KELOMPOK 3
Kelas 2 Reguler B
2017
1. Pengertian PPOK
Penyakit paru obstruktif kronik Merupakan suatu istilah yang seting di gunakan
dalam sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan
resisitensi tahap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya ,bronkitis kronik
dan emlisema paru dan asam bronkal membentuk kesatuan yang di sebut COPD .contoh
dari PPOK adalah bronkitis kronik, empisema dan asma .
Empisema paru merupakan suatu perubahan anatomis par yang di tandai oleh
pembesaranalveolus dan duktus alveolaris yang tidak normalserta destruksi dinding
alveolar , efisema dapat di diagnsa secara tepat dengan mengunakan CT scan resolusi
tinggi.
2. Etiologi (penyebab)
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah :
Kebiasaan merokok
Polusi Udara
Paparan Debu, asap
Gas-gas kimiawi akibat kerja
Riwayat infeki saluran nafas
Bersifat genetik yakni definisi a-l anti trips
hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik
Kurangnya alfa anti tripsin.
3. Tanda dan Gejala
Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Kelemahan badan
Batuk
Sesak napas
Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
Mengi atau wheeze
Ekspirasi yang memanjang
Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
Penggunaan otot bantu pernapasan
Suara napas melemah
Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
Edema kaki, asites dan jari tabuh.
Dispnea
pasien terasa tercekik
pasien mengalami hiperinflamsi
seputum pasien berwarna keputih putihan
4. Patofisiologi
Faktor-faktor resiko seperti yang telah disebutkan di atas telah akan mendatangkan
proses inplamasi brokus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminal. Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus kecil atau
bronkiolus terminal, yang mengalami penutupan/obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli. Saat ekspirasi banyak yang
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara dan air trapping. Hal inilah
yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan gejala akibat-akibatnya.
Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemajangan fase ekspirasi. (brunner dan suddarth,2002 : 595)
Selain itu Patofisiologi PPOM adalah sangat komplek dan komprehensif sehingga
mempengaruhi semua sisitem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi
gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan
pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernafasan, kemudian mempengaruhi
oksigenasi tubuh secara keseluruhan.
Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga
mekanisme berikut ini:
Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Hal ini menjadi penyebab utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam
darah.Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler
pulmo menjadi terganggu.Peningkatan keduanya terjadi ketika penyakit yang semakin
berat sehingga menyebabkan kerusakan pada alveoli dan dan kehilangan bed kapiler.
Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi sama. Ventilasi dan perfusi
yang menurun bias dilihat pada pasien PPOM, dimana saluran pernafasan nya
terhalang oleh mukus kental atau bronchospasma. Di sini penurunan ventilasi akan
terjadi, akan tetapi perfusi akan sama, atau berkurang sedikit. Banyak di diantara
pasien PPOM yang baik empisema maupun bronchitis kronis sehingga ini
menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian,dimana terjadi
diantara keduanya yang meningkat dan ada yang menurun.
Mengalirnya darah kapiler pulmo
Darah yang tidak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru,
beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen. Hal ini
juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang menghambat alveoli.
Difusi gas yang terhalang
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari satu atau dua sebab
yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara sebagai akibat dari
penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga menyebabkan difusi menjadi
semakin sulit.
5. Komplikasi
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 <55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalamimperubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan
timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan takipnea.
c. Infeksi respiratori
d. Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos brakial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja nafas dan timbulnya dispnea.
e. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantungkanan akibat penyakit paru ), harus
diobservasi terutama pada klien dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
f. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemi,penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respirator.
g. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, sering kali tidak
berespon terhadap terapi yang bisa diberikan. Pengunaan aoyo bantu pernafasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma. (Somantri,
2009).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratoium
- Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
- Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
b. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
- Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
- Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
( Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
- Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
- Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan
sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
- Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi. Misalnya bronkodilator.
- Bronkogram
Dapat menunjukkan dilatasi silinder bronkus pada inspirasi; bronkral ada
ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronkitis.
- Sinar x dada
Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma;
peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/ gula
(enfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis): hasil normal
selama periode remisi (asma).
7. Penatalaksanaan
Pencegahan : mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara. Terapi
ekserbasi akut dilakukan dengan, antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya
disertai infeksi, ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
Augmentin (amoxilin dan asam klavualat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Laktamase. Pemberian
antibiotik seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempererat kenaikan paek flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10
hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda –
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang lebih kuat.
a. Terapi jangka panjang dilakukan dengan : antibiotik untuk kemoterapi
preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat
menurunkan ekserbasi akut. Bronkodilator tergantung tingkat
reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum
pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
b. Fisioterapi.
Latiahan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
c. Mukolitik dan ekspekteron.
Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagl nafas
Tip II dengan PaO2
d. Rehabilitasi.
Pasien cenderung menemui kesulitan berkerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari
depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: fisioterapi,
rehabilitasi psikis, rehabilitasi pekerjaan.
ASUHAN KEPERAWATAN (TEORI)
1) Pengkajian
A. Identitas pasien.
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa
yang digunakan, penanggung jawab meliputi: nama, alamat, hubungan dengan pasien.
B. Riwayat atau adanya faktor –faktor penunjang:
1. Merokok produl tembakau (faktor-faktor penyebab utama).
2. Tinggal atau berkerja di area dengan polusi udara berat.
3. Riwayat alergi pada keluarga.
4. Riwayat asma pada masa anak-anak.
C. Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat mencetus eksaserbasi, seperti alergen
(serbuk, debu, kulit, serbuk sari, jamur), stres emosional, aktivitas fisik berlebihan,
polusi udara, infeksi saluran napas, kegagalan program pengobatan yang dianjurkan.
intervensi rasional
Kriteria evaluasi : menurunya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam
melaksanakan aktivitas
intervensi Rasional
Kriteria evaluasi : pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut
, masukan makanan dan cairan meningkat, urine tidak pekat,haluaran urine
meningkat,membaran mukosa lembab, kulit tidak kering.
intervensi
3. Rujuk pasien ke ahli diet, untuk Ahli diet merupakan spesialis yang
memantau merencanakan makanan dapat membantu paseien dalam
yang akan dikonsumsi, jika setiap merencanakan makanan dengan
porsi makanan yang dikonsumsi nutrisi sesuai dengan kebutuhan
selalu kurang dari 30% usianya, sakitnya dan bentuk
tubuh
Hasil pasien : pasien dapat adanya penyesuaian diri dengan penyakit yang
dialami
intervensi Rasional
Anjurkan pasien untuk berpartisipasi Bantuan yang terus menerus sangat
dalam program rehabilitasi paru penting untuk beradaptasi
dimasyarakat bila ada
3) Implementasi
No
Implementasi
Dx
1. Memantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, nilai nadi oksimetri,
kadar teofilin serum.
2. Memberikan obat-obatan yang diresepkan
3. Meninjau kembali resep obat-obatan untuk menghindari interaksi merugikan
obat dengan obat.
4. Mengkonsultasi kepada dokter jika gejala-gejala tersebut menetap atau
memburuk.
1.
5. Mempertahankan posisi fowler dengan tangan abduksi dan disokong oleh
bantal.
6. Memotivasi pasien untuk meningkatkan masukan cairan sekurang-kurangnya
3L/hari.
7. Memotivasi pasien untuk melakukan napas dengan spirometer insentif tiap
2-4jam.
8. Menganjurkan pasien untuk berhenti merokok
1. Memantau nadi dan frekuensi napas sebelum dan sesudah beraktivitas.
2. Memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang
2. mudah dikunyah.
3. Memberikan bantuan dalam melaksanakan AKS sesuai dengan yang
diperlukan.
1. Memantau masukan dan haluaran tiap 8 jam.
2. Memantau berat badan tiap minggu.
3. Memantau jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
3.
4. Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau
selama waktu makan
5. Melakukan fisioterapi dada dan nebulaiser selambat-lambatnya satu jam
sebelum makan.
6. Memberikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan lakukan tindakan
perawatan serta pencegahan.
1. Mendemonstrasikan cara untuk mengontrol pernapasan dan dorong pasien
untuk melakukannya
2. Mempertahankan suhu ruangan yang sejuk.
4.
3. Mempertahankan posisi fowler dengan posisi lengan menopang dan abduksi.
4. Menggunakan obat sedatif sesuai dengan yang diresepkan tranquuilizer
secara hati-hati.
1. Menganjurkan pasien untuk berpartisipasin dalam program rehabilitasi paru
5.
dimasyarakat bila ada.
4) Evaluasi
1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan bronkodilator dan
terapi oksigen sesuai yang diresepkan.
2. Mencapai bersihan jalan nafas
a. Berhenti merokok
b. Meningkatkan masukan cairan hingga 6-8 gelas sehari
c. Melakukan drainase postural dengan benar
DAFTAR PUSTAKA
Price, S.A dan Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. 2006.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &Suddarth.Edisi 8 Volume 2.Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester,
YasminAsih, Jakarta : EGC.
Barbara Egram. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Volume 1. Alih
Bahasa Dra. Suharyati Samba,. S.Kp., Jakarta : EGC