Yusuf Agustria
NIM : 03031181621013
Tabel 1. Tabel Pengukuran Kadar Cuka Apel Pada Variasi 0% dan 5 gram Ragi
NaOH NaOH ρ(gr/ Massa Massa Kadar
(mL) (mmol) mL) Larutan Cuka Asam
Cuka dalam Asetat
(gr) Sampel (gr) (%)
Hari ke-1 15,5 1,55 1,035 10,35 0,062 0,600
Hari ke-4 29 2,9 1,035 10,35 0,116 1,122
Hari ke-8 29,08 2,908 1,035 10,35 0,116 1,125
Hari ke-11 29,06 2,906 1,042 10,42 0,116 1,116
Hari ke-15 29,04 2,904 1,042 10,42 0,116 1,116
(Sumber: Orey, 2008)
Cuka apel memiliki aroma apel, asam, dan sedikit aroma etanol. Aroma apel
semakin berkurang seiring dengan lamanya waktu fermentasi. Sedangkan aroma
asam makin terasa akibat dari penurunan pH hingga akhir fermentasi. Bau cuka
yang sedap berasal dari adanya bermacam-macam ester seperti etil asetat, etanol,
gula, gliserin, dan minyak menguap yang dihasilkan dalam jumlah kecil oleh aksi
mikrobia. Bau ini dapat berasal dari sari buah-buahan yang difermentasi, gandum,
atau cairan bersifat etanol lainnya yang mana cuka dibuat (Atro, 2015).
Adanya logam dan garam-garam cuka apel dapat menyebabkan kekeruhan
dan perubahan warna cuka pada cuka apel. Dengan adanya mikroorganisme dapat
menyebabkan rendahnya mutu bahan dari cuka, seperti adanya spesies
Lactobacillus dan Leuconostoc dalam sari buah-buahan yang mempengaruhi rasa
tidak enak, tetapi juga menghasilkan asam asetat yang mengganggu fermentasi.
Pengaruh media dari proses fermentasi cuka apel fuji sangat besar dan berhubungan
erat dengan pengurangan konsentrasi etanol yang tinggi pada proses alkoholisasi.
1.3. Perbandingan Apel Manalagi dan Apel Rome Beauty
Indonesia terdapat bermacam varietas apel, dua varietas yang paling banyak
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis bila dipasarkan adalah rome beauty dan
manalagi. Apel rome beauty memiliki ciri-ciri bentuk buah bulat lonjong, warna
buah hijau kemerahan dan rasa manis agak asam, sedangkan apel manalagi bentuk
buah bulat, kecil dengan warna buah kuning kehijauan dan rasa manis, dengan
adanya fruktosa 45 mg/g, glukosa 37,2 mg/g dan sukrosa 45,4 mg/g.
Kadar asam apel rome beauty cenderung lebih tinggi dibanding apel
manalagi. Kadar gula sederhana pada apel manalagi lebih besar dibanding apel jenis
rome beauty. Komponen gula dan asam merupakan media yang diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri asam asetat. Asam asetat atau asam cuka yang dihasilkan
dalam fermentasi menggunakan bakteri asam asetat dari bahan dasar apel disebut
juga cider atau lebih dikenal dengan nama cuka apel. Cuka apel memiliki berbagai
manfaat seperti penambah rasa, pengawet bahan makanan bahkan untuk pengobatan
sehari-hari dalam rumah tangga sudah dikenal sejak beberapa kurun waktu. Manfaat
kesehatan cuka apel yang khasiatnya untuk mencegah dan mengatasi gangguan
kesehatan juga sudah banyak dikenal dibeberapa negara (Masum, 2006).
Buah apel 500 gram, disortasi, dicuci bersih dan dihilangkan biji dan
kulitnya, dipotong-potong dan dilakukan blanching selama 10 menit. Selanjutnya
potongan apel ditambah air 3x berat apel, kemudian dihancurkan dan disaring,
diperoleh sari buah apel dengan kadar gula reduksi 3,40%. Media Pepton Glucose
Yeast (PGY) dengan komposisi 0,75 gram pepton, 2 gram glukosa dan 0,45 gram
ekstrak yeast dalam 100 ml aquadest dengan pH 5,5, disterilkan pada suhu 121°C
selama 15 menit. Selanjutnya media diinokulasi dengan 0,5 ml suspensi bakteri dari
biakkan agar miring ke dalam media starter steril yang dingin setelah ditambah
lebih dulu 2% berat pervolume etanol absolut steril. Media yang telah diinokulasi
kemudian diinkubasi pada temperatur 30°C dengan aerasi selama 2 hari. Perlakuan
tersebut digunakan untuk mempersiapkan starter A. pasteurianus dan A. aceti.
Hasil pengamatan setelah fermentasi 7 hari untuk 2 varietas apel dan rasio
campuran A. pasteurianus dengan A. aceti seperti terlihat pada tabel 2. Varietas
manalagi pada campuran bakteri dengan rasio 1:2 mempunyai pH yang lebih rendah
daripada campuran bakteri rasio 1:1, sedangkan konsumsi etanol serta produksi
asam asetat menunjukkan nilai yang lebih besar. Nilai pH substrat pada akhir
fermentasi berkaitan dengan produksi asam asetat, semakin besar produksi asam
asetat semakin menurun nilai pHnya. Konsumsi gula menunjukkan adanya
pertumbuhan sel, demikian juga konsumsi etanol oleh sel. Etanol diperlukan selain
sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan sel juga sebagai substrat fermentasi.
Tabel 2. Pengamatan pH, jumlah sel, konsumsi gula reduksi, etanol dan produksi asam
asetat dalam fermentasi cider selama 7 hari, suhu kamar dengan aerasi.
Varietas Rasio pH Jumlah Konsumsi Produksi
Apel Bakteri Sel Gula
Etanol Asam
(cfu/ml) (% b/v)
(% b/v) Asetat
(% b/v)
Manalagi 1:1 3,32 3,1 x 108 1,74 3,39 2,67
1:2 3,01 3,3 x 108 1,76 3,57 3,02
Rome 1:1 3,09 3,2 x 108 1,81 3,62 2,80
beauty 1:2 2,92 3,5 x 108 1,84 3,65 3,11
(Sumber: Caturryanti, 2008)
Apel mengandung serat, flavonoids, dan fruktosa. Dalam 100 gram apel
terdapat 2,1 gram serat. Kontribusi satu buah apel lebih dari 10% total kebutuhan
serat sehari. Apabila kulit apel dikupas, kandungan serat apel masih tetap tinggi
yaitu 9,1 gram. Serat apel mampu menurunkan kadar kolesterol darah dan resiko
penyakit jantung koroner. Serat tidak larut dalam buah apel bermanfaat untuk
mengikat kolesterol jahat penyumbat pembuluh darah dalam saluran cerna dan
kemudian menyingkirkannya dari tubuh. Sementara itu serat yang larut pada buah
apel bermanfaat untuk mengurangi produksi penyumbatan darah di dalam hati.
Banyak manfaat-manfaat lain yang terdapat dalam sebuah apel. Penelitian telah
menunjukan bahwa buah apel mempunyai kadar quercetin yang cukup tinggi.
Tingginya kadar quercetin dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dalam darah.
Hal ini dapat mengurangi kadar kolesterol yang dapat merusak aliran darah dalam
tubuh. Hingga saat ini pemanfaatan cuka apel sudah menyebar ke seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Atro, dkk. 2015. Keberadaan Mikroflora Alami Dalam Fermentasi Cuka Apel Hijau
(Malus Sylvestris Mill) Kulvitar Granny Smith. Jurnal Biologi Universitas
Andalas. 3(6): 1-3.
Caturryanti, D., dkk. 2008. Pengaruh Varietas Apel Dan Campuran Bakteri Asam
Asetat Terhadap Proses Fermenrasi Cider. Agritech. 28(2): 70-74.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Dunia Mikroorganisme. Bandung: Permai.
Masum, Z. 2006. Pengaruh Suhu Penyimpangan Dan Waktu Fermentasi Terhadap
Kualitas Cuka Apel Manalagi. Jurnal Teknik Kimia Buana Sains. 6(3): 1-5.
Orey, C. 2008. Khasiat Cuka. Jakarta Selatan: Mizan Publika.
Soelarso, B. 1997. Budidaya Apel. Yogyakarta: Kanisius.