Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menusia diartikan sebagai hewan yang berakal, oleh karena itu menusia berupaya dengan
sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan akalnya. Dalam hal ini pengetahuan adalah sebuah
keniscayaan. Manusia secara lahiriah telah memiliki aspek fitrah untuk mengetahui segala hal yang
ada, “ada” yang dimaksud disini adalah baik yang material atau yang bersifat transedental.[1]
Pengetahuan merupakan objek utama dalam filsafat ilmu. Pengetahuan pada dasarnya
memilliki tiga kriteria:
1. Adanya suatu sistem gagasan dalam pikiran.
2. Persesuaian antara gagasan dan benda-benda yang sebenar-benarnya.
3. Adanya keyakinan tentang persesuaian itu.[2]
Dari kriteria ini dapat ditegaskan bahwa pengetahuan dibangun dari gagasan dalam pikiran,
persesuaian-persesuaian dengan yang sebenarnya, dan adanya keyakinan tentang persesuaian itu.
Kriteria ini yang menjadikan pengetahuan dapat dikatakan benar. Pengetahuan erat sekali dengan
kebenaran. Lalu apa yang disebut dengan benar atau kebenaran itu? Kebenaran disini diartikan
sebagai kesesuaian pengetahuan dengan objeknya.
Kebenaran tidak begitu saja langsung diterima tetapi kebenaran harus melalui beberapa
konsep, proses, atau cara mendapatkan kebenaran itu. Jika terpenuhinya proses-proses atau dilalui
dengan berbagai cara maka ini disebut dengan kebenaran ilmiah.
Penulis berpandangan bahwa untuk mengetahui lebih dalam tentang arti kebenaran ilmiah
maka makalah ini ditulis dengan judul “kebenaran ilmiah: antara Subjektifitas dan
Objektifitas”
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan beberapa rumusana masalah sebagai beikut :
a. Apa arti kebenaran?
b. Apa arti kebenaran ilmiah?
c. Apa arti dari metode ilmiah?
d. Bagaimana kebenaran ilmiah yang ditinjau dari aspek subjektif dan objektif?
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui arti kebenaran.
b. Untuk mengetahui arti kebenaran ilmiah.
c. Untuk mengetahui arti metode ilmiah.
d. Untuk mengetahui kebenaran ilmiah yang ditinjau dari aspek subjektif dan objektif.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Kebenaran Ilmiah
Apa itu kebenaran Ilmiah? Untuk sampai kepada pengertian kebenaran Ilmiah dijelaskan
masing-masing pengertian dari keduanya. Kebanaran ada yang berbendapat bahwa berasal dari
“benar”. Benar timbul dari pernyataan yang sesungguhnya. Pernyataan merupakan penyusunan
tanda-tanda secara tertib yang oleh aturan sintaksis disebut kalimat berita. Pernyataan merupakan
makna yang terkandung dalam kalimat berita. Namun istilah pernyataan merujuk kepada yang
murni dari sintaksis. Karena pernyataan berarti kalimat berita sedangkan makna yang
dimaksudkan oleh pernyataan adalah “proposisi”.
Sudah jelas bahwa tidak ada perangkat tanda yang dapat dikatakan benar selanjutnya secara
lues kita tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu pernyaataan benar, kadang-kadang pernyaataan
diartikan sama dengan proposisinya, sedangkan yang dimaksudkan benar di dalam pembahasan
ini adalah perkataan benar hanya dapat diterapkan dalam propoosisinya.[3]
Kebenaran bertalian erat dengan pengetahuan. Kebenaran adalah kesesuaian pengetahuan
dengan objeknya. Ketidaksuaian pengetahuan dengan objeknya disebut dengan kekeliruan. Suatu
objek yang ingin diketahui memiliki begitu banyak aspek yang senantiasa sangat sulit untuk
diungkapkan serentak. Kenyataannya manusia hanya mampu mengetahui beberapa aspek dari
suatu objek sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi baginya. Dengan demikian, jelas bahwa
amat sulit untuk untuk mencapai kebenaran yang lengkap dari suatu objek tertentu apalagi
mencapai seluruh kebenaran dari segala sesuatu yang dapat dijadikan objek pengetahuan.[4]
Pengetahuan terbagi menjadi tiga
1. Pengetahuan biasa disebut juga dengan pengetahuan pra-imiah yaitu pengetahuan dari hasil
pencerapan indra terhadap objek tertentu.
2. Pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang diperoleh lewat metode-metode yang lebih menjamin
kepastian kebenaran yang dicapai.
3. Pengetahuan falsafi yaitu kebenaran yang diperoleh lewat pemikiran rasional yang didasarkan
pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, dan pemikiran-pemikiran logis, analitis dan
sistematis. Pengetahuan falsafi berkaitan dengan hakikat, prinsip, objek, dan asas dari realitas yang
dipersoalkan selaku objek yang hendak diketahui.
Dari penjelaskan di atas dapat diinterpertasi bahwa kebenaran yang sesungguhnya dapat
didapatkan jika manusia mengetahu segala aspek yang terkandung didalam objek tertentu jika
aspek-aspek yang ada belum menyeluruh dapat diketahui maka disebut dengan kekeliruan.
Kebenaran menunjukkan arti bahwa makna sebuah pernyataan (proposisinya) sungguh-
sungguh merupakan halnya. Bila proposisinya bukan merupakan halnya maka dikatakan
proposisinya adalah “sesat”. Kadang-kadang orang menyebut dengan istilah yang lain misalnya
bila sebuah proposisi mengandung kontradiksi, maka dikatakan proposisi itu adalah “mustahil”
dan jika proposisi sedemikian rupa sehingga apapun yang terjadi proposisi itu berbentuk “p atau
bukan p” maka kita namakan “tau-teologi.
Dengan demikian sangat jelas kebenaran adalah kenyataan makna yang merupakan halnya,
kenyataan juga merupakan hal keduanya dipandang sama. Lebih tegas lagi dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan kebenaran yang sesungguhnya atau tegas terletak pada korespondensi atau
kesesuaian dari kesan-kesan yang jelas dengan kenyataan.[5]
Hemat penulis kesesuaian atau korespondensi merupakan hal yang terkait atau yang ada di
dalam kebenaran. Jika tidak ada korespondensi antara kenyataan dengan hal yang dikaji maka akan
jelas menampakkan kesalahannya.
Kebenaran terbagi menjadi empat
1. Kebenaran Religius yaitu kebenaran yang memenuhi kriteria-kriteria atau dibangun berdasarkan
kaidah-kaidah agama. Atau dapat juga disebut dengan kebenaran mutlak (absolut) kebenaran yang
tidak terbantahkan.
2. Kebenaran Filosofis yaitu kebenaran hasil perenungan dan pemikiran kontemplatif terhadap akibat
sesuatu. Meskipun tidak bersifak subjektif dan relatif
3. Kebenaran Estesis yaitu kebenaran yang yang berdasarkan penilaian indah dan buruk serta cita
rasa estetis.
4. Kebenaran Ilmiah yaitu kebenaran yang ditandai dengan terpenuhinya syarat-syarat ilmiah
terutama menyangkut adanya teori yang mendukung dan sesuai bukti. Kebenaran ilmiah ditunjang
oleh akal (rasio) dan kebenaran rasio ditunjang dengan teori yang mendukung.
Dari pembagian ini nampak jelas bahwa kebenaran yang sesungguhnya adalah kebenaran yang
didasarkan atas agama-agama yang berdasarkan wahyu. Wahyu yang menjadi landasan bagi
kebenaran. Kebenaran ini disebut dengan kebenaran absolut yang tidak dapat terbantahkan.
Lalu, apa yang dimaksud dengan ilmiah? Dalam kamus dijelaskan ilmiah berasal dari
kata‘Ilmuartinya pengetahuan.[6] Namun, dalam kajian filsafat antara ilmu dan pengetahuan
dibedakan. Pengetahuan bukan ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan. Sedangkan
yang dimaksudilmiah adalah pengetahuan yag didasarkan atas terpenuhinya syarat-syarat ilmiah,
terutama menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.[7]
Dari pengertian tersebut dapat diinterpertasi bahwa ilmu atau ilmiah merupakan pengetahuan
yang didapatkan melalui syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini kemudian disebut dengan metode
ilmiah. Metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu dan mempunyai langkah-langah
yang sistematis. [8]
Jadi yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah keseuaian antara pengetahuan dengan
objek kesesuaian ini didukung dengan syarat-syarat tertentu yang oleh Jujun S. Sumantri disebut
dengan metode-metode juga didukung dengan teori yang menunjang dan sesuai dengan
bukti.Kebenaran ilmiah divalidasi dengan bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif
dilapangan. Sifat objektif berlaku umum dapat diulang melalui eksperimen, cenderung amoral
sesuai apaadanya bukan apa yang seharusnya yang merupakan ciri ilmu pengetahuan.
Lalu apakah ukuran tentang kebenaran sehingga kebenaran itu dapat diterima? Kebenaran
sangat bergantung kepada kepada metode-metode yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan. Jika yang diketahui adalah ide-ide maka pengetahuannya terdiri dari ide yang
dihubungkan secara tepat dan kebenaran merupakan saling berhubungan antara ide-ide atau
proposisi-proposisi.
Ada aliran-aliran yang menyatakan tentang kebenaran diantaanya:
1. Paham Korespondensi
Menurut paham koherensi kebenaran adalah pesesuaian antara fakta dan situasi yang ada.
Kebenaran merupakan pesesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan situasi lingkungannya.
2. Paham Koherensi
Menurut paham koherensi kebenaran bukan persusaian antara pikiran dengan kenyataan,
melainkan kesesuaian secara harmonis antara pendapat/pikiran kita dengan pengetahuan kita yang
telah dimiliki.
3. Teori Pragmatisme
Menurut paham pragmatisme kebenaran tidak dapat bersesuaian dengan kenyataan sebab kita
hanya bisa mengetahui dari pengalaman kita saja. Menurut pragmatisme teori koherensi adalah
formal dan rasional. Kebenaran menurut pragmatisme adalah suatu pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan itu bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak. Artinya
kebenaran dikatan benar jika dapat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Satu teori, pendapat,
hipotesis dapat dikatakan benar jika dapat menghasilkan jalan keluar dalam praktik atau
membuahkan hasil-hasil yang memuaskan.
Para pendukung pragmatisme menekankan kepada tiga hal: Pertama, sesuatu dikatakan benar
jika memuaskan atau memenuhi keinginan dan tujuan manusia.Kedua, sesuatu dikatakan benar
jika kebenarannya dapat dikaji dengan eksperimen. Ketiga, sesuatu itu benar jika dapat membatu
dalam perjuangan hidup bagi eksistensi manusia.[9]
Penjelasan di atas telah menguatkan bahwa kebenaran menurut masing-masing aliran
memiliki objek kajian dan tujuan yang ingin dicapai dari pengetahuan, tidak sampai disitu
kebenaran menghendaki adanya usah memperoleh pengetahuan dengan mengadakan penyesuaian,
eksperimen, dan asas fungsional dan kebutuhan manusia. Kalau dilihat dari sisi subjek yang
mencari kebenaran maka tiga hal ini yang mendasari kebenaran, pertanyaannya adalah apakah
kebenaran yang dipandang dari sudut subjektif dapat diterima? Atau apakah kebenaran yang
tumbuh dari objek yang dapat diterima? Baiklah untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut
dijelaskan pengertian masing-masing dan landasan-landasannya.
B. Kebenaran Ilmiah dari Sudut Pandang Subjektifitas
Telah diketahui kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-
syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan bukti.
Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan.
Sifat setiap ilmu adalah diidentikkan dengan dua teori yaitu “subjektifitas” dan “objektifitas”.
Subjek berkaitan dengan seseorang atau pribadi. Subjektif berkaitan erat dengan ke-aku-
an.[10]Dalam hal filsafat subjektif berkaitan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak
ukur, eksistensi, makna dan validitasnya.[11]
Dari penjelasan di atas bahwa “subjektifitas” menghendaki peranan penting dari setiap pribadi
yang menilai sendiri tentang kebenaran, artinya sesuatu dipandang benar jika didasarkan pada
pribadi atau manusia yang menilai tentang sesuatu itu. Kebenaran tolak ukurnya adalah
berdasarkan subjek, namun hal semacam ini apakah berlaku bagi kebenaran ilmiah? Sedangkan
kebenaran ilmiah sangat identik dengan syarat-syarat ilmiah menyangkut teori yang menunjang
dan sesuai dengan bukti, yang ditunjang oleh rasio dan divalidasi dengan data empirik.
margin-bottom: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 20.7pt;"> Seperti yang
dikatakan Jujun S. Sumantri kebenaran ilmiah harus didahului oleh cara/prosedur-prosedur yang
disebut metode ilmiah. Metode merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Metode ilmiah
adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan
kebenaran, juga dapat diartikan bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk
memperoleh sesuatu interelasi.
Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis,
teratur dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode
ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Berdasarkan fakta
b. Bebas dari prasangka
c. Menggunakan prinsip-prinsip analisa
d. Menggunakan hipotesa
e. Menggunakan ukuran objektif
f. Menggunakan teknik kuantifikasi.
Dengan cara kerja seperti ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan memiliki
karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah yaitu sifat rasional dan teruji yang
memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunya merupakan pengetahuan yang dapat
diandalkan.
Sifat rasional dan teruji bagi kebanaran ilmiah menghendaki adanya kebenaran hanya sesuatu
yang dapat diakalkan (logiskan) dan dapat teruji. Berari kebenaran ilmiah sangat menolak dengan
kebenaran mutlak. Sebab kebenaran ini kaitannya dengan kebenaran yang datang dari Tuhan
bersumber dari wahyu yang mengikat. Kebenaran yang rasional dan teruji akan hanya mampu
memaparkan hal-hal yang empiris.
Jika demikian di atas jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut jika dikaitkan dengan
penjelasan pengertian kebenaran ilmiah dari aspek subjektifitas belum dapat diterima karena
kebenaran ilmiah yang bermuara dari subjektifitas tidak jarang menunjukkan bukti atau tidak
sesuai dengan data empirik dan pembuktian nyata berdasarkan dengan rasa atau pribadi.
Oleh karena itu kebenaran yang sesungguhnya dalam kajian kebenaran ilmiah adalah
kebernaran yang sedikit dipengaruhi oleh unsur subjektifitas.
C. Kebenaran Ilmiah dari Sudut Pandang Objektifitas
Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-syarat ilmiah
terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah
divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan.
Kebenaran merupakan seperti penjelasan diawal adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan
objeknya. Objek adalah sesuatu yang ihwalnya diketahui atau hendak diketahui. Suatu objek yang
ingin diketahui memiliki berbagai aspek yang amat sulit untuk diungkapkan sedangkan yang
lainnya tetap tersembunyi. Sangat jelas bahwa untuk mengetahui objek secara lengkap sangat sulit.
Objek juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat dilihat secara fisik, disentuh, diindra, sesuatu
yang dapat disadari secara fisik atau mental, suatu tujuan akhir dari kegiatan atau usaha, suatu hal
yang menjadi masalah pokok suatu penyelidikan.[12]
Menurut Langeveld dalam Muhammad In’am Esha objek pengetahuan dibedakan menjadi tiga:
1. Objek empiris yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada dan dapat ditangkap oleh indra
lahir dan indra batin.
2. Objek ideal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada berkat akal.
3. Objek transendental yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada tetapi berada diluar
jangkauan pikiran dan perasaan manusia.
Kebenaran yang objektif tidak bergantung pada ada atau tidaknya pengetahuan si subjek
tentang objek, mengingat objek pengetahuan itu beraneka ragam maka tolak ukur agar kebenaran
yang menjadi syarat diterimanya pengetahuan berlainan, terhadap objek yang bersifat:
1. Empiris, ukuran kebenara adalah bukti kenyataan (faktual).
2. Ideal,ukuran kebenarannya adalah hukum pikir (rasional).
3. Transendental, ukuran kebenaran adalah rasa percaya (superrasional).
Pengetahuan adalah tanggapan subjek terhadap objek yang diketahui,dengan demikian
taggapan merupakan penilaian subjek terhadap objek. Oleh karena itu dalam hal ini kebenaran
ada dua sisi:
1. Benarnya fakta (bukti) adalah kebenaran objek (didunia luar).
2. Benarnya Ide (tanggapan adalah kebenaran subjek (didunia dalam).
Fakta bersifat objektif, sehingga fakta tidak dapat disalahkan atau dipersalahkan karena
memang demikian adanya sekalipun negatif. Oleh karena itu ada dua kemungkinan yang terjadi
yaitu faktanya benar dan tanggapan subjek benar dan faktanya benar dan tanggapan subjek salah.
Dalam kebenaran ilmiah apakah kebenaran objektif dapat diterima? Langeveld menjawab
kebenaran yang sesungguhnya tidak lepas dari gabungan subjek dan objek.
Kebenaran ini ia sebut dengan kebenaran dasar yaitu ada hubungan antara subjek dan objek.
Namun, hal ini juga dibantah, kebenaran dasar belum mencapai tingkat dijamin ilmiah. Lantas jika
kebenaran sifatnya relatif apa gunanya manusia berpengetahuan? untuk menjawab pertanyaan ini
perlu diingat kembali tentang teori pengetahuan. Teori-teori itu dapat menjadi acuan bagi
kebenaran ilmiah.
Inti dari kebenaran ilmiah adalah penjelasan tentang objek seperti apa adanya tanpa ada
pengaruh sedikitpun oleh keadaan subjek. Objek dijelaskan dibuktikan dengan nyata, dalam
keadaannya tanpa ada manipulasi atau perubahan tanggapan dari subjek. Jika terjadi manipulasi
maka hal ini jelas keuar dari koridor arti kebenaran bahwa pengetahuan tidak sesuai dengan
keadaan objek, dan ini telah terjadi kekeliruan yang jelas pengetahuan ini tidak dapat diterima.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya manusia memiliki rasa ingin tahu yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut
fitrah. Keingintahuan manusia tentang segala hal menjadi dasar bagi manusia untuk
berpengetahuan. Aspek filsafat yang membahas tentang pengetahuan
disebut epistimologi. Epistemologi berasala dari bahasa yunani episteme (pengetahuan).
Pengetahuan identik dengan kebenaran.
Kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan objek. Pengetahuan yang tidak
sesuai dengan objek dipandang “keliru”. Objek adalah segala hal yang dapat diraba, disaksikan,
suatu yang menjadi kajian. Objek yang dikaji memiliki aspek yang banyak dan sulit disebutkan
dengan serentak. Kenyataannya manusia (subjek) hanya mengetahui beberapa aspek dari objek.
Kebenaran ilmiah menghendaki adanya pengetahuan dapat diterima, karena kebenaran ilmiah
muncul melalui syarat-syarat ilmiah, metode ilmiah, didikung teri yang menunjang serta
didasarkan kepada data empiris dan dapat dibuktikan. Sangat rasional jika kebenaran yang
semacam ini meghedaki adanya objek dikaji apa adanya tanpa ada campur tangan subjek. Dalam
hal ini kebenaran ilmiah dibangi menjadi:

1. Benarnya fakta (bukti) adalah kebenaran objek (didunia luar).


2. Benarnya Ide (tanggapan adalah kebenaran subjek (didunia dalam).
Fakta bersifat objektif, sehingga fakta tidak dapat disalahkan atau dipersalahkan karena
memang demikian adanya sekalipun negatif. Oleh karena itu ada dua kemungkinan yang terjadi
yaitu faktanya benar dan tanggapan subjek benar dan faktanya benar dan tanggapan subjek salah.
Artinya kebenaran ilmiah adalah menghendaki adanya pengetahuan yang dihasilkan dapat
diandalkan karena kebenaran ilmiah melalui berbagai proses, metode, hipotesa dan sampai kepada
kesimpulan.
B. Saran
Dalam hal ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan makalah ini
dengan berbagai pengetahuan yang dimiliki. Penulis juga berpendapat bahwa pengetahuan yang
identik dengan kebenaran menjadi dasar bagi kita untuk mencari pengetahuan yang benar-benar
sesuai dengan objek yang dikaji, sehingga kita semakin kritis dan kebenaran yang kia miliki dapat
menjadi dasar dalam segala hal lalu dapat diandalkan.
Namun, menyadari bahwa penulis adalah manusia biasa oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun, agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Atas kritik dan saran
yang diberikan diucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Lihat Al-Qur’an Al-Karim
Asmoro, Achmadi, Filsafat Umum, PT. Rajagrafindo Persada, 2005

Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, PT. Kanisius, 2000

Louis O Kattsoff, Element Of Philosophy, diterjemahkan oleh Soejono Soemargono, Pengantar filsafat,
PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta: 1996.

Hardono Hadi, Jati diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead, PT. Kanisius, Yogyakarta:
1996.

Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional, PT. Karya Harapan, Surabaya: 2005.

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu: Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk-Beluk Sumber dan Tujuan
Ilmu Pengetahuan, PT. Pustaka Setia, Bandung: 2009.

Jujun S. Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, PT. Sinar Harapan, Jakarta: 1998.

Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, PT. Alfabeta, Bandung: 2008.

Muhammad In’am Esha, Menuju Pemikiran Filsafat, UIN Maliki Press, Malang: 2010.

Anda mungkin juga menyukai