PENDAHULUAN
Membran timpani yang tipis dan rapuh merupakan komponen awal pada
sistem konduksi telinga tengah. Membran timpani mudah mengalami kerusakan,
dan semua penyakit yang menyerang membran timpani akan mengganggu
kemampuan bekerja dan mengurangi kenikmatan hidup pasien.1
Miringitis atau inflamasi pada membran timpani merupakan salah satu jenis
kelainan yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran dan menimbulkan
sensasi kongesti serta nyeri telinga. Setelah tiga minggu, suatu miringitis akut
akan menjadi subakut, dan apabila tidak tertangani hingga 3 bulan, maka kita
sudah dapat mengkategorikannya sebagai suatu kasus kronik.1
Gejala klinis dari miringitis akut dibagi menjadi tiga bentuk atau tipe yaitu
tipe bulosa, tipe hemoragik dan tipe granulomatosa. Tipe bulosa memiliki gejala
klinis berupa adanya pembentukan bulla berisi cairan serous. Tipe hemoragik
memiliki gejala berupa kemerahan yang nyata pada membran timpani. Tipe
granulomatosa memiliki gejala berupa adanya jaringan granulasi yang
menggantikan lapisan luar dari membran timpani dan tipe ini sangat jarang
ditemukan. 1,2
Miringitis Bulosa (BM) merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan nyeri
akut pada telinga yang disebabkan oleh pembentukan “bula” pada membrane
timpani. Beberapa referensi menjelaskan bahwa miringitis merupakan suatu
keadaan yang dihubungkan dengan otitis media akut (OMA) atau Otitis Eksterna
(OE). Refrensi lain menyatakan bahwa miringitis bulosa adalah bentuk
peradangan virus yang jarang pada telinga yang menyertai selesma dan
influenza.1,2
Tingkat kejadian miringitis bulosa belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Dalam beberapa penelitian, myringitis bulosa didiagnosis pada 6% anak yang
berusia kurang dari dua tahun. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa ada
sekitar 6.400 anak di bawah usia dua tahun dengan myringitis bulosa.2
1
Miringitis bulosa dapat terjadi dengan atau tanpa otitits media akut (OMA),
sehingga pengobatannya sama dengan pengobatan otitis media akut. Insisi pada
miringitis tipe bulosa masih kontroversi. Pemberian tetes telinga antibiotik dapat
membantu untuk mencegah terjadinya superinfeksi pada kondisi rupturnya
bulla.1,2
2
BAB II
A. Anatomi
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan.
Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Gelombang
suara yang diterima oleh telinga luar di ubah menjadi getaran mekanis oleh
membran timpani. Getaran ini kemudian di perkuat oleh tulang-tulang padat di
ruang telinga tengah (tympanic cavity) dan diteruskan ke telinga dalam. Telinga
dalam merupakan ruangan labirin tulang yang diisi oleh cairan perilimf yang
berakhir pada rumah siput / koklea (cochlea). Di dalam labirin tulang terdapat
labirin membran tempat terjadinya mekanisme vestibular yang bertanggung jawab
untuk pendengaran dan pemeliharaan keseimbangan. Rangsang sensorik yang
masuk ke dalam seluruh alat-alat vestibular diteruskan ke dalam otak oleh saraf
akustik (N.VIII).3,4
3
Aurikula atau daun telinga merupakan bagian telinga paling luar yang terdiri
dari tulang rawan. Aurikula berfungsi untuk mengumpulkan gelombang suara
yang datang untuk diteruskan ke bagian telinga yang lebih dalam melalui meatus
auditori eksterna.4,5,6
Meatus auditori eksterna atau liang telinga merupakan saluran berbentuk S
menuju ke membran timpani. Sepertiga luar dari meatus auditori eksterna
merupakan pars kartilago dan dua pertiga kedalam merupakan pars osseous.
Bagian kartilago lebih lebar dari bagian tulang (osseous). Pada sepertiga bagian
luar dari kulit meatus terdapat banyak kelenjar serumen yang merupakan
modifikasi dari kelenjar keringat dan juga terdapat folikel rambut. Folikel rambut
terdapat pada seluruh bagian kulit meatus auditori eksterna.4,5,6
Membran timpani atau gendang telinga adalah sealput bangunan berbentuk
bundar dan cekung. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Sharpnell),
sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Bagian tengah dari
membran terdapat umbo yang merupakan gambran dari manubrium os. Penting
untuk disadari bagian rongga telinga tengah yaitu epitimpanium yang
mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melapaui batas atas membrane
timpani, dan bagian hipotimpanium yang meluas melampaui batas bawah
membrane timpani. 4,5,6
4
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu:
1. Pars tensa, yang merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu
permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada
annulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
Pembagian lebih detail tentang lapisan membran timpani adalah pars tensa
terdiri dari 5 lapisan, antara lain:2
a. Lapisan lateral; merupakan bagian dari epitel meatus auditori eksternus
yang terdiri dari epitel sel skuamos bertingkat (stratum cutaneum).
b. Lapisan supepitelial; terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdapat
pembuluh darah dan syaraf.
c. Lapisan tengah; merupakan lapisan jaringan fibrosa yang terdiri dari serat
kolagen. Bagian lateral, serat kolagen tersusun radier dan bagian medial
serat kolagennya tersusun sirkuler. Bagian radier dari lapisan ini
merupakan tempat insersi tulang maleus. Pars flaksida tidak memiliki
lapisan ini.
d. Lapisan submukosa; lapisan ini identik dengan lapisan suepitelial namun
mengandung lebih sedikit pembuluh darah kapiler.
e. Lapisan medial; merupakan lapisan epitel selapis kuboid yang menutupi
permukaan bagian dalam dari membran timpani.
Gambar 3. Lapisan dari membran timpani pars tensa. Lokasi terbentuknya bulla
pada miringitis bullosa yaitu pada lapisan subepitelial (B). (U=Umbo, A=Anulus).
Dikutip dari kepustakaan 2
5
2. Pars flasida (lemah) atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka
dan lebih tipis dari pars tensa, dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu:
- Plika maleolaris anterior (lipatan muka)
- Plika maleolaris posterior (lipatan belakang) 2
Gambar 4. Bagian dari telinga tengah yang terdiri dari epi-, meso-, dan
hipotimpanum. Dikutip dari kepustakaan 2
6
timpani dari N. Glosoharingeus (Jacobson’s nerve) mensyarafi serat sensoris pada
bagian medial membran timpani dan bagian mesotimpanum.2
Membran timpani merupakan atas antara telinga bagian luar dan tengah.
Kelainan pada bagian ini dapat ditemukan dengan pemeriksaan otoskopi.
Membran timpani yang sehat akan tampak translusen, keabuan dan mobile. Dari
bagian umbo akan tampak suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu
pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan. Reflek cahaya ini merupakan cahaya dari luar yang dipantulkan oleh
membran timpani.4,5,6
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis tegak lurus dari garis tersebut pada
daerah umbo sehingga didapatkan kuadran atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan dan bawah-belakang. Kepentingan klinis dari pembagian ini adalah untuk
menentukan lokasi kelainan dan letak perforasi membran timpani. 4,6
7
Gambar 6. Tampilan normal membran timpani telingan kanan. Tampak membran timpani
yang transparan dan tipis. Tampak umbo dan refleks cahaya pada arah jarum jam 5.
Dikutip dari kepustakaan 7
8
B. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks serebri / korteks pendengaran (area 39-40) di
lobus temporalis.4 Sampai tingkat tertentu pinna adalah suatu pengumpul suara,
sementara liang telinga karena bentuk dan dimensinya dapat memperbesar suara
dalam rentang 2 sampai 4 kHz; perbesaran pada frekuensi ini adalah sampai 10
hingga 15 Db. Maka suara dalam rentang frekuensi ini adalah yang paling
berbahaya jika ditinjau dari sudut trauma akustik.4,5
Suara bermula dari gelombang tekanan udara, yang akan menggetarkan gendang
telinga. Getaran ini akan disampaikan ke dalam telinga dalam oleh tiga tulang
pendengaran, stapes bergerak ke dalam dan keluar dari telinga dalam seperti
piston.4,5
Pergerakan pompa ini akan menimbulkan gelombang tekanan di dalam cairan
telinga dalam atau koklea. Pada koklea secara bergantian akan mengubah
gelombang tekanan menjadi aktifitas elektrik di dalam nervus auditorius yang akan
menyampaikan informasi ke otak. Proses transduksi di dalam koklea membutuhkan
fungsi kerjasama dari berbagai jenis tipe sel yang berada di dalam duktus koklearis.
Duktus ini berisi endolimfe, cairan ekstraselular yang kaya akan potassium dan
9
rendah akan sodium. Ruangan endolimfatik memiliki potensial elektrik yang besar
yaitu 100mV. Komposisi ion dan potensial elektrik dari ruangan endolimfatik dijaga
oleh sekelompok sel yang dikenal sebagai stria vaskularis. Pada manusia, duktus
koklearis berputar sepanjang 35 mm dari dasar koklea (dekat stapes) hingga ke
apeks. Ukuran, massa dan kekakuan dari banyak elemen selulae, terutama pada
organ corti, berubah secara sistematis dari satu ujung spiral ke ujung yang lain.
Keadaan ini menyebabkan pengaturan mekanik sehingga gelombang tekanan yang
diproduksi oleh suara berfrekuensi tinggi menyebabkan organ tersebut bergetar pada
basisnya, sedangkan suara frekuensi rendah menyebabkan getaran pada ujung
puncak. 3,5
Proses transduksi, dibentuk oleh dua jenis sel sensori pada organ corti, yaitu sel
rambut dalam dan sel rambut luar. Gelombang tekanan yang ditimbulkan suara pada
cairan koklea membengkokkan rambut sensori yang disebut stereosilia, yang berada
diatas sel rambut. Pembengkokan ini akan merenggangkan dan memendekkan ujung
penghubung yang menghubungkann adjasen stereosilia. Ketika ujung penghubung
meregang, ini akan menyebabkan terbukanya kanal ion pada membran stereosilia
dan ion K dapat masuk ke dalama sel rambut dari endolimfe. Masuknya ion K ini
menyebabkan perubahan potensial elektrik dari sel rambut, sehingga menyebabkan
10
pelepasan neurotransmitter dari vesikel sinaps pada dasar sel rambut. Serabut saraf
auditorius, yang kontak dengan sel rambut, respon terhadap neurotransmitter dengan
memproduksi potensial aksi, yang akan berjalan sepanjang serabut saraf untuk
mencapai otak dalam sekian seperdetik. Pola aktifitas elektrik yang melalui 40.000
serabut saraf auditorius diterjemahkan oleh otak dan berakhir dengan sensasi yang
kita kenal dengan pendengaran. Sel rambut dalam dan sel rambut luar memerankan
peranan dasar yang berbeda pada fungsi telinga dalam. Sebagian besar serabut saraf
auditorius kontak hanya dengan sel rambut dalam. Sel rambut dalam adalah
transduser sederhana, yang merubah energy mekanik menjadi energi listrik. Sel
rambut dalam adalah penguat kecil yang dapat meningkatkan getaran mekanik dari
organ corti. Kontribusi sel rambut luar ini penting untuk sensitifitas normal dan
selektifitas frekuensi dari telinga dalam. 3,5
11
BAB III
MIRINGITIS BULLOSA
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Etiologi dari miringitis bulosa masih belum jelas dan belum banyak diketahui.
Pada beberapa studi, dikatakan miringitis disebabkan oleh infeksi virus dan
sumber lainnya mengatakan karena infeksi bakteri. Virus influenza dipercaya
sebagai satu-satunya penyebab utama miringitis akut khususnya miringitis bullosa
karena penyakit ini sering timbul bersama dengan influenza. Namun, penelitian
lain menunjukkan Mycoplasma pneumoniae dan Strepotococcus pneumoniae ikut
berperan dalam proses penyakit ini. Chanock dan Rifkind melaporkan bahwa
insiden tertinggi dari miringitis bullosa disebabkan oleh Mycoplasma
12
pneumoniae. Wetmore dan Ambrason menemukan adanya miringitis bullosa oleh
ko-infeksi antara Mycoplasma pneumoniae dengan beberapa virus saluran
pernapasan.1,2,3
Robert (1980) lalu menyimpulkan bahwa etiologi dari miringitis akut adalah
sama dengan otitis media akut oleh kuman patogen dengan membuat tabel
etiologi hasil penelitiannya sebagai berikut: 2
13
Gambar 9. Etiologi bakteri myringitis bulosa (BM), hemoragik myringitis (HM)
dan otitis media akut (AOM). Dikutip dari kepustakaan 2
C. EPIDEMIOLOGI
14
Tabel 2. Kasus Miringitis Bulosa (BM) dan otitis media akut (AOM) berdasarkan
distribusi usia pada populasi studi yang berbeda.1
D. PATOFISIOLOGI
15
tahap awal otitis media akut kausa bakteri, dilain kasus mungkin karena agen
infeksi virus. Karelitz merasa bahwa faktanya dalam hampir semua kasus
myringitis, infeksi saluran nafas atas yang ada, menunjukkan bahwa jalurnya
adalah melalui tuba eustachius, pertama menyebabkan radang telinga tengah dan
kemudian secara sekunder menyebabkan myringitis bulosa.2,4
Pada proses inflamasinya, terbentuk suatu bula diantara lapisan luar epitel
(cutaneus) dan lapisan fibrosa di bagian tengah membrane timpani. Diperkirakan
kemampuan membrane timpani untuk membentuk bula ini adalah dari hasil reaksi
non-spesifik dari agen infeksius penyebab miringitis. Miringitis bullosa sering
disebut sebagai suatu “otitis media akut dengan bula” yang terbentuk pada
gendang telinga. Middle ear fluid (MEF) telah sering ditemukan pada myringitis
bulosa dan mungkin timbul sebagai akibat dari pecahnya bulla ke telinga tengah
atau bulla mungkin telah muncul secara sekunder setelah radang telinga tengah.
Pada tulang temporal manusia otitis media akut telah ditunjukkan bahwa
membran timpani lebih tebal dibandingkan dengan telinga normal. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh pembengkakan lapisan jaringan subepitel dan
submukosa membran timpani. Selain itu, ada banyak kapiler dan infiltrasi sel
inflamasi ke dalam lapisan jaringan subepitel dan submukosa. Studi histologi pada
miringitis bulosa kurang, tetapi dapat dibayangkan bahwa di awal penyakit reaksi
inflamasi yang kuat diprakarsai oleh paparan pathogen yang menyebabkan
akumulasi cairan kotor pada membran timpani.2
E. MANIFESTASI KLINIS
16
biasanya terletak di dalam telinga, tetapi dapat menyebar ke ujung mastoid,
tengkuk, temporomandibula hingga ke seluruh wajah.2
Pada kebanyakan pasien nyeri mereda dalam satu atau dua hari, namun
beberapa keluhan biasanya dirasakan selama tiga hari sampai empat hari. Rasa
sakit tidak sepenuhnya hilang setelah myringotomi atau setelah bulla pecah
spontan. Membran timpani kembali ke keadaan normalnya dalam dua atau tiga
minggu. Otoskopi menunjukkan suatu membran timpani meradang dengan satu
atau lebih bulla. Bulla ini penuh dengan cairan bening, agak kuning atau
perdarahan.2
Beberapa bulla hampir tidak bisa dibedakan dan beberapa menempati sebagian
besar membran timpani. Bulla yang muncul paling sering pada sisi posterior atau
postero inferior membran timpani atau pada dinding kanalis posterior. Bulla ini
tampaknya hanya melibatkan lapisan subepitel dari membran timpani. Miringitis
bullosa sering terdeteksi hanya unilateral sedangkan di beberapa penelitian
proporsi infeksi bilateral tersebut telah 11-33%. Jika bulla pecah maka debit
serosanguineous durasi pendek muncul di saluran telinga, kecuali keadaannya
menjadi rumit oleh invasi bakteri saat discharge menjadi purulen. Peningkatan
suhu tubuh biasanya terlihat dalam perjalanan awal miringitis tersebut. Bulla
paling sering menghilang dengan sendirinya. Dalam sebagian besar kasus bulla
berlangsung tiga atau empat hari.2
F. DIAGNOSIS
17
darah. Perlu mengetahui riwayat demam atau infeksi saluran napas sebelumnya
untuk membedakan atau mengetahui adanya ototits media akut atau tidak.
Riwayat trauma pada saluran telinga akibat membersihkan telinga perlu
ditanyakan.1,2
2. Pemeriksaan fiisk
Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis miringitis bulosa adalah
otoskopi.8
18
Adapaun beberapa temuan yang bisa didapatkan dari pemeriksaan otoskopi
pada pasien miringitis antara lain.2,8
a. Terdapat tanda-tanda inflamasi pada membran impani, seperti warna membran
terlihat lebih merah, serta tampak mengalami deformasi, dan refleks cahaya
memendek atau bahkan menghilang sama sekali.
b. Karakteristik dari miringitis bulosa adalah adanya bulla pada membran
timpani. Kita harus dapat membedakan antara bulla yang berasal dari
membran timpani dan bula yang berasal dari saluran telinga luar. Bulla ini
dapat pecah dan menimbulkan perdarahan pada membran timpani.
c. Pada beberapa kasus dapat ditemukan nyeri ketika pinna ditarik.
d. Pneumatik otoskopi, dengan pemeriksaan ini kita dapat menentukan apakah
miringitis bulosa sudah menyebabkan perforasi.
Gambar 11. Miringitis bulosa di telinga kanan (a) dan telinga kiri (b). pegangan malleus
hampir tidak terlihat. myringitis bulosa disebabkan oleh infeksi virus atau mycoplasma
pneumoniae pada membran timpani. ada sakit telinga yang parah, tetapi tidak ada
gangguan pendengaran. Mengeringkan bleb dapat memberikan bantuan segera dari rasa
nyeri. hanya lapisan epitel luar yang harus ditusuk. tusukan membran timpani yang
lengkap dapat menyebabkan perforasi. Dikutip dari kepustakaan 9
19
Gambar 12. pengumpulan darah di daerah inferior dan area lain tampak perdarahan kotor
di kuadran superior posterior. Juga terlihat sebagai distribusi khas kapiler yang hiperemis
pada permukaan TM (hemoragik bulosa). Dikutip dari kepustakaan 10
Gambar 13. Miringitis tipe granular, sebagian dari membran timpani (telinga kanan) dan
kanal eksternal ditutupi dengan jaringan granulasi.
Dikutip dari perpustakaan 8
20
Gambar 14. Bula hitam keunguan (arrowhead) pada membran timpani kanan
bentuk blackberry, menunjukan adanya bekuan darah dalam membran timpani yang
menebal dan kemerahan. Dikutip dari kepustakaan 11
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
21
Gambar 15. Lesi yang menghasilkan gangguan pendengaran konduktif (lesi
saluran telinga dan telinga tengah) dan kehilangan sensorineural (lesi organ
ujung sensorik dan saraf kranial kedelapan).Dikutip dari kepustakaan 13
22
Kesalahan yang dapat terjadi: garpu tala dibunyikan terlalu keras
sehingga tidak dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tidak dapat
mendengar.12
b) Uji Rinne
Tujuan: tujuan pemeriksaan adalah membandingkan hantaran melalui
udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita. 12,13
Prosedur : Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan, lalu diletakkan pada
planum mastoid (posterior dari MAE) penderita dengan demikian getaran
melalui tulang akan sampai ke telinga dalam. Apabila pasien sudah tidak
mendengar lagi bunyi dari garpu tala yang digetarkan tersebut, maka garpu
tala dipindahkan ke depan liang telinga (MAE), kira-kira 2,5 cm jaraknya dari
liang telinga. Apabila penderita masih dapat mendengar bunyi dari garpu tala
di depan MAE, hal ini disebut Rinne Positif, dan sebaliknya bila penderita
tidak mendengar bunyi di depan MAE disebut Rinne Negatif. 12
Garpu tala (frekuensi 512 Hz) dibunyikan kemudian diletakkan pada
planum mastoid, kemudian segera dipindahkan ke depan MAE, penderita
ditanya mana yang lebih keras. Apabila dikatakan lebih keras di depan MAE
disebut Rinne Positif, bila lebih keras dibelakang disebut Rinne Negatif. 12
23
Interpretasi :
Normal : Rinne Positif
Tuli Konduksi : Rinne Negatif
Tuli Sensoris neural : Rinne Positif
c) Uji Weber
Tujuan: tujuan pemeriksaan ini adalah membandingkan hantaran tulang
telinga kanan dengan telinga kiri. 12,13
Prosedur : Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan kemudian diletakkan
pada garis tengah seperti di ubun-ubun, dahi (lebih sering digunakan), dagu,
atau pertengahan gigi seri, dengan kedua kaki pada garis horisontal. Penderita
diminta untuk membandikan telinga yang mana yang lebih keras terdengar. 12
Pasien dengan gangguan pendengaran akan mengatakan bahwa salah satu
telinga lebih jelas mendengar bunyi garpu tala itu. Pada orang normal akan
mengatakan bahwa tidak mendengar perbedaan bunti kiri dan kanan. Bila
lebih keras ke kanan disebut lateralisasi ke kanan dan sebaliknya. 12
24
Gambar 17. Weber’s Test. Dikutip dari kepustakaan 13
Interpretasi:
Normal : tidak ada lateralisasi (sama kiri-kanan)
Tuli konduksi : lateralisasi ke telinga yang sakit.
Tuli sensoris neural : Lateralisasi ke telinga yang sehat
Karena pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah kedua telinga maka
kemungkinan hasil yang didapat dapat lebih dari satu. contoh dari hasil
pemeriksaan di dapatkan lateralisasi ke telinga kiri, maka interpretasikan :12
1. Tuli konduksi kiri, telinga kanan normal.
2. Tuli konduksi kiri dan kanan, namun telingan kiri lebih berat.
3. Tuli sesoris neural tilngan kanan, telinga kiri normal.
4. Tuli sensoris neural telinga kiri dan kanan, namun kanan lebih berat
5. Tuli konduksi kiri dan sensoris neural kanan.
d) Uji Schwabach
Tujuan : tujuan pemeriksaaan ini adalah membandingkan hantaran tulang
pasien dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.12,13
Prosedur : Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan , lalu tangkainya
diletakkan pada pada planum mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak
mendengar bunyi sesegera mungkin garpu tala dipindahkan ke planum
mastoid penderita yang diperiksa. Apabila penderita masih dapat mendengar
25
bunyi maka disebut dengan Schwabah memanjang, namun bila penderita tidak
mendengar bunyi garpu tala akan terdapat dua kemungkinan yaitu schwabach
memendek atau normal.12
Untuk membedakan hal tersebut maka uji dilakukan dengan dibalik, yaitu
garpu tala diletakkan pada planum mastoid penderita dahulu baru ke
pemeriksa dengan prosedur yang sama. Apabila pemeriksa tidak dapat
mendengar berarti sama-sama normal, namun bila pemeriksa masih dapat
mendengar bunyi maka disebut Schwabach memendek.12
Interpretasi :
Normal : Schwabach Normal
Tuli Konduksi : Schwabach Memanjang
Tuli Sensoris Neural : Schwabach Memendek
26
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes zoster otikus ( Sindroma Ramsay-Hunt)
Merupakan suatu infeksi virus yang melibatkan ganglion nervus facialis.
Adapun ciri khas penyakit ini adalah adanya vesikel pada membran timpani,
konka dan sulkus retroaurikuler. Dan penyakit ini dapat menimbulkan
kelumpuhan nervus facialis dan vestibulocochlearis. Sindrom Ramsay-Hunt
ini harus dibedakan dari miringitis akut. Pada sindrom Ramsay-Hunt, ada
paralisis saraf perifer pada wajah, disertai dengan ruam vesikuler eritematosa
di telinga (oticus zoster) atau di dalam mulut, dan lepuh terlihat dalam banyak
kasus di daerah antihelix, fossa dari antihelix dan atau lobulus. Dalam
beberapa kasus lepuhan juga terlihat di dalam liang telinga. Virus Varicella
zoster adalah agent dari sindrom ini.2
2. Otitis eksterna
Otitis eksterna merupakan radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus.2
I. PENATALAKSANAAN
27
1. Terapi Lokal
Prinsip pengobatan adalah meredakan nyeri dan mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Penanganan miringitis bulosa terdiri dari pemberian analgetika untuk
nyeri dan memelihara kebersihan dan kekeringan telinga. Terapi konservatif
ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri. Obat-obatan analgetik, anti-inflamasi,
antihistamin, dan antibiotik dapat diberikan. Apabila terdapat komplikasi berupa
supurasi, perforasi membran timpani, atau kecurigaan mastoiditis, dianjurkan
untuk melakukan konsultasi pada dokter spesialis THT-KL. Pengobatan khusus
perforasi membran timpani meliputi:1,2
a) Larutan alkohol yang mengandung asam salisilat dapat merangsang
pertumbuhan epitel yang akan berguna jika tingkat pertumbuhan epitel
berkurang. Namun, ketika kontak dengan mukosa telinga tengah, alkohol
dapat menyebabkan nyeri dan iritasi mukosa yang akan menyebabkan
meningkatnya sekresi mukus.
b) Larutan burowi dapat membantu menghilangkan peradangan pada mukosa
pada telinga tengah, tetapi dapat menyebabkan maserasi dari epidermis dalam
liang telinga.
2. Medikamentosa
a) Pemberian antibiotik:
Pada kasus miringitis bulosa pada orang dewasa, dapat diberikan antibiotik
lini pertama berupa Amoxicillin dengan dosis 3 x 500 mg/hari. Pada anak-anak,
dosis Amoxicillin yang diberikan adalah 50 mg/kgBB/hari dibagi menjadi
beberapa dosis. Selain Amoxicillin, dapat juga diberikan Eritromisin dengan dosis
yang sama seperti Amoxicillin baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
Cotrimoxazole juga dapat dipertimbangkan sebagai antibiotik lini pertama pada
kasus miringitis bulosa. Pada dewasa, dapat diberikan Cotrimoxazole dengan
dosis 2 x 80/400 mg. Pada anak-anak dapat diberikan Cotrimoxazole sirup dengan
dosis 2 x 5 mL.2,14
Apabila dicurigai terdapat resistensi dari mikroba penyebab miringitis bulosa,
dapat diberikan antibiotik lini kedua, yaitu Amoxicillin-clavulanate, dengan dosis
28
3 x 625 mg untuk orang dewasa dan 20 mg/kgBB/hari untuk anak-anak. Dapat
juga diberikan antibiotik golongan sefalosporin golongan kedua, antara lain
Cefuxorime, Cefixime, dan Cefadroxil selama 7-10 hari. Harus dipastikan bahwa
pasien dapat menuntaskan terapi antibiotik agar tidak terjadi kekambuhan.2
b) Pemberian kortikosteroid
Untuk meredakan inflamasi yang terjadi, dapat diberikan Prednison dengan
dosis 40-60 mg/hari (single dose), diberikan pada pagi hari selama satu minggu
kemudian dosis diturunkan perlahan.2
c) Pemberian analgetik
Dengan pemberian asetaminofen dengan kodein. Hasil yang baik didapat dari
penggunaan larutan asetil salisilat. 2
29
2) Miringotomi anterior, yang dilakukan untuk memasukkan grommet dan untuk
memfasilitasi aspirasi efusi serosa dengan memberikan sedetik pembukaan di
otitis media sekretori.13
30
J. KOMPLIKASI
K. PROGNOSIS
Pada sebagian besar kasus yang dijumpai, penyembuhan dapat terjadi secara
total apabila kasus ditangani oleh ahli (spesialis THT-KL). Tindakan drainase
biasanya memberikan prognosis yang menguntungkan.1
31
ALGORITME PENANGANAN DAN ALUR DIAGNOSIS MIRINGITIS
BULLOSA
MIRINGITIS
1. Otalgia
1. MT hiperemis 1. Otoscopy
unilateral atau
2. Refleks cahaya (-) 2. Tes Garpu Tala
bilateral
3. Terdapat bula 3. Timpanometri
2. Penurunan
soliter/multipel 4. Timpanosintesis
pendengaran
4. Isi bula darah atau
3. Riw. Demam
cairan
4. Riw. Infeksi
saluran napas
5. Riw. Trauma
pada telinga
Penatalaksanaan
Diagnosis Banding
1. Herpes zoster otikus
2. Otitis media atau
1. Terapi Lokal Komplikasi
otitis eksterna
2. Medikamentosa 1. Kehilangan pendengaran
- Antibiotik 2. Perforasi MT
- Kortikosteroid 3. Perluasan supuratif
- Analgesik
3. Miringotomi / Insisi bula
32
BAB III
RINGKASAN
33
Pengobatan miringitis akut sama dengan penyakit penyebabnya berupa otitis
eksterna atau otitis media akut. Prinsip pengobatan pada miringitis akut adalah
menjaga agar tidak terjadi perforasi pada membran. Pasien disarankan untuk
istirahat total sehingga mempercepat penyembuhan karena aktivitas yang tinggi
dapat meningkatkan risiko pecahnya bulla pada membran timpani. Obat-obatan
yang dapat digunakan adalah anti inflamasi, steroid dosis rendah dan antibiotik.
Pada miringitis akut dengan infeksi sekunder menyebabkan penurunan
pendengaran lebih nyata.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
11. Elzir L, Saliba I. Bullous Hemorrhagic Myringitis. 27 November 2012; [Di
akses tanggal 25 Februari 2019]. Available from: URL:
http://oto.sagepub.com/conte nt/148/2/347
12. Rukmini S, Herawati S. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung dan
Tenggorok. Jakarta: EGC. 2014.
13. Mohammad M, Suhail. M. 2007. Textbook of Ear Nose and Throat Diseases.
Examination of the Ear, Diseases of the Exernal Ear and Deafness. Eleventh
edition.
14. Devaraja D. Myringitis; An Update. Journal of Otology. 2018. Departement
of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery. [Di akses tanggal 25 januari
2018]. Available from: https://www.sciencedirect.com/scien
ce/article/pii/S1672293018300746
36