Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan
di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.
Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS)
termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang
bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Potensi bahaya di
RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang
mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera
lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada
di lingkungan RS.
Ruang bedah rumah sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka
mendukung Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu
disusun persyaratan teknis fasilitas ruang operasi rumah sakit yang memenuhi standar
pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Banyak penyakit yang
timbul berhubungan dengan pekerjaan, baik karena kondisi lingkungan tempat
kerja maupun jenis aktifitas dalam pekerjaan. Oleh karena itu dengan adanya
UU No.36 tahun 2009 Bab XII yang merupakan upaya kesehatan kerja,
ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
Dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari K3 ?
2. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja di ruang operasi
3. Bagaimana K3 di ruang gawat darurat ?
4. Pengertian instalasi gawat darurat ?
5. Apa saja persyaratan keselamatan pada bangunan ruang operasi rumah sakit.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja di
ruang operasi
3. Untuk mengetahui apa saja persyaratan keselamatan pada bangunan ruang operasi
rumah sakit.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja di
ruang gawat darurat

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi
proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan
kerja. K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang
juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial.
Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain
yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Praktik K3 (keselamatan
kesehatan kerja) meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga
penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan
dan cuti sakit. K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik
industri, kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan
psikologi kesehatan kerja.

2.2 Pengertian K3 di Ruang Operasi


Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka
mendukung Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu
disusun persyaratan teknis fasilitas ruang operasi rumah sakit yang memenuhi standar
pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan
tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama
(steril).
1. Faktor hazard yang dialami petugas instrumen di ruang bedah
Menurut hasil laporan dari Natonal Safety Council (NSC) tahun 1988
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja pada
industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, tergores/terpotong, dan
penyakit infeksi lain. Salah stu contoh kecelakaan kerja yang paling sering adalah
Luka jarum suntik yang umum terjadi di kalangan petugas di ruang bedah. Sehingga

3
peningkatan strategi pencegahan dan pelaporan diperlukan untuk meningkatkan
keselamatan kerja bagi petugas bedah tersebut.
2. Alat kerja yang dapat digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas
instrumen di ruang operasi
Alat kesehatan yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas
instrumen diruang operasi adalah benda-benda tajam seperti skalpel dan jarum suntik
yang dapat memberikan resiko terjadinya kecelakaan kerja.
3. Alat pelindung diri (APD) yang digunakan petugas instrumen diruang operasi
Selain membersihkan tangan yang harus selalu dilakukan petugas kesehatan
juga harus mengenakan alat pelindung diri sesuai dengan prosedur yang mereka
lakukan dan tingkat kontak dengan pasien yang diperlukan untuk menghindari
kontak dengan darah dan cairan tubuh. APD untuk keperluan kewaspadaan standar
terdiri atas sarung tangan, gaun pelindung, pelindung mata, dan masker bedah.
Peralatan tambahan, seperti penutup kepala untuk melindungi rambut, tidak dianggap
APD, tetapi dapat digunakan demi kenyamanan petugas kesehatan. Begitu pula,
sepatu bot juga dapat digunakan untuk keperluan praktis, misalnya bila diperlukan
sepatu yang tertutup rapat dan kuat untuk menghindari kecelakaan akibat benda
tajam. Bila digunakan dengan benar, APD akan melindungi petugas kesehatan dari
pajanan terhadap jenis penyakit menular tertentu.
4. Ketersediaan obat P3K di tempat kerja petugas
P3K merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada
korban yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan cepat dan
tepat sebelum korban dibawa ke tempat rujukan. P3K sendiri ditujukan untuk
memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih
lengkap diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 Pasal 19: “Setiap badan,
lembaga atau dinas pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada konvensi ini,
dengan memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya harus menyediakan
apotik atau pos P3K sendiri, memelihara apotik atau pos P3K bersama-sama dengan
badan, lembaga atau kantor pemberi jasa atau bagiannya dan mempunyai satu atau
lebih lemari, kotak atau perlengkapan P3K.” Rumah sakit merupakan salah satu
lembaga pemberi jasa dengan unit sterilisasi yang menjadi bagiannya.
Dalam upaya pengawasan P3K maka perlu tersedia fasilitas dan personil P3K.
Fasilitas dapat berupa kotak P3K, isi kotak P3K, buku pedoman, ruang P3K,
4
perlengkapan P3K (alat perlindungan, alat darurat, alat angkut dan transportasi).
Personil terdiri dari penanggung jawab: dokter pimpinan P3K, ahli K3, petugas P3K
yang telah menerima sertifikat pelatihan P3K di tempat kerja.
Rekomendasi minimum failitas yang tersedia dalam kotak P3K tipe I yaitu
kasa steril terbungkus, perban (lebar 5 cm), perban (lebar 7,5 cm), plester (lebar 1,25
cm), plester cepat, kapas (25 gram), perban segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung
tangan sekali pakai, masker, aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml),
alkohol 70%, buku panduan P3K umum, buku catatan, daftar isi kotak. Sedangkan
pada kotak P3K tipe II terdiri dari kasa steril terbungkus, perban (lebar 5 cm), perban
(lebar 7,5 cm), plester (lebar 1,25 cm), plester cepat, kapas (25 gram), perban
segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung tangan sekali pakai, masker, bidai, pinset,
lampu senter, sabun, kertas pembersih (Cleaning Tissue), aquades (100 ml lar
saline), povidon iodin (60 ml), alkohol 70%, buku panduan P3K umum.
Secara umum penentuan jenis dan jumlah kotak yang disediakan tergantung
dari jumlah pekerja.

Tempat kerja Jumlah pekerja Jumlah petugas


Tempat Kerja dengan 25 – 150 > 150 1 untuk 150 orang (2
Faktor Resiko Rendah : orang untuk 300
Toko ,Kantor, Perpustakaan orang, dst)
Tempat Kerja dengan 25 – 100 > 100 1 untuk 100 orang (2
Faktor Resiko Tinggi: orang untuk 200
Konstruksi,Industri,Kimia orang, dst)

5. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum


kerja, berkala, berkala khusus)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan
di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada
baik terhadap pekerjaitu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi

5
dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja.
Disini diperlukan sistem rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat
kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment) Pencegahan sekunder ini
dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:
1) Pemeriksaan Awal untuk pekerja ruang operasi
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon /
pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan
calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi
kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
- Anamnese umum
- Anamnese pekerjaan
- Penyakit yang pernah diderita
- Alrergi
- Imunisasi yang pernah didapat
- Pemeriksaan badan
- Pemeriksaan laboratorium rutin.
Pemeriksaan tertentu :
- Tuberkulin test
- Psiko test

2) Pemeriksaan Berkala
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah
dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.

6
3) Pemeriksaan Khusus
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
dapat mengganggu kesehatan pekerja.

2.3 Pengertian Instalansi Gawat Darurat


Instalasi Gawat Darurat adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Di IGD dapat ditemukan dokter dari berbagai spesialisasi
bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter.
Saat tiba di IGD, pasien biasanya menjalani pemilahan terlebih dahulu, anamnesis
untuk membantu menentukan sifat dan keparahan penyakitnya. Penderita yang terkena
penyakit serius biasanya lebih sering mendapat visite oleh dokter daripada mereka yang
penyakitnya tidak begitu parah. Setelah penaksiran dan penanganan awal, pasien bisa
dirujuk ke RS, distabilkan dan dipindahkan ke RS lain karena berbagai alasan, atau
dikeluarkan. Kebanyakan IGD buka 24 jam, meski pada malam hari jumlah staf yang ada
di sana akan lebih sedikit. Ruang lingkup pelayanan Instalasi Gawat Darurat meliputi :
1. Pasien dengan kasus True Emergency :
Yaitu pasien yang tiba–tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapat pertolonngan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency :
Yaitu pasien dengan :
a) Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
b) Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya,
c) Keadaan tidak gawat dan tidak darurat.

2.4 K3 Ruang Gawat Darurat


Keselamatan dan kesehatan kerja bertanggung jawab terhadap:
1. Kecelakaan akibat Limbah B3
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya, beracun yang karena sifat atau
konsentrasinya atau jumlahnya, baik langsung maupun tidak langsung dapat

7
mencemarkan atau merusakkan lingkungan hidup, dan dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Limbah di ruang gawat darurat dapat mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, bergantung pada jenis rumah sakit dan tingkat pengolahan yang
dilakukan sebelum limbah dibuang. Upaya yang dapat dilakukan :
a. Cuci tangan
b. Penggunaan APD
c. Pengelolaan
1. Needle Crusher : Alat ini digunakan untuk menghancurkan jarum suntik
dengan menggunakan tenaga listrik

2. Insenerator
Insenator digunakn untuk memusnahkan sampah medis dan non medis padat baik
basah maupun kering dengan menggunakan bahan bakar solar.

3. Kantong Plastik
Kantong plastik yang digunakan sebagai wadah limbah medis padat memiliki
warna dan
penandaaan yang disesuaikan dengan kategori dan jenis dari masing-
masing limbah sesuai yang tertera pada Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004.
a) Kantong sampah non medis berwarna hitam
b) Kantong sampah medis berwarna kuning untuk limbah infeksius dan limbah
patologi : Limbah infeksius merupakan limbah yang berkaitan dengan pasien
yang perlu untuk melakukan isolasi penyakit menular. Limbah infeksius dapat

8
menjadi sebab tertularnya penyakit dari perawat, pengunjung, atau pasien
lainnya. Sedangkan limbah patologi merupakan limbah jaringan tubuh yang
terbuang dari proses bedah atau autopsi.
c) Kantong sampah medis berwarna coklat untuk limbah farmasi
Yang dimaksudkan limbah farmasi disini adalah obat-obatan yang telah
mengalami kadaluarsa.
d) Kantong sampah medis berwarna ungu untuk limbah sitotoksis.
Limbah sitotoksis berasal dari aktivitas kemoterapi yang dilakukan kepada
pasien
e) Kantong sampah medis berwarna merah untuk limbah radioaktif.
Limbah radioaktif merupakan limbah yang berasal dari penggunaan medis
ataupun riset di laboratorium dan berhubungan dengan zat-zat radioaktif.
4. Safety Box : Safety box berfungsi sebagai alat penampung sementara limbah
medis berupa jarum dan syringe bekas

2. Kecelakaan akibat infeksi mikroorganisme/mikrobiologi


Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari
mikroorganisme. Objek kajiannya biasanya adalah semua makhluk (hidup) yang
perlu dilihat dengan mikroskop, khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik,
protozoa, dan Archaea. Virus sering juga dimasukkan walaupun sebenarnya tidak
sepenuhnya dapat dianggap sebagai makhluk hidup.
Dalam ruang lingkup di ruang gawat darurat resiko terjadinya infeksi dari
mikrobiologi sangat tinggi, maka kita harus melakukan :
1. Cuci tangan
2. Penggunaan APD : Masker, apron, sarung tangan/handscoen.
3. Pengelolaan alat bekas pakai dengan cara :
a. Dekontaminasi

9
Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat
bedah, sarung tangan dan benda lainnya yang telah tercemar. Hal penting
sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat tersebut dengan
merendamnya di larutan klorin 0,5% selama 10 menit
b. Sterilisasi
Sterilisasi yaitu proses atau kegiatan menghancuran atau memusnahkan
semua mikro-organisme termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan.
Hal ini biasanya dilakukan dengan pemanasan atau penyaringan tetapi bahan
kimia atau radiasi juga dapat digunakan.
c. Desinfeksi
Desinfeksi adalah perusakan, penghambatan atau penghapusan mikroba
yang dapat menyebabkan penyakit atau masalah lain misalnya seperti
pembusukan. Hal ini biasanya dicapai dengan menggunakan bahan kimia.

3. Kecelakaan akibat aliran listrik


Sengatan listrik (electric shock) adalah sebuah fenomena dalam kehidupan.
Secara sederhana tersetrum dapat dikatakan sebagai suatu proses terjadinya arus
listrik dari luar ke tubuh. Sengatan listrik dapat terjadi karena terjadinya kontak
antara bagian tubuh manusia dengan suatu sumber tegangan listrik yang cukup tinggi
sehingga mampu mengakibatkan arus listrik melalui tubuh manusia tepatnya melalui
otot. Akibat aliran listrik juga dapat menyebabkan luka bakar. Tata cara pertolongan
pertama sebelum penderita ditangani adalah:
1. Segera bertindak dengan mematikan aliran listrik. Cabut steker atau matikan
sekring/MCB pusat2.
2. Jauhkan penderita dari sumber listrik. Untuk dapat memegang penderita tanpa
kesetrum anda memerlukan benda yang tidak bisa mengantarkan listrik. Gunakan
misalnya, sarung tangan karet yang kering (air juga dapat mengantarkan listrik).
3. Periksa denyut nadi di lehernya. Jika tidak ada tanda-tanda setelah 5 detik, tekan
dadanya sebanyak 5 kali dengan kedua telapak tangan Anda –telapak tangan kiri
berada di atas dada dan yang lain di atas punggung tangan kiri. Pastikan posisi
tangan Anda berada satu garis dengan putingnya. Periksa lagi. Jika tetap tidak
ada. Ulangi.
4. Untuk pernapasan buatan, mungkin karena pertimbangan tertentu, bisa tidak
dilakukan lewat mulut.. Bila penderita masih bernapas dengan normal baringkan
10
dengan posisi sisi mantap. Yaitu miringkan penderita ke sisi kanan, tangan kiri
penderita letakkan di pipi kanan. Hal ini dilakukan supaya penderita bisa
bernapas spontan (tidak tertutup oleh lidah). Untuk pembuatan nafas buatan ada
tekniknya.
a. Pertama, telentangkan korban, lalu tekuk kepalanya ke belakang.
b. Kemudian, anda buka mulut, tarik napas kuat-kuat, baru tutup mulut.
c. Kemudian tiupkan udara ke mulut korban sekuat-kuatnya sampai rongga
paru-paru terangkat.
d. Ketika melakukannya, jangan lupa tekan hidung korban supaya udara yang
anda tiupkan tidak keluar. Sebisa mungkin, segera lakukan pernapasan
buatan ketika korban tersengat. Tiga sampai empat kali pernapasan buatan
awalan akan sangat membantu korban. Jika korban adalah anak kecil,
dibutuhkan lebih banyak lagi pernapasan buatan, sampai 20 kali dalam
semenit.

5. Bila mengalami luka bakar, Tutupi titik luka bakar yang terjadi akibat masuk dan
keluarnya arus listrik pada tubuh karena bisa mempercepat pengurangan cairan
dalam tubuh. Gunakan kain, perban atau apapun yang bersifat tidak
mengantarkan panas. Upaya Pencegahan dapat dilakukan dengan adanya symbol :

4. Luka akibat gelas pecah dan benda yang tajam


Benda tajam dapat menimbulkan luka kecil dengan sedikit pendarahan. Luka
ini dapat diakibatkan oleh potongan kecil atau keratan atau tusukan benda tajam.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah membersihkan luka secara hati-hati, jika akibat
pecahan kaca pada kulit terdapat pecahan kaca gunakan pinset dan kapas steril untuk
mengambilnya. Kemudian tempelkan plester.
Dipencegahannya dapat melakukan :

11
1. Pemakaian APD
2. Safety box berfungsi sebagai alat penampung sementara limbah medis berupa
jarum dan syringe bekas

5. Kecelakaan akibat bahaya kimia dan bahaya fisik


Bahaya kimia adalah bahan-bahan yang pembuatan, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan penggunaanya menimbulkan atau membebaskan
debu, kabut, uap, gas, serat, atau radiasi sehingga dapat menyebabkan iritasi,
kebakaran, ledakan, korosi, keracunan dan bahaya lain dalam jumlah yang
memungkinkan gangguan kesehatan bagi orang yang berhubungan langsung dengan
bahan tersebut atau meyebabkan kerusakan pada barang-barang. Upaya pencegahan
adalah bisa menggunakan :
1. Penggunaan APD
2. Menggunakan symbol tanda bahaya

12
Bahaya fisik adalah bahaya potensial yang dapt menyebabkan gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar.
a. Sistem ventilasi.
1. Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan Ruang Gawat Darurat
harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai
dengan fungsinya dan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar bangunan
Ruang Gawat Darurat.
2. Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat
memenuhi syarat. Misalkan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar
bangunan Ruang Gawat Darurat tinggi, jarak antar bangunan tidak
memungkinkan udara bersih untuk masuk.
3. Bila memakai sistem ventilasi mekanik/buatan maka Ruangnya harus dilakukan
pembersihan/penggantian filter secara berkala untuk mengurangi kandungan
debu dan bakteri/kuman.
4. Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-
prinsip penghematan energi dalam bangunan Ruang Gawat Darurat.
5. Pada ruang tindakan minimal enam kali total pertukaran udara per jam.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan Ruang Gawat Darurat
mengikuti “Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara pada Bangunan
Rumah Sakit” yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI, Tahun 2011.
b. Sistem pencahayaan.
1. Bangunan Ruang Gawat Darurat harus mempunyai pencahayaan alami
dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan
fungsinya.
2. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan
fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan Ruang Gawat Darurat.
c. Prinsip Keselamatan Kerja
Prinsip Keselamatan Kerja adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene
sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi
5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi
13
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

2.5 Persyaratan Keselamatan pada Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.


Ruang Operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai
daerah pelayanan kritis yang mengutamakan aspek hirarki zonasi sterilitas. Oleh karena
itu kegagalan dalam pembedahan jangan sampai disebabkan oleh faktor perencanaan dan
perancangan fisik bangunan dan utilitasnya yang tidak memenuhi persyaratan teknis.
Pelayanan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, termasuk “daerah
pelayanan kritis”, sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas
kesehatan”.
1. Sistem proteksi petir.
a. Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit yang berdasarkan letak, sifat geografis,
bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus
dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.
b. Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara
nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia
di dalamnya.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004,
Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis
lain yang berlaku.

2. Sistem proteksi Kebakaran.


a. Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, harus dilindungi terhadap bahaya
kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.
b. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi, risiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

14
c. Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit. Sistem proteksi aktif yang terdiri dari :
 Hidran halaman
 Sistem sprinkler otomatis
 APAR
 Sistem deteksi dan alarm kebakaran
 Sistem pencahayaan darurat
 Sistem peringatan bahaya
 Tanda penunjuk arah
d. Apabila terjadi kebakaran di ruang operasi, peralatan yang terbakar harus segera
disingkirkan dari sekitar sumber oksigen dan mesin anestesi atau outlet pipa yang
dimasukkan ke ruang operasi untuk mencegah terjadinya ledakan.
e. Api di ruang operasi harus dipadamkan, jika dimungkinkan, dan pasien harus
segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus
dipasang diseluruh rumah sakit. Semua petugas harus memahami ketentuan
tentang cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus mengetahui persis tata letak
kotak alarm kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran
tersebut.

3. Sistem kelistrikan.
a. Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, termasuk
katagori “sistem kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik normal
dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga dan darurat untuk menggantikannya,
bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.
b. Jaringan
1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang
sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-
kerusakan pada kabel.
2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya
tersebut.

15
3) Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang
terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya
pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya
semua arus listrik pada saat kritis.
c. Terminal.
1) Kotak kontak (stop kontak)
a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan
kontak tusuk pasangannya.
b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara
dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, kotak kontak listrik
harus dipasang 5 ft (1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis
tahan ledakan.
2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 –
0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau
pedoman dan standar teknis yang berlaku.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi
proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan
kerja.
Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka
mendukung Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu
disusun persyaratan teknis fasilitas ruang operasi rumah sakit yang memenuhi standar
pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Kamar operasi adalah
suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik
elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril).
Keselamatan dan kesehatan kerja di ruang gawat darurat bertanggung jawab
terhadap Kecelakaan akibat Limbah B3, Kecelakaan akibat infeksi
mikroorganisme/mikrobiologi, Kecelakaan akibat aliran listrik, Luka akibat gelas pecah
dan benda yang tajam, Kecelakaan akibat bahaya kimia dan bahaya fisik.
Ruang operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai
daerah pelayanan kritis yang mengutamakan aspek hirarki zonasi sterilitas. Pelayanan
pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, termasuk “daerah pelayanan kritis”, sesuai
SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”. Syarat
keselamatan pada bangunan ruang operasi rumah sakit meliputi Sistem proteksi petir,
Sistem proteksi Kebakaran, dan yang terakhir Sistem kelistrikan. Oleh karena itu
kegagalan dalam pembedahan jangan sampai disebabkan oleh faktor perencanaan dan
perancangan fisik bangunan dan utilitasnya yang tidak memenuhi persyaratan teknis.

3.2 SARAN
Semoga untuk para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang Kesehatan
Keselamatan Kerja di ruang operasi dan ruang gawat darurat agar dapat meminimalkan
resiko terjadinya kecelakaan dalam bekerja, dan dapat meningkatkan kesehatan
keselamatan kerja.

17
DAFTAR PUSTAKA

Suma’mur, 1981, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Jakarta,


Gunug Agung.

http://www.scribd.com/document/369120809/MAKALAH-k3-dalam-ruang-
operasi-docx

http://dokumen.tips/documents/k3-pada-ruang-operasi-rev00-html

18

Anda mungkin juga menyukai