Citarum telah menyebabkan menumpuknya limbah. Pada tahun 1980-an pemerintah membuat
proyek normalisasi sungai Citarum dengan mengeruk dan melebarkan sungai. Tetapi hasil proyek
itu seolah sia-sia karena setelahnya tidak ada perubahan perilaku masyarakat, sehingga sungai
tetap menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah rumah tangga ditambah limbah pabrik yang
mengalir ke Citarum.
Akibatnya, kini keadaan sungai Citarum bahkan bertambah buruk, sempit, dangkal, dan kotor
penuh sampah. Sementara di hulu sungai, telah terjadi alih fungsi hutan lereng Gunung Wayang
menjadi ladang yang tidak lagi mampu menahan air dan erosi.
Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 menugaskan Menko
Maritim Luhut Pandjaitan sebagai Ketua Tim Pengarah untuk mengkoordinasikan pengendalian
untuk mengembalikan kualitas air Citarum. Komandan Satuan Tugas (Satgas) lapangan langsung
dipimpin Gubernur Jawa Barat , Pangdam TNI menjadi Wakil Komandan Satgas bidang
penanganan ekosistem melakukan penanganan ekosistem dan Kapolda Jawa Barat menjadi Wakil
Komandan Satgas bidang pencegahan dan penegakkan hukum.
Ketegasan Menko Luhut mendorong Deklarasi Bersama Komitmen Pelaku Usaha dan Industri
dalam Mendukung Pengendalian, Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum yang ditandatangani di
Bandung pada hari Kamis (3 Mei 2018) dihadiri oleh sedikitnya 1200 pengusaha Jawa Barat yang
memadati grand ballroom Trans Luxury Hotel, tempat berlangsungnya acara.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Jampitel Jan Samuel Maringka, MenristekDikti Muhammad
Nasir dan Menko Maritim Luhut Pandjaitan hadir dan memberikan sambutan dalam acara Audiensi
dan Deklarasi Pelaku Usaha/Industri dalam Mendukung Percepatan Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.
Ada 4 poin yang ditegaskan kembali dalam deklarasi ini, yaitu (1) komitmen perizinan lingkungan
hidup dan taat dengan aturan lingkungan hidup yang berlaku, (2) melakukan pengelolaan limbah
dengan baik dan benar, (3) melakukan sosialisasi dan edukasi penanganan limbah kepada
karyawan dan manajemen perusahaan serta, (4) siap terhadap konsekuensi dan sanksi bila sengaja
atau lalai dalam penanganan limbah, dalam perizinan lingkungan hidup.
Kesadaran Hukum Masyarakat
Pencegahan dan penegakan hukum adalah esensi dari gerakan mengembalikan harum Citarum.
Dari pencegahan melalui edukasi masyarakat, edukasi pegawai pabrik hingga manajemen , serta
ada penindakan tegas dari sanksi administrasi dan pidana bagi pelaku pencemaran.
Total sudah 55 kasus limbah industri yang ditindaklanjuti, dimana 31 kasus merupakan limpahan
dari Satgas Citarum dan 24 kasus dari tim terpadu. 31 kasus limpahan Satgas Citarum 16 kasus
dalam proses lidik, 2 kasus dalam proses sidik, 11 kasus dalam proses sanksi administrasi Dinas
Lingkungan Hidup dan 1 kasus sudah P21. Sementara 24 kasus dari Tim Terpadu dengan rincian
16 kasus dalam proses lidik, 5 kasus dalam proses sidik dan 3 kasus dilimpahkan ke Dinas
Lingkungan Hidup untuk sanksi administrasi. Masyarakat berperan besar dalam mengawasi
lingkungan sekitar Citarum, pemerintah dan masyarakat bekerja sama menjaga kebersihan Citarum.
Jaksa Agung Muda Bidang Intel Jan Samuel Maringka dalam sambutannya memperingatkan
tentang unsur pidana lingkungan sekaligus mengajak masyarakat lebih sadar hukum, “Kita
memerlukan strategi dalam penegakan hukum,jadi yang kita lakukan adalah bagaimana kita mampu
menangkap big fish, sehingga perusahaan yang lain maupun para pelanggar ikut melihat adanya
sanksi pidana dan sanksi-sanksi lainnya misalnya pencabutan izin dan penutupan usaha. Terkait
pidana lingkungan, Jaksa, juga bisa menuntut ganti rugi. Maka dari pertemuan kali ini, kita ada
persepsi yang sama bahwa ada sanksi hukum dan terkait penegakan hukum kita perlu bekerja
bersama Kementerian Lingkungan Hidup, Kepolisian, Kejaksaan, mari kita bekerja Bersama agar
Citarum kembali bersih, Citarum kembali harum,” ucapnya.
Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, maka kerja bersama mengembalikan harum Citarum
memasuki tahap berikut. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut B. Pandjaitan mengajak
semua unsur masyarakat untuk bersama-sama menyelesaikan masalah Citarum, “Mari kita kerjakan
bersama, kompak dan saling sinergi untuk selesaikan masalah ini. Saya jamin sama anda,
pokoknya kalau ada yang melanggar, tak ada urusan, kita pasti akan tindak. Saya jamin itu,” ujar
Menko Luhut.
Menko Luhut menegaskan bahwa para pengusaha diberikan waktu 3 bulan untuk memperbaiki
sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), “Selain harus ada Ipal, Kita kasih waktu dalam 3
bulan. Dari industri kecil sampai yang besar harus punya Ipal. Untuk pengawasan Kita melibatkan
Pemda, Polda ikut Kemudian dari Kodam ikut Kemudian dari Kejaksaan juga kita ikutkan semua
jelas ada dalam Perpres, jadi jangan macam-macam, mari kerja sama-sama” tutup Menko Luhut.
Presiden RI: Pencanangan Restorasi Daerah
Aliran Sungai Citarum
Bandung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis, 22 Februari 2018.
Presiden RI Jokowi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bersama masyarakat
sekitar menanam 1.000 batang pohon untuk hijaukan hulu Citarum di Situ Cisanti, Desa
Tarumajaya, Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, Kamis (22/2/2018). Penanaman ini sebagai
aksi nyata komitmen pemerintah dalam Restorasi Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Secara simbolis Presiden Jokowi menanam pohon Manglid (Manglietia glauca), dan Siti Nurbaya
Damar (Agathis dammara).
Dalam upaya mendukung pencanangan Restorasi Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum,
Presiden RI Joko Widodo didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya juga
melepasliarkan sepasang Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), yang diberi nama Luken (Jantan) dan
Gendis (Betina).
Selain penanaman dan pelepasliaran Elang Jawa, Presiden RI berdialog dengan masyarakat,
komunitas, lembaga swadaya masyarakat serta berbagai elemen instansi Pemerintah.
Jokowi mengatakan kegiatan rehabilitasi Citarum sudah dimulai sejak 1 Februari 2018 dan
diharapkan akan selesai dalam 7 tahun. “Bukan hanya di hulu yang dibenahi tapi juga di tengah dan
hilir. Semua akan dikerjakan secara terintegrasi dari pemerintah pusat, provinsi, daerah, Pangdam
dan Kapolda mengerjakan secara gotong royong penanganan Citarum ini”, ucap Jokowi.
Kedatangan Presiden Jokowi beserta jajaran ke hulu sungai Citarum hari ini menunjukkan komitmen
dan kesungguhan pemerintah dalam penanganan Sungai Citarum secara terintegrasi melibatkan
seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, kepolisian, TNI, masyarakat, hingga
ormas.
Sehubungan berita di Kompas edisi Jumat, 5 Januari 2018, halaman 1 berjudul "Target Citarum
2018 Gagal" oleh Sdr. Cornelius Helmy, Semuel Oktora, Benekdiktus Krisna (reporter Biro Jawa
Barat) serta fotografer Rony Ariyanto (Biro Jawa Barat).
Berita Kompas tersebut kurang proporsional dan menihilkan kiprah dan aktivitas yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dengan dukungan dari semua pemangku kepentingan,
termasuk dukungan dari Kodam III/Siliwangi, sejak tahun 2016, sehingga terbentuk opini publik
seolah Pemprov Jabar tidak berbuat apa-apa. Untuk memberikan informasi yang utuh kepada
masyarakat terkait upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kami sampaikan
keterangan sebagai berikut:
Masyarakat perlu memahami secara benar, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang
status sungai Citarum. Hal ini penting karena hal tersebut terkait dengan urusan kewenangan dalam
pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Karena ketika Pemprov mengerjakan
suatu kegiatan, walaupun tujuannya baik untuk kehidupan masyarakat, tetapi tetap saja dianggap
salah secara hukum.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2012, sungai Citarum adalah sungai strategis
Nasional, maka pengelolaan sumberdaya air pada sungai Citarum dengan semua implikasinya
adalah kewenangan Pemerintah Pusat, yang operasional kesehariannya di bawah BBWS Citarum,
yaitu UPT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Selanjutnya, Daerah Tangkapan Air DAS Citarum Hulu yang adalah kawasan hutan Negara, berupa
hutan lindung dan hutan produksi dikelola oleh Perum Perhutani serta hutan konservasi dikelola
oleh Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA), yaitu UPT Kementerian LHK.
Sedangkan tanah Negara lainnya juga dikelola oleh BUMN (PT. Perkebunan Nusantara VIII) dan
BUMS (PT. Perkebunan Besar Swasta). Kewenangan perizinan, pembinaan, pengawasan,
pembinaan dan pengendalinannya pelaksanaan tugas BBKSDA dan Perum Perhutani secara teknis
adalah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian BUMN untuk
Perum Perhutani dan Kementerian Pertanian untuk PTPN VII dan BUMS (Perkebunan Besar
Swasta).
Memperhatikan hal tersebut, pemberitaan Kompas di atas bersifat parsial dan tendensius karena
sama sekali tidak menyinggung peran pemerintah pusat dan sepenuhnya menyoroti peran Pemprov
Jabar, yang justru merujuk Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2012 dan Permen PU No.11A
Tahun 2006, justru Pemerintah Provinsi tidak memiliki kewenangan memadai.
Sungai Citarum digunakan sebagai sumber energi primer 3 PLTA (Saguling, Cirata dan Jati luhun
menghasilkan hampr 2.000 MW listrik, yang merupakan penyangga stabilitas pasokan listrik
interkoneksi Jawa, Madura dan Bali. Citarum juga merupakan sumber air baku air minum 80 %
PDAM Jaya (6%), irigasi (86,70%), sumber air perkotaan (0,370%) dan pemasok air kegiatan
rumah tangga dan industri (2%). Publikasi Kompas bersifat subyektif dan timpang, karena
mengerdilkan kontribusi Sungai Citarum yang diakui para pihak berkualitas air baku lebih baik dari
sungai lainnya, sebagaimana diakui Pimpinan PAM Jaya dan PAM Lyonnaise (dalam porsi minim)
pada publikasi tersebut. Pemanfaatan sumberdaya air Citarum untuk air baku PDAM Jaya, PLTA
dan pasokan air untuk kegiatan ribuan industri di sepanjang DAS Citarum menghasilkan
pendapatan Negara dan DKI Jakarta triliunan rupiah setiap tahun. Dalam konteks pemanfaatan
sumberdaya air Citarum untuk kegiatan pertanian, sawah-sawah yang diairi oleh air dari sungai
Citarum seluas 420,000 Ha merupakan lumbung padi Nasional, memberikan kontribusi terhadap
pasokan pangan nasional sebanyak 6,5 juta ton/tahun atau hampir 9 % produksi pangan Nasional
atau setara lebih Rp. 35 Triliun/tahun.
Dalam kaitan ini Jawa Barat tidak memperoleh pendapatan dari pemanfaatan sumberdaya air untuk
PAM Jaya, industri dan listrik yang keuntungannya tentu saja sangat besar, baik melalui pajak
eksport industri, hotel, perumahan mewah, dll. Dengan tidak adanya pendapatan untuk Jawa Barat,
tentu saja rakyat Jawa Barat merasa diperlakukan tidak adil dan kita harus menggugat atas hak-hak
rakyat Jawa Barat tersebut.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan di Sungai Citarum bukan baru terjadi dalam kurun waktu
periode pemerintahan Bapak Gubernur Ahmad Heryawan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan
tersebut sudah terjadi sejak 25 tahun lalu, yaitu dengan mecuatnya kasus pencemaran sawah di
Kecamatan Rancaekek. Melihat kondisi lingkungan kususnya Daerah Aliran Sungai Citarum yang
semakin tercemar, sekalipun bukan domain penuhnya kewenangannya, dan menyadari sangat
strategis dan vitalnya peran sumberdaya air di sungai Citarum untuk mendukung kehidupan dan
keberlanjutan pembangunan serta ketahanan pangan nasional, PEMERINTAH PROVINSI JAWA
BARAT telah melakukan berbagai upaya nyata dalam bentuk Program dan Kegiatan yang telah
digulirkan dan terintegrasi dalam Gerakan Citarum BESTARI (Bersih, Sehat, Indah dan Lestari),
dicanangkan 22 Juni 2014.
Selain itu berbagai pendekatan upaya penyelesaian masalah pencemaran dan kersukan lingkungan
di DAS Citarum secara inovatif dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu: Non Struktural,
Kultural, dan Struktural, yang dikemas dalam Rencana Aksi Multipihak (RAM-IP) serta memiliki 7
sasaran penting dari masing-masing sektor saling bersinergi untuk melakukan rehabilitasi dan
konservasi di Hulu sampai Hilir Sungai Citarum, ketujuh strategi itu adalah :
1. Integrasi dan sinergi penataan ruang dan pengelolaan DAS Citarum terpadu
2. Pembangunan ekonomi perdesaan dan pemberdayaan ekonomi rakyat
3. Penguatan kelembagaan & percepatan perubahan perilaku stakeholder
4. Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
5. Konservasi dan rehabiltasi hutan/lahan, serta adopsi teknologi pertanian ramah lingkungan
6. Pengurangan daya rusak air, penataan permukiman dan penanganan bencana
7. Penaatan hukum lingkungan secara konsisten dan tidak pandang bulu.
Berbagai pendekatan dan kegiatan tersebut dilaksanakan oleh 16 (enam belas) OPD Provinsi Jawa
Barat. Dalam kaitan itu, Pemprov Jabar sudah mengalokasikan APBD dari sejak tahun 2014 Rp
21.7 miliar, tahun 2015 Rp 48 miliar, tahun 2016 Rp55 miliar, 2017 Rp35.8 miliar. Memperhatikan
magnitude persoalan yang dihadapi, jumlah anggaran tersebut sangat tidak memadai.
Tidak hanya itu, Gubernur Jawa Barat AHMAD HERYAWAN mendorong peran masyarakat sipil dan
Aparatur (TNI) melalui Revitalisasi Budaya Gotong Royong Memelihara Lingkungan khususnya
wilayah sungai dengan semangat “BEBERESIH CITARUM”, yang dicanangkan oleh Gubernur
Jawa Barat, yang dihadiri juga oleh Panglima Kodam III/Slw, Kapolda Jabar dan Kepala Kejaksaan
Tinggi serta para Bupati dan Walikota se Bandung Raya.
Gerakan gotong royong beberesih Citarum diharapkan menumbuhkan inspirasi, spirit dan upaya
nyata semua lapisan masyarakat dan semua pihak untuk mengembalikan fungsi sungai sebagai
pusat peradaban, meningkatkan semangat kerja, komitmen dan kerja nyata, dalam upaya
pemulihan lingkungan yang tercemar dan rusak serta tetap melakukan konservasi lingkungan yang
masih baik.
Tidak kurang dari 10.000 orang terlibat dalam kegiatan budaya gotong royong ini, terdiri dari
pemerintah provinsi/kabupaten/ kota, kader ecovillage dari 220 desa, aparat pemerintah desa,
aparat pemerintah kecamatan, tokoh masyarakat, pelajar, dan juga warga masyarakat. Kegiatan ini
merupakan bentuk kegiatan massal untuk membangun kembali budaya gotong royong sebagai
identitas Negeri ini dan juga menumbukan budaya cinta terhadap lingkungan hidup.
Selanjutnya Kepala DLH Provinsi Jawa Barat Anang Sudarna menyampaikan, berbagai strategi dan
upaya dalam bentuk program dan kegiatan atau kerja nyata kami dalam upaya pemulihan
ekosistem Daerah Aliran Sungai Citarum melalui:
Salah satu pernyataan Bapak Gubernur Jawa Barat pada saat pencanangan Gerakan Citarum
BESTARI tanggal 22 Juni 2014, bahwa pada tahun 2018 air Sungai Citarum Bisa Diminum. Kami
memaknai pernyataan tersebut sebagai ungkapan seorang pemimpin yang bertanggung jawab
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi sebagian masyarakat Jawa Barat, yaitu menurunkan
tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di sungai Citarum, sebagai sumber kehidupan dan
untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Jawa Barat dan secara nasional. Pernyataan
tersebut tidak dimaknai secara harfiah.
Kami maknai pernyataan tersebut sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja bagi para Kepala
OPD terkait dan semua pemangku kepentingan. Karena kalau dimaknai secara harfiah, air di
Citarum yang ada di hulu Citarum saat ini (Situ Cisanti) sekarang ini sudah dapat diminum.
Faktanya Citarum itu mengalir mulai dari hulu di Situ Cisanti dan hulu anak sungai lainnya di
gunung-gunung seputar Bandung Raya, sampai di Muara Bendera di Kabupaten Karawang.
Disamping itu, ketika kita berbicara upaya pemulihan atau restorasi sungai, tidak ada satupun
Negara di dunia yang mampu memulihkan kesehatan lingkungan air yang ada di sungainya dalam
waktu kurang dari 5 lima tahun.
Sebagai contoh, Jepang, Korea, China, Singapura, Inggris, Belanda, Jerman dan Negara-negara
Skandinapia, berhasil memulihkan kondisi sungai di Negaranya dalam kurun waktu 20 tahun atau
lebih. Negara-negara tersebut dengan kewenangan dan anggaran yang sangat besar, sesuai
kebutuhan. Yang terpenting, apakah pernyataan tersebut terus dikembangkan dan menjadi program
dan kegiatan yang tepat dan dilaksanakan untuk mewujudkan pernyataan tersebut (BESTARI).
Dalam kontks itu, kami menyatakan bahwa Gerakan Citarum BESTARI yang dilaksanakan sebagai
implementasi untuk mewujudkan Citarum yang bersih, sehat, indah dan lestari, tidak gagal,
sehingga harus diteruskan, dengan beberapa perbaikan dan pelaksanakan yang lebih masif. Hal
tersebut dapat dilihat dari parameter dan indikator kinerja yang terukur dan transparan.
Adanya perhatian bahkan perintah dari Bapak Presiden R.I. Bapak Menko Kemaritiman dan Bapak
Panglima Kodam III/Slw untuk menangani pemulihan DAS Citarum tentu sangat positif. Hal itu tidak
terlepas dari hasil komunikasi Bapak Gubernur Jawa Barat dengan Bapak Presiden, Bapak Wapres
dan pa Menko dan dengan Pangdam dalam berbagai kesempatan. Karena Pemerintah Provinsi
Jawa Barat menyadari bahwa mengingat status sungai sebagai sungai strategis Nasional, dan
keterbatasan APBD Jawa Barat, maka diperlukan komitmen Pemerintah. Tentu ada yang bertanya
bahwa, ko baru sekarang pa Presiden turun tangan? Yang bisa jawab tentunya hanya Bapak
Presiden. Tetapi bagi kami, sebagai aparat pemerintah dalam bidang lingkungan hidup, tidak ada
kata terlambat untuk melaksanakan pekerjaan yang baik untuk masyarakat dan keberlanjutan.
Pemerintah Jawa Barat sudah dan akan terus berupaya sangat serius untuk memulihkan kondisi
sungai Citarum, namun semua upaya itu belum dapat meningkatkan kualitas air di Sungai Citarum
secara signifikan. Dalam kaitan itu, masih diperlukan lagi Sinergi dan strategi besar serta kerja
besar Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota untuk duduk bersama-sama mengatasi
Sungai Strategis Nasional sebagaimana tertuang Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 20012
yang menetapkan sungai Citarum adalah sungai Strategis Nasional. Karena status sungai Citarum
adalah sungai strategis Nasional, maka kewenangan pengelolaannya ada di Pemerintah Pusat yang
operasional kesehariannya di bawah BBWS Departemen Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.
Oleh karena itu, walaupun belum memberikan hasil secara maksimal, upaya yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan dukungan partisipasi masyarakat melalui gerakan gotong
royong selama 4 tahun terakhir, perlu diketahui oleh masyarakat serta perlu mendapat apresiasi dan
harus terus didorong untuk ditingkatkan.
Atasi Kerusakan DAS Citarum dengan
Menanam di Daerah Hulu
admin 19:10:53 Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kerusakan di Daerah Aliran Sungai Citarum terus diatasi. Sisa lahan kritis di DAS Citarum s/d 2018
seluas 58.123 ha akan diselesaikan selama 7 th sehingga setiap tahun diselesaikan 8.303 ha/thn
(dalam kawasan seluas 3.464 ha dan luar kawasan hutan seluas 4.839 ha). Tahun 2018 sampai
dengan tanggal 22 Februari 2018 BPDASHL telah memberikan bantuan bibit yang dikoordinir oleh
Pangdam III Siliwangi sebanyak 46.140 batang.
Hari ini tanggal 22 Februari 2018 lokasi di Daerah Situ Cisanti, dilaksanakan penanaman
seremonial oleh Presiden RI didampingi Menteri LHK dan rombongan 50 batang serta penanaman
1000 bibit kopi oleh 1000 orang masyarakat ditanam di sela-sela tanaman reboisasi konvensional
BPDASHL Citarum Ciliwung yang ditanam oleh Perum Perhutani Jabar Banten.
Dalam rangka penyelamatan Citarum Pangdam III Siliwangi telah membuat persemaian seluas 1,2
ha yang akan dikembangkan menjadi 25 ha berkapasitas pembibitan sebanyak 25 juta batang
dengan jenis tanaman antara lain damar, aren, sapu tangan, manglid, trembesi.
Tim DAS Citarum terdiri atas pengarah dan Satuan Tugas, yang selanjutnya disebut
Satgas. Pengarah sebagaimana dimaksud bertugas menyusun dan menetapkan
kebijakan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum secara terintegrasi
dan berkelanjutan, termasuk penyusunan kebijakan pengendalian DAS Citarum,
dengan menetapkan sasaran, tujuan, dan indikator kinerja dalam bentuk Rencana Aksi.
Dalam hal ini, Satgas bertugas melaksanakan arahan Pengarah dalam melakukan
percepatan dan keberlanjutan pengendalian DAS Citarum melalui pelaksanaan operasi
penanggulangan pencemaran dan kerusakan DAS Citarum secara sinergis dan
berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan personel dan peralatan operasi.
Serta mencegah dan melarang masyarakat untuk masuk kembali untuk mendirikan
pemukiman di DAS Citarum kemudian membentuk Komando Sektor yang dipimpin oleh
perwira Tentara Nasional Indonesia sebagai Komandan Sektor dan membagi wilayah
kerja DAS Citarum berdasarkan Komando Sektor.
Evaluasi hasil pelaksanaan tugas Satgas dilakukan oleh Pengarah paling kurang 1
(satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. Tim DAS Citarum melaporkan hasil evaluasi
pelaksanaan tugas kepada Presiden paling kurang 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan
atau sewaktu-waktu diperlukan.(*)
akarta, Beritainspiratif.com – Menko Bidang Kemaritiman, Luhut B. Pandjaitan
menegaskan akan menindak tegas setiap oknum yang masih melakukan pencemaran
sungai Citarum tanpa kecuali.
Hal ini ditegaskan Luhut dalam seminar bertajuk “A Call For Comprehensive Water
Strategy in the Citarum Watershed”, yang diadakan untuk mendukung program
percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum, digelar di Auditorium Gedung BPPT, Jakarta.
“Mari kita kerjakan bersama, kompak dan saling sinergi untuk selesaikan masalah ini.
Saya jamin sama anda, pokoknya kalau ada yang melanggar, tak ada urusan dia kaya
atau apapun, kita pasti akan tindak. Saya jamin itu,” tegas Luhut.
Dalam kesempatan tersebut, Luhut juga mengungkapkan rasa bangga dan terima
kasihnya kepada seluruh ‘pejuang Citarum’ khususnya kepada pihak TNI, yang
diberikan amanat bersama unsur-unsur lainnya, untuk merevitalisasi sungai terpanjang
di Jawa Barat tersebut.
Menko Luhut juga menghimbau kepada para perwira TNI yang hadir, supaya
melakukan tugas ini dengan sungguh-sungguh, demi bangsa Indonesia dan kembali
menyerukan agar jangan ragu untuk bertindak tegas.
“Pelibatan perwira begitu banyak belum pernah ada dalam sejarah TNI dalam suatu
kegiatan demi lingkungan hidup, Saya minta kepada kita semua dan para perwira
khususnya, jangan ragu-ragu, tindak saja. Karena kalau tidak dikencangi mereka,
mereka pikir bisa membeli semua dengan uang. Akan tetapi dia tidak bisa membeli
generasi yang akan datang dengan uangnya,” tegasnya.
Luhut lalu mengapresiasi seminar yang mengundang salah satu narasumber dari
Tsinghua University yaitu Profesor Wang Haou dan para pakar dari China Water
Resource Research Center serta pakar-pakar lainnya.
Diketahui, kondisi Sungai Citarum saat ini memang cukup memprihatinkan. Di bagian
hulu, telah terjadi alih fungsi lahan hutan lindung secara masif, begitu pula limbah
buangan rumah tangga dan jumlah sampah yang besar. Demikian halnya dengan
limbah industri, masih banyak industri yang tidak melakukan pengolahan limbah secara
baik dan membuang limbahnya ke sungai.
Saat ini telah diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 15 Tahun 2018 tentang
Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum.
Melalui Perpres ini dibentuk Satuan Tugas Citarum dibawah komando Gubernur Jawa
Barat dengan dukungan Pangdam III/Siliwangi dan Pangdam Jaya sebagai Wakil
Bidang Penataan Ekosistem dan Pengendalian serta Kajati dan Kapolda Jawa Barat
dan Kapolda Metro Jaya sebagai Wakil Bidang Pencegahan dan Penegakan Hukum.
Dengan terbitnya Perpres ini diharapkan adanya koordinasi dan sinergi yang lebih baik
diantara, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dengan dukungan TNI dan
melibatkan, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan juga sektor swasta.
Pada saat yang sama, upaya penegakan hukum juga perlu dilakukan secara
komprehensif dan konsisten.
Demi Citarum Bersih, Pemerintah
Tagih Komitmen Pelaku Usaha dan
Industri
BANDUNG, (PR).- Industrialisasi yang tumbuh pesat sejak 1980-an di kawasan sekitar
Citarum, telah menyebabkan menumpuknya limbah di sungai sepanjang kurang lebih
300 kilo meter ini.
Dengan hadirnya permasalahan tersebut, Pemerintah tak tinggal diam, berbagai proyek
normalisasi sungai Citarum telah diupayakan sejak lama, baik pembenahan yang
bersifat struktur maupun infrastruktur.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher), menyebut upaya apapun, akan sia-sia
jika tidak ada perubahan perilaku masyarakat. Citarum akan tetap kotor, bila tetap
menjadi tempat pembuangan sampah, limbah rumah tangga, ditambah limbah pabrik
yang mengalir ke Citarum.
"Social enginering, ini yang kini dibutuhkan, membangun kultur hormat pada air,
tinggal kita berkomitmen," kata Gubernur Aher, pada kegiatan Deklarasi Bersama
Pelaksanaan Perpres 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan DAS Citarum, di The Trans Luxury Hotel Bandung, Kamis 3 Mei 2018.
Social enginering ini, kata Aher, dapat ditempuh dalam lingkup konstruktif ataupun
non-konstruktif. Upaya konstruktif diantaranya, melalui IPAL untuk industri,
pembuatan waduk atau embung di hulu, kolam penampungan banjir di hilir, tanggul
penahan banjir penghalang sepanjang tepi sungai, normalisasi sungai, serta
pembangunan sistem polder dan sumur-sumur resapan.
Juga langkah sosial dan budaya lainnya, seperti tidak menebang pohon di hulu, justru
harus banyak menanam pohon, atau tanaman konservatif. Kemudian perubahan
perilaku dengan permukiman sehat, dan menghidupkan kembali kearifan lokal yang
positif seperti pembentukan masyarakat desa berbudaya lingkungan atau eco -village.
"Kalau kemudian masyarakat kita sepakat untuk tidak buang apapun ke sungai, maka
sungai kita bisa berubah menjadi sungai yang bersih," kata Aher.
"Air sumber kehidupan, kalau kita ingin memulai kehidupan yang baik, mari pelihara
air kita," tambahnya.
Upaya kultural untuk membersihkan sungai Citarum tersebut, sebenarnya telah
dicanangkan Gubernur Ahmad Heryawan pada tanggal 22 Juni 2014. Gubernur Jawa
Barat mencanangkan program Citarum Bersih, Sehat, Indah, dan Lestari (BESTARI).
Sementara itu, kepada para pelaku usaha dan industri yang berkumpul pada kegiatan
Deklarasi tersebut. Aher mengatakan, Pemerintah telah memberi target waktu tiga
bulan kepada pihak industri, untuk membenahi Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) mereka.
"Ini bagus, diberi waktu tiga bulan kepada Industri untuk melakukan perbaikan bagi
yang sudah memiliki IPAL, bagi yang rusak IPAL-nya diperbaiki, bagi yang belum
diaktifkan segera diaktifasi, kalau yang belum membuat ya dibuat, paling tidak ada
itikad tiga bulan kedepan sudah ada proses," kata Aher.
Intinya, sebut Aher, ada sebuah komitmen yang dibangun bersama-sama. Komitmen
tersebut yakni menghadirkan Citarum Harum, Citarum Bersih, dengan cara apapun,
dan siapapun tidak ada yang membuang limbah apapun ke sungai Citarum.
Pembenahan
Sementara itu, Presiden Joko Widodo melalui Perpres Nomor 15 Tahun 2018
menugaskan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, untuk mengkoordinasikan
pengendalian untuk mengembalikan kualitas air Citarum.
Adapun Komandan Satuan Tugas (Satgas) lapangan langsung dipimpin Gubernur Jawa
Barat, Pangdam TNI sebagai Wakil Komandan Satgas bidang penanganan ekosistem,
dan Kapolda Jawa Barat menjadi Wakil Komandan Satgas bidang pencegahan dan
penegakan hukum.
Luhut menghimbau kepada para pihak, supaya melakukan tugas pembenahan Citarum
dengan sungguh-sungguh, demi bangsa Indonesia dan kembali menyerukan agar
jangan ragu untuk bertindak tegas kepada para pelaku pencemaran.
Pasalnya saat ini, berdasarkan laporan komandan sektor, hanya 20% industri di
sekitaran Citarum yang punya IPAL. Ini menyebabkan pencemaran di Citarum semakin
parah. Karena jumlah industri yang ada di Citarum mencapai 3.236 industri.
"Ada pelaku industri yang sudah punya IPAL namun tetap membuang limbah
sembarangan ke Sungai Citarum," kata Luhut.
Begitupun pada hari ini, berkumpul para pelaku usaha dan industri melakukan
Deklarasi Bersama. Mereka ditagih komitmen dalam mendukung pengendalian,
pencemaran dan kerusakan DAS Citarum.
Pada kesempatan ini, Ketua Kamar Dagang dan Industri, Ketua Asosiasi Pengusaha
Industri Jawa Barat, Perwakilan Perusahaan bersama Gubernur Jawa barat, Pangdam
III Siliwangi, Kapolda Jawa barat dan Kajati Jawa Barat bersama-sama melakukan
penandatanganan Deklarasi disaksikan langsung oleh Menko Maritim Luhut
Pandjaitan.
“Mari kita kerjakan bersama, kompak dan saling sinergi untuk selesaikan masalah ini.
Saya jamin sama anda, pokoknya kalau ada yang melanggar, tak ada urusan dia kaya
atau apapun, kita pasti akan tindak. Saya jamin itu,” tegas Menko Luhut.
4 poin
Ada empat poin yang ditegaskan kembali dalam deklarasi ini, yaitu (1) komitmen
perizinan lingkungan hidup dan taat dengan aturan lingkungan hidup yang berlaku, (2)
melakukan pengelolaan limbah dengan baik dan benar, (3) melakukan sosialisasi dan
edukasi penanganan limbah kepada karyawan dan manajemen perusahaan serta, (4)
siap terhadap konsekuensi dan sanksi bila sengaja atau lalai dalam penanganan limbah,
dalam perizinan lingkungan hidup.
"Pencegahan dan penegakan hukum adalah esensi dari gerakan mengembalikan harum
Citarum. Dari pencegahan melalui edukasi masyarakat, edukasi pegawai pabrik hingga
manajemen, serta ada penindakan tegas dari sanksi administrasi dan pidana bagi
pelaku pencemaran," ujar Luhut.
Total, sudah 55 kasus limbah industri yang ditindaklanjuti, dimana 31 kasus merupakan
limpahan dari Satgas Citarum dan 24 kasus dari tim terpadu. 31 kasus limpahan Satgas
Citarum 16 kasus dalam proses lidik, 2 kasus dalam proses sidik, 11 kasus dalam proses
sanksi administrasi DInas Lingkungan Hidup dan 1 kasus sudah P21.
Sementara 24 kasus dari Tim Terpadu dengan rincian 16 kasus dalam proses lidik, 5
kasus dalam proses sidik dan 3 kasus dilimpahkan ke Dinas Lingkungan Hidup untuk
sanksi administrasi.
"Ini nggak bisa main-main, saya sudah telpon Ibu Siti (Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan) karena kita harus betul-betul melakukan kerjasama yang ketat karena
taruhannya adalah generasi yang akan datang,” tegas Menko Maritim Luhut B.
Pandjaitan kepada media dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Bidang
Kemaritiman, Jumat (11/5/2018) sore.
Menurutnya, dari laporan tim Satgas Citarum diketahui bahwa kondisi hulu hingga
hilir Sungai Citarum telah tercemar logam berat dan bakteri berbahaya.
“Padahal ada 27 juta masyarakat yang hidup di bantaran Sungai Citarum. Dan itu
hampir pasti tercemar limbah berat dari sana,” ujar Menko Luhut
Luhut menjelaskan, bahwa anggaran BPJS dari pusat yang tersedot untuk biaya
pengobatan masyarakat di sepanjang sungai Citarum telah mencapai RP 1,2 Triliun.
Tentang hasil kajian pencemaran di Sungai Citarum, Mantan Pangdam III Siliwangi
Mayjen TNI Doni Monardo yang mendampingi Menko Luhut membenarkan
pernyataan tersebut.
“Bulan November tahun 2017, Kesdam III Siliwangi melakukan penelitian atas
permintaan Menko untuk meneliti seluruh mata air. Mulai dari Situ Cisanti sampai
Muara Gembong, seluruh sungai termasuk Situ Cisanti sudah ada berbagai macam
logam berat hingga bakteri. Yang membahayakan adalah Bakteri Pseudomonas
Aerogonosa,” beber perwira TNI yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal
(Sesjen) Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) itu.
Parahnya, lanjut Doni, limbah itu diduga berasal dari limbah medis yang dibuang.
Keberadaan bakteri-bakteri itu ternyata tidak hanya ditemukan di Sungai Citarum
namun dapat ditemukan juga di Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung.
Selain melakukan perbaikan ekosistem, Menko Maritim Luhut Pandjaitan
menegaskan bahwa pemerintah akan menindak perusahaan yang masih membuang
limbahnya ke sungai.
“Tadi saya sudah telpon Jaksa Agung, bahwa kami akan menangani dengan serius,
dan Pak Prasetyo (Jaksa Agung) mengatakan kita akan bikin tindakan yang tegas
karena kalau dibiarkan terus korbannya makin banyak,”ungkapnya.
Diapun menyebutkan bahwa TNI dan Polri pun memiliki peran besar untuk
melakukan pembersihan dan sosialisasi ke warga di sepanjang Sungai Citarum. (Hdr)
Pabrik Tekstil di DAS Citarum
Akan Dipasangi Mesin Pengolah
Limbah
Pemerintah berencana membuatkan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
komunal bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang saat ini berada di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat. Pemasangan mesin ini untuk mengurangi
limbah di sungai sepanjang 269 kilometer yang dijuluki sebagai sungai terkotor di
dunia.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI)
Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, saat ini ada 444
industri TPT yang terdata berada di sekitar hulu dan tengah Sungai Citarum. Dari
jumlah tersebut, masih terdapat industri TPT yang belum memiliki IPAL atau sistem
pengelolaan air limbahnya tak sesuai.
"Yang belum mempunyai IPAL itu akan diidentifikasi untuk dibuatkan IPAL
komunal," kata Putu di Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Selasa (3/4).
(Baca juga: Jokowi: Ada 3.000 Industri yang Mencemari Sungai Citarum)
Putu mengatakan, IPAL komunal yang disediakan oleh pemerintah akan ditujukan
kepada industri kecil dan menengah (IKM). Putu menilai IKM saat ini banyak
industri yang berada di DAS Citarum, namun tak memiliki IPAL.
Saat ini, pihaknya tengah mengidentifikasi jumlah industri TPT yang membutuhkan
IPAL komunal tersebut. Setelah diidentifikasi, pemerintah akan menyiapkan alokasi
anggaran agar industri TPT ini dapat membuat IPAL komunal.
"Ini kan juga harus dibina, mereka harus diberikan bantuan," kata Putu.
Putu menyadari jika pemerintah harus memperdulikan lingkungan, terlebih melihat
Citarum yang tercemari oleh limbah. Namun, industri TPT tak bisa juga dihentikan
kegiatannya karena merupakan industri padat karya dan berorientasi ekspor.
"Kami jaga jaga bahwa industri yang baik dan benar dan memenuhi ketentuan itu
harus tetap dibina," kata Putu.
(Baca: Cemari Citarum, 15% Pabrik Tekstil Tak Punya Pengolahan Limbah)
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sebelumnya mengungkapkan ada setidaknya
3.000 industri yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mencemari
sungai tersebut. Jokowi mengatakan, pemerintah telah mengambil sejumlah langkah
pembenahan DAS Citarum. Selain pembentukan IPAL komunal, pemerintah
sebelumnya juga pembangunan kolam retensi untuk mencegah banjir.
Pemerintah melalui Polda Jawa Barat juga melakukan proses penegakan hukum
terhadap berbagai industri yang diduga mencemari Citarum. Sejak 2016, Polda Jawa
Barat tercatat telah melakukan proses hukum kepada 41 industri di sekitar aliran
sungai Citarum.
Hanya saja, dari jumlah tersebut hanya satu kasus yang berkasnya dinyatakan lengkap
dan telah dilimpahkan ke Kejaksaan (P21). "Yang lainnya masih tahap penyelidikan,"
kata Kepala Bidang Hukum Polda Jabar Kombes (Pol) Iksantio Bagus Pramono.
Menurut Iksantio, sebenarnya masih banyak perusahaan yang diduga telah mencemari
aliran sungai Citarum. Namun, pihaknya belum bisa mengusut seluruhnya lantaran
menghadapi keterbatasan.
"Sementara kami buat yang paling besar. Kemudian yang paling krusial, dampaknya
paling besar, kami ambil," kata Pramono.
Menko Luhut Minta Jaksa Agung Tindak Tegas Perusahaan Pencemar Citarum
Indoneaiaberita.com, JAKARTA – Sejak terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 15 Tahun 2018 tentang
Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum, pemerintah tancap gas untuk
melakukan perbaikan ekosistem dan penindakan hukum. Hal ini dijelaskan oleh Menko Maritim Luhut B.
Pandjaitan kepada media dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Bidang Kemaritiman, Jumat (11/5) sore. “Ini
ngga bisa main-main, saya sudah telpon Ibu Siti (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) karena kita harus
betul-betul melakukan kerjasama yang ketat karena taruhannya adalah generasi yang akan datang,” tutur Luhut.
LBP sapaan akrab Luhut menegaskan dari laporan tim Satgas Citarum diketahui bahwa kondisi hulu hingga hilir
Sungai Citarum telah tercemar logam berat dan bakteri berbahaya. “Padahal ada 27 juta masyarakat yang hidup di
bantaran Sungai Citarum. Dan itu hampir pasti tercemar limbah berat dari sana,” tegas Luhut dengan mimik serius.
Lebih jauh, LBP pun menuturkan bahwa anggaran BPJS dari pusat yang tersedot untuk biaya pengobatan
masyarakat di sepanjang sungai Citarum telah mencapai RP 1,2 Triliun. Tentang hasil kajian pencemaran di Sungai
Citarum, Mantan Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Doni Monardo yang mendampingi Luhut membenarkan
pernyataan tersebut. “Bulan November tahun 2017, Kesdam III Siliwangi melakukan penelitian atas permintaan
Menko untuk meneliti seluruh mata air. Mulai dari Situ Cisanti sampai Muara Gembong, seluruh sungai termasuk
Situ Cisanti sudah ada berbagai macam logam berat hingga bakteri. Yang membahayakan adalah Bakteri
Pseudomonas Aerogonosa,” ungkap perwira TNI yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sesjen) Dewan
Ketahanan Nasional (Wantannas) itu. Parahnya, lanjut Doni, limbah itu diduga berasal dari limbah medis yang
dibuang. Keberadaan bakteri-bakteri itu ternyata tidak hanya ditemukan di Sungai Citarum namun dapat ditemukan
juga di Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung. Selain melakukan perbaikan ekosistem, Menko Maritim Luhut
Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah akan menindak perusahaan yang masih membuang limbahnya ke sungai.
“Tadi saya sudah telpon Jaksa Agung, bahwa kami akan menangani dengan serius, dan Pak Prasetyo (Jaksa Agung)
mengatakan kita akan bikin tindakan yang tegas karena kalau dibiarkan terus korbannya makin banyak,” paparnya.
Menurut Luhut yang juga pernah menjabat Ketua Staff Kepresidenan ini menambahkan bahwa tahun ini Polda Jawa
Barat sedang menangani 75 kasus. Dari jumlah tersebut, 1 kasus statusnya sudah P21. “Kita masih kasih waktu
mereka 3 bulan, tapi dari sekarang tetap masih kami periksa, kalau masih ada yang buang kita tindak,” tambahnya.
Untuk memperbaiki kondisi lingkungan, sambung dia, pemerintah meminta perusahaan untuk membangun Instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). “Ada Ipal komunal ada Ipal sendiri, mereka bisa membebankan pembuatannya itu
pada cost produksinya jadi tidak mesti buang ke sungai. Karena kita tahu bahayanya, jadi kita tidak akan main-main
dengan itu,” ulangnya. Kompleksnya kondisi Citarum, pemerintah melakukan perbaikan dengan melibatkan semua
unsur terkait. “Semua kami lakukan secara terintegrasi. Tidak ada kementerian yang tidak terlibat. Ada 18
kementerian yang terlibat sesuai bidangnya masing-masing,” tuturnya. Diapun menyebutkan bahwa TNI dan Polri
pun memiliki peran besar untuk melakukan pembersihan dan sosialisasi ke warga di sepanjang Sungai Citarum.
Kepada mediapun, tak lupa Menko Luhut berpesan, “Saya mohon wartawan juga membantu untuk menggaungkan
ini di seluruh Indonesia. Tolong, mohon maaf, berita politik disingkirkan terlebih dahulu karena ini serious
matter yang harus segera kita tangani, dan ngga bisa berhenti,” pintanya. Pada kesempatan yang sama,
Menristekdikti Mohamad Nasir juga menceritakan keterlibatan akademisi untuk melakukan konservasi ekosistem.
Upaya itu antara lain melalui KKN Tematik dan program riset lingkungan. “Ada 12 Universitas yang terlibat, dalam
waktu setahun harus ada program KKN yang berkesinambungan,” jelasnya.