Anda di halaman 1dari 40

IKA ROHAETI 1102012117

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Ca Serviks


LO.1.1. Definisi

Kanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis servikalis dan atau
porsio). Jenis yang paling umum adalah jenis epitelias squamous, adenoma, dan jenis campuran.
(Priyanto dan Nuranna, 2006)
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah
skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis.
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim
(uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia
35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi
serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju ke rahim (adenokarsinoma). Tipe lain yang jarang yaitu karsinoma sel adenoskuamosa,
melanoma maligna, sarcoma dan limfoma maligna.

LO.1.2. Epidemiologi

Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada
ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk.
Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di
AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre-invasif lebih
sering dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat
kanker serviks pada 2006. (Imam Rasjidi, 2009)
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim
setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi,
kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di
Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker
serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada
perempuan. (Imam Rasjidi, 2009)
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar
76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu
stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan
gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus. (Nuranna, 2005)
Umur seorang penderita berada pada kisaran 30-60 tahun, terbanyak adalah 45-50
tahun. Periode laten dari fase pre-invasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar
10 tahun. Hanya dari 9% dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker serviks
yang invasif pada saat terdiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita
dibawah usia 35 tahun. Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, telah disepakati
secara nasional untuk melakukan program deteksi dini (pelacakan) setiap wanita (satu
kali) setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan sarana penanganannya, untuk
berhenti setelah usia 60 tahun. Yang penting dari deteksi dini adalah cakupannya. Bahkan
IKA ROHAETI 1102012117

direncanakan akan ada pelatihan tenaga sukarelawati untuk mengenali bentuk porsio
yang mencurigakan untuk dapat di pap smear oleh dokter atau bidan di puskesmas atau
puskesmas keliling sebagaimana disarankan oleh WHO. Salah satu etiologinya adalah
HPV (Human Papilloma Virus), maka kanker serviks memiliki beberapa faktor resiko
yang umumnya terkait dengan suatu pola penyakita akibat hubungan seksual. Dengan
demikian dapat disimpulkan penyimpangan pola seksual merupakan faktor resiko yang
sangat berperan. Faktor lain yang dianggap merupakan faktor resiko anatara lain faktor
hubungan seksual pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok, dan
pemakaian kontrasepsi secara hormonal (Priyanto & Nuranna, 2006).
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1
dan 5 years survival masingmasing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada
stadium awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi,
dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker lokal. (Imam Rasjidi, 2009)
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status
sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan
prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan
prognosis dari penderita. (Imam Rasjidi, 2009)

 Frekuensi
The American Cancer Society memperkirakan bahwa di Amerika Serikat pada tahun 2009,
11.270 kasus baru kanker serviks akan didiagnosis. Di samping itu, lebih dari 50.000 kasus
karsinoma in situ yang didiagnosis setiap tahun. Internasional, 500.000 kasus baru didiagnosa
setiap tahun.

 Mortalitas / Morbiditas
The American Cancer Society memperkirakan bahwa 4.070 perempuan akan mati dari kanker
serviks di Amerika Serikat pada 2009. Ini merupakan 1,3% dari semua kematian kanker dan
6,5% dari kematian akibat kanker ginekologi.

 Ras
Di Amerika Serikat, kanker leher rahim lebih sering terjadi di Hispanik, Afrika Amerika, dan
wanita asli Amerika dibandingkan pada wanita kulit putih.

CDC Pengawasan dari beberapa-Terdeteksi Kanker Screening (Colon dan Rektum, Payudara,
dan leher rahim) --- Amerika Serikat, 2004-2006 melaporkan bahwa insiden tingkat stadium
akhir kanker serviks yang tertinggi di antara wanita berusia 50-79 tahun dan Hispanik.

 Seks
Kanker serviks ditemukan hanya pada wanita.

 Umur
Kanker serviks biasanya mempengaruhi wanita usia pertengahan atau lebih tua, tapi mungkin
bisa didiagnosis pada wanita usia reproduksi.
IKA ROHAETI 1102012117

LO.1.3. Etiologi

Infeksi HPV (Human Papilloma Virus) resiko tinggi merupakan faktor etiologi
kanker serviks. Pendapat ini juga ditunjang oleh berbagai macam penelitian. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer
(IARC) terdapat 1.000 sampel dari 22 negara serta didapatkan adanya infeksi HPV pada
sejumlah 99,7% kasus kanker serviks. Penelitian meta-analisis yang meliputi 10.000
kasus didapatkan 8 tipe HPV yang banyak ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 33, 52, 58
dan 35. Penelitian kasus kontrol dengan 2.500 kasus karsinoma serviks dan 2.500
perempuan yang tidak menderita kanker serviks sebagai kontrol, deteksi infeksi HPV
pada penelitian tersebut dengan pemeriksaan PCR. Total prevalensi infeksi HPV pada
penderita kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa adalah 94,1%. Prevalensi infeksi
HPV pada penderita kanker serviks jenis adenokarsinoma dan adenoskuamosa adalah
93%. Penelitian pada NIS II atau III mendapatkan infeksi HPV yang didominasi ole tipe
16 dan 18. Progresifitas menjadi NIS II atau III setelah menderita HPV berkisar 2 tahun.
(Andrijono, 2007)
HPV merupakan kelompok virus dari family Papovaviridae. Berukuran kecil,
tidak memiliki envelope, dengan diameter sekitar 55 nm. Kapsid berbentuk isohedral,
yang tersusun atas 72 kapsomer. Setiap kapsomer mengandung minimal 2 protein kapsid,
L1 (protein kapsid mayor) dan L2 (protein kapsid minor). (Eileen M. Burd, 2003)
HPV dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, kelompok resiko rendah dengan
kelompok resiko tinggi. Kelompok resiko rendah terdiri atas HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan
44. Sedangkan kelompok resiko tinggi terdiri atas HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51,
52, 56 dan 58. (Andrijono, 2007)

 Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18.


Penelitian menunjukkan bahwa 10-30 % wanita pada usia 30’an tahun yang sexually active
pernah menderita infeksi HPV (termasuk infeksi pada daerah vulva). Persentase ini semakin
meningkat bila wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada sebagian besar kasus,
infeksi HPV berlangsung tanpa gejala dan bersifat menetap.

Kedua faktor diatas juga berhubungan dengan infeksi HPV. Semakin banyak berganti-ganti
pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga semakin tinggi. Begitu pula dengan terpaparnya
IKA ROHAETI 1102012117

sel-sel mulut rahim yang mempunyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai pH
yang berbeda-beda pada multipatner dapat merangsang terjadinya perubahan kearah displasia.

Pada usia remaja (12-20 tahun) organ reproduksi wanita sedang aktif berkembang. Rangsangan
penis/sperma dapat memicu perubahan sifat sel menjadi tidak normal, apalagi bila terjadi luka
saat berhubungan seksual dan kemudian infeksi Virus HPV. Sel abnormal inilah yang berpotensi
tinggi menyebabkan kanker serviks.

 Infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2


Pada awal tahun 1970 virus herpes simpleks tipe 2 merupakan virus yang paling banyak
didiskusikan sebagai penyebab timbulnya kanker serviks; tetapi saat ini tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa virus ini berperan besar, oleh karena itu diduga hanya sebagai ko-faktor
atau dapat dianggap sama dengan karsinogen kimia atau fisik.

 Merokok:
Wanita yang merokok berada dua kali lebih mungkin mendapat kanker serviks dibandingkan
mereka yang tidak. Rokok mengandung banyak zat racun/kimia yang dapat menyebabkan kanker
paru. Zat-zat berbahaya ini dibawa ke dalam aliran darah ke seluruh tubuh ke organ lain juga.
Produk sampingan (by-products) rokok seringkali ditemukan pada mukosa serviks dari para
wanita perokok.

 Infeksi HIV:
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS- tidak
sama dengan HPV. Ini dapat juga menjadi faktor resiko kanker serviks. Memiliki HIV agaknya
membuat sistem kekebalan tubuh seorang wanita kurang dapat memerangi baik infeksi HPV
maupun kanker-kanker pada stadium awal.

 Infeksi Klamidia :
Ini adalah bakteri yang umum menyerang organ wanita, tersebar melalui hubungan seksual.
Seorang wanita mungkin tidak tahu bahwa ia terinfeksi kecuali dilakukan tes untuk klamidia
selama pemeriksaan panggul.
Beberapa riset menemukan bahwa wanita yang memiliki sejarah atau infeksi saat ini berada
dalam resiko kanker serviks lebih tinggi. Infeksi dalam jangka panjang juga dapat menyebabkan
masalah serius lainnya.

 Diet :
Apa yang Anda makan juga dapat berperan. Diet rendah sayuran dan buah-buahan dapat
dikaitkan dengan meningkatnya resiko kanker seviks. Juga, wanita yang obes/gemuk berada
pada tingkat resiko lebih tinggi.

 Pil KB:
Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks.
Riset menemukan bahwa resiko kanker serviks meningkat sejalan dengan semakin lama wanita
tersebut menggunakan pil kontrasepsi tersebut dan cenderung menurun pada saat pil di-stop.
IKA ROHAETI 1102012117

 Memiliki Banyak Kehamilan:


Wanita yang menjalani 3 atau lebih kehamilan utuh memiliki peningkatan resiko kanker serviks.
Tidak ada yang tahu mengapa ini dapat terjadi.
 Hamil pertama di usia muda:
Wanita yang hamil pertama pada usia dibawah 17 tahun hampir selalu 2x lebih mungkin terkena
kanker serviks di usia tuanya, daripada wanita yang menunda kehamilan hingga usia 25 tahun
atau lebih tua
 Penghasilan rendah:
Wanita miskin berada pada tingkat resiko kanker serviks yang lebih tinggi. Ini mungkin karena
mereka tidak mampu untuk memperoleh perawatan kesehatan yang memadai, seperti tes Pap
Smear secara rutin.
 DES (diethylstilbestrol):
DES adalah obat hormon yang pernah digunakan antara tahun 1940-1971 untuk beberapa wanita
yang berada dalam bahaya keguguran. Anak-anak wanita dari para wanita yang menggunakan
obat ini, ketika mereka hamil berada dalam resiko terkena kanker serviks dan vagina sedikit
lebih tinggi.
 Riwayat Keluarga:
Kanker serviks dapat berjalan dalam beberapa keluarga. Bila Ibu atau kakak perempuan Anda
memiliki kanker serviks, resiko Anda terkena kanker ini bisa 2 atau 3x lipat dari orang lain yang
bukan. Ini mungkin karena wanita-wanita ini kurang dapat memerangi infeksi HPV daripada
wanita lain pada umumnya.

Faktor Resiko
Hubungan Seksual
Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual.
Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan seksual dan
risiko penyakit ini. (Iman Rasidji, 2009)
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak
dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko
terkena kanker serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia
selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan
berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama
berhubungan maupun jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya
kanker serviks. (Iman Rasidji, 2009)

Karakteristik Partner
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang
hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan
bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner
yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis atau
partner dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan
risiko kanker serviks. tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko. (Iman Rasidji, 2009)
IKA ROHAETI 1102012117

Riwayat Ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker
serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak
tepat dapat meningkatkan resiko. (Iman Rasidji, 2009)

Dietilstilbesterol (DES)
Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in-utero
telah dibuktikan. (Iman Rasidji, 2009)

Agen Infeksius
Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui
hubungan seksual seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks Virus
Tipe 2 (HSV 2). (Benedet 1998; Nuranna 2005)

Human Papilloma Virus (HPV)


Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker serviks sudah
dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker
serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. (Iman Rasidji, 2009)
Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papiloma hewan; hubungan infeksi HPV
serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia ringan atau
sedang; serta deteksi antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal. (Iman Rasidji, 2009)
HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan diplasia ringan yang sering regresi. HPV
tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan diplasia berat yang jarang regresi dan seringkali
progresif menjadi karsinoma insitu. Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat
berkembang menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). (Iman Rasidji, 2009)
Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi dan
80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS. HPV akan hilang
dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV risiko-tinggi yang
berperan. Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NID dan sebagian besar, yaitu
80%, virus menghilang, kemudian lesi juga menghilang. Oleh karena itu, yang berperan
adalah cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan
terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi
NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah
tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan beberapa
menjadi NIS 2. Infeksi HPV risiko-rendah sendirian tidak pernah ditemukan pada NIS 3
atau karsinoma invasif. (Iman Rasidji, 2009)
Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, interval antara
NIS 1 dan kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung dari infeksi HPV
risiko-tinggi sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang panjang ini, di
IKA ROHAETI 1102012117

samping terkait dengan infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan faktor imunologi (respons
HPV-specific T-cell, presentasi antigen), juga diperlukan untuk terjadinya perubahan
genom dari sel yang terinfeksi. Dalam hal, ini faktor onkogen E6 dan E7 dari HPV
berperan dalam ketidakstabilan genetik sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas. (Iman
Rasidji, 2009)
Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya
degenerasi keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan
kehilangan fungsinya. Sementara itu, oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb. Ikatan ini
menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel
berjalan tanpa kontrol. (Iman Rasidji, 2009)

Virus Herpes Simpleks


Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 (HPV-2) belum didemonstrasikan
pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNA
spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. DNA sekuens juga telah
diidentifikasi pada sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan. (Iman Rasidji,
2009)
Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker serviks invasif dan lebih dari 60%
pasien dengan neoplasia intraepitelial serviks (CIN) mempunyai antibodi terhadap virus.
(Iman Rasidji, 2009)

Lain-lain
Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan kanker
serviks. Namun, infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan multipel
partner dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara langsung.
(Iman Rasidji, 2009)

Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab kanker
serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan
adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi
mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari
merokok. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari
mulut rahim pada wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel
skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan. (Iman
Rasidji, 2009)
IKA ROHAETI 1102012117

Faktor Risiko yang Diperkirakan


Kontrasepsi Oral
Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan
dengan kontrasepsi oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya tidak selalu konsisten
dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol pengaruh
kegiatan seksual. Beberapa studi gagal dalam menunjukkan beberapa hubungan dari
salah satu studi, bahkan melaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasif. Hubungan
yang terakhir ini mungkin palsu dan menunjukkan deteksi adanya bias karena
peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi. Beberapa studi lebih lanjut
kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini mengenai kontrasepsi
oral. (Iman Rasidji, 2009)

Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor
risiko kanker serviks. (Iman Rasidji, 2009)

Etnis dan Faktor Sosial


Wanita di kelas sosio-ekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima
kali lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin
dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan. (Iman
Rasidji, 2009)
Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden kanker
serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mungkin
mencerminkan pengaruh sosio-ekonomi. (Iman Rasidji, 2009)
Pekerjaan
Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita
kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu,
logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker serviks. (Iman
Rasidji, 2009)
IKA ROHAETI 1102012117

LO.1.4. Klasifikasi
IKA ROHAETI 1102012117
IKA ROHAETI 1102012117
IKA ROHAETI 1102012117

Tingkat Keganasan Klinis Menurut Sistem TNM


Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum
sampai dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi
belum sampai 1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding
panggul (tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau
meluas sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional.
IKA ROHAETI 1102012117

Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi


mengenai pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul
dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas
bifurkasio arrteri iliaka komunis.
(Sarwono Prawirohardjo, 2005)
IKA ROHAETI 1102012117

Secara Makroskopis
1. Stadium Preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronis
2. Stadium Permulaan (Early Stage)
Sering tampak lesi di sekitar ostium eksternum
3. Stadium Setengah Lanjut (Mid Stage)
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir posio
4. Stadium Lanjut (Late Stage)
Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan
jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (neovaskularisasi)

Dari gambaran makroskopis:


1. Tipe erosi: bentuk luar serviks terlihat, permukaan erosif/granuler, mudah berdarah, Ca
invasif stadium dini
2. Tipe nodular: berasal dari serviks uteri/ostium eksterna tumbuh ke dalam canalis
servikalis, berbentuk nodular/bongkahan menginvasi ke dalam, serviks menjadi kasar,
dan bisa terdapat invasi ke parametrium.
3. Tipe kembang kol: dari ostium eksterna serviks uteri ke dalam vagina dengan bentuk
kembang kol, cepat, kaya akan pembuluh darah, rapuh, mudah berdarah, nekrosis dan
sering infeksi.

Secara Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan dapat terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia berat
terjadi pada 2/3 epidermis hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu
Pada karsinoma insitu terjadi perubahan sel epitel pada seluruh lapisan epidermis
menjadi sel skuamosa.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, selain terjadi perubahan derajat pertumbuhan yang
semakin meningkat sel tumor juga menembus membrana basalis dan terdapat invasi
tumor < 5 mm dai membran basalis, biasanya tumor ini masih asimptomatik, sering
ditemukan tidak sengaja pada skrining kanker.

4. Stadium Karsinoma Invasif


Derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel menjadi bervariasi.
Pertumbuhan-pertumbuhan invasive muncul di area bibir posterior, anterior serviks,
dan meluas ketiga area yaitu forniks posterior atau anterior, parametrium dan korpus
uteri.
IKA ROHAETI 1102012117

Jenis histopatologis pada kanker serviks


Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90% merupakan
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma
skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan
pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-
sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas
tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma
terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks
yang mengeluarkan mukus (Notodiharjo, 2002). Klasifikasi histologik kanker serviks ada
beberapa, di antaranya :
1. Skuamous carcinoma
• Keratinizing
• Large cell non keratinizing
• Small cell non keratinizing
• Verrucous
2. Adeno carcinoma
• Endocervical
• Endometroid (adenocanthoma)
• Clear cell - paramesonephric
• Clear cell - mesonephric
• Serous
• Intestinal
IKA ROHAETI 1102012117

3. Mixed carcinoma
• Adenosquamous
• Mucoepidermoid
• Glossy cell
• Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
• Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
• Lymphoma

DILIHAT DARI STADIUM

a. Stadium 0

Stadium 0 : karsinoma insitu, cervical intraepithelial neoplasia 3 ( CIN 3 )

b.Stadium I

Stadium I : karsinoma hanya terbatas pada serviks ( perluasan ke korpus uteri harus
dikesampingkan ) Stadium la : karsinoma preklinik, hanya dapat didiagnosis dengan
menggunakan mikroskop. Invasi stromal dengan kedalaman maksimal 5,0 mm dan perluasan
horisontal ,<7,0 mm. Kedalaman invasi harus tidak melebihi 5,0 mm dari basal epithel jaringan
asal- superfisial atau glanduler. Keterlibatan vascular space - venous atau limfatik tidak merubah
stadium

Ia1 : Kedalaman invasi stromal < 3,0 mm, perluasan horisontal tidak melebihi 7,0
mm
Ia2 : Kedalaman invasi stromal > 3,0 dan < 5,0 mm, perluasan horison tal
tidak melebihi 7,0 mm.

Stadium Ib : Lesi-lesi yang tampak secara klinik terbatas pada serviks atau kanker preklinik
yang lebih besar daripada stadium la+++

Ib 1 : Lesi < 4 cm , Ib2: Lesi > 4 cm

c.Stadium II

Karsinoma meluas diluar serviks, tetapi belum sampai dinding pelvis;karsinoma tumbuh
ke dalam vagina, tetapi tidak sampai sepertiga bagian bawah
IKA ROHAETI 1102012117

Stadium IIa : tidak ada perluasan kedalam parametrium

Stadium IIb : Ielas ada perluasan ke parametrium

d.Stadium III

Karsinoma telah meluas sampai dinding pelvis; pada pemeriksaan rektal tidak
terdapat ruangan bebas karsinoma antara tumor dan dinding pelvis; tumor tumbuh s ampai
sepertiga bagian bawah vagina. Adanya hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi
masuk dalam stadium ini, kecuali disebabkan karena kelainan lain.

Stadium IIIa : Tidak ada perluasan sampai dinding pelvis, tetapi pertumbuhan
tumor sampai sepertiga bagian bawah vagina

Stadium IIIb : Perluasan sampai dinding pelvis atau hidronefrosis atau ginjal yang
tidak berfungsi

e.Stadium IV

Karsinoma telah meluas sampai diluar pelvis minor atau secara klinik telah tumbuh
kedalam mukosa kandung kencing atau rektum ( terbukti dari hasil biopsi )

Stadium IVa : Pertumbuhan tumor ke dalam organ-organ sekelilingnya

Stadium IVb : Perluasan ke organ-organ jauh

yang mengeluarkan mukus (Notodiharjo, 2002).

LO.1.5. Patofisiologi

Penularan HPV terjadi terutama melalui kontak kulit-ke-kulit. Sel basal epitel skuamosa
berlapis mungkin terinfeksi oleh HPV. Jenis sel lain tampaknya relatif resisten. Hal ini
diasumsikan bahwa siklus replikasi HPV dimulai dengan masuknya virus ke dalam sel-sel dari
lapisan basal epitel. Infeksi HPV dari lapisan basal memerlukan abrasi ringan atau microtrauma
epidermis.

Biologi molekuler
Kanker serviks adalah salah satu contoh terbaik yang dapat dipahami bagaimana infeksi
virus dapat menyebabkan keganasan. Mekanisme molekuler infeksi HPV onkogenik disajikan
pada Gambar 1. HPV tipe risiko tinggi dapat dibedakan dari tipe HPV risiko rendah dari struktur
dan fungsi dari produk E6 dan E7. Dalam lesi jinak yang disebabkan oleh HPV, DNA virus
terletak extrachromosomally dalam nukleus. Dalam neoplasia intraepithelial derajat tinggi dan
kanker invasif, DNA HPV umumnya terintegrasi ke dalam host genom. Integrasi DNA HPV
IKA ROHAETI 1102012117

mengganggu atau menghapus daerah E2, yang mengakibatkan kehilangan ekspresinya. Ini
mengganggu fungsi E2 -yang biasanya mengatur penurunan transkripsi dari gen E6 dan E7- dan
mengarah ke peningkatan ekspresi gen E6 dan E7. Fungsi E6 dan E7 produk selama infeksi HPV
produktif untuk merusak pengaturan jalur pertumbuhan sel dan memodifikasi lingkungan seluler
dalam rangka memfasilitasi replikasi virus. Produk gen E6 dan E7 men-deregulasi siklus
pertumbuhan sel hospes dengan mengikat dan menonaktifkan dua protein penekan tumor: tumor
suppressor protein (p53) dan produk gen retinoblastoma (PRB). Produk HPV, gen E6 mengikat
p53 dan mentargetkannya untuk degradasi cepat. Akibatnya, kegiatan normal p53 yang mengatur
penangkapan G1, apoptosis, dan perbaikan DNA dibatalkan. Protein E6 HPV risiko rendah tidak
mengikat p53 pada tingkat yang terdeteksi dan tidak berpengaruh pada stabilitas p53 in vitro.
Produk HPV, gen E7 mengikat PRB dan pengikatan ini mengganggu kompleks antara PRB dan
faktor transkripsi selular E2F-1, mengakibatkan pembebasan E2F-1, yang memungkinkan
transkripsi gen yang produknya diperlukan bagi sel untuk memasuki fase S dari siklus sel.
Produk gen E7 juga dapat bergaul dengan protein mitotically interaktif seluler lainnya seperti
cyclin E. Hasilnya adalah stimulasi seluler sintesis DNA dan proliferasi sel. E7 protein dari jenis
HPV risiko rendah mengikat PRB dengan penurunan afinitas. Selanjutnya, produk gen E5
menginduksi peningkatan aktivitas protein kinase mitogen-aktif, sehingga meningkatkan respon
seluler terhadap pertumbuhan dan faktor diferensiasi. Hal ini menyebabkan terus menerus
proliferasi dan diferensiasi sel hospes yang melambat.

Inaktivasi p53 dan protein PRB dapat


menimbulkan peningkatan tingkat
proliferasi dan ketidakstabilan
genomik. Akibatnya, sel hospes
mengakumulasi semakin banyak
kerusakan DNA yang tidak bisa
diperbaiki, menyebabkan tranformasi
sel-sel kanker. Selain efek onkogen
diaktifkan dan ketidakstabilan
kromosom, mekanisme potensial
yang berkontribusi terhadap
transformasi termasuk metilasi virus
dan sel DNA, aktivasi telomerase,
dan faktor hormonal dan
immunogenetic.
IKA ROHAETI 1102012117

Sejarah alami kanker serviks


Patogenesis kanker serviks diawali dengan infeksi HPV dari epitel serviks selama hubungan
seksual. Meskipun persentase yang tinggi dari perempuan muda yang aktif secara seksual
terkena infeksi HPV, hanya persentase yang sangat kecil yang terus berkembang menjadi kanker
serviks. Beberapa penelitian berpikiran bahwa kebanyakan wanita berhasil menghapus infeksi
HPV, mungkin melalui aksi dari sistem kekebalan tubuh yang kompeten. Kira-kira, 90% dari lesi
regresi spontan dalam 12 sampai 36 bulan. Faktor-faktor lain seperti predisposisi genetik,
frekuensi reinfeksi, variasi intratypic genetik dalam jenis HPV, koinfeksi dengan lebih dari satu
jenis HPV dan kadar hormon juga dapat mempengaruhi kemampuan untuk membersihkan
infeksi HPV.

Bukti pentingnya sistem kekebalan tubuh inang dalam mencegah perkembangan serviks penyakit
berasal dari analisis infeksi HPV pada wanita positif human immunodeficiency virus (HIV).
Infeksi HPV dengan jenis virus yang berisiko tinggi, infeksi HPV persisten dan kehadiran lesi
intraepitel skuamosa lebih umum dalam kelompok immunocompromised daripada pada wanita
imunokompeten. Respon imun seluler hospes dimediasi oleh sel T sitotoksik dan memerlukan
interaksi epitop virus dengan molekul histocompatibility kelas I. Sebuah respon imun humoral
juga memperkuat, tetapi tingkat lokal HPV-spesifik imunoglobulin G (IgG) dan IgA jaringan
tidak berkorelasi dengan pembersihan virus. Namun, tingkat sistemik HPV-spesifik IgA
memiliki telah berkorelasi dengan pembersihan virus. Sebaliknya, tingkat sistemik HPV-IgG
spesifik telah terdeteksi lebih sering pada pasien dengan infeksi HPV persisten.Sejarah alami
kanker serviks adalah proses penyakit yang berkesinambungan yang berlangsung secara bertahap
dari neoplasia serviks intraepithelial ringan (CIN) ke derajat neoplasia yang lebih parah (CIN
CIN 2 atau 3) dan akhirnya menjadi kanker invasif. Hal ini masuk akal bahwa infeksi HPV risiko
tinggi terjadi pada awal kehidupan, dapat bertahan, dan dalam hubungannya dengan faktor-faktor
lain yang mempromosikan transformasi sel, dapat menyebabkan bertahap perkembangan
penyakit lebih parah. Sebuah model untuk pengembangan kanker serviks disajikan dalam
gambar 2. Displasia ringan dan sedang berhubungan dengan replikasi virus terus dan peluruhan
virus, dan sebagian besar lesi ini secara spontan regresi. Perkembangan menjadi lesi derajat
tinggi (CIN 2/3) dan akhirnya kanker invasif biasanya terkait dengan konversi dari genom virus
dari bentuk episomal ke bentuk terintegrasi, bersama dengan inaktivasi atau penghapusan daerah
E2 dan ekspresi dari gen produk E6/E7. Beberapa peneliti telah mengkorelasikan tipe HPV
dengan derajat CIN yang berbeda dan telah menyimpulkan bahwa CIN CIN 1 dan 2/3 adalah
proses yang berbeda, dengan CIN 1 menunjukkan diri terbatas infeksi menular seksual HPV dan
IKA ROHAETI 1102012117

CIN 2 atau CIN 3 menjadi satu-satunya prekursor kanker serviks. Perkembangan kanker
umumnya terjadi selama periode 10 sampai 20 tahun. Beberapa lesi menjadi kanker lebih cepat,
kadang-kadang dalam waktu dua tahun.

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Pada wanita
SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada waniya umur > 35 tahun, SCJ
berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Patofisiologi Sesuai Penyimpangan KDM Ca Serviks Pre Operatif


IKA ROHAETI 1102012117

PATOFISIOLOGI LEUKOREA DAN POST-COITAL BLEEDING

Penyebaran Kanker Serviks


Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :
 Ke arah fornices dan dinding vagina
 Ke arah korpus uterus
 Ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal
dan kandung kemih.

Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke
kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah
(bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul
saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi
mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel
tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat
>1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau
darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan
tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai
ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen
melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina,
korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat
menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan
menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus
limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.

Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-perdarahan


yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di tempat
ureter masuk ke dalam kandung kencing.

Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam vagina,
septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi terutama
IKA ROHAETI 1102012117

paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian
mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen (hepar, tulang).

Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:


 Fornices dan dinding vagina
 Korpus uteri
 Parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan
kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional melalui
ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan seterusnya
ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta
otak.

LO.1.6. Manifestasi Klinis

Mengenali tanda-tanda pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

 Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
 Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
 Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
 Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
 Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
 Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga
timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal
atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

LO.1.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding

a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan pesalinan, perilaku
seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu coitus pertama kali, penyakit
yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi HPV, servisis kronis, gaya hidup seperti
meroko, hygienis, jenis makanan san social ekonomi rendah, juga keluhan perdarahan spontan
IKA ROHAETI 1102012117

ataupun pasca senggama. Gejala Klinis kurang menunjang sebagai penunjuk diagnostic karena
lesi prakanker umumnya asimptomatik kecuali pada keganasan yang susdah lanjut..

b.Pemeriksaan Fisik
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.Yang menjadi masalah
adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan
deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadaplesi prakanker serviks. Kemampuan untuk
mendeteksi dini kanker serviks disertaidengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat
akan dapat menurunkanangka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul akibat
terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin seringterjadi diluar senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
Status pasien :
 Ada atau tidaknya anemia.
 Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk darah.
 Status lokalis abdomen: umumnya tak khas, jarang menimbulkan kelainan berupa
benjolan, kecuali bila sudah
ada penyebaran ke rektum menimbulkan obstipasi, ileusobstruktif.
 Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada tidaknya
benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya metastase.

c.Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo mungkin tidak ditemukankelainan porsio pada lesi tin
gkat prakanker dan kadang hanya
menunjukkan gambaran khas seperti leukoplakia, erosi, ektropion atau servisitis. Tetapitidak
demikian halnya pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat benjol-benjol menyerupai bunga kol
(pertumbuhan eksofitik) atau mungkin juga ditemukan fistula rektovaginal ataupun
vesikovagina. Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah karena kerapuhan selsehingga pada
pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan pemeriksaan inspekulo yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk eksplorasi vagina.
IKA ROHAETI 1102012117

d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pap smear

Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk
mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan
dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel
abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah
mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil
dari leher rahim dan kemudian dilihat dibawah mikroskop. Ketelitiannya melebihi 90% bila
dilakukan dengan baik. Untuk deteksi tumor ganas bahan
diambil dengan spatel Ayre atau dengan kapas lidi dari dinding samping vagina dan dari serviks.
Bahan dari kanalis servikalis agak kedalam diambil dengan kapas lidi atau dengan Cytobrush.
Kemudian dibuat sediaan hapus dikaca benda yang bersih dan segera dimasukkan kedalam botol
khusus (cuvette) berisi etil alkohol 95%. Setelah sekitar satu jam, kaca benda dikeluarkan dan
dalam keadaan kering dikirim ke laboratorium. Dilaboratorium sediaan dipulas menurut
Papanicolau.
Klasifikasi menurut Papanicolau:
Kelas I : Berarti negatif (tidak ditemukan sel-sel ganas)
Kelas II : Negatif, tidak ditemukan tanda-tanda ganas, ditemukan beberapa sel atipik
Kelas III : Ada sel-sel atipik yang sugestif tetapi tidak diagnostik untuk keganasan → displasia
(ringan,sedang,berat)
Kelas IV : Positif, ditemukan beberapa sel atipik → KIS
Kelas V : Positif, ditemukan banyak sel atipik → Kanker
IKA ROHAETI 1102012117

Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, yaitu sejak
dalam tingkat displasia atau KIS. Perubahan sel-sel serviks yang terdeteksi dini
akan memungkinkan beberapa tindakan pengobatan diambil sebelum sel-sel tersebut dapat
berkembang menjadi sel kanker. Tujuan utama dari pemeriksaan Pap Smear adalah mendeteksi
kelainan sebelum terjadinya suatu kanker, yaitu yang disebut dengan lesi prakanker dan dikenal
dengan displasia (merupakan kelainan dari leher rahim yang dapat berkembang menjadi kanker
leher rahim).
Penanganan displasia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1.Usia
2.Jumlah anak
3.Tahap/tingkat displasia
Macam-macam penanganannya antara lain:
1.Elektro-koagulasi
2.Krioterapi (bedah beku)
3.Vaporisasi laser
4.Konisasi (memotong bagian yang sakit dalam bentuk kerucut) dengan pisau atau laser.
*1& 4 biasanya tidak memerlukan rawat inap
5.Histerektomi: operasi pengangkatan seluruh rahim

Kelemahan Pap smear


Saat proses meletakkan dan meratakan pada preparat kaca menyebabkan adanya lapisan-lapisan
tidak merata dan penumpukan sel-sel sehingga menyulitkan pengamatan terhadap keseluruhan
sel-sel tersebut. Beberapa penelitian juga menemukan, sebagian besarsel tidakterbawa dalam
preparat kaca dan ikut terbuang.
IKA ROHAETI 1102012117

Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear normal dan Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear
abnormal :

Pap Smear dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid. Waktu yang baik untuk
pemeriksaan adalah beberapa hari setelah selesai menstruasi. Persiapan pasien untuk melakukan
Pap Smear adalah tidak sedang haid, tidak coitus 1 – 3 hari sebelum pemeriksaan dilakukan dan
tidak sedang menggunakan obat – obatan vaginal.

Petunjuk untuk penapisan :

 Pemeriksaan tes Pap dilakukan setelah 2 tahun aktif dalam aktifitas seksual.
 Interval penapisan. Wanita dengan tes Pap negatif berulang kali diambil setiap 2 tahun,
sedang wanita dengan kelainan atau hasil abnormal perlu evaluasi lebih sering.
 Pada usia 70 tahun atau lebih tidak diambil lagi dengan syarat hasil 2 kali negatif dalam 5
tahun terakhir.

2. Thin Prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian
dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks
atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.
Kelebihan Thin Prep
IKA ROHAETI 1102012117

ThinPrep Test, sel-sel yang telah diambil tidak diletakkan dan diratakan di preparat kaca,
tetapi dimasukkan ke dalam tabung yang berisi cairan yang berfungsi menstabilkan dan menjaga
kondisi sel-sel tersebut agar pada saat diperiksa akan tetap sama dengan kondisi saat diambil.
Prosedur ini memastikan agar sebanyak mungkin sel dapat disimpan untuk dibawa laboratorium
pemeriksaan dan dalam kondisi sangat baik.

3. Uji Colposcopy
Jika pada saat pap smear ditemukan ketidaknormalan pada serviks, maka langkah selanjutnya
adalah dilakukan colposcopy. Colposcopy adalah suatu pengujian yang memungkinkan dokter
untuk melihat serviks (leher rahim) lebih dekat dengan menggunakan sebuah alat bernama
colposcope.

Cara ini merupakan cara penilaian sel invito dengan pembesaran 200 kali karena abnormalitas
pada neoplasma yang terlihat dengan pembesaranumumnya terlihat pada inti sel. Maka inti sel
harus diwarnai terlebihdahulu dengan biru tolvidin 1%. Dalam 20-30 detik inti sel
akanmengambil zat warna. Zat warna yang tersisa dibersihkan dengan larutan garam
fisiologik dan pemeriksaan dapat segera dimulai dengan menyentuhujung alat ke serviks.
Colposcope akan dimasukkan ke dalam vagina dan kemudian gambar yang ditangkap oleh alat
tersebut akan ditampilkan pada layar computer atau televisi. Dengan cara seperti ini, kondisi
yang terjadi dalam leher rahim akan sangat jelas terlihat.
IKA ROHAETI 1102012117

1. IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan
mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan
seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada
infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat
dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi

lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.

5. Tes Schiller
Tes Schiller atau tes pengecatan dengan yodium ialah tes yang digunakanuntuk mengenal
kanker serviks lebih dini. Tes ini didasarkan pada sifatepitel serviks yang berubah
menjadi berwarna coklat gelap atau tua jika terkena larutan yodium.

6. Biopsi Serviks dan Kuretase


Selama melakukan colposcopy, dokter mungkin saja melakukan biopsy dan tentunya biopsy ini
dilakukan berdasarkan apa yang dia temukan selama pemeriksaan itu. Biopsi serviks dilakukan
dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan serviks untuk kemudian diperiksa di bawah
mikroskop. Dibutuhkan hanya beberapa detik untuk melakukan biopsi contoh jaringan dan hanya
IKA ROHAETI 1102012117

menimbulkan ketidaknyamanan dalam waktu yang tidak lama. Jika diperlukan maka akan
dilakukan biospi disekitar area serviks, tergantung pada temuan saat melakukan colposcopy.

Bersamaan dengan biopsi serviks, kuretase endoserviks juga bisa dilakukan. Selama kuretase,
dokter akan menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan pada saluran endoserviks,
area antara uterus dan serviks. Kuretase akan menimbulkan sedikit nyeri, tapi nyeri akan hilang
setelah kuretase dilakukan. Hasil biopsi dan kuretase biasanya baru bisa dilihat paling tidak 2
minggu.

7.Biopsi Kerucut dan LEEP


Adakalanya biopsi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendiagnosis kanker serviks. Pada kasus
ini, maka dapat dipilih biopsi kerucut. Selama biopsi kerucut, sebuah kerucut yang tajam akan
digunakan untuk mengambil jaringan dan pada prosedur ini dibutuhkan anestesi umum. Biopsi
kerucut juga digunakan untuk membuang jaringan pra-kanker dari serviks. Loop Electro Surgical
Excision Procedure (LEEP) atau Prosedur Pembedahan Eksisi dengan Loop Elektro adalah
prosedur yang dilakukan dengan anestesi local untuk mengangkat jaringan dari serviks. LEEP
menggunakan listrik untuk membuang contoh jaringan. Metode ini umumnya digunakan untuk
mengobati kanker stadium tinggi dari pada hanya untuk mendiagnosis kanker serviks.

8.Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang
keluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk
tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan
yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan
kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan
dengan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100 ml) dan eksisi dilakukan di luar
daerah dengan tes positif (daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol).

Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :


1. Proses dicurigai berada di endoserviks
2.Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
3.Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsi

PADA WANITA HAMIL


Tumor yang sudah lanjut mudah dikenal. Lain halnya dengan tumor stadium dini, lebih-lebih
tumor yang belum memasuki jaringan dibawah epitel (preinvasive carcinoma, karsinoma in
situ). Oleh karena itu, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vaginal merupakan pemeriksaan
rutin pada setiap perempuan hamil, yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi
apabila diperoleh hasil yang mencurigakan.
Diagnosis karsinoma in situ dalam kehamilan sangat sulit karena dalam kehamilan dapat terjadi
perubahan-perubahan pada epitel serviks, yang secara mikroskopis hampir tidak dapat dibedakan
dari tumor tersebut. Untuk membuat diagnosis yang pasti perlu dilakukan pemeriksaan yang
teliti berulang kali, bahkan kadang-kadang kepastian baru diperoleh setelah bayi lahir.
Perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pengaruh esterogen dalam kehamilan sifatnya
IKA ROHAETI 1102012117

reversibel, sedang karsinoma in situ ada setelah bayi lahir. Apabila terrdeteksi pada pemeriksaan
prenatal, maka diagnosisnya lebih dini:
Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan:
Biopsi punch dari lesi serviks yang luas. Namun, masih kontroversi, apakah masih dilakukan bila
telah ada bukti kanker serviks invasif dari pemeriksaan kolposkopi, dan apakah dilakukan pada
semua lesi servikal yang dapat dideteksi dengan kolposkopi.
Evaluasi yang tepat dari apusan abnormal.
Evaluasi kolposkopi.
Biopsi kerucut (cone biopsy), dilakukan pada keadaan khusus (trimester kedua dan diagnosis
tidak dapat ditegakkan berdasarkan pemerksaan lain).

DIAGNOSIS BANDING
 Servisitis
 Karsinoma endometrium
 Penyakit radang panggul
 Vaginitis
 Karsinoma uterine
 Karsinoma vagina

a. Cervical polyps : polip yang menonjol dari mukosa serviks. Sama-sama menimbulkan
contact bleeding tetapi benigna.
b. Cervicitis : inflamasi kronik karena infeksi vagina
c. Endometrial Carcinoma : tumor ganas endometrium
d. Pelvic Inflammatory Disease : Infeksi saluran kelamin atas wanita karena bakteri
e. Kondiloma pada serviks
f. Neoplasia lain yang bermetastasis ke serviks
g. Endometriosis

LO.1.8. Penatalaksanaan

Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi, radioterapi, dan
kemoterapi.
1. Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin
memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.
Biopsi Cone. Selama operasi ini, dokter menggunakan scalpel untuk mengambil selembar
jaringan serviks berbentuk cone dimana abnormalitas ditemukan.
IKA ROHAETI 1102012117

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Teknik ini menggunakan lintasan kabel
untuk memberikan arus listrik, yang memotong seperti pisau bedah , dan mengambil sel dari
mulut serviks
2. Untuk stadium IB dan IIA kanker serviks:
Bila ukuran tumor < 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemoterapi
Bila ukuran tumor >4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun
kemo berbasis cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi
3. Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan radioterapi dan kemo berbasis
cisplatin.
4. Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan kemo dengan kombinasi
obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
Jika kesembuhan tidak dimungkinkan, tujuannya pengobatan adalah untuk mengangkat atau
menghancurkan sebanyak mungkin sel-sel kanker. Kadang-kadang pengobatan ditujukan untuk
mengurangi gejala-gejala. Hal ini disebut perawatan paliatif.
Faktor-faktor lain yang mungkin berdampak pada keputusan pengobatan Anda termasuk usia
Anda, kesehatan Anda secara keseluruhan, dan preferensi Anda sendiri. Seringkali cukup bijak
untuk mendapatkan pendapat kedua (second opinion) yang memberikan Anda perspektif lain
dari penyakit Anda.

Pembedahan untuk Kanker Serviks


Ada beberapa jenis operasi untuk kanker serviks. Beberapa melibatkan pengangkatan rahim
(histerektomi), yang lainnya tidak. Daftar ini mencakup jenis operasi yang paling umum untuk
kanker serviks.

Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke dalam vagina dan
pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukan mereka.
Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ad adi dalam leher rahim
(stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.

Bedah Laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian kecil dari
jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan sebagai pengobatan
untuk kanker serviks pra-invasif (stadium 0).

Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik
IKA ROHAETI 1102012117

(prosedur ini disebut LEEP atau LEETZ). Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan
atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan sebagai satu-
satunya pengobatan kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin
ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di
bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu mengandung kanker atau pra-sel kanker,
pengobatan lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya
telah diangkat.

Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan yang berada di
dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat
diangkat dengan cara operasi di bagian depan perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi
ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa
kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-kanker serviks (o),
jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada operasi ini, dokter
bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan
dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Operasi
ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan perut dan kurang sering
melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Sebuah
histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul adalah pengobatan yang umum
digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang juga digunakan pada beberapa kasus
stadium II, terutama pada wanita muda.

Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita muda tertentu
dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini
melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan
berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina
ataupun perut.

Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan yang disebutkan di atas, pada jenis operasi ini:
kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian usus besar juga diangkat. Operasi ini digunakan
ketika kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan sebelumnya. Jika kandung kemih
telah diangkat, sebuah cara baru untuk menyimpan dan membuang air kecil diperlukan.
Sepotong usus pendek dapat digunakan untuk membuat kandung kemih baru. Urine dapat
dikosongkan dengan menempatkan sebuah tabung kecil (disebut kateter) ke dalam lubang kecil
di perut tersebut (disebut: urostomi). Atau urin bisa mengalir ke kantong plastik kecil yang
ditempatkan di bagian depan perut.
IKA ROHAETI 1102012117

Radioterapi untuk Kanker Serviks


Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk membunuh
sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan, biasanya Anda
akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah Anda menderita Anemia. Penderita
kanker serviks yang mengalami perdarahan pada umumnya menderita Anemia. Untuk itu,
transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan.
Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external
maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir ini,
dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati
kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA. Yaitu, antara lain bila ukuran
tumornya lebih besar dari 4 cm atau bila kanker ditemukan telah menyebar ke jaringan lainnya
(di luar serviks), misalnya ke kandung kemih atau usus besar.
Radioterapi ada 2 jenis, yaitu radioterapi eksternal dan radioterapi internal.
1. Radioterapi eksternal : berarti sinar X diarahkan ke tubuh Anda (area panggul) melalui
sebuah mesin besar.
2. Radioterapi internal : berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher
rahim Anda selama beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu
metode radioterapi internal yang sering digunakan adalah brachytherapy.
Efek Samping Radioterapi . Ada beberapa efek samping dari radioterapi, yaitu:
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
- Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama menyakitkan
- Menopause dini
- Masalah dengan buang air kecil
- Tulang rapuh sehingga mudah patah tulang
- Rendahnya jumlah sel darah merah (anemia)
- Rendahnya jumlah sel darah putih
- Pembengkakan di kaki (disebut lymphedema)

Brachytherapy untuk Kanker Serviks


Brachytherapy telah digunakan untuk mengobati kanker serviks sejak awal abad ini. Pengobatan
yang ini cukup sukses untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium
telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi internal

Kemoterapi untuk Kanker Serviks


Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Biasanya obat-
obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke
IKA ROHAETI 1102012117

aliran darah, mereka menyebar ke seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa obat diberikan dalam
satu waktu.
Kemoterapi dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini akan tergantung pada jenis obat
yang diberikan, jumlah/dosis yang diberikan, dan berapa lama pengobatan berlangsung. Efek
samping bisa termasuk:
- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
- Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)
- Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
- Kelelahan
- Menopause dini
- Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
IKA ROHAETI 1102012117

LO.1.9. Komplikasi

1. Pasca operatif
- Gangguan berkemih
- Fistula ureter atau kandung kemih
- Emboli paru
- Obstruksi saluran cerna
- Trauma syaraf
2. Pasca kemoteraphy
- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
- Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)
- Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
- Kelelahan
- Menopause dini
- Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
3. Pasca radiotheraphy
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
- Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama menyakitkan
- Menopause dini
- Masalah dengan buang air kecil
- Tulang rapuh sehingga mudah patah tulang
- Rendahnya jumlah sel darah merah (anemia)
- Rendahnya jumlah sel darah putih
- Pembengkakan di kaki (disebut lymphedema)

LO.1.10. Prognosis

Menurut T.C. Krivak et.al pada tahun 2002, ketahanan hidup penderita pada kanker serviks
stadium awal setelah histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis bergantung pada 5
faktor, yaitu :
1. Status KGB
Penderita tanpa metastasis ke KGB, memiliki 5-year survival rate (5-YSR) antara 85-
90%. Bila didapatkan metastasis ke KGB maka 5-YSR antara 20-74%, bergantung pada
jumlah, lokasi, dan ukuran metastasis.
IKA ROHAETI 1102012117

2. Ukuran Tumor
Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm angka survivalnya 90% dan bila > 2 cm angka
survival-nya menjadi 60%. Bila tumor primer > 4 cm, angka survival turun menjadi 40.
Analisis dari GOG terhadap 645 penderita menunjukkan 94,6% tiga tahun bebas kanker
untuk lesi yangtersembunyi; 85,5% untuk tumor < 3 cm; dan 68,4% bila tumor > 3 cm.

3. Invasi ke Jaringan Parametrium


Penderita dengan invasi kanker ke parametrium memiliki 5-YSR 69% dibandingkan 95%
tanpa invasi. Bila invasi disertai KGB yang positif maka 5-YSR turun menjadi 39-42%.

4. Kedalaman Invasi
Invasi < 1 cm memilki 5-YSR sekitar 90% dan akan turun menjadi 63-78% bila > 1 cm.

5. Ada Tidaknya Invasi ke Lymph-Vascular Space


Invasi ke lymph-vascular space sebagai faktor prognosis masih menjadi kontroversi.
Beberapa laporan menyebutkan 50-70% 5-YSR bila didapatkan invasi ke lymph-vascular
space dan 90% 5-YSR bila invasi tidak didapatkan. Akan tetapi, laporan lain mengatakan
tidak ada perbedaan bermakna dengan adanya invasi atau tidak.
(Imam Rasjidi, 2009)

Menurut www.cancerhelp.org.uk prognosis kanker serviks tergantung dari stadium


penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium
II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30% :
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium
IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan
kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%
IKA ROHAETI 1102012117

LO.1.11. Pencegahan

Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau pencegahan
sekunder, yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang yang belum
menunjukkan adanya gejala penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat
atau masih berada pada stadium praklinik. Program pemeriksaan atau skrining yang
dianjurkan untukkanker serviks (WHO) : skrining pada setiap wanitaminimal satu kali
pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitastersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-
55tahun. Jika fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahunpada wanita usia 35-55 tahun.
Ideal atau optimal, lakukantiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun. (Imam Rasjidi,
2009)

Test PAP (Pap’s Smear)


Secara umum, kasus kanker mulut rahim dan kematian akibat kanker mulut rahim
bisa dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah mulut rahim dengan
cara pemeriksaan sitologi menggunakan tes Pap. American College of Obstetrician and
Gynecologists (ACOG), American Cancer Society (ACS), dan US Preventive Task Force
(USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes Pap
untuk skrining kanker mulut rahim saat 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau
saat usia 21 tahun. Karena tes ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%, Tes Pap
yang kedua seharusnya dilakukan satu tahun pemeriksaan yang pertama. Pada akhir tahun
1987, American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai interval pemeriksaaan
Tes Pap tiap tiga tahun setelah dua kali hasil negatif. (Imam Rasjidi, 2009)
Saat ini, sesuai dengan American College of Obstetry and Gynecology dan
National Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan Tes Pap dan panggul setiap tahun
terhadap semua wanita yang aktif secara seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah
wanita tersebut mendapatkan tiga atau lebih Tes Pap normal, tes dapat dilakukan dengan
frekuensi yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Diperkirakan
sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap interval 3 tahun.
(Imam Rasjidi, 2009)

IVA
IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat
2%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi
setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami
displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak
direkomendasikan pada wanita pascamenopause, karena daerah zona transisional
seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo.
IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi
dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi. (Imam Rasjidi, 2009)
IKA ROHAETI 1102012117

Pencegahan Primer
Menunda Onset Aktivitas Seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan
mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan. (Imam Rasjidi, 2009)

Penggunaan Kontrasepsi Barier


Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan
spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih
dianjurkan daripada kondom yang dibuat dari kulit kambing. (Imam Rasjidi, 2009)

Penggunaan Vaksinasi HPV


Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma
Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi > 90%. Tujuan dari vaksin propilaktik
dan vaksin pencegah adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian
dari event yang mengarah ke kanker serviks. (Imam Rasjidi, 2009)
Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan respons humoral dengan penghasilan
antibodi yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Masa depan dari
vaksin propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan seluruh populasi
heterogenous dengan tahap pendidikan berbeda dan kepercayaan kultur berbeda tetap
dipersoalkan. (Imam Rasjidi, 2009)
Sebagai tambahan, prevelansi tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan
butuh beberapa dekade untuk program imunisasi yang sukses dalam usaha mengurangi
insiden kanker serviks. (Imam Rasjidi, 2009)

Pencegahan Sekunder
Pencegahan Sekunder (Pasien dengan Risiko Sedang)
Hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu
antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien
(atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan untuk
melakukan tes Pap tiap tahun. (Imam Rasjidi, 2009)
Pencegahan Sekunder (Pasien dengan Risiko Tinggi)
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang mempunyai
banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari
onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6
bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat
penyakit seksual berulang. (Imam Rasjidi, 2009)
IKA ROHAETI 1102012117

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Etika Pemeriksaan Alat Genitalia Menurut Ajaran
Agama Islam

A.Pandangan Islam Terhadap Ikhtilat


Pembahasan tentang ikhtilat sangat penting untuk menjawab persoalan di atas.Yakni
untuk menjaga kehormatan dan menghindarkan dari perbuatan yang mengarah dosa dan
kekejian.
Yang dimaksud ikhtilat, yaitu berduanya seorang lelaki dengan seorang
perempuan di tempat sepi.Dalam hal ini menyangkut pergaulan antara sesama manusia,
yang rambu-rambunya sangat mendapat perhatian dalam Islam.Yaitu berkait dengan
ajaran Islam yang sangat menjunjung tinggi keselamatan bagi manusia dari segala
gangguan. Terlebih lagi dalam masalah mu'amalah (pergaulan) dengan lain jenis. Dalam
Islam, hubungan antara pria dan wanita telah diatur dengan batasan-batasan, untuk
membentengi gejolak fitnah yang membahayakan dan mengacaukan kehidupan.
Karenanya, Islam telah melarang pergaulan yang dipenuhi dengan ikhtilat (campur baur
antara pria dan wanita).
Dalam hadits di bawah ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memperingatkan kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita.
"Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanita,” maka seorang sahabat dari
Anshar bertanya,"Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab,"Saudara ipar adalah maut (petaka).”
[HR Bukhari dan Muslim].

B. Perintah Menjaga Aurat dan Menahan Pandangan


Di antara keindahan syariat Islam, yaitu ditetapkannya larangan mengumbar aurat dan
perintah untuk menjaga pandangan mata kepada obyek yang tidak diperbolehkan,
lantaran perbuatan itu hanya akan mencelakakan diri dan agamanya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman (yang artinya):
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan
mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan
mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka,
atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-
pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita . . ." [an-Nûr/24: 30-31].
IKA ROHAETI 1102012117

Larangan melihat aurat, tidak hanya untuk yang berlawan jenis, akan tetapi Islam pun
menetapkan larangan melihat aurat sesama jenis, baik antara lelaki dengan lelaki lainnya,
maupun antara sesama wanita. Disebutkan dalam sebuah hadits:
"Dari Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat
lelaki (yang lain), dan janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang
lain)". [HR Muslim]

C. Idealnya Muslimah Berobat Ke Dokter Wanita


Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum Muslimah,
maka menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan kepadanya.Meski
hanya sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai pada keadaan genting,
semisal persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bâz rahimahullah mengatakan:
“Seharusnya para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan dokter lelaki
melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bagian
pelayanan lelaki dan bagian pelayanan wanita masing-masing disendirikan, agar
masyarakat terjauhkan dari fitnah dan ikhtilat yang bisa mencelakakan.Inilah kewajiban
semua orang”.
Lajnah Dâ-imah juga menfatwakan, bila seorang wanita mudah menemukan
dokter wanita yang cakap menangani penyakitnya, ia tidak boleh membuka aurat atau
berobat ke seorang dokter lelaki. Kalau tidak memungkinkan maka ia boleh
melakukannya.
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk
menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan.Selama mendatangkan maslahat,
seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang muslimah yang
keadaannya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan, (maka) ia boleh
pergi ke dokter lelaki, baik karena tidak ada ada seorang dokter muslimah yang
mengetahui penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.Allah Ta`ala
menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'âm/6 ayat 119:
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-
Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya"

Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti
rambu-rambu yang wajib untuk ditaati.Tidak berlaku secara mutlak.Keberadaan mahram
adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslimah terpaksa
harus bertemu dan berobat kepada dokter lelaki, ia harus didampingi mahram atau
suaminya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau
ruang periksa.

Anda mungkin juga menyukai