Anda di halaman 1dari 15

Tatalaksana Non-Shockable

Rhythm: PEA dan Asystole


Untuk dokter umum di Instalasi Gawat
Darurat, pasien henti jantung akut
dapat dikelompokkan menjadi
shockable vs non-shockable. Hal ini
berkaitan dengan tatalaksana pasien
selanjutnya, apakah akan dilakukan
defibrilasi dengan alat defibrilator atau
akan mendapatkan tatalaksana sesuai
algoritma non-shockable cardiac arrest.
Tatalaksana pasien shockable (VT dan VF) telah
dijelaskan pada artikel sebelumnya, sehingga
artikel ini akan fokus pada tatalaksana pasien
henti jantung yang non-shockable (PEA dan
Asystole).
Diagnosis dan Tatalaksana Pulseless
Electrical Activity
Aktivitas Listrik Tanpa Denyut (Pulseless Electrical
Activity/PEA) adalah suatu keadaan dimana masih
terdapat aktivitas listrik jantung, tanpa disertai
respon mekanik jantung berkontraksi untuk
menghasilkan denyut yang teraba atau tekanan
darah yang terukur.
Hal ini ditandai dengan adanya gambaran
aktivitas listrik pada monitor EKG, tetapi pasien
tidak sadar, tidak bernafas, dan tidak ditemukan
denyut nadi pada perabaan arteri karotis. Pada
keadaan ini ventrikel masih berkontraksi tetapi
tidak cukup kuat menimbulkan pulsasi yang dapat
diraba.

Diagnosis Pulseless Electrical Activity


Diagnosis PEA ditegakkan dengan pemeriksaan
klinis yang khas. Pada pasien PEA sering
ditemukan adanya penurunan kesadaran tiba-
tiba, henti nafas dan tidak ada denyut nadi.

Gambaran EKG 12 lead dapat menunjukkan faktor


penyebab seperti hiperkalemia (peningkatan
gelombang P, blok jantung yang
komplit, ventricular escape rythm) atau infark
miokard akut. Overdosis obat tertentu seperti
antidepresan trisiklik (TCA) dapat menyebabkan
pemanjangan durasi kompleks QRS.
Tatalaksana Pulseless Electrical Activity
PEA adalah keadaan gawat darurat yang tidak
memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
lengkap. Penanganan PEA harus cepat dengan
protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku
meliputi RJP efektif pemberian obat-obatan
berupa epinefrin dan vasopressin serta
identifikasi dan penanganan penyebab.

Segera lakukan RJP sebanyak 5 siklus. RJP (30


kompresi dada: 2 ventilasi) dilakukan jika pada
pasien belum terpasang advanced airway (ETT).
Jika pada pasien telah terpasang advanced
airway, berikan ventilasi 8-10 kali/menit sambil
dilakukan kompresi dada 100 kali/menit.

Pertimbangkan pemberian obat-obatan selama


RJP. Berikan epinefrin 1 mg IV setiap 3-5 menit
atau vasopressin 40 U IV (untuk menggantikan
dosis pertama dan kedua epinefrin).

Setelah 5 siklus RJP, cek kembali irama jantung.


Tatalaksana selanjutnya sesuai dengan temuan
(Lihat Algoritma penatalaksanaan PEA).

Diagnosis dan Tatalaksana Asystole


Asistol adalah suatu keadaan dimana tidak
terdapat aktivitas listrik dan aktivitas mekanik
dari jantung (tidak terdapat frekuensi ventrikel
atau iramanya, tidak ada denyut, dan tidak ada
curah jantung).

Asistol dapat terjadi primer atau sekunder akibat


abnormalitas konduksi jantung, hipoksia jaringan
tahap lanjut dan asidosis metabolik, jarang akibat
stimulasi vagal.

Diagnosis Asystole
Diagnosis asystole ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis dan gambaran EKG yang khas.
Pada pasien asystole sering ditemukan adanya
penurunan kesadaran tiba-tiba, henti nafas, dan
tidak ada denyut nadi

Gambaran EKG menunjukkan irama: tidak terlihat


adanya aktivitas ventrikel atau < 6
kompleks/menit. Gelomng R tidak dapat
ditetapkan, terkadang terlihat gelombang P,
tetapi berdasarkan definisi gelombang R harus
tidak tampak, kompleks QRS: tidak terlihat
adanya defleksi yang konsisten
dengan suatu kompleks QRS.

Gambar EKG Asistol: tidak ada aktivitas listrik


jantung (terlihat hanya berupa garis datar)

Tatalaksana Asystole
Asistol adalah keadaan gawat darurat di mana
anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak perlu
lengkap. Penanganan asistole harus cepat dengan
protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku
meliputi RJP segera, pemberian obat-obatan
berupa epinefrin dan vasopressin (Lihat Algoritme
penatalaksanaan Asistol).

RJP dilakukan sebanyak 5 siklus, sambil


pertimbangkan pemberian obat-obatan. Setelah 5
siklus RJP, cek kembali irama jantung. Tatalaksana
selanjutnya sesuai temuan.

Dalam tatalaksana PEA dan asystole sering perlu


dipertimbangkan pemberian beberapa obat-
obatan epinefrin dan vasopresin. Tatacara
pemberian dan dosis dapat sejawat pelajari lebih
lanjut di EIMED MERAH PAPDI.

Kegawatdaruratan Fibrilasi
Ventrikel: Diagnosis Dan
Tatalaksana
Fibrilasi Ventrikel adalah suatu keadaan
dimana kontraksi otot ventrikel tidak
sinkron, tidak terorganisasi dan
frekuensinya cepat. Fibrilasi Ventrikel
merupakan keadaan terminal dari
aritmia ventrikel yang ditandai oleh
bentuk gelombang yang naik turun
dengan berbagai bentuk dan amplitudo
gelombang yang berbeda-beda, tidak
tampak kompleks QRS atau segmen ST
ataupun gelombang T.

Patogenesis Fibrilasi Ventrikel


Pada ventrikel yang terdapat daerah iskemik,
cedera, infark dapat menyebabkan terjadinya
pola depolarisasi dan repolarisasi ventrikel yang
tidak sinkron, akibatnya ventrikel tidak dapat
berkontraksi sebagai suatu kesatuan dan
menyebabkan tidak adanya curah jantung
sehingga pasien dapat menjadi tidak sadar dan
mengalami henti napas dalam hitungan detik.

Diagnosis Fibrilasi Ventrikel


Pasien Fibrilasi Ventrikel biasanya datang dengan
penurunan kesadaran tiba-tiba, henti napas, dan
tidak ada denyut nadi.

Gambaran EKG menunjukkan

1. Komplek QRS yang tidak dapat ditentukan.


Tidak ada gelombang P, QRS, atau T yang dapat
dikenali. Gelombang pada garis dasar terjadi
antara 150-500 kali/menit
2. Irama : tidak dapat ditentukan
3. Amplitudo : diukur dari puncak ke palung.
Amplitudo biasanya digunakan secara subjektif
untuk menggambarkan VF sebagai halus (puncak
ke palung 2-5 mm), medium atau sedang (5
sampai < 10 mm), kasar (10 sampai < 15 mm),
atau sangat kasar (> 15 mm).

Tatalaksana Fibrilasi Ventrikel


Fibrilasi Ventrikel (VF) adalah keadaan gawat
darurat dimana anamnesis dan pemeriksaan fisik
tidak perlu lengkap. Penanganan VF harus cepat
dengan protokol resusitasi kardiopulmonal yang
baku meliputi defibrilasi sesegera mungkin, diikuti
resusitasi jantung paru (RJP), dan pemberian
obat-obatan seperti epinefrin, vasopressin dan
amiodaron. (Lihat algoritma penatalaksanaan
VF/VT pulseless).

Penanganan utama pada VF adalah dngan


defibrilasi. Defibrilasi nonsynchronized
menggunakan energi 360 Joule gelombang
monofasik atau 120-200 Joule gelombang bifasik.
Setelah dilakukan defibrilasi. Segera lakukan
kembali RJP sebanyak 5 siklus pada pasien.

RJP (30 kompresi dada : 2 ventilasi) dilakukan jika


pada pasien belum dipasang advance airway
(ETT). Jika pada pasien telah terpasang advance
airway, berikan venyilasi 8-10 kali/menit sambil
terus melakukan kompresi dada 100 kali/menit.

RJP terus dilakukan selama resusitasi, kecuali


pada waktu analisis irama jantung, defibrilasi, dan
penilaian sirkulasi. Setelah 5 siklus RJP, cek irama
jantung pasien sesuai monitor (shockable atau
tidak shockable), selanjutnya tatalaksana sesuai
temuan.

Pertimbangkan pemberian obat selama


dilakukannya RJP. Obat-obatan selama tindakan
RJP pada pasien Ventrikel Fibrilasi dapat mengacu
pada EIMED MERAH PAPDI
Pasien henti jantung adalah "mimpi buruk" bagian sebagian besar
dokter Instalasi Gawat Darurat. Kemungkinan keberhasilan jantung
pasien "berdetak spontan kembali" tidak lebih dari 10%. Namun,
dengan Adult Cardiac Life Support yang baik,
angka keberhasilan bisa naik sampai 50%.
Pasien henti jantung, ditinjau dari ritme jantungnya
dibagi menjadi shocakable (Ventricular
Tachycardia/Ventricuar Fibrillation) dan non-shockable
(Asystole/PEA). Jika shockable, pasien sebaiknya segera
dilakukan defibrilasi, diikuti RJP sesuai algoritma. Obat-
obatan seperti epinefrin dipertimbangkan diberikan.
Takikardia vetrikel memang adalah penyebab utama
mortalitas pasien miokard infark. Namun, salah satu
kondisi henti jantung yang banyak didapatkan pada
pasien dengan healed Miocardial Infarction adalah
Takikardia Ventrikel (3%-5%).
Takikardi Ventrikel adalah takikardi dengan kompleks
QRS yang lebar yang berasal dari ventrikel, disebabkan
oleh re-entry, triggered activity, atau automaticity. Pada
takikardi ventrikel terdapat tiga atau lebih Prematur
Ventricular Contraction (PVC) atau Ventrikular
Extrasystoles (VES) dengan laju lebih dari 120 kali per
menit.

Diagnosis Pulseless Ventricular


Tachycardia
Pasien takikardia ventrikel sering datang dengan
penurunan kesadaran tiba-tiba, disertai henti nafas, dan
tidak ada denyut nadi.

EKG adalah modalitas diagnostik penting untuk


membedaka VT dan VF. Gambaran EKG takikardia
ventrikel menunjukkan disosiasi atrioventrikular,
kompleks QRS yang lebar (> 0,16 detik), perubahan
aksis, kompleks QRS 90-180 kali/menit, capture beat,
dan fusion beat, dengan morfologi: monomorfik atau
polimorfik
Tatalaksana Pulseless Ventricular
Tachycardia
Pada keadaan VT dengan tidak adanya denyut nadi
(pulseless VT) penanganan harus cepat dengan
protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku meliputi
1. Defibrilasi sesegera mungkin
2. Diikuti RJP
3. Pemberian obat-obatan seperti epinefrin,
amiodaron, dan magnesium sulfat
4. Tatalaksana penyebab (lihat algoritma
penatalaksanaan VF/VT pulseless di atas).
Tatalaksana utama pada Pulseless VT adalah dengan
defibrilasi. Defibrilasi non-synchronized menggunakan
energy 360 Joule dengan gelombang monofasik dan 120-
200 Joule dengan gelombang bifasik.

Setelah dilakukan defibrilasi, segera lakukan kembali


RJP sebanyak 5 siklus pada pasien. RJP (30 kompresi
dada:2 ventilasi) dilakukan jika pada pasien belum
dipasang advanced airway (ETT).

Jika pada pasien telah terpasang advanced airway,


berikan ventilasi 8-10 kali/menit sambil terus
melakukan kompresi dada 100 kali/menit. RJP terus
dilakukan Selama resusitasi, kecuali pada waktu analisis
irama jantung, defibrilasi, dan penilaian sirkulasi.

Setelah 5 siklus RJP, cek irama jantung pasien


(shockable atau tidak shockable), selanjutnya
tatalaksana sesuai temuan. Pertimbangkan pemberian
obat selama dilakukannya RJP. Perlu dicari faktor
penyebab yang dapat dikoreksi seperti iskemia,
gangguan elektrolit, hipotensi, asidosis.

Anda mungkin juga menyukai