Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan rahmatnya saya
dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “Hipertiroid dalam Kehamilan”.
Referat ini saya susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan
Kandungan RS. MOHAMMAD RIDWAN MEURAKSA.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Anugrah R, Sp.OG yang telah membimbing
dan membantu saya dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini. Oleh
karena itu, saya menerima segala kritik dan masukan dengan tangan terbuka.
Akhir kata saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak
yang ingin mengetahui tentang “Hipertiroid dalam Kehamilan”.
Penyusun
BAB I
Pendahuluan
Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang ditemukan selama
kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi selama kehamilan,
menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid maternal. Hipertiroid adalah kelainan yang
terjadi ketika kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh.
(Williams Obstetrics 23rd. 2010)
Wanita hamil dengan eutiroid memunculkan beberapa tanda tidak spesifik yang mirip
dengan disfungsi tiroid sehingga diagnosis klinis sulit ditegakkan. Sebagai contoh, wanita hamil
dengan eutiroid dapat menunjukkan keadaan hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung,
takikardi ringan, dan tekanan nadi yang melebar, suatu tanda-tanda yang dapat dihubungkan
dengan keadaan hipertiroid. (Girling, Joanna. 2008, Williams Obstetrics 23rd. 2010)
Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan hipotiroidisme
pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada wanita muda dan dapat mempersulit
kehamilan. Sekitar 90% dari hipertiroidisme disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodosa
toksik baik soliter maupun multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada umumnya
ditemukan pada usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma
nodosa toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena
penyakit Grave umumnya ditemukan pada masa subur, maka hampir selalu hipertiroidisme
dalam kehamilan adalah hipertiroidisme Grave, walaupun dapat pula disebabkan karena tumor
trofoblas, molahidatidosa, dan struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum
diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa. Hipertiroidisme
lebih sering ditemukan pada wa nita daripada laki-laki dengan ratio 5:1. Kekerapannya
diperkirakan 2 : 1000 dari semua kehamilan, namun bila tidak terkontrol dapat menimbulkan
krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan kematian janin. Tiroiditis postpartum adalah
penyakit tiroid autoimun yang terjadi selama tahun pertama setelah melahirkan. Penyakit ini
memberikan gejala tirotoksikosis transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya
terjadi pada 8-10% wanita setelah bersalin. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009,
Marx, Helen, et al. 2008, Rull, Gurvinder. 2010)
Deteksi dini untuk mengetahui adanya hipertiroidisme pada wanita hamil sangatlah
penting, karena kehamilan itu sendiri merupakan suatu stres bagi ibu apalagi bila disertai dengan
keadaan hipertiroidisme. Pengelolaan penderita hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan
perhatian khusus, oleh karena baik keadaan hipertiroidismenya maupun pengobatan yang
diberikan dapat memberi pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.
BAB II
Anatomi dan Fisiologi Tiroid
Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada hampir semua sel. Hormon tiroid merangsang
kecepatan dari (1) pengeluaran glukosa hati dan utilisasi glukosa perifer, (2) metabolisme asam
lemak, kolesterol, dan trigliserida hati, (3) sintesis protein penting (pompa Na+-K+, enzim
pernapasan, eritropoietin, reseptor β adrenergik, hormon seksual, faktor pertumbuhan, dll), (4)
absorpsi karbohidrat di usus dan ekskresi kolesterol, dan (5) pengaturan fungsi reproduksi.
(Dumont, J.E., et al. 2008)
Kadar TSH turun selama kehamilan trimester pertama, berbanding dengan peningkatan
hCG. Walaupun hCG sebagai stimulan kelenjar tiroid, konsentrasi hormon tiroid bebas
(tidak terikat) pada umumnya dalam batas normal atau hanya sedikit di atas normal
selama trimester pertama. Efek perangsangan dari hCG pada kehamilan normal tidak
signifikan dan normalnya ditemukan pada pertengahan awal kehamilan. Pada awal
minggu ke-12 atau pada kondisi patologis tertentu, termasuk hipermesis gravidarum dan
tumor trofoblastik, konsentrasi hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi
keadaan hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar TSH ditekan.
(Williams Obstetrics 23rd. 2010)
b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan
Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama kehamilan, akibat peningkatan
filtrasi glomerulus (GFR). Peningkatan GFR menyebabkan meningkatnya pengeluaran
iodine lewat ginjal yang berlangsung pada awal kehamilan. Ini merupakan faktor
penyebab turunnya konsentrasi iodine dalam plasma selama kehamilan. Kompensasi dari
kelenjar tiroid dengan pembesaran dan peningkatan klirens iodin plasma menghasilkan
hormon tiroid yang cukup untuk mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang fisiologis, merupakan
kompensasi adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan iodin yang berhubungan dengan
kehamilan. (Girling, Joanna. 2008)
c. Thyroxine Binding Globulin
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG menyebabkan peningkatan
ikatan tiroksin, yang merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi fungsi tiroid selama
kehamilan. Hormon tiroid dalam serum diangkut oleh tiga protein, yaitu thyroxine
binding globulin (TBG), albumin, dan thyroxine binding prealbumin (TBPA) atau
transtiretin. Dari ketiga protein tersebut, TBG memiliki afinitas yang lebih tinggi
terhadap tiroksin. Pada pasien tidak hamil, sekitar 2/3 dari hormon tiroksin diikat oleh
TBG. Pada kehamilan normal, terjadi peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali
lipat dari normal selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini
menggambarkan peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT4) pada semua wanita
hamil, namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks tiroksin total (FTI) normal. Untuk
menjamin kestabilan kadar hormon bebas, mekanisme umpan balik merangsang
pelepasan TSH yang bekerja untuk meningkatkan pengeluaran hormon dan menjaga
kestabilan hemostasis kadar hormon bebas. Peningkatan konsentrasi TBG merupakan
efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama kehamilan. Estrogen merangsang
peningkatan sintesis TBG, memperpanjang waktu paruh dalam sirkulasi, dan
menyebabkan peningkatan konsentrasi TBG serum. Estrogen juga merangsang hati untuk
mensintesis TBG dan menyebabkan penurunan kapasitas TBPA. Pada akhirnya, proporsi
hormon tiroksin dalam sirkulasi yang berikatan dengan TBG meningkat selama
kehamilan, dan dapat mencapai 75%. Kadangkala perubahan hormonal ini dapat
membuat pemeriksaan fungsi tiroid selama kehamilan sulit diinterpretasikan. (Girling,
Joanna. 2008)
Gambar 6. Perubahan Hormon pada Kehamilan
BAB III
Hipertiroid dalam Kehamilan
III. A. Etiologi
Hipertiroid dalam kehamilan dapat berupa penyakit Graves, hiperemesis gravidarum,
tirotoksikosis gestasional sementara, dan kehamilan mola. Di antara keempat penyebab
hipertiroid dalam kehamilan, penyakit graves paling sering terjadi, sekitar 1 dari 500 kehamilan.
(Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et al. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics
23rd. 2010)
Penyakit graves merupakan kelainan autoimun kompleks dengan tanda tirotoksikosis,
oftalmopati (lid lag, lid retraction, dan eksoftalmus), dan dermopati (miksedema pretibial). Hal
ini dimediasi oleh immunoglobulin yang merangsang tiroid. Telah diamati pada pasien dengan
riwayat penyakit graves dimana cenderung terjadi remisi pada kehamilan dan relaps kembali
setelah bersalin. (De Groot, Leslie J, et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Rull, Gurvinder. 2010,
Williams Obstetrics 23rd. 2010)
Selain penyakit graves, hipertiroid dalam kehamilan juga dapat disebabkan oleh
hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan ditemukannya gejala muntah
berlebihan pada awal kehamilan yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi.
Pemeriksaan biokimia pada pasien ini menunjukkan hipertiroksinemia, dengan peningkatan
konsentrasi T4 serum dan penurunan konsentrasi TSH serum yang ditemukan pada sebagian
besar wanita hamil. Pemeriksaan TSH serum membantu untuk membedakan hiperemesis yang
berhubungan dengan hipertiroksinemia dan kemungkinan penyebab lainnya. Hipertiroksinemia
ringan biasanya bersifat sementara, menurun pada kehamilan minggu ke-18 tanpa terapi
antitiroid. Namun, hipertiroksinemia yang signifikan disertai dengan peningkatan T4 bebas dan
TSH yang rendah, dan penemuan klinik hipertiroid, memerlukan terapi obat antitiroid. (Girling,
Joanna. 2008, Williams Obstetrics 23rd. 2010)
III. C. Patogenesis
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada
kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan
pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat
dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut
TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang
sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP
dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme
kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH
yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI
selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar
batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar.
Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat
hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal.
Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot
sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan
frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal.
Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada
sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak
keluar.
IV. D. Diagnosis
IV.1 Penilaian Fungsi Tiroid pada Kehamilan
Sebagaimana diluar kehamilan, penilaian fungsi tiroid bergantung kombinasi gambaran klinis
dan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada kehamilan, kita lebih sulit mendeteksi perubahan awal
status tiroid karena sering tertutupi dengan gejala dan tanda kehamilan yang begitu beragam. Hal
ini menyebabkan penilaian sangat tergantung pada pengukuran biokimiawi.
Walaupun begitu, masih saja terdapat kesulitan dalam penentuan nilai referensi status
tiroid normal pada kehamilan. Pada awal kehamilan status tiroid ibu hamil cenderung kearah
hipertiroid sedangkan pada akhir kehamilan cenderung bergerak ke arah hipotiroid, sehingga
sangatlah penting untuk menilai status tiroid sesuai dengan umur kehamilan
Baik TSH, fT4 dan fT3 harus diperiksa saat menilai status tiroid ibu, sedangkan total T4
dan total T3 tidak boleh digunakan. Berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan penilaian
status ini juga harus diperhatikan misalnya suplemen kalsium dan besi yang sering dikonsumsi
wanita hamil juga dapat menurunkan absorbsi T4, muntah dapat menyebabkan absorbsi
menurun. Sebaliknya TSH dapat tetap rendah ketika fT4 dan fT3 kembali normal pada keadaan
hipertiroid.
VIII. Tatalaksana
Terapi disfungsi tiroid selama kehamilan dan pasca persalinan.
Propiltiourasil (PTU) lebih dipilih daripada metimazol untuk terapi hipertiroid selama
kehamilan. Obat antitiroid dapat melewati sawar plasenta dan terapi berlebihan dapat
menyebabkan hipotiroid pada fetus, sehingga harus digunakan dosis serendah mungkin yang
untuk menjaga fungsi tiroid pada batas atas normal. Propiltiourasil (PTU) lebih banyak terikat
pada albumin pada pH fisiologis, sedangkan metimazol (MMI) lebih sedikit terikat, sehingga
secara hipotesis dapat mengakibatkan lebih banyak yang melewati sawar darah plasenta.
Rekomendasi pemilihan PTU dari MMI sebagian berdasarkan laporan tunggal lebih rendahnya
pasase transplasental PTU dibanding MMI tersebut. Hipertiroid subklinis (TSH rendah dengan
FT3 dan FT4 normal) tanpa adanya gejala-gejala hipertiroid spesifik tampak pada sindrom
hiperemesis gravidarum, dimana terapinya tidak diperlukan dan bahkan dapat menimbulkan
risiko terhadap fetus.
Propanolol dapat digunakan untuk mengobati gejala hipertiroid akut dan persiapan
perioperatif tanpa edanya efek teratogenik yang jelas, penggunaan propranolol pada kehamilan
akhir berhubungan dengan hipoglikemia neonatal sementara yang ringan, apnea dan badikardia
yang biasanya hilang dalam 48 jam. Penggunaan kronik iodida selama kehamilan berhubungan
dengan hipotiroid dan goiter neonatus yang kadang-kadang dapat menyebabkan asfiksi karena
obstruksi trakea. Namun terdapat laporan penggunaan dosis rendah kalium iodida (6–40 mg/hari)
tidak menyebabkan goiter namun 6% neonatus mengalami peningkatan TSH. Iodida tidak
digunakan untuk terapi lini pertama untuk wanita hamil dengan Graves namun dapat digunakan
sementara jika diperlukan sementara untuk persiapan tiroidektomi. Iodida radioaktif
dikontraindikasikan pada kehamilan. Operasi subtotal tiroidektomi dipikirkan sebagai alternatif
jika obat anti tiroid mengakibatkan efek samping yang jelas seperti misalnya agranulositosis,
sebelum operasi harus menerima terapi solusio kalium iodida (50–100 mg/hari) selama 10–14
hari sebelum operasi untuk menurunkan vaskularisasi kelenjar tiroid dan dapat diberikan
propanolol.
Rekomendasi Endocrine Society Clinical Practice Guideline.
- Jika dideteksi konsentrasi TSH serum subnormal selama kehamilan, hipertiroidisme
harus dibedakan dengan fisiologi normal kehamilan dan hiperemesis gravidarum karena
efek samping hipertiroid pada ibu dan bayi. Diabntu dengan bukti klinis adanya
autoimun, goiter tipikal dan adanya TRAb.
- Hipertiroid berat akibat Graves atau nodul tiroid harus segra diberikan obat antitiroid
hingga kadar hormon tiroid ibu pada batas atas nilai rujukan normal wanita yang tidak
hamil.
- Karena adanya bukti klinis bahwa MMI dapat berkaitan dengan anomali kongenital, PTU
harus digunakan sebagai obat lini pertama.
- Tiroidektomi subtotal dapat diindikasikan selama kehamilan sebagai terapi Graves
maternal jika 1) pasien mengalami efek samping yang berat akibat obat anti tiroid, 2)
dibutuhkan dosis obat antitiroid yang tinggi terus-menerus, atau 3) pasien tidak meminum
obat dengan teratur dan hipertiroid tidak terkontrol. Waktu optimal operasi adalah pada
trimester kedua.
III. E. Komplikasi
Hipertiroid yang tak terkontrol, terutama pada pertengahan masa hamil, dapat memicu
beberapa komplikasi. Komplikasi maternal di antaranya keguguran, infeksi, preeklamsia,
persalinan preterm, gagal jantung kongesti, badai tiroid, dan lepasnya plasenta. Komplikasi fetus
dan neonatus di antaranya prematur, kecil untuk masa kehamilan, kematian janin dalam rahim,
dan goiter pada fetus atau neonatus dan atau tirotoksikosis. Pengobatan yang belebihan juga
dapat menyebabkan hipotiroid iatrogenik pada fetus. (Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et
al. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010)
Jika wanita dengan penyakit graves atau yang pernah diobati untuk penyakit graves
sebelumnya, antibodi tiroid-stimulating yang dihasilkan ibu dapat melewati plasenta sehingga
masuk ke dalam aliran darah fetus dan merangsang tiroid fetus. Jika ibu dengan penyakit graves
sedang diobati dengan obat anti tiroid, hipertiroid pada bayi kurang bermakna karena obat-
obatan tersebut juga dapat melintasi plasenta. Namun, jika ibunya diobati dengan pembedahan
atau radioaktif iodin, kedua metode terapi tersebut dapat menghancurkan seluruh tiroid, namun
pasien masih dapat memiliki antibodi dalam darahnya. (Marx, Helen, et al. 2008, Williams
Obstetrics 23rd. 2010)
Hipertiroid pada neonatus dapat menyebabkan denyut jantung meningkat yang dapat
berakhir pada gagal jantung, berat badan rendah, dan kadang-kadang tiroid yang membesar dapat
menekan saluran napas sehingga mengganggu pernapasan. (Marx, Helen, et al. 2008, Williams
Obstetrics 23rd. 2010)
1. De Groot, Leslie J, et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams
Obstetrics 23rd. 2010
2. De Groot, Leslie J., Green, Alex Stagnaro & Vigersky, Robert (2007) The Hormone
Foundation’s Patient Guide to the Management of Maternal Hyperthyroidism Before,
During, and After Pregnancy. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. Vol
92, No. 9 0.
3. Dumont, J.E., Opitz, R., Christophe, D., Vassart, G., Roger, P.P. & Maenhaut, C. (2008)
The Phylogeny, Ontogeny, Anatomy and Regulation of the Iodine Metabolizing Thyroid.
Belgium : IRIBHM, School of Medicine, University of Brussels. Germany : Leibniz-
Institute of Freshwater Ecology and Inland Fisheries, University of Berlin.
4. Girling, Joanna (2008) Thyroid Disease in Pregnancy. The Obstetrician & Gynaecologist,
10, pp. 237-243.
5. Inoue, Miho, Arata, Naoko, Koren, Gideon & Ito, Shinya (2009) Hyperthyroidism during
Pregnancy. Canadian Family Physician, Vol 55 July, pp. 701-703.
6. Marx, Helen, Amin, Pina & Lazarus, John H. (2008) Hyperthyroidism and Pregnancy.
British Medical Journal, Vol 336 March, pp. 663-667.