PENDAHULUAN
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang demikian cepat, pengetahuan
tersebut diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih.
Rumah Sakit sebagai salah satu jenis sarana pelayanan kesehatan harus mampu
menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Mutu pelayanan rumah sakit tidak hanya
dari aspek klinis medisnya saja namun dilihat juga dari aspek keselamatan pasien dan aspek
pemberian pelayanannya, karena muara dari pelayanan rumah sakit adalah pelayanan jasa.
informasi, maka tuntutan masyarakat akan pelayanan rumah sakit meningkat. Masyarakat
cenderung menuntut layanan yang cepat, ramah dan bermutu. Dengan meningkatnya tuntutan
masyarakat tersebut maka pihak rumah sakit harus meningkatkan pelayanannya agar lebih efektif
Untuk melaksanakan peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien tidaklah mudah,
perlu kesamaan pemahaman mengenai mutu layanan dan keselamatan pasien bagi semua
penyelanggara pelayanan di rumah sakit. Peningkatan mutu adalah program yang disusun secara
objektif dan sistematik untuk memantau dan menilai mutu serta kewajaran asuhan terhadap
pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah-
peningkatan mutu dengan keselamatan pasien di rumah sakit. Upaya peningkatan mutu selalu
memperhatikan keselamatan pasien pada setiap aspek pelayanan, diharapkan dapat mencapai
sebuah kualitas pelayanan di rumah sakit. RSUD Muara Beliti melakukan upaya pemantauan
peningkatan mutu secara ekternal yakni dengan pelaksanaan akreditasi rumah sakit. Sedangkan
secara internal dilakukan dengan mengevaluasi kegiatan pertriwulan, per semester dan per tahun.
1
Agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat berjalan dengan lebih terarah dan
berlangsung secara simultan diperlukan pedoman yang diharapkan menjadi acuan bagi
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit RSUD muara beliti Kabupaten Musi
Rawas.
2
BAB II
LATAR BELAKANG
Rumah Sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan
padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di rumah sakit menyangkut berbagai
fungsi pelayanan, pendidikan dan penelitian serta mencangkup berbagai tingkatan maupun jenis
disiplin. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, rumah sakit harus mempunyai suatu ukuran
yang menjamin peningkatan mutu dan keselamatan pasien di semua tingkatan.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sebenarnya
bukanlah hal yang baru. Pada tahun (1820-1910) Florence Nightingale seorang perawat dari
inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien. Salah satu pengajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “Hospital
Should Do The Patient No Harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan
pasien.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah diawali dengan penilaian
akreditasi rumah sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses.
Rumah sakit dipicu untuk dapat menilai diri (self assesmen) dan memberikan pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukutr yang
lain yaitu instrument mutu pelayanan rumah sakit yang menilai dan memecahkan masalah pada
hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit tidak dapat diketahui apakan input dan
proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.
Pelayanan kesehatan beresiko bagi pasien, survey menunjukan bahwa satu diantara sepuluh
orang yang dirawat di rumah sakit mengalami insiden keselamatan pasien (Healy & Dugdale :
Vincent 2010). Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dan keselamatan
pasien dimulai oleh ahli Bedah Dr.E.A.Codman dari Boston dalam tahun1917 Dr.E.A.Codman
dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang sering kali buruk, karena
seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang
tidak memenuhi syarat di rumah sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang
segala ssesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha
mengidentifikasi masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College Of Surgeons (ACS)
meyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama
yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan keselamatan
pasien. Program ini ternayata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan
pasien sehingga banyak rumah sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya teknologi
3
maka spesialisasi kedokteran di luar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program
standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Di Indonesia meskipun publikasi tentang malpraktik cukup sering muncul di media
massa, namun data resmi insiden keselamatan pasien masih jarang ditemui. Penelitian pertama
tentang keselamatan pasien di Indonesia dilakukan di 15 rumah sakit dengan 4500 rekam medic.
Hasilnya menunjukan angka insiden keselamatan pasien berkisar antara 8,00 % - 98 % untuk
kesalahan diagnosis dan 4,1 % - 91,6 % untuk kesalahan pengobatan (Utarini et al, 2000 cit.
Utarini, 2012).
Langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen
Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit Pemerintah
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan
beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit tipe A, B, C, D. Kriteria ini kemudian
berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar
baik menyangkut pelayanan ketenagaan, dan sarana prasarana untuk masing-masing kelas Rumah
Sakit. Di samping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam
rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejalan dengan pemaparan diatas, maka Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien mutlak menjadi keharusan yang dijalankan oleh RSUD Muara beliti Kabupaten Musi
Rawas.
4
BAB III
TUJUAN
A. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
yang memenuhi standar pelayanan, keselamatan pasien dan memberikan kepuasan pelanggan
secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
B. Tujuan Khusus
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan dan terjaminnya keselamatan pasien di RSUD
muara beliti Kabupaten Musi Rawas melalui :
1. Implementasi siklus PDSA dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
2. Peningkatan mutu klinis pelayanan rumah sakit berkelanjutan.
3. Peningkatan mutu manajemen rumah sakit berkelanjutan.
4. Pemberian pelayanan sesuai standar profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan
secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Meningkatkan pemenuhan sasaran keselamatan pasien.
5
BAB IV
KEGIATAN
Kegiatan Program Pengendalian Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) RSUD Muara
Beliti Kabupaten Musi Rawas adalah sebagai berikut :
1. Standarisasi asuhan klinis melalui penerapan Panduan Praktik Klinik (PPK) dan
Clinical Pathway (CP)
a. Penyusunan panduan standarisasi asuhan klinis (PPK dan CP)
b. Pemilihan dan Penetapan 5 area prioritas penyakit dan prosedur
c. Penyusunan Panduan Praktik Klinis (PPK) dan clinical pathway(CP)
d. Edukasi ke staf klinis
e. Uji coba implementasi
f. Perbaikan PPK danCP serta sistem implementasi Implementasi PPK danCP
g. Monitoring implementasi PPK dan CP melalui audit klinis
h. Pelaporan hasil audit
i. Rencana Tindak Lanjut
Lima area prioritas yang telah ditentukan adalah :
1) Area penyakit dalam : Hipertensi Emergency
2) Area THT : Hypertrophy Tonsil dan atau Hypertrophy
Adenoids
3) Area Anak : Diare Akut
4) Area Bedah : Apendiksitis Akut
5) Area Kebidanan dan Kandungan : Ketuban Pecah Sebelum Waktu (KPSW)
6
10) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Surveillane dan Pelaporan
7
Adapun alat-alat manajemen risiko yang digunakan oleh RSUD Muara beliti Kabupaten
Musi Rawas adalah :
a. Non Non statistical tools : untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,
memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut
meliputi RCA dan FMEA
1) Root cause analysis (RCA)
Analisa akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila
ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta
pengelolaan insiden . Langkah-langkah melakukan RCA :
a. Definisikan masalah
b. Kumpulkan informasi
c. Analisis informasi
d. Tetapkan solusi
2) Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan
mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur,
melakukan penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi
dengan melakukan perubahan disain/ prosedur. Proses mengurangi risiko dilakukan
paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat dokumentasinya, dengan
menggunakan FMEA (Failure Mode and Efect Analysis). Proses yang dipilih adalah
proses dengan risiko tinggi.
Delapan tahap FMEA :
a. Pilih Proses yang berisiko tinggi dan Bentuk Tim
b. Gambarkan Alur Proses
c. Diskusikan Modus Kegagalan potensial dan Dampaknya
d. Buat prioritas Modus Kegagalan yang akan diintervensi
e. Identifikasi Akar Penyebab Modus Kegagalan
f. Desain ulang proses / Re-desain Proses
g. Analisa dan uji Proses baru
h. Implementasi & Monitor Proses baru
b. Statistical tools
Diagram, lembar periksa (check list).
Hasil identifikasi risiko-risiko tersebut kemudian dilakukan analisa oleh unit manajemen
risiko untuk dilakukan evaluasi. Evaluasi risiko dilakukan berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan. Tingkat risiko atau kejadian yang ditemukan saat analisis menjadi acuan untuk
menetapkan prioritas risiko dan pelaksanaan kegiatan RCA atau FMEA. Laporan program
8
ditujukan kepada ketua komite PMKP dan dilaporkan ke Direktur RSUD Muara beliti Kabupaten
Musi Rawas.
5. Penilaian Kinerja
a. Penyusunan panduan penilaian kinerja
b. Monitoring dan penilaian kinerja :
1) kinerja di lingkungan RSUD Muara Beliti
2) Unit kerja
3) Pimpinan rumah sakit
4) Pejabat structural
5) Tenaga medis
6) Tenaga keperawatan
7) Tenaga kesehatan professional lain
8) Karyawan umum
9
c) Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
2) Keselamatan pasien
3) Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
4) Keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana
10
BAB V
CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas adalah metode pengendalian dengan
siklus PDCA. Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang
diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja
dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (Quality of customer’s satisfication)
yang dilakukan oleh setiap orang dan setiap bagian di RSUD Muara Beliti
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan diatas mengacu pada siklus pengendalian
(control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A) atau “Rencanakan-
Laksanakan-Periksa-Aksi” (Relaksasi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”,
karena pertama kali ditemukan oleh Walter Shewart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun
dalam perkembangannya, metodelogi analisis P-D-C-A lebih sering disebut A Plus Deming,
karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan
perbaikan secara terus menerus (Continous Improvement).
Peningkatan
A P
Pemecahan Masalah Dan
Peningkatan
C D
A P
Standar Pemecahan
C
Masalah Dan
Peningkatan
Konsep P-D-C-A tewrsebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (Quality improvement) secara terus menerus ke keadaan yang lebih baik dan
dijalankan di seluruh bagian organisasi (Gambar 1).
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebab, serta penentuan tindakan koreksinya harus selalu didasarkan pada fakta.
11
Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subjektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selainitu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan
siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle).
(Gambar 2).
Follow-Up
Corrective Action
Improvement
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem
informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti
diperlihatkan (Gambar 3).
12
Action
Plan
(4)
Melaksana-
Kan pekerjaan
Check
A. Proses PDCA :
1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh kepala RS atau kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan maka
semakin rinci informasi.
2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional,
berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
13
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukanprogram pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Melaksanakan pekerjaan Do
Dalam melaksanakan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh
karena itu, keterampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar
untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Memeriksa akibat pelaksanaan Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan.
Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan
harus dipahami dengan jelas dan baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk
mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan
pekerjaan dan setelah itu dapat dailihat dari penyebabnya.
6. Mengambil tindakan yang tepat Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan untuk mengambil tindakan yang
tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab
yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan ke enam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai
diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua
karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu
sikap yang menolak adanya tujuan yang semat-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang di pentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan
juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis
kelompok karyawan secar bersama-sama merasa bertanggungjawab atas kualitas pelayanan
dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian. Kualitas pelayanan
14
dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap
proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi dapat dicapai
jika terdapat pegendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan
proses dapat dijamin adanya keterpadun, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggungjawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari
kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
Langkah-langkah pelaksanaan agar dapat menghasilkan pelayanan yang bermutu di rumah
sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas adalah sebagai berikut :
1. Mengadakan rapat koordinasi menindaklanjuti hasil analisis data terdahulu
2. Edukasi dan pelatihan-pelatihan tentang indikator mutu, RCA, FMEA
3. Melakukan monitoring kegiatan dengan site visit ke ruangan/unit kerja
4. Pencatatan setiap indikator klinis dilakukan oleh petugas di setiap unit pelayanan yang
terkait dengan indikator klinis masing-masing, untuk pemantauan dan pelaporan insiden
keselamatan pasien sesuai prosedur pelaporan keselamatan pasien rumah sakit
5. Indikator klinis tersebut dicatat setiap harinya, dan direkapitulasi oleh kepala ruang atau
kepala unit masing-masing.
6. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien bertanggung jawab mengkoordinasi
pengumpulan data indikator klinis yang sudah dicatat dan di rekapitulasi oleh setiap unit
pelayanan dan dilakukan analisa pada akhir bulan
7. Setiap 3 bulan sekali dilakukan analisis menyeluruh untuk dibuat rekomendasi kepada
direktur RSUD Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas.
15
BAB VI
SASARAN
Sasaran program peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah target per tahun yang
spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan-tujuan program.
A. Indikator Area Klinis
1. Assemen Pasien
2. Pelayanan Laboratorium
3. Pelayanan Radiologi
4. Prosedur Bedah
5. Penggunaan Antibiotika dan Obat Lainnya
6. Kesalahan medikasi dan kejadian nyaris cedera
7. Penggunaan Anastesia dan Sedasi
8. Penggunaan darah dan produk darah
9. Ketersediaan, isi dan penggunaan Rekam Medis
10. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Surveillane dan Pelaporan
16
BAB VII
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
BULAN
No KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3 Keselamatan pasien
d. Risk Grading
17
e. Investigasi dan analisis
4 Manajemen resiko
a. Analisis
5 Penilaian kinerja
c. Analisis
18
b. Rapat dengan Pimpinan RS
19
BAB VIII
EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORANNYA
20
10. Komite PMKP mendapatkan laporan data kegiatan PMKP dari unit kerja.
11. PIC/Penanggungjawab dan serta dapat berkoordinasi dengan Komite PMKP melakukan
analisis dan validasi data PMKP setiap periode.
12. Tim mutu melaporkan kegiatannya (termasuk rekomendasi) ke Komite PMKP setiap periode
kegiatannya (maksimal satu bulan sekali).
13. Tim Peningkatan Mutu melaporkan program (termasuk rekomendasi) ke Direktur setiap
periode (maksimal dua bulan sekali).
14. Tim KPRS melaporkankegiatannya (termasukrekomendasi) ke Tim PMKP Setiap periode
(maksimal satu bulan sekali).
15. Evaluasi pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi dari jadwal kegiatan. Jadwal tersebut akan
dievaluasi setiap 3 (tiga) bulan sekali, sehingga bila dari evaluasi diketahui ada pergeseran
jadwal atau penyimpangan jadwal maka dapat segera diperbaiki sehingga tidak mengganggu
program secara keseluruhan. Evaluasi dilaksanakan bersama oleh Komite PMKP dan
Direktur.
16. Laporan evaluasi tersebut harus dibuat secara tertulis dan ditujukan kepada Direktur untuk
diketahui. Selanjutnya Direktur melaporkan kepada Dewan Pengawas.
17. Laporan hasil audit klinis dibuat setiap selesai melakukan audit klinis oleh Komite Medis ke
Direktur Rumah Sakit dengan tembusan ke Komite PMKP.
18. Indikator mutu dilaporkan oleh Supervisor ruangan kepada Komite PMKP melalui Manajer
PMKP setiap bulannya.
19. Direktur menindak lanjuti laporan kegiatan PMKP dari Komite PMKP serta masukan dari
Dewan Pengawas.
20. Evaluasi kegiatan PMKP dilakukan setiap satu bulan sekali melalui rapat Pleno seluruh
bagian kegiatan PMKP.
21. Informasi/sosialisasi program PMKP dilakukan mellauirapat-rapat dan atau media intranet
RumahSakit.
22. Hasil kegiatan program PMKP diinformasikan/disosialisasikan melalui rapat rapat dan atau
media intranet Rumah Sakit.
21
BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN DAN EVALUASI
Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan program PMKP di RSUD Muara Beliti
Kabupaten Musi Rawas mengikuti alur sebagai berikut :
1. Direktur menunjuk pimpinan unit kerja sebagai person in charge (PIC)/penanggung jawab
dalam mengelola data PMKP sesuai keterkaitannya dan peran sertanya di dalam program
PMKP.
2. PIC/penanggung jawab melakukan pemilihan (termasuk pembuatan profil indikator),
pengumpulan dan pencatatan (termasuk sensus harian indikator mutu), pelaporan (termasuk
pelaporan IKP) berkala setiap bulan ke Direktur melalui tim PMKP serta melakukan evaluasi
dan tindak lanjut rekomendasi perbaikan dari tim PMKP.
3. Tim PMKP mendapat laporan data kegiatan PMKP dari unit kerja.
4. Pencatatan dan pelaporan IKP mengikuti alur sebagai berikut:
a. Apabila terjadi insiden (KTD, KNC) di RS, wajib segera ditangani dan untuk
mengurangi dampak/akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi formulir laporan
insiden. Jangan menunda laporan (paling lambat 2 x 24 jam)
c. Setelah formulir diisi lengkap, segera diserahkan kepada atasan langsung (supervisor
unit) pelapor.
d. Atasan langsung (supervisor unit) pelapor segera memeriksa laporan dan melakukan
riskgrading terhadap insiden yang dilaporkan.
e. Hasil riskgrading menentukan bentuk investigasi, analisis, dan tindak lanjut yang akan
dilakukan sesuai aturan berikut ini:
1) Grade biru : investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu pelaporan investigasi
ke tim KPRS maksimal 1 minggu.
2) Grade hijau : investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu pelaporan investigasi
ke tim KPRS maksimal 2 minggu.
3) Grade kuning : investigasi komprehensif/analisis akar masalah/ RCA oleh tim KPRS,
waktu pelaksanaan maksimal 45 hari
4) Grade merah : investigasi komprehensif/analisis akar masalah/ RCA oleh tim KPRS,
waktu pelaksanaan maksimal 45 hari
f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan
insiden ke Tim KPRS
g. Tim KPRS akan menganalisis kembali hasil investigasi dan laporan insiden untuk
menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan re-
grading.
22
h. Setelah melakukan RCA, tim KPRS akan membuat laporan dan rekomendasi untuk
perbaikan serta pembelajaran berupa petunjuk/aturanbaru/safety alert untuk mencegah
kejadian terulang kembali.
i. Hasil RCA, rekomendasi, dan rencana tindak lanjut dilaporkan ke Direktur
j. Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan umpan balik kepada unit kerja
terkait.
k. Unit kerja membuat analisis dan trend kejadian di satuan kerja masingmasing.
l. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh tim KPRS.
23