Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Membran timpani yang tipis dan rapuh merupakan komponen awal pada
sistem konduksi telinga tengah. Membran timpani mudah mengalami kerusakan,
dan semua penyakit yang menyerang membran timpani akan mengganggu
kemampuan bekerja dan mengurangi kenikmatan hidup pasien.1
Miringitis atau inflamasi pada membran timpani merupakan salah satu jenis
kelainan yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran dan menimbulkan
sensasi kongesti serta nyeri telinga. Setelah tiga minggu, suatu miringitis akut
akan menjadi subakut, dan apabila tidak tertangani hingga 3 bulan, maka kita
sudah dapat mengkategorikannya sebagai suatu kasus kronik.1
Gejala klinis dari miringitis akut dibagi menjadi tiga bentuk atau tipe yaitu
tipe bulosa, tipe hemoragik dan tipe granulomatosa. Tipe bulosa memiliki gejala
klinis berupa adanya pembentukan bulla berisi cairan serous. Tipe hemoragik
memiliki gejala berupa kemerahan yang nyata pada membran timpani. Tipe
granulomatosa memiliki gejala berupa adanya jaringan granulasi yang
menggantikan lapisan luar dari membran timpani dan tipe ini sangat jarang
ditemukan. 1,2
Miringitis Bulosa (BM) merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan nyeri
akut pada telinga yang disebabkan oleh pembentukan “bula” pada membrane
timpani. Beberapa referensi menjelaskan bahwa miringitis merupakan suatu
keadaan yang dihubungkan dengan otitis media akut (OMA) atau Otitis Eksterna
(OE). Refrensi lain menyatakan bahwa miringitis bulosa adalah bentuk
peradangan virus yang jarang pada telinga yang menyertai selesma dan
influenza.1,2
Tingkat kejadian miringitis bulosa belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Dalam beberapa penelitian, myringitis bulosa didiagnosis pada 6% anak yang
berusia kurang dari dua tahun. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa ada
sekitar 6.400 anak di bawah usia dua tahun dengan myringitis bulosa.2

1
Miringitis bulosa dapat terjadi dengan atau tanpa otitits media akut (OMA),
sehingga pengobatannya sama dengan pengobatan otitis media akut. Insisi pada
miringitis tipe bulosa masih kontroversi. Pemberian tetes telinga antibiotik dapat
membantu untuk mencegah terjadinya superinfeksi pada kondisi rupturnya
bulla.1,2

2
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

A. Anatomi
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan.
Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Gelombang
suara yang diterima oleh telinga luar di ubah menjadi getaran mekanis oleh
membran timpani. Getaran ini kemudian di perkuat oleh tulang-tulang padat di
ruang telinga tengah (tympanic cavity) dan diteruskan ke telinga dalam. Telinga
dalam merupakan ruangan labirin tulang yang diisi oleh cairan perilimf yang
berakhir pada rumah siput / koklea (cochlea). Di dalam labirin tulang terdapat
labirin membran tempat terjadinya mekanisme vestibular yang bertanggung jawab
untuk pendengaran dan pemeliharaan keseimbangan. Rangsang sensorik yang
masuk ke dalam seluruh alat-alat vestibular diteruskan ke dalam otak oleh saraf
akustik (N.VIII).3,4

Gambar 1. Anatomi telinga luar. Dikutip dari kepustakaan 3

3
Aurikula atau daun telinga merupakan bagian telinga paling luar yang terdiri
dari tulang rawan. Aurikula berfungsi untuk mengumpulkan gelombang suara
yang datang untuk diteruskan ke bagian telinga yang lebih dalam melalui meatus
auditori eksterna.4,5,6
Meatus auditori eksterna atau liang telinga merupakan saluran berbentuk S
menuju ke membran timpani. Sepertiga luar dari meatus auditori eksterna
merupakan pars kartilago dan dua pertiga kedalam merupakan pars osseous.
Bagian kartilago lebih lebar dari bagian tulang (osseous). Pada sepertiga bagian
luar dari kulit meatus terdapat banyak kelenjar serumen yang merupakan
modifikasi dari kelenjar keringat dan juga terdapat folikel rambut. Folikel rambut
terdapat pada seluruh bagian kulit meatus auditori eksterna.4,5,6
Membran timpani atau gendang telinga adalah sealput bangunan berbentuk
bundar dan cekung. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Sharpnell),
sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Bagian tengah dari
membran terdapat umbo yang merupakan gambran dari manubrium os. Penting
untuk disadari bagian rongga telinga tengah yaitu epitimpanium yang
mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melapaui batas atas membrane
timpani, dan bagian hipotimpanium yang meluas melampaui batas bawah
membrane timpani. 4,5,6

Gambar 2. Gambaran membran timpani kanan pada otoscopy.


Dikutip dari kepustakaan 2

4
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu:
1. Pars tensa, yang merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu
permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada
annulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
Pembagian lebih detail tentang lapisan membran timpani adalah pars tensa
terdiri dari 5 lapisan, antara lain:2
a. Lapisan lateral; merupakan bagian dari epitel meatus auditori eksternus
yang terdiri dari epitel sel skuamos bertingkat (stratum cutaneum).
b. Lapisan supepitelial; terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdapat
pembuluh darah dan syaraf.
c. Lapisan tengah; merupakan lapisan jaringan fibrosa yang terdiri dari serat
kolagen. Bagian lateral, serat kolagen tersusun radier dan bagian medial
serat kolagennya tersusun sirkuler. Bagian radier dari lapisan ini
merupakan tempat insersi tulang maleus. Pars flaksida tidak memiliki
lapisan ini.
d. Lapisan submukosa; lapisan ini identik dengan lapisan suepitelial namun
mengandung lebih sedikit pembuluh darah kapiler.
e. Lapisan medial; merupakan lapisan epitel selapis kuboid yang menutupi
permukaan bagian dalam dari membran timpani.

Gambar 3. Lapisan dari membran timpani pars tensa. Lokasi terbentuknya bulla
pada miringitis bullosa yaitu pada lapisan subepitelial (B). (U=Umbo, A=Anulus).
Dikutip dari kepustakaan 2

5
2. Pars flasida (lemah) atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka
dan lebih tipis dari pars tensa, dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu:
- Plika maleolaris anterior (lipatan muka)
- Plika maleolaris posterior (lipatan belakang) 2

Gambar 4. Bagian dari telinga tengah yang terdiri dari epi-, meso-, dan
hipotimpanum. Dikutip dari kepustakaan 2

Pendarahan membran timpani diperoleh dari anastomose pembuluh darah


epitel dan lapisan mukosa pada lapisan supepitelial dan submukosa. Pembuluh
darah arterinya merupakan cabang aurikuler dari arteri maksilaris interna.
Pembuluh darah mukosanya berasal dari cabang timpani arteri maxilaris interna
dan cabang stilomastoid dari arteri aurikularis posterior. Pembuluh darah vena
pararel dengan arteri. Pada membran timpani yang sehat, tidak akan tampak
pembuluh darah kapiler, tetapi pada kondisi terjadinya infalamasi atau anak
menangis akan tampak gambaran pembuluh darah sehingga membran timpani
tampak kemerahan.2
Persyarafan membran timpani berasal dari 3 syaraf kranial yang berbeda
yaitu N. Trigeminus, N. Glosopharingeus, dan N. Vagus. Cabang
aurikulotemporal dari N. Trigeminus dan cabang aurikular dari N. Vagus
(Arnold’s Nerve) mensyarafi bagian lateral dari membran timpani. Cabang

6
timpani dari N. Glosoharingeus (Jacobson’s nerve) mensyarafi serat sensoris pada
bagian medial membran timpani dan bagian mesotimpanum.2
Membran timpani merupakan atas antara telinga bagian luar dan tengah.
Kelainan pada bagian ini dapat ditemukan dengan pemeriksaan otoskopi.
Membran timpani yang sehat akan tampak translusen, keabuan dan mobile. Dari
bagian umbo akan tampak suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu
pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan. Reflek cahaya ini merupakan cahaya dari luar yang dipantulkan oleh
membran timpani.4,5,6
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis tegak lurus dari garis tersebut pada
daerah umbo sehingga didapatkan kuadran atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan dan bawah-belakang. Kepentingan klinis dari pembagian ini adalah untuk
menentukan lokasi kelainan dan letak perforasi membran timpani. 4,6

Gambar 5. Telinga kanan. Sketsa pembagian kuadran membran telinga menjadi 4


kuadran: A.S=anterosuperior, A.I=anteroinferior, P.S=posterosuperior, dan
P.I=posteroinferior. Dikutip dari kepustakaan 7

7
Gambar 6. Tampilan normal membran timpani telingan kanan. Tampak membran timpani
yang transparan dan tipis. Tampak umbo dan refleks cahaya pada arah jarum jam 5.
Dikutip dari kepustakaan 7

Gambar 7. Tampilan normal membran timpani dengan bagian-bagiannya. 1= pars


flaccida; 2=short process of malleus; 3=handle of the malleus; 4=umbo; 5=supratubal
recess; 6=tubal orifice; 7=hypotympanic air cells; 8=stapedius tendon; C=chorda
tympani; I=incus; P=promontory; O=oval window; R=round window; T=tensor tympani;
A=annulus. Dikutip dari kepustakaan 7

8
B. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks serebri / korteks pendengaran (area 39-40) di
lobus temporalis.4 Sampai tingkat tertentu pinna adalah suatu pengumpul suara,
sementara liang telinga karena bentuk dan dimensinya dapat memperbesar suara
dalam rentang 2 sampai 4 kHz; perbesaran pada frekuensi ini adalah sampai 10
hingga 15 Db. Maka suara dalam rentang frekuensi ini adalah yang paling
berbahaya jika ditinjau dari sudut trauma akustik.4,5
Suara bermula dari gelombang tekanan udara, yang akan menggetarkan gendang
telinga. Getaran ini akan disampaikan ke dalam telinga dalam oleh tiga tulang
pendengaran, stapes bergerak ke dalam dan keluar dari telinga dalam seperti
piston.4,5
Pergerakan pompa ini akan menimbulkan gelombang tekanan di dalam cairan
telinga dalam atau koklea. Pada koklea secara bergantian akan mengubah
gelombang tekanan menjadi aktifitas elektrik di dalam nervus auditorius yang akan
menyampaikan informasi ke otak. Proses transduksi di dalam koklea membutuhkan
fungsi kerjasama dari berbagai jenis tipe sel yang berada di dalam duktus koklearis.
Duktus ini berisi endolimfe, cairan ekstraselular yang kaya akan potassium dan

9
rendah akan sodium. Ruangan endolimfatik memiliki potensial elektrik yang besar
yaitu 100mV. Komposisi ion dan potensial elektrik dari ruangan endolimfatik dijaga
oleh sekelompok sel yang dikenal sebagai stria vaskularis. Pada manusia, duktus
koklearis berputar sepanjang 35 mm dari dasar koklea (dekat stapes) hingga ke
apeks. Ukuran, massa dan kekakuan dari banyak elemen selulae, terutama pada
organ corti, berubah secara sistematis dari satu ujung spiral ke ujung yang lain.
Keadaan ini menyebabkan pengaturan mekanik sehingga gelombang tekanan yang
diproduksi oleh suara berfrekuensi tinggi menyebabkan organ tersebut bergetar pada
basisnya, sedangkan suara frekuensi rendah menyebabkan getaran pada ujung
puncak. 3,5

Gambar 8 . Fisiologi Pendengaran. Dikutip dari kepustakaan 5

Proses transduksi, dibentuk oleh dua jenis sel sensori pada organ corti, yaitu sel
rambut dalam dan sel rambut luar. Gelombang tekanan yang ditimbulkan suara pada
cairan koklea membengkokkan rambut sensori yang disebut stereosilia, yang berada
diatas sel rambut. Pembengkokan ini akan merenggangkan dan memendekkan ujung
penghubung yang menghubungkann adjasen stereosilia. Ketika ujung penghubung
meregang, ini akan menyebabkan terbukanya kanal ion pada membran stereosilia
dan ion K dapat masuk ke dalama sel rambut dari endolimfe. Masuknya ion K ini
menyebabkan perubahan potensial elektrik dari sel rambut, sehingga menyebabkan

10
pelepasan neurotransmitter dari vesikel sinaps pada dasar sel rambut. Serabut saraf
auditorius, yang kontak dengan sel rambut, respon terhadap neurotransmitter dengan
memproduksi potensial aksi, yang akan berjalan sepanjang serabut saraf untuk
mencapai otak dalam sekian seperdetik. Pola aktifitas elektrik yang melalui 40.000
serabut saraf auditorius diterjemahkan oleh otak dan berakhir dengan sensasi yang
kita kenal dengan pendengaran. Sel rambut dalam dan sel rambut luar memerankan
peranan dasar yang berbeda pada fungsi telinga dalam. Sebagian besar serabut saraf
auditorius kontak hanya dengan sel rambut dalam. Sel rambut dalam adalah
transduser sederhana, yang merubah energy mekanik menjadi energi listrik. Sel
rambut dalam adalah penguat kecil yang dapat meningkatkan getaran mekanik dari
organ corti. Kontribusi sel rambut luar ini penting untuk sensitifitas normal dan
selektifitas frekuensi dari telinga dalam. 3,5

11
BAB III

MIRINGITIS BULLOSA

A. DEFINISI

Miringitis merupakan suatu inflamasi atau peradangan pada membran timpani.


Miringitis berasal dari bahasa latin “myrinx” yang berarti membran timpani.
Definisi yang pasti dari miringitis bervariasi. Pada International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems (ICD-10), miringitis akut
(H73.0) didefinisikan sebagai inflamasi atau peradangan membran timpani tanpa
disertai efusi telinga tengah jika ditemukan maka diagnosisnya adalah Otitis
Media Akut. Namun, pada beberapa klasifikasi, miringitis akut diartikan sebagai
inflamasi akut pada membran timpani yang terjadi sendiri atau berhubungan
dengan otitis eksterna atau otitis media.2
Miringitis Bulosa (BM) merupakan suatu keadaan nyeri akut pada telinga
yang disebabkan oleh pembentukan bula pada membrane timpani. Miringitis
bulosa sebelumnya telah dijelaskan merupakan suatu keadaan yang dihubungkan
dengan otitis media akut (OMA). Refrensi lain menyatakan bahwa miringitis
bulosa adalah bentuk peradangan virus yang jarang pada telinga yang menyertai
selesma dan influenza.2,3

B. ETIOLOGI
Etiologi dari miringitis bulosa masih belum jelas dan belum banyak diketahui.
Pada beberapa studi, dikatakan miringitis disebabkan oleh infeksi virus dan
sumber lainnya mengatakan karena infeksi bakteri. Virus influenza dipercaya
sebagai satu-satunya penyebab utama miringitis akut khususnya miringitis bullosa
karena penyakit ini sering timbul bersama dengan influenza. Namun, penelitian
lain menunjukkan Mycoplasma pneumoniae dan Strepotococcus pneumoniae ikut
berperan dalam proses penyakit ini. Chanock dan Rifkind melaporkan bahwa
insiden tertinggi dari miringitis bullosa disebabkan oleh Mycoplasma

12
pneumoniae. Wetmore dan Ambrason menemukan adanya miringitis bullosa oleh
ko-infeksi antara Mycoplasma pneumoniae dengan beberapa virus saluran
pernapasan.1,2,3
Robert (1980) lalu menyimpulkan bahwa etiologi dari miringitis akut adalah
sama dengan otitis media akut oleh kuman patogen dengan membuat tabel
etiologi hasil penelitiannya sebagai berikut: 2

Tabel 1. Hasil penelitian mengenai etiologi dari miringitis bullosa.2

13
Gambar 9. Etiologi bakteri myringitis bulosa (BM), hemoragik myringitis (HM)
dan otitis media akut (AOM). Dikutip dari kepustakaan 2

Analisis bakteriologis dilakukan pada 74 anak dengan myringitis bulosa. Bakteri


patogen yang ditemukan yaitu S. pneumoniae pada 24 (32%) anak-anak, H.
influenzae pada 22 (30%) dan M. catarrhalis pada 9 (12%). Kultur bakteri tetap
negatif atau menghasilkan bakteri nonpathogenik pada 19 (26%) anak-anak. S.
pneumonia ditemukan lebih sering pada myringitis bulosa daripada di AOM (32%
dan 15%). Pada myringitis hemoragik, analisis bakteriologis dilakukan pada 18
anak. Ditemukan bakteri patogen MEF berikut: S. pneumoniae pada 8 (44%)
anak-anak, H. influenzae pada 2 (11%), M. catarrhalis pada 4 (22%) dan kultur
negatif atau non-patogenik pada 4 (22%) anak-anak.2

C. EPIDEMIOLOGI

Di amerika serikat, sekitar 8% terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai 12


tahun dengan otitis media akut telah mengalami miringitis bullosa akut.
Morbiditas dari miringitis berkorelasi dengan morbiditas pada kasus otitis media,
otitis eksternal, dan benda asing di telinga. Data distribusi rasial penyakit
membran timpani belum dikumpulkan. Untuk penyakit membran timpani, pria
dan wanita mempunyai frekuensi yang sama. Dimana dapat juga mengenai semua
kelompok umur.1

14
Tabel 2. Kasus Miringitis Bulosa (BM) dan otitis media akut (AOM) berdasarkan
distribusi usia pada populasi studi yang berbeda.1

D. PATOFISIOLOGI

Suatu inflamasi pada membrane timpani, yang disebut “miringitis” biasanya


disebabkan atau dihubungkan dengan otitis eksterna atau otitis media. Pada otitis
media, umumnya infeksi disebabkan oleh infeksi yang asending melalui tuba
eustahcius menuju ke telinga tengah. Otitis media umumnya mengenai bayi dan
anak akan tetapi dapat terjadi pada semua usia. Lebih dari 50% bayi pernah
mengalami episode otitis media selama tahun pertama kehidupan. Hal ini
disebabkan oleh bentuk dan posisi anatomi pada bayi berbeda dengan anatomi
dewasa. Pada anak dan bayi, tuba eustchius bentuknya lebih lebar dan pendek
serta posisinya lebih horizontal, keadaan anatomi ini memungkinkan penyebaran
agen infeksi dari daerah nasofaring menuju telinga tengah lebih mudah.4
Suatu infeksi virus menyebabkan gangguan epitel pernapasan dan disfungsi
tuba eustachius, yang menyebabkan tekanan negative di telinga tengah dan
akumulasi sekresi pada telinga tengah. Disfungsi tuba Eustachius memungkinkan
mikroba pathogen untuk masuk dari nasofaring ke telinga tengah dan
menyebabkan serangan otitis media akut. Telah diperkirakan adanya lesi bulosa
mungkin hanya manifestasi dari cidera mekanik membran timpani atau reaksi
jaringan non-spesifik untuk beberapa agen infektif. Dalam beberapa kasus iritasi

15
tahap awal otitis media akut kausa bakteri, dilain kasus mungkin karena agen
infeksi virus. Karelitz merasa bahwa faktanya dalam hampir semua kasus
myringitis, infeksi saluran nafas atas yang ada, menunjukkan bahwa jalurnya
adalah melalui tuba eustachius, pertama menyebabkan radang telinga tengah dan
kemudian secara sekunder menyebabkan myringitis bulosa.2,4
Pada proses inflamasinya, terbentuk suatu bula diantara lapisan luar epitel
(cutaneus) dan lapisan fibrosa di bagian tengah membrane timpani. Diperkirakan
kemampuan membrane timpani untuk membentuk bula ini adalah dari hasil reaksi
non-spesifik dari agen infeksius penyebab miringitis. Miringitis bullosa sering
disebut sebagai suatu “otitis media akut dengan bula” yang terbentuk pada
gendang telinga. Middle ear fluid (MEF) telah sering ditemukan pada myringitis
bulosa dan mungkin timbul sebagai akibat dari pecahnya bulla ke telinga tengah
atau bulla mungkin telah muncul secara sekunder setelah radang telinga tengah.
Pada tulang temporal manusia otitis media akut telah ditunjukkan bahwa
membran timpani lebih tebal dibandingkan dengan telinga normal. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh pembengkakan lapisan jaringan subepitel dan
submukosa membran timpani. Selain itu, ada banyak kapiler dan infiltrasi sel
inflamasi ke dalam lapisan jaringan subepitel dan submukosa. Studi histologi pada
miringitis bulosa kurang, tetapi dapat dibayangkan bahwa di awal penyakit reaksi
inflamasi yang kuat diprakarsai oleh paparan pathogen yang menyebabkan
akumulasi cairan kotor pada membran timpani.2

E. MANIFESTASI KLINIS

Miringitis bullosa dianggap sebagai penyakit self limiting disease, namun


kondisinya dapat diperberat oleh suatu infeksi sekunder yang purulen. Komplikasi
serius seperti meningoensefalitis telah dilaporkan dalam beberapa kasus yang
langka. Karakteristik gambaran klinis pasien yaitu tiba-tiba nengalami sakit
telinga yang parah atau otalgia. Pada anak-anak dengan gejala otitis media akut
biasanya tidak spesifik, karena mereka tidak dapat mengungkapkan gejala atau
asal usul rasa sakit. Dalam miringitis akut otalgia sifatnya berdenyut. Nyeri

16
biasanya terletak di dalam telinga, tetapi dapat menyebar ke ujung mastoid,
tengkuk, temporomandibula hingga ke seluruh wajah.2
Pada kebanyakan pasien nyeri mereda dalam satu atau dua hari, namun
beberapa keluhan biasanya dirasakan selama tiga hari sampai empat hari. Rasa
sakit tidak sepenuhnya hilang setelah myringotomi atau setelah bulla pecah
spontan. Membran timpani kembali ke keadaan normalnya dalam dua atau tiga
minggu. Otoskopi menunjukkan suatu membran timpani meradang dengan satu
atau lebih bulla. Bulla ini penuh dengan cairan bening, agak kuning atau
perdarahan.2
Beberapa bulla hampir tidak bisa dibedakan dan beberapa menempati sebagian
besar membran timpani. Bulla yang muncul paling sering pada sisi posterior atau
postero inferior membran timpani atau pada dinding kanalis posterior. Bulla ini
tampaknya hanya melibatkan lapisan subepitel dari membran timpani. Miringitis
bullosa sering terdeteksi hanya unilateral sedangkan di beberapa penelitian
proporsi infeksi bilateral tersebut telah 11-33%. Jika bulla pecah maka debit
serosanguineous durasi pendek muncul di saluran telinga, kecuali keadaannya
menjadi rumit oleh invasi bakteri saat discharge menjadi purulen. Peningkatan
suhu tubuh biasanya terlihat dalam perjalanan awal miringitis tersebut. Bulla
paling sering menghilang dengan sendirinya. Dalam sebagian besar kasus bulla
berlangsung tiga atau empat hari.2

F. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis pada miringitis bulosa didasarkan pada anamnesis dan


pemeriksaan fisik.
1. Anamnesis
Secara umum, keluhan utama pasien yang mengalami miringitis adalah nyeri
pada daerah telinga yang onsetnya 2-3 hari. Nyeri seperti tertusuk dan berdenyut.
Nyeri ini disebabkan karena miringitis terjadi pada membran timpani yang
memiliki saraf sensoris dan pada tipe bullosa, nyeri lebih hebat karena
pembentukan bulla terjadi pada area yang memiliki banyak syaraf dan pembuluh

17
darah. Perlu mengetahui riwayat demam atau infeksi saluran napas sebelumnya
untuk membedakan atau mengetahui adanya ototits media akut atau tidak.
Riwayat trauma pada saluran telinga akibat membersihkan telinga perlu
ditanyakan.1,2

2. Pemeriksaan fiisk
Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis miringitis bulosa adalah
otoskopi.8

Gambar 10. Interpretasi pemeriksaan otoscopy.


Dikutip dari kepustakaan 8

18
Adapaun beberapa temuan yang bisa didapatkan dari pemeriksaan otoskopi
pada pasien miringitis antara lain.2,8
a. Terdapat tanda-tanda inflamasi pada membran impani, seperti warna membran
terlihat lebih merah, serta tampak mengalami deformasi, dan refleks cahaya
memendek atau bahkan menghilang sama sekali.
b. Karakteristik dari miringitis bulosa adalah adanya bulla pada membran
timpani. Kita harus dapat membedakan antara bulla yang berasal dari
membran timpani dan bula yang berasal dari saluran telinga luar. Bulla ini
dapat pecah dan menimbulkan perdarahan pada membran timpani.
c. Pada beberapa kasus dapat ditemukan nyeri ketika pinna ditarik.
d. Pneumatik otoskopi, dengan pemeriksaan ini kita dapat menentukan apakah
miringitis bulosa sudah menyebabkan perforasi.

Gambar 11. Miringitis bulosa di telinga kanan (a) dan telinga kiri (b). pegangan malleus
hampir tidak terlihat. myringitis bulosa disebabkan oleh infeksi virus atau mycoplasma
pneumoniae pada membran timpani. ada sakit telinga yang parah, tetapi tidak ada
gangguan pendengaran. Mengeringkan bleb dapat memberikan bantuan segera dari rasa
nyeri. hanya lapisan epitel luar yang harus ditusuk. tusukan membran timpani yang
lengkap dapat menyebabkan perforasi. Dikutip dari kepustakaan 9

19
Gambar 12. pengumpulan darah di daerah inferior dan area lain tampak perdarahan kotor
di kuadran superior posterior. Juga terlihat sebagai distribusi khas kapiler yang hiperemis
pada permukaan TM (hemoragik bulosa). Dikutip dari kepustakaan 10

Gambar 13. Miringitis tipe granular, sebagian dari membran timpani (telinga kanan) dan
kanal eksternal ditutupi dengan jaringan granulasi.
Dikutip dari perpustakaan 8

20
Gambar 14. Bula hitam keunguan (arrowhead) pada membran timpani kanan
bentuk blackberry, menunjukan adanya bekuan darah dalam membran timpani yang
menebal dan kemerahan. Dikutip dari kepustakaan 11

 Pada pemeriksaan kelenjar, terdapat limfadenopati servikal posterior.


 Pada pemeriksaan pendengaran dapat ditemukan adanya penurunan
pendengaran.
 Timpanometri, dilakukan untuk menemukan bukti adanya cairan di belakang
membran timpani. Sehingga kita dapat mengetahui ada tidaknya otitis media
yang menyertai miringitis bulosa.1
 Timpano sintesis : pemeriksaan ini dilakukan untuk kultur dan identifikasi
agen penyebab miringitis bullosa.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Garpu Tala


Garpu tala sendiri terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi dimulai dari 128
Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3 macam
garpu tala yaitu 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. 12

21
Gambar 15. Lesi yang menghasilkan gangguan pendengaran konduktif (lesi
saluran telinga dan telinga tengah) dan kehilangan sensorineural (lesi organ
ujung sensorik dan saraf kranial kedelapan).Dikutip dari kepustakaan 13

a) Uji Batas atas dan Batas bawah


Tujuan: menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita
melewati hantaran udara bila dinbunyikan pada intensitas ambang normal.
Prosedur : Semua garpu tala (dimulai dari frekuensi terendah sampai
frekuensi tertinggi ataupun sebaliknya) dibunyikan satu persatu dengan cara
memegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan
lunak (dipetik dengan ujung jari/kuku), kemudian didengarkan dahulu oleh si
pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intensitas bunyi
terendah bagi orang normal/ nilai ambang normal, lalu diperdengarkan kepada
penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat Meatus Akustikus Eksternus
(MAE) pada jaran 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang
menghubungkan MAE kanan dan kiri.12
Interpretasi :
 Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
 Tuli Konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tidak terdengar)
 Tuli sensoris neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tidak terdengar)

22
Kesalahan yang dapat terjadi: garpu tala dibunyikan terlalu keras
sehingga tidak dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tidak dapat
mendengar.12

b) Uji Rinne
Tujuan: tujuan pemeriksaan adalah membandingkan hantaran melalui
udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita. 12,13
Prosedur : Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan, lalu diletakkan pada
planum mastoid (posterior dari MAE) penderita dengan demikian getaran
melalui tulang akan sampai ke telinga dalam. Apabila pasien sudah tidak
mendengar lagi bunyi dari garpu tala yang digetarkan tersebut, maka garpu
tala dipindahkan ke depan liang telinga (MAE), kira-kira 2,5 cm jaraknya dari
liang telinga. Apabila penderita masih dapat mendengar bunyi dari garpu tala
di depan MAE, hal ini disebut Rinne Positif, dan sebaliknya bila penderita
tidak mendengar bunyi di depan MAE disebut Rinne Negatif. 12
Garpu tala (frekuensi 512 Hz) dibunyikan kemudian diletakkan pada
planum mastoid, kemudian segera dipindahkan ke depan MAE, penderita
ditanya mana yang lebih keras. Apabila dikatakan lebih keras di depan MAE
disebut Rinne Positif, bila lebih keras dibelakang disebut Rinne Negatif. 12

Gambar 16. Rinne’s Test. Dikutip dari kepustakaan 13

23
Interpretasi :
 Normal : Rinne Positif
 Tuli Konduksi : Rinne Negatif
 Tuli Sensoris neural : Rinne Positif

Pada pasien yang pendengarannya masih baik, maka hantaran melalui


udara lebih baik dari hantaran melalui tulang. Kadang dapat terjadi False
Rinne (pseudo positif atau pseudo negatif), dapat terjadi bila stimulus bunyi
dtangkap oleh telinga yang tidak diperiksa (yang satunya lagi) hal ini
dimungkinkan terjadi apabila telinga yang tidak diperiksa tersebut memiliki
pendengaran yang jauh lebih baik daripada telinga yang diperiksa.12

Kesalahan yang dapat terjadi :


 Garpu tala tidak diletakkan dengan baik pada planum mastoid atau miring,
terkena rambut, jaringan lemak tebal sehingga penderita tidak mendengar
atau getaran garpu tala terhenti/ terganggu karena kaki garpu tala tersentuh
aurikulum. 12
 Penderita terlambat memberikan isyarat waktu garpu tala sudah tidak
didengarkan lagi, sehingga waktu dipindahkan ke depan MAE getaran
garpu tala sudah berhenti. 12

c) Uji Weber
Tujuan: tujuan pemeriksaan ini adalah membandingkan hantaran tulang
telinga kanan dengan telinga kiri. 12,13
Prosedur : Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan kemudian diletakkan
pada garis tengah seperti di ubun-ubun, dahi (lebih sering digunakan), dagu,
atau pertengahan gigi seri, dengan kedua kaki pada garis horisontal. Penderita
diminta untuk membandikan telinga yang mana yang lebih keras terdengar. 12
Pasien dengan gangguan pendengaran akan mengatakan bahwa salah satu
telinga lebih jelas mendengar bunyi garpu tala itu. Pada orang normal akan
mengatakan bahwa tidak mendengar perbedaan bunti kiri dan kanan. Bila
lebih keras ke kanan disebut lateralisasi ke kanan dan sebaliknya. 12

24
Gambar 17. Weber’s Test. Dikutip dari kepustakaan 13

Interpretasi:
 Normal : tidak ada lateralisasi (sama kiri-kanan)
 Tuli konduksi : lateralisasi ke telinga yang sakit.
 Tuli sensoris neural : Lateralisasi ke telinga yang sehat
Karena pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah kedua telinga maka
kemungkinan hasil yang didapat dapat lebih dari satu. contoh dari hasil
pemeriksaan di dapatkan lateralisasi ke telinga kiri, maka interpretasikan :12
1. Tuli konduksi kiri, telinga kanan normal.
2. Tuli konduksi kiri dan kanan, namun telingan kiri lebih berat.
3. Tuli sesoris neural tilngan kanan, telinga kiri normal.
4. Tuli sensoris neural telinga kiri dan kanan, namun kanan lebih berat
5. Tuli konduksi kiri dan sensoris neural kanan.

d) Uji Schwabach
Tujuan : tujuan pemeriksaaan ini adalah membandingkan hantaran tulang
pasien dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.12,13
Prosedur : Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan , lalu tangkainya
diletakkan pada pada planum mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak
mendengar bunyi sesegera mungkin garpu tala dipindahkan ke planum
mastoid penderita yang diperiksa. Apabila penderita masih dapat mendengar

25
bunyi maka disebut dengan Schwabah memanjang, namun bila penderita tidak
mendengar bunyi garpu tala akan terdapat dua kemungkinan yaitu schwabach
memendek atau normal.12
Untuk membedakan hal tersebut maka uji dilakukan dengan dibalik, yaitu
garpu tala diletakkan pada planum mastoid penderita dahulu baru ke
pemeriksa dengan prosedur yang sama. Apabila pemeriksa tidak dapat
mendengar berarti sama-sama normal, namun bila pemeriksa masih dapat
mendengar bunyi maka disebut Schwabach memendek.12
Interpretasi :
 Normal : Schwabach Normal
 Tuli Konduksi : Schwabach Memanjang
 Tuli Sensoris Neural : Schwabach Memendek

Keselahan yang mungkin terjadi: Gapu tala tidak diletakkan dengan


benar, kakinya tersentuh hingga bunyi menghilang. Kemungkinan lain adalah
pemberian isyarat oleh penderita terlambat.12

Pada laporan kasus pasien dengan diagnosis miringitis bulosa dextra,


pada pemeriksaan garpu tala ditemukan Rinne: negatif pada telinga kanan,
positif pada telinga kiri, Weber: lateralisasi ke kanan dan pemeriksaan
Schwabach: memanjang pada telinga kanan dan pada telinga kiri sama dengan
pemeriksa, didapatkan kesan tuli konduktif telinga kanan.

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk diagnosis


miringitis. Kultur bakteri dapat diperoleh dari cairan telinga tengah.1,2
Otomikroskopi dengan mikroskop atau otoendoskopi dengan tampilan
pencitraan. Pneumatic otoscopy digunakan untuk memberikan informasi
mengenai gambaran dan mobilitas membran timpani dan merupakan metode yang
disukai untuk diagnosis. Magnetic Resonance Imaging (MRI), berguna untuk
evaluasi komplikasi intrakranial dari otitis. Acoustic otoscopy, sebuah metode
untuk memeriksa membran timpani, menggunakan otoskop bersamaan dengan
tympanometry, terutama berguna untuk anak-anak.1,2

26
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes zoster otikus ( Sindroma Ramsay-Hunt)
Merupakan suatu infeksi virus yang melibatkan ganglion nervus facialis.
Adapun ciri khas penyakit ini adalah adanya vesikel pada membran timpani,
konka dan sulkus retroaurikuler. Dan penyakit ini dapat menimbulkan
kelumpuhan nervus facialis dan vestibulocochlearis. Sindrom Ramsay-Hunt
ini harus dibedakan dari miringitis akut. Pada sindrom Ramsay-Hunt, ada
paralisis saraf perifer pada wajah, disertai dengan ruam vesikuler eritematosa
di telinga (oticus zoster) atau di dalam mulut, dan lepuh terlihat dalam banyak
kasus di daerah antihelix, fossa dari antihelix dan atau lobulus. Dalam
beberapa kasus lepuhan juga terlihat di dalam liang telinga. Virus Varicella
zoster adalah agent dari sindrom ini.2
2. Otitis eksterna
Otitis eksterna merupakan radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus.2

I. PENATALAKSANAAN

Prinsi tatalaksana pada miringitis akut adalah mencegah terjadinya perforasi


pada membran timpani. Miringitis akut dapat berhubungan dengan otitis eksterna
maupun otitis media. Pembersihan meatus auditori eksterna penting dilakukan
terutama jika ada otitis eksterna. Jika status membran tidak diketahui terjadi
perforasi atau tidak, maka irigasi telinga tidak perlu dilakukan. Pada beberapa
kasus, timpanosintesis dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab inflamasi.2
Beberapa dekade terakhir, telah direkomendasikan untuk dilakukan insisi
bulla pada miringitis tipe bullosa namun beberapa peneliti mengatakan bahwa
miringotomi dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder pada telinga tengah.2
Anjuran pagi pasien untuk bed rest atau istirahat total dengan mungurangi
aktivitasnya cukup penting pada proses pengobatan penyakit ini. Aktivitas yang
tinggi dapat meningkatkan risiko pecahnya bulla sehingga mempermudah
terjadinya ruptur membran timpani serta infeksi sekunder.2,14

27
1. Terapi Lokal
Prinsip pengobatan adalah meredakan nyeri dan mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Penanganan miringitis bulosa terdiri dari pemberian analgetika untuk
nyeri dan memelihara kebersihan dan kekeringan telinga. Terapi konservatif
ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri. Obat-obatan analgetik, anti-inflamasi,
antihistamin, dan antibiotik dapat diberikan. Apabila terdapat komplikasi berupa
supurasi, perforasi membran timpani, atau kecurigaan mastoiditis, dianjurkan
untuk melakukan konsultasi pada dokter spesialis THT-KL. Pengobatan khusus
perforasi membran timpani meliputi:1,2
a) Larutan alkohol yang mengandung asam salisilat dapat merangsang
pertumbuhan epitel yang akan berguna jika tingkat pertumbuhan epitel
berkurang. Namun, ketika kontak dengan mukosa telinga tengah, alkohol
dapat menyebabkan nyeri dan iritasi mukosa yang akan menyebabkan
meningkatnya sekresi mukus.
b) Larutan burowi dapat membantu menghilangkan peradangan pada mukosa
pada telinga tengah, tetapi dapat menyebabkan maserasi dari epidermis dalam
liang telinga.

2. Medikamentosa
a) Pemberian antibiotik:
Pada kasus miringitis bulosa pada orang dewasa, dapat diberikan antibiotik
lini pertama berupa Amoxicillin dengan dosis 3 x 500 mg/hari. Pada anak-anak,
dosis Amoxicillin yang diberikan adalah 50 mg/kgBB/hari dibagi menjadi
beberapa dosis. Selain Amoxicillin, dapat juga diberikan Eritromisin dengan dosis
yang sama seperti Amoxicillin baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
Cotrimoxazole juga dapat dipertimbangkan sebagai antibiotik lini pertama pada
kasus miringitis bulosa. Pada dewasa, dapat diberikan Cotrimoxazole dengan
dosis 2 x 80/400 mg. Pada anak-anak dapat diberikan Cotrimoxazole sirup dengan
dosis 2 x 5 mL.2,14
Apabila dicurigai terdapat resistensi dari mikroba penyebab miringitis bulosa,
dapat diberikan antibiotik lini kedua, yaitu Amoxicillin-clavulanate, dengan dosis

28
3 x 625 mg untuk orang dewasa dan 20 mg/kgBB/hari untuk anak-anak. Dapat
juga diberikan antibiotik golongan sefalosporin golongan kedua, antara lain
Cefuxorime, Cefixime, dan Cefadroxil selama 7-10 hari. Harus dipastikan bahwa
pasien dapat menuntaskan terapi antibiotik agar tidak terjadi kekambuhan.2

b) Pemberian kortikosteroid
Untuk meredakan inflamasi yang terjadi, dapat diberikan Prednison dengan
dosis 40-60 mg/hari (single dose), diberikan pada pagi hari selama satu minggu
kemudian dosis diturunkan perlahan.2

c) Pemberian analgetik
Dengan pemberian asetaminofen dengan kodein. Hasil yang baik didapat dari
penggunaan larutan asetil salisilat. 2

3. Miringitomi atau insisi bulla


Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi ini
merupakan indikasi untuk kasus otitis media supuratif akut dengan eksudasi pada
timpani. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan
dengan cara dilihat langsung, sehingga apabila pasien adalah seorang anak, harus
dapat tenang dan tidak banyak bergerak sehingga membran timpani dapat dilihat
dengan baik. Miringotomi biasanya dilakukan di kuadran postero-inferior dari
membran timpani. 2,14
Beberapa referensi menyatakan tindakan miringotomi harus dilakukan di
bawah operasi mikroskop. Dimana ada dua jenis insisi yaitu miringotomi
posterior dan myringotomy anterior.13
1) Miringotomi posterior merupakan insisi/sayatan berbentuk J yang dibuat di
kuadran posteroinferior membran timpani karena ini paling mudah diakses,
relatif kurang vaskular dan ada lebih sedikit kemungkinan kerusakan pada
rantai okular. Pada otitis media akut, sayatan kecil 3-4 mm umumnya semua
yang diperlukan.13

29
2) Miringotomi anterior, yang dilakukan untuk memasukkan grommet dan untuk
memfasilitasi aspirasi efusi serosa dengan memberikan sedetik pembukaan di
otitis media sekretori.13

Gambar 18. Insisi miriongotomi: A. kuadran postero-inferior. B. Kuadran Antero-


superior. Dikutip dari kepustakaan. Dikutip dari kepustakaan 13

Gambar 19. Tabung grommet. Dikutip dari kepustakaan 13

30
J. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh miringitis bullosa adalah


kehilangan pendengaran sensorineural maupun konduktif), perforasi membrane
timpani, dan perluasan proses supuratif ke struktur sekitarnya (mastoiditis,
meningitis, abses, thrombosis sinus).2,4

K. PROGNOSIS

Pada sebagian besar kasus yang dijumpai, penyembuhan dapat terjadi secara
total apabila kasus ditangani oleh ahli (spesialis THT-KL). Tindakan drainase
biasanya memberikan prognosis yang menguntungkan.1

31
ALGORITME PENANGANAN DAN ALUR DIAGNOSIS MIRINGITIS
BULLOSA

MIRINGITIS

Miringitis Hemorragik Miringitis Bullosa Miringitis Granular


\

Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan


Fisis Telinga Penunjang

1. Otalgia
1. MT hiperemis 1. Otoscopy
unilateral atau
2. Refleks cahaya (-) 2. Tes Garpu Tala
bilateral
3. Terdapat bula 3. Timpanometri
2. Penurunan
soliter/multipel 4. Timpanosintesis
pendengaran
4. Isi bula darah atau
3. Riw. Demam
cairan
4. Riw. Infeksi
saluran napas
5. Riw. Trauma
pada telinga

Penatalaksanaan
Diagnosis Banding
1. Herpes zoster otikus
2. Otitis media atau
1. Terapi Lokal Komplikasi
otitis eksterna
2. Medikamentosa 1. Kehilangan pendengaran
- Antibiotik 2. Perforasi MT
- Kortikosteroid 3. Perluasan supuratif
- Analgesik
3. Miringotomi / Insisi bula

32
BAB III

RINGKASAN

Miringitis akut adalah inflamasi atau peradangan pada membran timpani.


Miringitis akut terdiri dari 3 tipe yaitu tipe bullosa, tipe hemoragik dan tipe
granulomatosa. Etiologi dari miringitis akut masih belum diketahui. miringitis
akut dapat berdiri sendiri dan dapat pula disertai dengan otitis eksterna atau otitis
media akut.
Gejala klinis dari miringitis akut yang dominan adalah nyeri menusuk dan
berdenyut pada telinga tanpa didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian
atas. Pada pemeriksaan fisik telinga ditemukan tanda radang pada membran
timpani. Tipe bulosa disertai dengan pembentukan bulla pada membran timpani,
tipe hemoragik disertai dengan pelebaran pembuluh darah kapiler membran
sehingga membran tampak sangat merah, tipe granulomatosa disertai dengan
jaringan granulomatosa yang menggantikan lapisan kulit luar dari membran
timpani dan bagian anterior dari meatus auditori eksterna.
Miringitis bullosa adalah kondisi inflamasi/infeksi pada permukaan lateral
membran timpani dan bagian medial dinding kanal, serta melibatkan lapisan
tengah membran timpani. Penyakit ini merupakan bentuk peradangan virus yang
jarang dalam telinga. Morbiditas miringitis berhubungan dengan morbiditas dalam
kasus otitis media, otitis eksternal, dan benda asing dalam telinga. Etiologi utama
adalah virus dan dihubungkan dengan infeksi saluran napas atas (pada umumnya
influenza); selain itu juga dapat disebabkan oleh bakteri (mycoplasma).
Manifestasi klinis termasuk otalgia berat, otoroe serosanguineous, dan kehilangan
pendengaran. Pada pemeriksaan tampak gelembung seperti herpes di permukaan
lateral membran timpani. Pneumatic otoscopy digunakan untuk memberikan
informasi mengenai gambaran dan mobilitas membran timpani dan merupakan
metode yang disukai untuk diagnosis.

33
Pengobatan miringitis akut sama dengan penyakit penyebabnya berupa otitis
eksterna atau otitis media akut. Prinsip pengobatan pada miringitis akut adalah
menjaga agar tidak terjadi perforasi pada membran. Pasien disarankan untuk
istirahat total sehingga mempercepat penyembuhan karena aktivitas yang tinggi
dapat meningkatkan risiko pecahnya bulla pada membran timpani. Obat-obatan
yang dapat digunakan adalah anti inflamasi, steroid dosis rendah dan antibiotik.
Pada miringitis akut dengan infeksi sekunder menyebabkan penurunan
pendengaran lebih nyata.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Schweinfurth J. Myringitis (Middle ear, timpanic membran, infections).


[online]. 2018. [Di akses tanggal 13 Februari 2019]. Available from URL:
http://www.emedicine.com
2. Kotikoski M. Acute Myringitis in Children Less Than Two Years of Age
[dissertation]. Medical School Of University Tampere. Finland. 2004;Hal 17-
9,24,29-30,34,37-9.
3. Ballenger JJ, Snow JB. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery Sixteenth Edition. Spain: BC Decker Inc. 2003.
4. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan
Kelainan Teling. Dalam Buku Soepardi E,Iskandar N,et al. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Jakarta: FKUI. 2007;Hal 10
5. Nugroho. SP, Wiyadi. HMS. 2009. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran
Perifer. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
6. M.Michael et al. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam Adam G.L,
Boies I.R et al. BOIES, buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Alih bahasa:
Wijaya C. Jakarta: EGC.1997. Hal.30-1,89.
7. Sanna M, Russo A, De Donato G. Color Atlas of Otoscopy. Thieme:Sttutgart.
Newyork. 1999;Hal 4-5, 10-1.
8. Anniko, M,. Sprekelsen, M.B., Bonkowsky, V., Bradley, P., Iurato, S., 2010,
Otorhinolaryngology, head & neck surgery, Springer Dordrecht Heidelberg:
London New York
9. Önerci, T.M., 2009, Diagnosis in otorhinolaryngology, Springer Dordrecht
Heidelberg: London New York
10. McCormick D.P, Saeed.KA, Pittman S. 2003. Bullous Myringitis: A Case-
Control Study. PEDIATRICS. [Di akses tanggal 01 Maret 2019]. Available
from: http://pediatrics.aappublications.org/concent/112/4/982.

35
11. Elzir L, Saliba I. Bullous Hemorrhagic Myringitis. 27 November 2012; [Di
akses tanggal 25 Februari 2019]. Available from: URL:
http://oto.sagepub.com/conte nt/148/2/347
12. Rukmini S, Herawati S. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung dan
Tenggorok. Jakarta: EGC. 2014.
13. Mohammad M, Suhail. M. 2007. Textbook of Ear Nose and Throat Diseases.
Examination of the Ear, Diseases of the Exernal Ear and Deafness. Eleventh
edition.
14. Devaraja D. Myringitis; An Update. Journal of Otology. 2018. Departement
of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery. [Di akses tanggal 25 januari
2018]. Available from: https://www.sciencedirect.com/scien
ce/article/pii/S1672293018300746

36

Anda mungkin juga menyukai