gatal, tidak berair, ada kotoran pada mata.

Riwayat Penyakit Mata Sebelumnya : sebelumnya pasien 1 bulan yang lalu


ketika pulang dari kebun merasakan mata nyeri, mata berwarna merah dan
gatal, kadang sedikit berair dan silau kalau dicahaya yang terang, bangun pagi
mata dirasakan sulit terbuka karna banyak kotoran mata. Selama 1 minggu
dibiarkan karna harus kerja bayaran dikebun tetangga, hingga akhirnya 3
minggu kemudian kepuskesmas karna merasa mata seperti ada putih yang
menghalangi penglihatannya hingga saat ini.

Riwayat Penyakit Lain : Tidak ada


47
Riwayat Trauma : Tidak ada

Riwayat Penyakit Mata dalam Keluarga :


Tidak ada yang menderita penyakit mata dalam keluarga dan juga tidak
ada yang menggunakan kacamata dalam keluarga.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis : Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : Tidak dilakukan pengukuran
Nadi : 88 x/m, Pernapasan : 22 x/m
Suhu : Tidak dilakukan pengukuran

Status Oftalmologis OD OS
Visus
- Tajam Penglihatan 6/60 6/30
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Distansia Pupil Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Kacamata lama - -
Inspeksi:
Kedudukan Bola mata:
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola mata Baik ke semua arah Baik ke semua
arah
Supra Silia
- Warna Hitam Hitam
- Letak Simetris Simetris
Palpebra superior dan inferior
- Edema - -
- Nyeri tekan - +
- Ektropion - -
- Entropion - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Ptosis - -
48
Konjungtiva tarsal palpebral
inferior
- Hiperemis - -
- Sikatriks - -
- Korpus alienum - -
Konjungtiva bulbi
- Secret - -
- Injeksi konjuntiva - -
- Injeksi siliar - -
- Injeksi episklera - -
- Hiperemis - ada
- Perdarahan subkonjuntiva - -
- Pterygium - -
- Nodul - -
System lakrimalis
- Punctum Terbuka Terbuka
Kornea
- Kejernihan Jernih Keruh
- Permukaan Cembung Cembung
- Infiltrate - ada
- Ulkus - -
- Arcus senilis - -
- Edema - -
Bilik mata depan
- Kedalaman Normal Normal
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
Iris
- Warna Coklat kehitaman Coklat Kehitaman
- Kripte + +
- Sinekia - -
Pupil
- Letak Sentral Sentral
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 2 mm 2 mm
- RCL + +
- RCTL + +
Lensa
- Kejernihan Jernih Sulit di evaluasi
Palpasi
- Nyeri tekan - +
- Massa tumor - -
- Tensi okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

49
Lapang pandang
- Test konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes buta warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Oftalmoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Slit lamp
- Palpebra Normal Normal
- Silia Normal Normal
- Konjungtiva Normal Hiperemis
- Kornea Normal Jernih, tampak
infiltrat, butir-
butir bulat,
lonjong berwarna
putih abu-abu
terletak ditengah
kornea (+)
- COA Normal Normal
- Iris Normal Normal
- Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
- Lensa Jernih Jernih

Tes fluresensi - + (tampak


infiltrat, butir-
butir bulat,
lonjong berwarna
hijau terletak
ditengah kornea
(+))

Status Lokalis:
a. Regio OS Kornea : Tampak infiltrat pada kornea seperti bintik-bintik kecil
tersebar disentral kornea. Tampak kornea keruh (+), perdarahan (-), edema (-),
hiperemis (+). Tes floresensi (+)

D. RESUME
Pasien laki-laki umur 45 tahun datang ke Poli Klinik Mata RS.
Anuntaloko dengan keluhan penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu yang
dirasakan secara perlahan-lahan, mata terasa silau ketika melihat cahaya,
50
mata merah. Tidak nyeri, tidak gatal, tidak berair, tidak ada kotoran pada
mata.
sebelumnya pasien 1 bulan yang lalu ketika pulang dari kebun
merasakan mata nyeri, mata berwarna merah dan gatal, kadang sedikit
berair dan silau kalau dicahaya yang terang, bangun pagi mata dirasakan
sulit terbuka karna banyak kotoran mata. Selama 1 minggu dibiarkan karna
harus kerja bayaran dikebun tetangga, hingga akhirnya 3 minggu kemudian
kepuskesmas karna merasa mata seperti ada putih yang menghalangi
penglihatannya hingga saat ini.
Tampak infiltrat pada kornea seperti tampak infiltrat, butir-butir
bulat, lonjong berwarna putih abu-abu terletak ditengah kornea (+).
Tampak kornea keruh (+), perdarahan (-), edema (-), hiperemis (+). Tes
floresensi (+)
E. DIAGNOSIS
OS Keratitis + Makula Kornea

F. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
 Hindari menggosok mata
 Menjaga higienitas mata
 Gunakan kaca mata bila berpergian
 Kompres air hangat
Medikamentosa :
 Antibiotik : Doxycyclin 1 x 100 mg
 Sanbetears ED 3 x 1 gtt ODS
 Levocin ED 4 x 1 gtt OS
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia bonam
Quo ad sanam : dubia bonam
Quo ad functionam : dubia bonam
51
H. DOKUMENTASI

OS Keratitis puntata superficialis + Makula Kornea

52
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki umur 45 tahun sbekerja sebagai petani datang ke Poli Klinik
Mata RS. Anuntaloko dengan keluhan penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu
yang dirasakan secara perlahan-lahan, mata terasa silau ketika melihat cahaya, mata
merah. Tidak nyeri, tidak gatal, tidak berair, ada kotoran pada mata.
sebelumnya pasien 1 bulan yang lalu ketika pulang dari kebun merasakan
mata nyeri, mata berwarna merah dan gatal, kadang sedikit berair dan silau kalau
dicahaya yang terang, mata rasa mengganjal, bangun pagi mata dirasakan sulit
terbuka karna banyak kotoran mata. Selama 1 minggu dibiarkan karna harus kerja
bayaran dikebun tetangga, hingga akhirnya 3 minggu kemudian kepuskesmas karna
merasa mata seperti ada putih yang menghalangi penglihatannya hingga saat ini.
Pada kornea seperti tampak infiltrat, butir-butir bulat, lonjong berwarna
putih abu-abu terletak ditengah kornea (+). Tampak kornea keruh (+), perdarahan
(-), edema (-), hiperemis (+). Tes floresensi (+)
Diagnosa pada pasien ini di tegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dari anamnesis. Anamnesis keluhan sebelumnya pasien 1 bulan
yang lalu ketika pulang dari kebun merasakan mata nyeri, mata berwarna merah
dan gatal, kadang sedikit berair dan silau kalau dicahaya yang terang, mata rasa
mengganjal, bangun pagi mata dirasakan sulit terbuka karna banyak kotoran mata.
Sesuai dengan keluhannya jika dihubungkan dengan teori hal ini menunjukkan
adanya gangguan pada kornea, karena kornea memiliki banyak serabut nyeri,
kebanyakan lesi kornea, superfisisalis maupun dalam (benda asing kornea, abrasi
kornea, phlyctenule, keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi
mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea umunya agak mengaburkan penglihatan,
terutama kalau letaknya di pusat. Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat
kontraksi iris beradang yang sakit. Pasien ini didiagnosis dengan Keratitis pada
53
mata kirinya, dilihat dari keluhannya silau, mata berair, mata merah, ada kotoran
mata dan rasa mengganjal. Hal ini sesuai dengan teori tentang trias keratitis yaitu
fotofobia, epifora dan blefarospasme. Apabila dihubungkan dengan pekerjaannya
pasien ini sebagai seorang petani, Dari penelitian yang dilakukan Rahmat tahun
1998 di RSUP Dr. Sardjito pada tahun 1996 Kombinasi antara usia dengan
pekerjaan menunjukkan bahwa mereka yang bekerja sebagai petani merupakan
penderita terbanyak, terutama pada usia dewasa muda yaitu antara 17 – 39 tahun.
Penyebab dari keratitis dilihat dari keluhanya pada 1 bulan yang lalu, mata
merah, mata sakit silau, berair, penglihatan kabur dan keluhan kelopak mata lengket
setiap bangun pagi, paling sering ditemukan pada keratitis bakterial.
Dilihat dari letak dan hasil pemeriksaan pada kornea seperti tampak infiltrat,
butir-butir bulat, lonjong berwarna putih abu-abu terletak ditengah kornea (+),Tes
floresensi (+), hal ini menunjukkan keratitis ini hanya ditemukan pada jaringan
kornea superficial, yang biasanya terkumpul diaerah membran bowman dengan
infiltrat berbentuk bercak-bercak halus yang disebut keratitis puntata.
Pada pasien ini Selama 1 minggu membiarkan keluhannya harus kerja
bayaran dikebun tetangga, hingga akhirnya 3 minggu kemudian kepuskesmas karna
merasa mata seperti ada putih yang menghalangi penglihatannya hingga saat ini.
Jika dikaitkan dengan teori ketika agen penyebab menginfiltrasi kornea, maka bisa
menyebabkan kornea cedera apabila penanganan tidak dilakukan, dimulai dari
epitel sampai endotel yang menyebabkan inflamasi, nyeri kerusakan kornea yang
mengakibatkan sikatris kornea. Pada pasien ini didapatkan makula kornea dimana
terjadi parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa
menggunakan kaca pembesar, yaitu kerusakan kornea terjadi pada 1/3 stroma
sampai 2/3 ketebalan stroma.
Pengobatan pada keratitis bertujuan mengeradikasi penyebab keratitis, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,
mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki
ketajaman penglihatan. Pada pasien ini diterapi Antibiotik : Doxycyclin 1 x 100
mg, Sanbetears ED 3 x 1 gtt ODS, Levocin ED 4 x 1 gtt OS. Mengarahkan terapi
54
menuju stabilisasi pencairan kornea dapat mengurangi kejadian berat komplikasi
keratitis menular, seperti perforasi kornea dan kebutuhan untuk keratoplasty
penetrasi terapeutik. Tetrasiklin telah terbukti menghambat collagenase dan telah
menunjukkan aktivitas antimetalloproteinase in vitro. Dalam satu studi
laboratorium, ulkus kornea yang diinduksi alkali dikelinci secara dramatis
berkurang dari 85% menjadi 9% pada mereka diacak ke pemberian tetrasiklin
sistemik dosis tinggi. Dalam studi kelinci lainnya, doksisiklin sistemik berkurang
tingkat perforasi kornea pada ulkus pseudomonas oleh sekitar 50% .46 Sayangnya,
tidak ada kualitas tinggi uji coba terkontrol secara acak pada manusia untuk
membimbing dokter dalam penggunaan doxycycline adjuvant untuk pengobatan
ulserasi kornea meskipun digunakan secara luas di antara kornea spesialis.
Sedangkan Levocin Eye Drop adalah salah satu nama dagang
dari Levofloxacin. Levofloxacin merupakan obat golongan antibiotik
Quinolone. Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti infeksi
saluran kemih, infeksi mata, pneumonia, sinusitis, infeksi kulit, jaringan lunak,
dan infeksi prostat. Levofloxacin bekerja dengan cara menghambat duplikasi
DNA bakteri sehingga mencegah perkembangannya.

55
BAB V
KESIMPULAN

 Penyebab dari keratitis dilihat dari keluhanya pada 1 bulan yang lalu, mata
merah, mata sakit silau, berair, penglihatan kabur dan keluhan kelopak mata
lengket setiap bangun pagi, paling sering ditemukan pada keratitis bakterial.
 Dilihat dari letak dan hasil pemeriksaan pada kornea seperti tampak infiltrat,
butir-butir bulat, lonjong berwarna putih abu-abu terletak ditengah kornea
(+),Tes floresensi (+), hal ini menunjukkan keratitis ini hanya ditemukan
pada jaringan kornea superficial, yang biasanya terkumpul diaerah
membran bowman dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus yang
disebut keratitis puntata.
 makula kornea dimana terjadi parut yang lebih tebal berupa kekeruhan
padat yang dapat dilihat tanpa menggunakan kaca pembesar, yaitu
kerusakan kornea terjadi pada 1/3 stroma sampai 2/3 ketebalan stroma.
 Pengobatan pada keratitis bertujuan mengeradikasi penyebab keratitis,
menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada
kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi,
serta memperbaiki ketajaman penglihatan.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Farida sulvia et al. Karakteristik penderita keratitis dirumah sakit mata Dr. Yap
yogyakarta periode januari – desember 2011 . Fakultas kedokteran
universitas Islam indonesia. 2013 Jan; 4(1): 119-126

2. Erry et al. Distribusi dan karakteristik kornea di indonesia, riskesdas 2007.


Media litbang kesehatan. 2012. Volume 22 nomor 1.

3. American Academy of Opthalmology. Extrenal Disease and Cornea Section 8.


2009. 2nd ed Vol 1. Philadhelpia elsevier.
4. Riordan-eva P, Witcher JP. Vaughan & Asbury: Oftamologi Umum Edisi
17. Jakarta: EGC; 2009.

5. James Bruce, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi Edisi Sembilan.


Erlangga Medical Series. 2006

6. Ilyas Sidarta, Yulianti Rahayu.S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Badan
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015

7. Srinivasan muthiah. KERATITIS. In Tech . 2012. Croatia

8. Austin ariana et al. Update on the management of infectious keratitis.


American academy of ophthalmolagy. 2017

9. Novita sari et al. Buku Ajar sistem indera mata. Fakultas kedokteran
universitas muhammadiyah semarang. 2015

10. Eraslan mushin. Mechanisms of corneal wound healing and its modulation
Following refractive surgery. Marmara medical jurnal. 2009 ; 22 (2) : 169-
178

11. Narendrata et al. Sikatriks Kornea. RSUD dr soeselo Kab Tegal. Fakultas
Kedokteran Trisakti. 2017

12. Ramaiyan Dhanapal et al. Innative Drug Discovery- Ocular Drug Delivery
sistem. Kakatiya instetute of Pharmaceutical (KIPS). 2012

13. Muh-Shy Chen et al. Blood Ocular Barriers. ELSEVIER. 2008 Vol 20 No.1

14. Tjahjono D. Deep Lamellar Anterior Keratoplasty. Pogram Book INASCRS.


2011
57

Anda mungkin juga menyukai