PENDAHULUAN
I. DEFINISI
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) Suatu
pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun
kecatatan. Berasal dari istilah critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan
emergency patient (pasien darurat).
Penderita Gawat Darurat Penderita yang mendadak berada dalam
keadaan gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. Contoh : AMI,
Fraktur terbuka, trauma kepala.
Penderita Gawat Tidak Darurat Penderita yang memerlukan
pertolongan “ segera” tetapi tidak terancam jiwanya/menimbulkan
kecacatan bila tidak mendapatkan pertolongan segera, misalnya kanker
stadium lanjut.
Penderita Darurat Tidak Gawat Penderita akibat musibah yang
datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya,
misalnya luka sayat dangkal.
Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Penderita yang menderita
penyakit yang tidak mengancam jiwa/kecacatan, Misalnya pasien dengan
DM terkontrol, flu, maag dan sebagainya.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
2
BAB III
TATA LAKSANA
3
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d. Disability pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation , dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan
mereka (American College of Surgeons, 1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh
tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah
penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang
tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR(
assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
(Gilbert.,D’Souza., & Pletz, 2009) :
a. General Impressions
1) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
2) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b. Pengkajian Airway
1) Memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas.
2) Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
3) Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway
dan ventilasi.
4
4) Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau
dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
c. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
Sianosis
d. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang
tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera
tulang belakang dan gunakan berbagai alat bantu untuk
mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift / jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
5
Oropharyngeal airway / nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
Lakukan intubasi
6
a. Pemberian terapi oksigen
b. Bag-Valve Masker
c. Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
d. Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
V. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum
pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis:
hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena
itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan
langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian
segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac,
spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata
harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan
dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000).
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien,
antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
7
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1. Menentukan ada atau tidaknya
2. Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3. Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4. Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
8
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
1. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
2. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.