Anda di halaman 1dari 8

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI

VOLUME 2 NOMOR 2, MARET 2015

LAPORAN KASUS

Tata Laksana Pasien Neurotoksik Snake Bite


di Perawatan Intensif

Audhiaz Marthysal, *Untung Widodo,*Pandit Sarosa


Peserta Didik Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/
RSUP Dr. Sardjito
*Konsultan Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Pasien laki-laki usia 29 tahun masuk perawatan ICU dengan permasalahan penurunan kesadaran dan
apneu setelah diketahui tergigit oleh ular, pasien didiagnosa dengan neurotoksik snakebite. Pasien
dilakukan tindakan intubasi dan stabilisasi respirasi dengan pemasangan ventilator mode disesuaikan
dengan kebutuhan. Pasien mendapat pertolongan pertama di rumah sakit sebelumnya dengan dilakukan
pemberian anti bisa ular, bentuk dan jenis ular tidak diketahui. Setelah di RSUP Sardjito pasien di rawat
di ICU selama 13 hari. Selama di ICU manajemen yang dilakukan berupa monitoring hemodinamik dan
respirasi, manajemen luka gigitan, manajemen tetraparese dengan menggunakan reversal pelumpuh otot.
Permasalah yang timbul selama perawatan berupa pneumonia akibat penggunaan ventilator yang lama,
kultur darah dan sputum, perubahan komponen metabolik seperti elektrolit dan albumin. Pasien keluar
perawatan ICU dengan perbaikan dari parese otot pernapasan, ekstrimitas, dan komponen metabolik
lainnya.

ABSTRACT
A 29 year old male patient admitted to ICU after diagnosed with neurotoxic snakebite with difficult of
breathing complaint. . Patien got first care at district hospital. Patient got resuscitated, intubated, and
anti venom had been admitted. Patient referred to RSUP Sarjito and admitted to ICU for 13 days.. The
ICU management goal is to maintain respiratory and stabilized hemodynamic, wound treatment, and
muscular block reversal usage. Paitent problem at ICU was pneumonia and sepsis due to prolong ventilator
application. After 13 days care, patient had been showing improvement, breathing problem were diminished
and metabollic parameters improved.

A. PENDAHULUAN dinilai luas dari luka gigitan ular dan diameter


Penyakit akibat gigital ular atau “snake inflamasi yang diakibatkan oleh gigitan ular
bite” merupakan kejadian yang cukup sering tersebut. Pemeriksaan ini harus diulang selama
ditemukan pada lingkungan tertentu dan biasanya 2 hingga 4 jam untuk menilai secara kuantitatif
berhubungan dengan pekerjaan tertentu, dan perubahan yang terjadi akibat gigitan ular.
terutama pada area pedesaan di negara-negara Prosedur ini sangat bermanfaat selama 12 hingga
berkembang. (2) 24 jam untuk dapat menilai kerusakan jaringan
Dalam memeriksa pasien yang tergigit local dan pemberian antivenom. (2)
ular, pemeriksa harus menemukan bekas tanda Didalam bisa ular terdapat kandungan yang
gigitan ular. Penemuan bekas gigitan ular toksis maupun yang tidak toksis yang di produksi
harus digambarkan selama pasien dilakukan oleh struktur glandular homolog yang berjalan
pemeriksaan. Untuk luka pada ekstrimitas harus menuju glandula salivatorius pada ular. Beberapa

43
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

komponen yang terdapat pada bisa ular dapat Manifestasi kardiovaskuler pada pasien
dilihat dari tabel 1.(1) dengan luka gigitan yang berat dapat berupa syok.
Syok yang terjadi dapat berupa syok hipovolemia
Tabel 1. Beberapa komponen dalam bisa ular dengan disertai peningkatan permeabilitas
• Protein pembuluh darah terhadap sel darah merah dan
• Enzym
plasma. Pada pasien yang ditemukan terdapat
o Thrombin-like enzymes
o Phospholipase A2, B, dan C tanda-tanda terjadinya hemokonsentrasi,
o Collagenase perubahan koagulasi dan asidemia dengan cepat
o L-Amino-acid oxidase
o Phosphodiesterase
dapat dicurigai bahwa racun sudah masuk kedalam
o Accetlcholinesterase pembuluh darah. Perubahan pada resistensi
o Proteolytic enzymes pembuluh darah juga akan memperburuk kejadian
o Prothrombin activators
o Myotoxin-a hipotensi yang sudah ada; sehingga resusitasi cairan
o Factor V, IX, dan X activator merupakan prioritas utama pada pasien syok yang
o Ribonuclease 1 diakibatkan oleh gigitan ular. Sebagai tambahan
o 5’-nucleosidase
• Peptides syok akibat keracunan bisa ular tidak dapat
• Electrolytes dicegah atau disembuhkan dengan pemberian
• Carbohydrates
kortikosteroid ataupun pemberian antivenom.
• Lipids
• Amino acids Sehingga penanganan berupa pemberian cairan
• Metal dengan cepat terutama cairan kolid merupakan
metode yang efektif untuk mengembalikan volume
Bisa ular terutama ular jenis viper merupakan didalam pembuluh darah. (2)
bisa ular yang sangat kaya akan protein, beberapa Prinsip penanganan gigitan ular meliputi
mengandung zat yang bekerja mirip dengan tatalaksana kausatif, tatalaksana suportif dan
thrombin. Berdasarkan temua pada pasien yang pemcegahan komplikasi. Tatalaksana kausatif
terkena bisa ular tersebut akan menimbulkan berupa pemberian anti bisa ular spesifik.
gangguan koagulopati dengan cara melakukan Tatalaksana Suportif yaitu mempertahankan
deplesi pada sirkulasi fibrinogen, terutama fungsi kardioresiprasi berupa bantuan patensi jalan
pada jalur proteolysis subunit A-alfa dan beta. nafas, terapi nafas artifisial, dan menjaga stabilitas
Hipofibrinogenemia akibat gigitan ular mungkin hemodinamik. Pencegahan komplikasi utamnya
akan terjadi sangat lama sama seperti kejadian mencegah terjadinya kejadian tetanus dan infeksi.
DIC (disseminated intravascular coagulation) yang
dapat menimbulkan perdarahan yang banyak B. LAPORAN KASUS
hingga kematian. (1) Nama : Tn.
Untuk dapat menghitung kuantitas dan SRM : 01.71.40.05
kualitas bisa ular dapat dihitung berdasarkan Alamat : Donomerto Donomulyo nanggulan
berat bisa ular apabila sudah dikeringkan (untuk RT.007/ RW. 022. Donomulyo,
pemeriksaan kuantitas) di laboratorium, sehingga Naggulan
toksisitas bisa dihitung berdasarkan milligram TTL : Kulon Progo, 12-07-1985
bisa ular per kilogram berat badan yang dapat Pekerjaan : Petani
menyebabkan kematian pada 50% binatang
percobaan. Bisa ular memiliki berbagai macam Keluhan utama :
komponen, kebanyakan bisa ular mengandung Kesadaran menurun dan tidak dapat bernapas
beberapa jenis metalloproteinases yang dipercaya setelah tergigit ular
memiliki kontribusi dalam kerusakan jaringan
pada daerah bekas gigitan ular dan juga dapat
menyebabkan perdarahan sistemik. (2)

44
Tata Laksana Pasien Neurotoksik Snake Bite di Perawatan Intensif

Riwayat Pasien Sekarang : oleh triase RSUD Wates kemudian pasien di rujuk
Menurut pengakuan pasien kepada keluarga, ke RSUP dr. Sardjito.
11 jam sebelum masuk rumah sakit pasien tergigit Sesampai RSUP dr. Sardjito pasien
ular pada saat bekerja di sawah. Jenis ular tidak dimasukkan ke ruang resusitasi (RES) dan
diketahui, terdapat perdarahan pada luka bekas mendapatkan terapi ATS 1 amp IM, SABU 5 vial
gigitan dan tidak nyeri pada jari yang tergigit. dalam D5 500cc, Ceftriaxone 1 gr/12 jam, fentanyl
Setelah 4 jam seajk tergigit, pasien mengeluhkan titrasi, omeprazol 40 mg/24 jam. Mendapatkan
mual dan disertai dengan muntah berbuih perawatan di RES selama 12 jam dikarenakan ICU
berwarna putih, nafas terasa sesak sehingga pasien penuh, kemudian pasien di masukkan kedalam
dibawa ke RSUD Serang. Pasien mendapatkan perawatan ruang Intermediate Care (IMC). Selama
terapi Serum Anti Bisa Ular 2 Ampul, Anit Tetanus perawatan di IMC pasien mendapatkan terapi
Serum 1500 IU + Dexamethason 1 Ampul (5mg) ceftriaxon 1 gr/12 jam, omeprazol 40 mg/24 jam,
+ Epinephrin. Setelah mendapatkan terapi pasien fentanyl titrasi, methylprednisolon 62,5 mg/8 jam
di rujuk ke RSUD Wates, sesampai RSUD wates dan mecobalamin 1 gr/12 jam. Kemudian pasien
kesadaran sudah menurun dan disertai dengan alih rawat ke ICU setelah 7 jam di rawat di IMC.
kejang sebanyak 1 kali, sehingga dilakukan intubasi

Pemeriksaan Fisik :
Tanda Vital GCS :E3 M3 VT
TD: 170/96 mmHg
HR : 103 x/menit
RR : 16 x/menit (on vent)
SpO2: 100%
Kepala Conjungtiva anemis (CA)-/-. Skelara Ikterik (SI)-/-, Terpasang ETT no:7.0 kedalaman 22 cm,
NGT (+)
Thorax I : Gerakan dinding dada kanan = kiri (on ventilator)
P : tidak dapat dilakukan
P : batas paru-jantung dan paru-hepar normal
A : suara paru vesikuler, rhonki basah pada derah basal paru kanan dan kiri, wheezing tidak
ada. Suara jatung 1 dan 2 normal, tidak ditemukan bising jantung
Abdomen Tidak distended, bising usus < 8 x menit
Ekstrimitas Bekas luka gigitan a/r digiti 2 manus sinistra, edema non-pitting (+), capillary refill time (CRT)
< 2 detik, perdarahan tidak ada,hemato tidak ada, gangrene tidak ada
Lemah anggota gerak atas dan bawah

Pemeriksaan Penunjang :
11/01/2015 GDS : 115 AL : 14.40 PO2 : 165.5
Na : 134 AE : 4.67 PCO2 : 38.1
K : 4.0 AT : 168 pH : 7.35
Cl : 101 Hb : 14.7 SO2 : 99.4
Ht : 44.7 HCO3 : 20.7
PPT : 14.4 BE : - 4.4
K-PPT: 14.1 AaDO2: 109.3
INR : 1.05 FiO2 : 0.5
APTT: 25.5 Baro : 751.2
K-APTT: 32.5

Diagnosa :
• Neurotoxic Snakebite
• Tetraparesis e.c snakebite

45
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

Tata Laksana :
• Stabilisasi jantung paru
• Cegah infeksi nosokomial dengan pemberian antibiotik profilaksis
• Rencanakan pemberian cholinesterase inhibitor (neostigmine/prostigmin)
• Monitoring hemodinamik
• Manajemen luka

Manajemen Harian
Hari / Tanggal Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang Diagnosa dan Terapi Masalah
Minggu, 11- S: - Diagnosa: • Penurunan
01-15 O: KU: tersedasi - Neurotoxic Snakebite Kesadaran
Pukul 14.45 TD 170/96 mmHg HR 103x/m RR 16x/m SpO2 : - Tetraparesis e.c snakebite • Reflek otot
WIB 100% Manajemen: pernapasan
Hari ke 0 Kepala: terpasang ET no 7.5 on ventilator • Posisi supine head up 30-40 berkurang
Thoraks: • Cek darah lengkap • Tetraparese
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) • Cek foto thorax AP
Paru: Suara nafas vesikuler ronki +/+ wheezing • Balance cairan -500 s/d 0 cc
-/- • Parenteral RL 1000 cc/24 jam
Abdomen : tidak distended, BU <8 x/m • Uji air
Ekstremitas: tetraparese, CRT < 2 detik • Cek residu apabila < 50 cc
• Diet TKPT 8x 150 ml
Lab: Terapi :
PO2 : 132.2 • Ceftriaxon 1 gr/12 jam
PCO2 : 43.1 • omeprazol 40 mg/24 jam
pH : 7.40 • fentanyl titrasi
SO2 : 98.9 • methylprednisolone 62.5 mg/8
HCO3 : 25.9 jam
BE : 0.9 • mecobalamin 1 gr/12 jam
AaDO2 : 172.8
FiO2 : 0.5
Baro : 751.5
Temp : 36.6

Roentgen thoraks:

Bronchopenumonia
Besar cor normal
Terpasang ETT dengan ujung distal di proyeksi
airway setinggi VTh III

Selasa S: - Diagnosa: • Reflek otot


13-01-15 O: KU: somnolen - Mechanical ventilation e.c pernapasan
Pukul 07.00 TD 144/79 mmHg HR 115x/m RR 16x/m SpO2 : penurunan kesadaran tanpa berkurang
Perawatan 100% Temp 38 Celcius lateralisasi • Tetraparese
hari ke-2 Kepala: terpasang ET no 7.5 on ventilator - Neurotoxic Snakebite • Hipersalivasi
Thoraks: - Tetraparesis e.c snakebite • Tanda-tanda
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Manajemen: sepsis
Paru: Suara nafas vesikuler ronki +/+ wheezing • Posisi supine head up 30-40
-/- • Cek AGD, GDS, Elektrolit, Bun,
Abdomen : tidak distended, BU <8 x/m cret
Ekstremitas: tetraparese, CRT < 2 detik • Balance cairan -500 s/d 0 cc
• Parenteral RL 500 cc/24 jam
Lab : • Diet TKPT 8x 150 ml
Bun : 15 • Suction berkala
Cret : 0.73 • Oral hygiene dengan
GDS : 178 menggunakan chlorhexidine
CK/CPK : 92 0,2% tiap 8 jam
CKMB : 88 Terapi :
Na : 132 • Ceftriaxone
K : 4.59 1 gr/8 jam
Cl : 98 • Omeprazol
Al : 15.22 40 mg/14 jam
AE : 4.71 • fentanyl titrasi
AT : 156 • methylprednisolon
Hb : 15.1 62,5 mg/8 jam
Ht : 44.8 • mecobalamin 1gr/12 jam
PO2 : 59.4 • thiamin 50 mg/24 jam
PCO2 : 43.5 • Mestinon 60 mg/6 jam
pH : 7.45 • Alinamin F 25 mg/12 jam
SO2 : 90.0
HCO3 : 29.2
BE : 4.5
AaDO2 : 174.2
FiO2 : 0.4
Baro : 752.1
Temp : 37.4

46
Tata Laksana Pasien Neurotoksik Snake Bite di Perawatan Intensif

Hari / Tanggal Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang Diagnosa dan Terapi Masalah

Kamis S: sesak, sulitbernapas Diagnosa: • Reflek otot


15-01-15 O: KU: composmentis - Mechanical ventilation e.c pernapasan
Pukul 07.00 TD 129/79mmHg HR 107x/m RR 26 x/m SpO2 : penurunan kesadaran tanpa berkurang
Perawatan 98 % Temp : 37.6 Celcius lateralisasi • Tetraparese
hari ke-4 Kepala: terpasang ET no 7.5 on ventilator - Neurotoxic Snakebite • Hipersalivasi
Thoraks: - Tetraparesis e.c snakebite • Sepsis
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) - HAP • Pneumonia
Paru: Suara nafas vesikuler ronki +/+ wheezing - Sepsis • Hipoalbumi-
-/- - Hipoalbuminemia nemia
Abdomen : tidak distended, BU <8 x/m - Edema Pulmo dextra
Ekstremitas: tetraparese, CRT < 2 detik Manajemen:
• Posisi supine head up 30-40
Lab: • Cek AGD, GDS, Elektrolit, darah
Al : 9.31 rutin
AE : 4.22 • Balance cairan -500 s/d 0 cc
AT : 133 • Parenteral RL 500 cc/24 jam
Hb : 13.7 • Diet TKPT 8x 150 ml
Ht : 45.1 • Suction berkala
GDS : 170 • Oral hygiene dengan
Na : 138 menggunakan chlorhexidine
K : 4.28 0,2% tiap 8 jam
Cl : 102 • Ganti ETT
PO2 : 57.2 Terapi :
PCO2 : 58.3 • Ceftazidime
pH : 7.42 • 1 gr/8 jam
SO2 : 83.5 • Omeprazol
HCO3 : 37.3 • 40 mg/14 jam
BE : 11.8 • fentanyl titrasi
AaDO2 : 519.3 • methylprednisolon
FiO2 : 0.9 • 62,5 mg/8 jam
Baro : 753.7 • mecobalamin 1gr/12 jam
Temp : 37.5 • thiamin
• 50 mg/24 jam
Rontgen thorax: • Mestinon
• 60 mg/6 jam
Oedema Pulmonum • Alinamin F
Pneumonia Dextra • 25 mg/12 jam
Besar Cor Normal • Midazolam 1-2 mg/jam
Terpasang ETT dengan ujung distal di proyeksi
airway setinggi VTh III

Sabtu S: sesak, sulit bernapas Diagnosa: • Reflek otot


17-01-15 O: KU: composmentis - Mechanical ventilation e.c pernapasan
Pukul 07.00 TD 143/74 mmHg HR 107x/m RR 26 x/m SpO2 : penurunan kesadaran tanpa berkurang
Perawatan 98 % Temp : 37.6 Celcius lateralisasi • Tetraparese
hari ke-6 Kepala: terpasang ET no 8.0 on ventilator - Neurotoxic Snakebite • Hipersalivasi
Thoraks: - Tetraparesis e.c snakebite • Sepsis
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) - HAP • Pneumonia
Paru: Suara nafas vesikuler RBK +/+ wheezing -/- - Sepsis • Hipoalbumi-
Abdomen : tidak distended, BU <8 x/m - Hipoalbuminemia nemia
Ekstremitas: tetraparese, CRT < 2 detik - Edema Pulmo dextra • Hiperglikemia
Manajemen:
Lab: • Posisi supine head up 30-40
Alb : 2.44 • Cek AGD, GDS, Elektrolit,
GDS : 201 albumin, darah rutin,
Na : 139 • Balance cairan
K : 4.24 • -500 s/d 0 cc
Cl : 102 • Parenteral RL 500 cc/24 jam
Al : 16.31 • Diet TKPT 8x 150 ml
AE : 4.32 • Suction berkala
AT : 172 • Oral hygiene dengan
Hb : 13.7 menggunakan chlorhexidine
Ht : 41.6 0,2% tiap 8 jam
PO2 : 57.6 Terapi :
PCO2 : 46.3 • Ceftazidime
pH : 7.45 1 gr/8 jam
SO2 : 88.2 • Levofloxacin 750 mg/24 jam
HCO3 : 31.5 • Omeprazol
BE : 6.6 40 mg/14 jam
AaDO2 : 244.4 • fentanyl titrasi
FiO2 : 0.5 • methylprednisolon
Baro : 752.3 62,5 mg/8 jam
Temp : 37.2 • mecobalamin 1gr/12 jam
• thiamin 50 mg/24 jam
• Bio ATP 3x1
• Midazolam 1-2 mg/jam
• Furosemid 20 mg/8jam
• Plasbumin 20% /24 jam

47
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

Hari / Tanggal Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang Diagnosa dan Terapi Masalah
Jumat S: sesak berkurang, belum dapat menelan Diagnosa: • Tetraparese
23-01-15 dengan baik - Neurotoxic Snakebite • Hipersalivasi
Pukul 07.00 O: KU: composmentis - Tetraparesis e.c snakebite • Hipoalbumi-
Perawatan TD 153/81 mmHg HR 104x/m RR 19 x/m SpO2 : - HAP nemia
hari ke-12 99 % Temp : 36,4 Celcius - Hipoalbuminemia • Hiperglikemia
Kepala: terpasang ET no 8.0 on ventilator - Edema Pulmo dextra • hiperkarbia
Thoraks: Manajemen:
Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) • Posisi supine head up 30-40
Paru: Suara nafas vesikuler Rhonchi -/- wheezing • Cek AGD, GDS, Elektrolit,
-/- albumin, darah rutin,
Abdomen : tidak distended, BU <8 x/m • Balance cairan
Ekstremitas: tetraparese, CRT < 2 detik -500 s/d 0 cc
• Parenteral RL 500 cc/24 jam
Lab: • Diet TKPT 8x 150 ml
GDS : 124 • Suction berkala
Na : 132 • Oral hygiene dengan
K : 4.51 menggunakan chlorhexidine
Cl : 98 0,2% tiap 8 jam
AL : 14.92 Terapi :
AE : 4.56 • Ceftazidime
AT : 334 1 gr/8 jam
Hb : 14.6 • Levofloxacin 750 mg/24 jam
Ht : 42.8 • Omeprazol
PO2 : 58.9 40 mg/14 jam
PCO2 : 39.0 • Mestinon 60 mg/6 jam
pH : 7.48 • Ambroksol 30 mg/8 jam
SO2 : 99.1 • Amlodipine 10 mg/24 jam
HCO3 : 26.4 • Valsartan 80 mg/24 jam
BE : 3.8
AaDO2 : 235
FiO2 : 0.9
Baro : 753.8
Temp : 36.8

C. PEMBAHASAN tipe beta mengandung 120 – 140 asam amino dan


Neurotoksin subunit fosfolipase A.[5]
Toksin polipeptida merupakan molekul dengan Adapun bentuk gejala neurologis pada pasien
berat jenis rendah (low molecular weight), protein yang terkena gigitan ular bisa berupa pusing,
non-enzimatik dan hanya ditemukan pada bisa ular parastesia, abnormalisasi pada sistem penciuman
tipe elapid. Racun tipe posinaptik (curaremimetic) dan pengecap, ptosis, oftalmoplegia eksternal,
atau α-neurotoksin baik yang tipe pendek (asam paralisis dari otot-otot wajah dan otot-otot yang
amino 60-62) atau panjang (asam amino 66-74) berinervasi dengan saraf kranial, mengeluarkan
seperti α-bungarotoksin dan cobrotoksin. Jenis suara sengau atau afonia, regurgitasi melalui
racun ini berikatan dengan komponen α1 yang hidung, susah untuk menelan airludah, dan paralisis
beradap pada reseptor nikotinik asetilkolin pada dari sistem pernapasan.[5]
motor end-plate dari otot skeletal, sehingga pada Lemahnya sistem neuromuskuler terutama
akhirnya akan mengakibatkan paralisis flasid yang berhubungan dengan blokade non-
generalisata dan kematian akibat lemahnya otot depolarisasi post-sinaptik memiliki kesamaa
pernapasan dan bulbar.[5] patofisiologi dengan myasthenia, dan secara
teoritis sangatlah masuk akal penggunaan
Paralisis neuromuskuler inhibitor asetilkolin (AChEIs) sangat efektif untuk
Komposisi bisa ular (berat kering) mengandung tatalaksana neurotoksis akibat bisa ular. Akan
protein lebih dari 90%. Setiap bisa ular tetapi efektifitasnya masih menjadi kontroversi.[2]
mengandung lebih dari 100 jenis protein : enzim, Kematian akibat aspirasi, obstruksi jalan napas
toksin polipeptida non-enzimatik, dan protein atau gagal nafas sering ditemukan pada pasien
non-toksis seperti nerve growth factor. Racun jenin dengan gangguan neurologis akibat gigitan ular.
venom polypeptide toxins merupakan neurotoksin Jalan napas harus tetap terjaga bebas dari secret
yang menyerang jaras pos-sinaptik. Racun dari faring atau bebas dari dari obstruksi lidah yang
pos-sinaptik tipe alfa berikatan pada reseptor menutup jalan napas.
asetilkolin pada motor endplate. Sedangkan yang

48
Tata Laksana Pasien Neurotoksik Snake Bite di Perawatan Intensif

Pemberian Antibisa Ular (ABU) luka dan pemberian antibiotic preventif juga
Pemberian antibisa ular (ABU) seharunya dapat digunakan untuk mengurangi multiplikasi
diberikan kepada pasien yang diperhitungkan bakteria seperti penggunaan obat metronidazole
dengan pemberian ABU dapat meberikan 500 mg tiap 8 jam atau benzylpenicillin (golongan
keuntungan yang lebih banyak dibandingkan penisilin).[6,7]
dengan resiko itu sendiri. Dikarenakan ABU Pada pasien yang tidak ditemukan riwayat
persediannya sangat terbatas dan sangat jarang jelas apakah sudah diberikan antibisa ular atau
ditemukan pemberian ABU harus digunakan sesuai tidak pada saat pasien tersebut di bawa ke rumah
kebutuhan. sakit, sebaiknya pasien dilakukan observasi selama
Masih banyak pertanyaan yang belum 24 jam. Setiap jam dilakukan penilaian perihal
terjawab berhubungan dengan penggunaan gejala, derajat kesadaran, apakah ditemukan
antibisa ular pada tatalaksana neurotoksisitas, ptosis, pemeriskaan nadi dan irama nadi, tekanan
dan hasil penelitian tentang obat tersebut. Hanya darah, rasio pernapasan, atau perluasan bengkak
sedikit dokumentasi tentang penelitian yang pada luka yang terjadi. [5]
menunjukkan keuntungan dari pemberian antibisa Adapun indikasi untuk diberikan antibisa ular
ulara pada neurotoksisitas. Bahkan pada beberapa apabila ditemukan :
hasil penelitian keuntungan yang dihasilkan dari 1. Abnormalitas pada sistem hemostatic :
pemberian antibisa ular hanya pada beberapa ditemukan perdarahan spontan, waktu
pasien saja. Sangat berbeda dengan hasil dari pembekuan darah memanjang dan
kebanyakan laporan penelitian yang menyatakan meningkatnya FDP dan D-Dimer, serta
bahwa tidak ada keuntungan dari pemberian trombositopenia.
antibisa ular pada kejadian neurotoksitas.[2] 2. Abnormalitas pada otot jantung : seperti
ditemukan hipotensi, syok, gambaran
Tata laksana EKG yang abnormal, dan aritimia jantung.
Pasien dengan kemungkinan tergigit ular 3. Gejala neurotoksisitas seperti paralisis
merupakan suatu keadaan gawat darurat. dan fasikulasi
Pengambilan anamnesis, temuan tanda dan 4. Rabdmiolisis umum
gejala harus didapatkan dengan cepat sehingga Pemberian antibisa ular dapat dihentikan atau
penatalaksanaan pada pasien tersebut tepat guna. dikatakan selesai setelah ditemuakn reaksi awal
Adapun pertanyaan utama yang perlu didahulukan (anafilaktik), pirogenik, atau lambat.
pada pasien dengan riwayat tersebut adalah [5]: Penatalaksanaan suportif pada pasien yang
• Di daerah mana / bagian tubuh mana yang terkena gigitan ular selain pemberian antibisa
terkena gigitan? ular yaitu mempertahankan jalan napas dan
• Kapan terkena gigitan tersebut? memberikan terapi napas artificial atau bantuan.
• Dimana tempat pada saat tergigit dan Pemberian obat-obatan antikolinesterasi dapat
bagaimana bentuknya? memberikan reaksi yang cepat dan penyembuhan
• Apa yang kamu rasakan sekarang? sistem transmisi neuromuscular.
Jika tidak ditemukan bentuk dan jenis ular Kejadian hipotensi maupun syok hipovolemik
yang menggigit si pasien dan jika tidak diketahui tidak ditemukan pada pasien ini. Adapun apabila
apakah pasien tersebut tergigit ular yang berbisa ditemukan hipotensi yang diakibatkan oleh
atau tidak, pasien dapat diberikan booster dari hypovolemia dapat dilakukan pemberian cairan
toksoid tetanus.[5] intravaskuler. Pada beberapa keadaan pemberian
Adapun tatalaksana untuk pencegahan dopamine 2,5 mcg/kg dapat digunakan sebagai
tetanus akibat gigitan ular dapat digunakan tetanus tatalaksana pasien yang terkena bisa ular.
immunoglobulin (human tetanus Ig 150 IU / kgBB i.m
atau equine tetanus Ig 104-106 IU i.m). pembersihan

49
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

D. KESIMPULAN Parrillo E. Joseph, Dellinger R. Phillip. Critical


Telah dilaporkan manajemen perawatn intensif Care Medicine, Principles of Diagnosis and
pada pasien laki-laki 30 tahun dengan gigitan Management in The Adult 3rd Edition. Mosby
ular. Pasien dengan masalah awal penurunan Elsevier. Philadelphia. 2008; p.1487-90.
kesadaran, penurunan reflek otot pernapasan, 2. Ranakawa K. Udaya, Lallo G. David, De Silva H.
tetraparese akibat gigitan ular. Selama di ICU Janaka. Neurotoxicity in snakebite – the limits
masalah yang muncul adalah sepsis, pneumonia, of our knowledge. PLOS neglected tropical
hipoalbuminemia,hiperglikemia. Setelah perawa- disease journal. 2013;17. p. 1 – 18
tan selama 13 hari pasien mengalami perbaikan 3. Warrel A. David. Snake Bite. Journal the lancet.
klinis dan parameter metabolik. 2010;375. p. 77 – 88
Manajemen Pasien Gigitann Ular memerlukan 4. Warrel A. David. Guidelines for the
perhatian khusus. Perawatan pasien korban gigitan management of snake-bites. WHO library
ular melingkupi penatalakasaan kausatif, suportif cataloguing. 2010. p. 1 – 151
dan penanganan komplikasi. Penatalaksanaan 5. Warrel A. David. Chapter 31: Venomous and
gigitan ular tidak lepas dari toksikologi bisa ular, poisonous animals. Dalam buku Cook C.
gambaran klinis pasien, tatalaksana suportif Gordon, Zumla I. Alimuddin. Tropical Diseases
penunjang kehidupan, dan tatalaksanan komplikasi 22th edition. Saunders Elsevier. 2009 p. : 557 –
yang dilakuakn di ruang intensif. 600
6. Gill Geoff, Beeching Nick. Lecture notes Tropical
DAFTAR PUSTAKA Medicine 6th edition. Wiley-Blackwell. 2009.
1. Subramania Sanjay, Farmer J. Christopher, p.272 – 274
McFaden Christopher. Hypothermia, 7. Cuanha A. Burke. Antibiotic Essentials 7th
Hyperthermia and Rhabdomyolysis. In . edition. Physicians Pers. 2008

50

Anda mungkin juga menyukai